KAJIAN MODEL PENYEBARAN KARBONDIOKSIDA DARI KEGIATAN INDUSTRI KOTA SURABAYA DIAH WIJAYANTI 3309201002 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
Menurut Boubel dkk (1994): gas yang dianggap sebagai polutan adalah SO x, NO x, CO, dan ozon. CO 2 tidak dianggap sebagai polutan tetapi merupakan gas rumah kaca. Adanya hubungan positif antara konsentraasi CO 2 dan suhu udara (Unesco/Rostsea dalam Diposaptono dkk, 2009). Dampak kenaikan suhu: Wabah penyakit meluas dan timbul wabah baru Bagi yang tidak mampu beradaptasi dapat menyebabkan kematian Meningkatkan pencemaran udara dan air
Penggunaan model dimaksudkan sebagai pendekatan untuk menentukan penyebaran polutan sehingga memungkinkan untuk mendapatkan penyebaran polutan pada berbagai kondisi meteorologis. Menurut Stern (1976) dan Dobbins (1979): Model Gussian Menggambarkan penyebaran polutan di berbagai titik penerima dari berbagai sumber Memperhitungkan penyebaran horisontal Model Eulerian dan Lagrangian Menggambarkan penyebaran polutan berdasarkan aliran polutan dari satu sumber yang masuk dan keluar pada suatu kawasan Mengabaikan penyebaran horisontal, hanya memperhitungkan penyebaran dalam arah x sebagai lintasan utama dan arah vertikal
RUMUSAN MASALAH Bagaimana kinerja model Gaussian untuk menentukan penyebaran dan pemetaan konsentrasi CO 2 dari kawasan industri Rungkut. TUJUAN Mengkaji model Gaussian untuk menentukan penyebaran dan pemetaan konsentrasi CO 2 dari kawasan industri Rungkut.
MANFAAT 1. Sebagai bahan evaluasi untuk menentukan kebijakan penggunaan energi dari bahan bakar fosil. 2. Mengetahui pola penyebaran CO 2 di udara ambient Kota Surabaya yang bersumber dari kawasan industri Rungkut. 3. Sebagai bahan evaluasi terhadap tata ruang berdasarkan atas kualitas udara (penyebaran CO 2 ), khususnya evaluasi terhadap RTH. RUANG LINGKUP 1. Emisi gas yang diteliti adalah CO 2. 2. Sumber emisi: di kawasasan industri Rungkut. 3. Model yang digunakan adalah model Gaussian multi sources. 4. Pengambilan contoh uji pada siang dan malam hari di lima titik. 5. Analisis CO2 di Laboratorium TL ITS.
Model Gaussian Sumber Tunggal Sumber dengan ketinggian efektif H (Persamaan 1) Sumber dengan H =0 (Persamaan 2)
Tinggi efektif (H) (Persamaan 3): H = h + Δh Model Gaussian Multple Sources Menurut Turner (1970), Dobbins (1979), Comer dkk. (1983), konsentrasi polutan di suatu titik yang berasal dari dua atau lebih sumber polutan (multiple sources) merupakan penjumlahan konsentrasi masing masing sumber yang memberikan kontribusi. Menurut Zoumakis (1997), persamaan Model Gaussian Multple Sources dapat dituliskan sbb (Persamaan 4):
Jarak (xi dan yi) antara sumber i dengan penerima dapat ditentukan dengan perssamaan berikut: x i = + (E si E r ) sin ψ w + (N si N r ) cos ψ w (Persamaan 5) y i = - (E si E r ) cos ψ w + (N si N r ) sin ψ w (Persamaan 6) Koefisien Dispersi (σ y dan σ z )
Tahapan penelitian:
Lokasi sumber dan penerima R1 S11 S5 S6 S8 S7 S9 R2 S10 S12 R5 R4 S4 R3 S2 S14 S13 S1 S3 S15
Lokasi sumber dan penerima dalam koordinat kartesius
Penyusunan model
Karbondioksida yang diemisikan dari kawasan industri Rungkut
Gambaran umum kondisi meteorologis Arah angin: Timur (70-114 ) Kecepatan angin rata-rata: 4,9 11,7 knot Kondisi atmosfer Siang hari: Juli s/d Oktober (Kelas B) April s/d Juni dan Nopember (Kelas B-C) Desember s/d Maret (Kelas C) Malam hari: April Oktober (Kelas E) Oktober April (Kelas D)
Pemodelan Konsentrasi CO 2 dengan Model Gaussian Berdasarkan data meteorologi wilayah studi, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Stabilitas atmosfer, yaitu kelas B, C, D,dan E b. Arah angin (ψ w ), yaitu 70, 92, dan 114 c. Kecepatan angin pada ketinggian 10 m [u(z a )], yaitu 3 m/s dan 5 m/s Kondisi wilayah studi menunjukkan bahwa H = 0. Menurut Stern (1976), Smith dan Singer telah mengembangkan standar ketinggian pada saat kecepatan angin rata-rata untuk sumber yang berada pada ketinggian yang rendah, yaitu pada ketinggian 0,62σ z.
Untuk menentukan kecepatan angin pada ketinggian 0,62σ z digunakan persamaan berikut ini (Persamaan 7) : Validasi model Wilmot dan Wicks (1980) dalam Sivacoumar (2001) menyarankan penggunaan index of agreement (IOA) untuk analisis statistik validasi model.
Hasil pemodelan berdasarkan gambaran umum meteorologi wilayah studi
Pengukuran lapangan
Konsentrasi CO 2 hasil pemodelan dengan pengukuran lapangan
Berdasarkan nilai konssentrasi CO 2 hasil pemodelan dengan pengukuran lapangan, diperoleh nilai IOA sebesar 0,36. Keterbatasan Model Gaussian adalah tidak memperhitungkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan konsentrasi polutan di atmosfer. Karakteristik CO 2 di atmosfer: - sifat inert atau tidak reaktif di atmosfer (IPCC, 2001). - waktu tinggal antara 50 sampai 200 tahun (IPCC, 1990 dalam Lelieveld dkk., 1993). - dapat terbentuk dari reaksi oksidasi CH 4, CO, dan VOC (IPCC, 2001).
Konsentrasi CO 2 terbesar, yaitu 64,357 μg/m 3 terjadi pada stabilitas atmosfer kelas E yang terjadi pada periode April- Oktober. 25 20 15 R1 Ordinat (N) 10 5 R5 R4 R2 R3 0-5 -10-30 -25-20 -15-10 -5 0 5 10 15 20 25 30 Absis (E) Gambar Pola Penyebaran CO 2 dengan Stabilitas Kelas E, u 10 : 3 m/s, dan ψ w : 70
Sedangkan pada periode Oktober-April (kelas D), konsentrasi CO 2 yang mencapai Kendangsari dan Kutisari lebih kecil dibandingkan pada periode April-Oktober. 25 20 15 R1 Ordinat (N) 10 5 R5 R4 R2 R3 0-5 -10-30 -25-20 -15-10 -5 0 5 10 15 20 25 30 Absis (E) Gambar Pola Penyebaran CO 2 dengan Stabilitas Kelas D, u 10 : 3 m/s, dan ψ w : 70
Arah angin berperan dalam menentukan sumber-sumber yang memberi kontribusi pencemaran, jarak, dan koefisisen dispersi. Koefisien dispersi titik penerima terhadap sumber semakin besar menuju ke barat (dari R2, R4, R5,dan R1). Ada kecenderungan: penurunan konsentrasi CO 2 seiring dengan bertambahnya jarak downwind dan koefisien dispersi. peningkatan konsentrasi CO 2 seiring dengan berkurangnya perbandingan jarak lateral dengan koefisien dispersi horisontal
Berdasarkan pola penyebaran CO 2, emisi CO 2 dapat menjangkau sampai di luar kawasan industri, yaitu Kendangsari dan Kutisari. Penyediaan RTH sebagai barier antara kawasan industri dan permukiman dan sebagai penyerap CO 2 merupakan salah satu cara untuk mengurangi luasan jangkauan paparan CO 2 dan mengurangi konsentrasi CO 2.
Kesimpulan: Pemodelan dengan menggunakan model Gaussian memberikan nilai IOA sebesar 0,36. Agar model ini memberikan hasil yang lebih memuaskan dan dapat digunakan untuk menggambarkan penyebaran CO 2 dengan lebih baik, maka perlu memperhitungkan variabel yang mewakili karakteristik CO 2 di atmosfer. Pemetaan konsentrasi CO 2 menunjukkan bahwa paparan CO2 mencapai daerah Kendangsari dan Kutisari dengan konsentrasi terbesar terjadi pada periode April-Oktober. Saran: Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan variabel yang mewakili karakteristik CO 2.