PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juni 2015, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia surplus sebesar US$ 3,47 miliar, atau naik sebesar 10.379,23% dibanding surplus pada periode yang sama tahun 2014, sebesar US$ 33,14 juta. Total perdagangan Thailand periode ini tercatat US$ 210,24 miliar, turun sebesar 6,38% dibanding periode yang sama tahun 2014. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor sebesar US$ 106,86 miliar, turun 4,84% dibanding periode yang sama tahun 2014, dan impor sebesar US$ 103,38 miliar, juga turun 7,91% dibanding periode yang sama tahun 2014. Peningkatan impor didukung impor produk elektronik dan juga impor emas dan perhiasan serta suku-cadang & aksesoris kendaraan yang cukup signifikan pada periode ini. 2. Sepuluh negara tujuan ekspor utama Thailand yang merupakan 60,89% dari total ekspor Thailand periode Januari - Juni 2015 ke Dunia adalah : Amerika Serikat, RR China, Jepang, Hongkong, Malaysia, Singapura, Australia, Vietnam, Indonesia, dan India. Ekspor ke kawasan Uni Eropa (27 Negara) mencapai US$ 10,91 miliar, atau 10,21% dari total ekspor Thailand pada periode Januari-Juni 2015, dan mengalami penurunan sebesar 6,99% dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Sementara, ekspor ke kawasan ASEAN (9 Negara) pada periode Januari-Juni 2015 sebesar US$ 27,75 miliar atau 25,97% dari total ekspor Thailand dan turun sebesar 4,21% dibanding periode yang sama tahun 2014. Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-9 bagi Thailand dan pangsa pasarnya 3,81% pada periode ini. 3. Adapun produk ekspor Utama Thailand pada periode Januari-Juni 2015 antara lain adalah : Elektronik & produk2nya sebesar US$ 12,24 miliar atau 11,45% dari total ekspor Thailand; Otomotif & suku-cadangnya sebesar US$ 12,23 miliar atau 11,45% ; Kimia & Produk2nya sebesar US$ 7,60 miliar atau 6,93%; Batu Berharga dan Perhiasan sebesar US$ 5,33 miliar atau 4,99%; Produk Olahan Minyak sebesar US$ 4,09 miliar atau 3,82%; Karet & Produk2nya sebesar US$ 3,61 miliar atau 3,38%, dan juga Mesin dan komponen-komponennya sebesar US$ 3,48 miliar atau
3,26% serta Besi dan Baja juga Produk terkait sebesar US$ 2,66 miliar atau 2,49% dari total ekspor Thailand ke Dunia pada periode Januari-Juni 2015 ini. 4. Sepuluh negara asal impor Thailand pada periode Januari-Juni 2015 antara lain RR China, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia, Uni Emirat Arab, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, Indonesia dan Jerman. Impor dari sepuluh negara asal terbesar mencatat 69,20% dari total impor Thailand pada periode Januari-Juni 2015. 5. Produk impor utama Thailand dengan nilai terbesar periode Januari-Juni 2015 antara lain adalah : Electronic Integrated Circuits & Microassemblies (HS 8542) sebesar US$ 4.721,35 juta, naik 4,20% dibanding periode yang sama tahun 2014; Gold (incl Gold Plated Wth Platinum) Unwr (HS 7108) sebesar US$ 3.124,98 juta (+17,61%); Electrical Apparatus For Line Telephony Or Line Telegraphy (HS 8517) sebesar US$ 2.839,14 juta (+10,02%); Parts & Acces Of The Motor Vehicles Of Headings No. 87.01 to 87.05 (HS 8708) sebesar US$ 2.562,49 juta (-4,91%); dan Automatic Data Processing Machines and Units Thereof (HS 8471) sebesar US$ 1.639,14 juta (-3,13%). B. Perkembangan perdagangan bilateral Indonesia dengan Thailand 1. Total perdagangan Indonesia dengan Thailand periode Januari - Juni 2015 tercatat US$ 7,37 miliar, turun 14,97% dibanding periode yang sama tahun 2014, yang nilainya mencapai US$ 8,66 miliar. Total perdagangan tersebut, terdiri dari ekspor Indonesia ke Thailand sebesar US$ 3,29 miliar, turun 10,74 % dibanding periode yang sama tahun 2014 yang mencapai US$ 3,69 miliar, dan impor Indonesia dari Thailand sebesar US$ 4,07 miliar, turun 18,11% dibanding periode yang sama tahun 2014, yang tercatat sebesar US$ 4,97 miliar. Neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit bagi Indonesia sebesar US$ 0,78 miliar, turun sebesar 39,33% dibanding periode yang sama tahun 2014, yang tercatat sebesar US$ 1,28 miliar. 2. Selama periode Januari-Juni 2015, Indonesia menjadi negara ke-9 terbesar asal impor Thailand dengan pangsa sebesar 3,19%, menunjukkan penurunan dari pangsa impor : 3,29% (Jan-Jun 2014).
3. Komposisi impor utama Thailand dari Indonesia pada periode Januari-Juni 2015 antara lain: Fuel Lubricans, dengan total nilai impor US$ 1,03 miliar, turun 14,49% dibanding periode yang sama tahun 2014, pangsanya terhadap total impor Thailand dari Indonesia adalah sebesar 31,15%; Barang mentah dan setengah jadi, dengan total nilai impor US$ 971,04 juta, dengan pangsa sebesar 29,48%, dan turun 10,10%; Barang modal, sebesar US$ 495,03 juta, dengan pangsa 15,03%, dan turun 19,96%; Kendaran dan Alat Transportasi, sebesar US$ 427,82 juta, dengan pangsa 12,99%, dan turun sebesar 7,89% dibanding periode yang sama tahun 2014; Barang konsumsi, sebesar US$ 373,98 juta, dengan pangsa 11,35%, dan naik 14,34%. Sedangkan, ekspor Thailand ke Indonesia berdasarkan kelompok dapat dibagi sebagai berikut : Produk manufaktur, dengan total nilai ekspor US$ 3,44 miliar, turun 17,97% dibanding periode yang sama tahun 2014, pangsanya terhadap total ekspor Thailand ke Indonesia sebesar 84,91%; Produk agro-industri, sebesar US$ 296,9 juta, dengan pangsa sebesar 7,29%, juga mengalami penurunan sebesar 39,91%; Produk pertanian, sebesar US$ 255,62 juta, dengan pangsa sebesar 6,28%, dan naik sebesar 51,41%; Produk pertambangan dan bahan bakar, sebesar US$ 74,11 juta, dengan pangsa sebesar 1,82%, dan turun 32,10%. C. Informasi lainnya 1. Bank Sentral Thailand memangkas prospek pertumbuhan menjadi 3% Bank of Thailand memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Thailand tahun 2015 menjadi 3% akibat melambatnya pertumbuhan ekspor, dan konsumsi swasta lesu, serta investasi swasta tetap lemah. Ekonomi Thailand kemungkinan tumbuh dibawah proyeksi sebelumnya, dan resiko cenderung ke arah negatifnya.
Mathee Supapongse, Asisten Gubernur untuk grup kebijakan moneter dan sekretaris Komite Kebijakan Moneter Thailand mengatakan, meskipun pengeluaran publik lebih baik dari yang diharapkan, terutama untuk proyek-proyek investasi publik, dan pariwisata terus berkembang, faktor-faktor ini tidak dapat mengkompensasi kelesuan ekspor dan pengeluaran pribadi. Pemangkasan prospek pertumbuhan ini merupakan yang keempat kali untuk prospek pertumbuhan ekonomi 2015, bank sentral Juni 2014 memproyeksikan pertumbuhan 5,5% sebelum dipangkas menjadi 4,8% bulan September 2014, dan 4% bulan Januari 2015, menjadi 3,8% bulan Maret 2015. Prediksi terbaru nyaris dibawah perkiraan Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional 3-4% tetapi jauh dibawah perkiraan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan sebesar 3,7%. Ekspor diperkirakan mengalami kontraksi 1,5% tahun 2015, turun dari proyeksi pertumbuhan 0,8% karena masalah struktural yang terkait dengan pengiriman Thailand serta perlambatan mitra dagang utama Thailand. Namun pelemahan baht diperkirakan mendukung nilai ekspor, sementara kenaikan harga komoditas seiring dengan kenaikan harga minyak dunia bisa melonjak. Jika ekspor mencatat kontraksi maka akan menjadi tahun ketiga berturut-turut. Departemen Perdagangan melaporkan nilai ekspor, yang menyumbang 60-70% dari PDB, pada bulan April, turun 1,7% (yoy), sementara angka untuk empat bulan turun 3,99% (yoy). Perkiraan pertumbuhan konsumsi swasta dipangkas menjadi 2% dari 2,4%, dimana pendapatan rumah tangga tidak termasuk sektor pertanian telah dipengaruhi oleh perekonomian yang lesu di Thailand. Kekeringan yang melanda juga menjadi faktor dalam penilaian bank sentral untuk tingkat tertentu. Kepercayaan bisnis juga buruk, penundaan insentif investasi swasta, meskipun belanja pemerintah membantu dalam merangsang investasi swasta yang terkait dengan proyek-proyek investasi publik. Pertumbuhan investasi swasta diperkirakan sebesar 2,7%, turun dari proyeksi 3,1%. Risiko penurunan pertumbuhan ekonomi Thailand termasuk pertumbuhan lebih lambat di Asia khususnya China, dan belanja publik yang lebih rendah dibatasi oleh pencairan anggaran investasi yang tidak efektif.
Inflasi tahunan turun sebesar 0,5% akibat harga makanan segar dan harga minyak eceran lokal anjlok. 2. Thailand menyetujui langkah-langkah untuk melindungi industri baja lokal dari Impor Baja China Departemen Perdagangan Thailand dan perusahaan yang terkait dengan industri baja menyepakati langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan serta mencegah masuknya baja murah dari luar negeri, terutama China. Langkah-langkah yang disepakati pada pertemuan perwakilan dari perusahaan baja dan Menteri Perdagangan Umum Chatchai Sarikulya, antara lain: Menempatkan wire rods, steel sheets, hot-rolled steel sheets, cold steel, and structural steel dalam daftar sensitif dalam memantau harga harian, berlaku sejak 1 Juni. Mengagendakan langkah negosiasi dengan pemerintah China, terhadap pengurangan subsidi ekspor untuk baja dan produk baja untuk Thailand. Chatchai akan mengangkat isu tersebut pada akhir bulan ini, pada pertemuan di bawah Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China. Baru-baru ini, China membatalkan subsidi baja boron, yang menyumbang lebih dari setengah dari ekspor baja ke ASEAN. Menurut kementerian, impor baja Thailand dari China meningkat selama dua tahun terakhir. Thailand mengimpor 7 juta ton baja dari China pada tahun 2013, dan 12 juta ton pada tahun 2014. Dalam lima bulan pertama tahun 2015, impor baja dari China mencapai 5 juta ton. Langkah lain untuk melindungi industri baja Thailand, adalah pemeriksaan ketat impor baja oleh Departemen Bea Cukai dan memberikan hukuman bagi pedagang yang tidak mendukung kebijakan pemerintah. Thailand Industrial Standards Institute akan meninjau standar produk baja, untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Sebagai tindakan jangka panjang untuk mengembangkan industri baja, Kementerian Perindustrian sedang melakukan studi kelayakan untuk membangun pabrik baja hulu di Thailand atau di negara-negara tetangga, sementara Dewan Investasi akan mencari langkah-langkah dukungan untuk tujuan yang sama.
Ketua Klub Industri Besi dan Baja Thailand, dibawah Federasi Industri Thailand, mengatakan China saat ini mampu menghasilkan baja dalam jumlah besar dan ingin mengekspor sebanyak mungkin, sehingga biaya produksi tertentu dapat ditekan. Banyak negara, seperti Amerika Serikat, beberapa di Uni Eropa dan Timur Tengah, dan negara-negara di ASEAN, telah dipengaruhi arus masuk baja murah China. Thailand yang telah melihat dampak yang berat, harus keluar dengan tindakan anti dumping, dan menetapkan stándar tinggi, untuk mencegah impor baja berkualitas rendah ke Thailand. 3. Perlambatan Ekonomi China Mengancam Ekspor Thailand Komite Kebijakan Moneter (MPC) memperingatkan bahwa perlambatan ekonomi China, diperkirakan dapat menimbulkan resiko penurunan ekonomi Thailand. Mengingat bahwa China merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia dan pabrik produk di dunia, tidak mengherankan jika melemahnya permintaan dari China telah menggerogoti pertumbuhan negara-negara berorientasi ekspor dan yang memiliki hubungan yang kuat, termasuk Thailand. Kepala penelitian di CIMB Thai Bank, mengatakan jika pertumbuhan PDB tahunan China tumbuh sebesar 6,5%, dalam skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Thailand pada 2015 akan naik sebesar 2,5%, dengan ekspor menurun sebesar 3% sampai 4%. Perlambatan China akan mempengaruhi sektor ekonomi riil seperti ekspor dan investasi, tetapi perlambatan bukanlah resiko sistemik mirip dengan runtuhnya Lehman Brothers pada tahun 2008, karena perekonomian China masih tertutup dan yuan belum menjadi mata uang global. CIMBT memperkirakan pertumbuhan China tahun 2015 sebesar 6,8%, pada tingkat yang sama dengan prediksi Dana Moneter Internasional, yang memproyeksikan ekspansi PDB Thailand sebesar 3,3% dan kontraksi ekspor 2-3%. Perekonomian China tumbuh sebesar 7% untuk tiga bulan sampai Maret, laju paling lambat dalam enam tahun. Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 9,99% dari tahun 2005 ke 2014. Ekspor Thailand ke China selama lima bulan pertama sebesar US$ 9,55 miliar, turun 8,2% dibanding periode yang sama tahun 2014. Tapioka merupakan produk pertanian terbesar Thailand yang dikirim ke China, sebesar US$ 1,15 miliar; disusul karet di US$ 877,0 juta.
China memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian ASEAN. Jika China mengurangi impor karena perlambatan ekonomi, maka volume perdagangan ASEAN, akan jatuh. Menteri Keuangan Thailand, baru-baru ini mengatakan setiap penurunan persentase poin tunggal dalam pertumbuhan PDB China, adalah sama dengan 35% dari PDB Thailand. Perlambatan ekonomi China diperkirakan akan memiliki dampak yang lebih besar tahun depan jika ekonomi Cina diperluas hanya 5,5-6%. Efek dari berkurangnya prospek pertumbuhan China akan mempengaruhi perdagangan global dan investasi, sementara efek tidak langsung pada Thailand akan terjadi penurunan harga komoditas sehubungan China adalah konsumen utama dari komoditas. Harga komoditas yang rendah lebih lanjut akan memperburuk nasib petani Thailand selain kekeringan yang sedang berlangsung. Ekspor bisa turun 5% pada tahun 2016, berdasarkan asumsi ekonomi China tumbuh 5,5-6%. Namun, efek dari kedatangan wisatawan China diharapkan tidak terpengaruh karena China tidak menghadapi krisis likuiditas, yang bertentangan dengan yang terjadi di Rusia sebagai akibat dari sanksi-sanksi Barat. Nalin Chutchotitham, ekonom HSBC Thailand, mengatakan pentingnya China untuk ekspor Thailand, faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi Thailand, yang meningkat selama bertahun-tahun terutama karena 11% ekspor Thailand ke China, dibandingkan dengan angka di bawah 5% pada tahun 2001. Berdasarkan data paruh kedua tahun 2006 hingga 2014, analisis statistik HSBC menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu poin persentase dalam produksi industri China, akan meningkatkan pertumbuhan ekspor Thailand lebih dari 2,5%. (bth) Sumber : Laporan Atdag Bangkok, Thailand, Juni 2015