2. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. DESKRIPSI DATA PENELITIAN"

Transkripsi

1 . DESKRIPSI DATA PENELITIAN.. Pencemar Udara PM dan Ozon Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat memberikan daya dukung bagi mahkluk hidup untuk hidup secara optimal. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemar udara. Definisi pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah No tahun 999, adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sumber pencemaran udara berasal dari kejadian alami dan kegiatan manusia (antropogenik). Sumber pencemaran yang berasal dari alam antara lain kebakaran hutan, letusan gunung berapi, debu, dekomposisi biotik dan lain-lain. Sedangkan sumber pencemaran udara akibat aktivitas manusia secara kuantitatif sering lebih besar, antara lain berasal dari kegiatan transportasi, industri, pemukiman, dan pengelolaan limbah sampah (Soedomo, ) Kegiatan transportasi memberikan kontribusi sekitar 7% terhadap pencemaran udara di kota-kota besar. Faktor yang mempengaruhi tingginya pencemar udara dari kendaraan bermotor adalah pesatnya pertambahan jumlah kendaraan bermotor, rendahnya kualitas bahan bakar minyak (BBM) dan masih digunakannya jenis BBM mengandung Pb, penggunaan teknologi lama (sistem pembakaran) pada sebagian besar kendaraan bermotor di Indonesia, rendahnya budaya perawatan kendaraan bermotor secara teratur, dan buruknya manajemen transportasi. Sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara terbesar berikutnya setelah kendaraan bermotor, melalui penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga (KLH, ). Pada umumnya bahan pencemar udara yang terdapat di daerah perkotaan adalah: SO, NO x, O, CO, HC, debu, dan Pb, serta bahan-bahan pencemar organik lainnya (SARPEDAL KLH, a). Sepanjang tahun pencemar udara yang paling dominan dengan konsentrasi maksimum pada jam-jam tertentu melebihi baku mutu udara ambien di kota Surabaya adalah PM diikuti O, SO, dan CO ( Din LH, ; Chamida, ).

2 Faktor meteorologis mempunyai peran yang sangat utama dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Dalam sistem pencemaran udara, intensitas emisi dari sumber pencemar akan masuk ke dalam atmosfer sebagai medium penerima. Sedangkan atmosfer merupakan suatu medium yang sangat dinamik dan mempunyai kemampuan dalam menyebarkan, mengencerkan, dan mendifusikan pencemar udara. Kemampuan atmosfer tersebut ditentukan oleh berbagai faktor meteorologi, seperti kecepatan angin, arah angin, kelembaban udara, suhu udara, dan tekanan udara (Soedomo, ) Partikulat debu dalam bentuk tersuspensi merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai kurang dari mikron sampai dengan maksimal 5 mikron. Partikulat debu berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara. Karena komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan dampaknya terhadap kesehatan, maka banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah yang digunakan mengacu pada metode pengambilan contoh udara antara lain SPM (Suspended Particulate Matter), TSP (Total Suspended Particulate), dan balack smake. Istilah lainnya mengacu pada tempat di saluran pernafasan dimana partikulat debu dapat mengendap, seperti inhalable/thoracic particulate yang mengedap di bawah pangkal tenggorokan. Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM (partikulat debu dengan ukuran diameter aerodinamik < mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan contoh. Pengaruh partikulat debu yang berada di udara terhadap kualitas lingkungan sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara. mikron sampai dengan mikron. Pada umumnya partikulat debu yang berukuran sekitar 5 mikron dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Sedangkan partikulat yang lebih besar dari 5 mikron dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata. Berdasarkan PP tahun 999 baku

3 9 mutu konsentrasi PM yang masih diijinkan adalah tidak lebih dari 5 µg/m untuk waktu pengukuran jam (SARPEDAL KLH, b). Lapisan troposfer mengandung Ozon atau O kira-kira hanya % dari seluruh kandungan Ozon yang ada di atmosfer. Ozon adalah komponen atmosfer yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari untuk mengoksidasi komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar sekunder yang diproduksi dari interaksi antara bahan pencemar primer dengan sinar matahari. Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO. Polutan sekunder yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah Ozon dan Peroksiasetilnitrat (PAN). Karena Ozon merupakan senyawa yang dominan dari oksidan fotokimia ini, yaitu mencakup kira-kira 9% volume, maka hasil pemantauan udara ambien dinyatakan sebagai kadar Ozon. (Soedomo, ) Ozon dapat ditemukan di setiap tempat dimana terdapat oksida nitrogen dan hidrokarbon yang berinteraksi di bawah radiasi sinar matahari. Ozon berbahaya bagi tumbuh-tumbuhan, karena dapat mengganggu proses fotosintesis. Sedangkan dampak terhadap manusia dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan pernafasan. Berdasarkan PP tahun 999 baku mutu konsentrasi ozon yang masih diijinkan adalah tidak lebih dari 5 µg/m untuk waktu pengukuran jam (SARPEDAL KLH, b)... Jaringan Pemantau Kualitas Udara Ambien di Kota Surabaya Sejak tahun 99 BAPEDAL Pusat/ Menteri Lingkungan Hidup membuat strategi pelaksanaan pengendalian pencemaran udara dengan Program Langit Biru. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program ini, pemerintah Republik Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Austria membangun Jaringan Pemantau Kualitas Udara Ambien Terpadu untuk kota metropolitan dan kota rawan kebakaran melalui proyek The Integrated Ambient Air Quality Monitoring for Metropolitan Area. Lokasi jaringan pemantau kualitas udara di Indonesia disajikan pada Lampiran. Tujuan utama dari jaringan pemantauan kualitas udara ambien adalah mengetahui besarnya kondisi kualitas udara melalui pengukuran konsentrasi zat pencemar udara yang terdiri dari CO, SO, O, NO, PM dan

4 kondisi meteorologis yang terdiri dari arah angin, kecepatan angin, suhu, kelembaban udara, dan global radiasi (SARPEDAL KLH, a). Untuk dapat memberikan kemudahan dan keseragaman informasi kualitas udara ambien kepada masyarakat di suatu lokasi pada waktu tertentu, serta sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya pengendalian pencemaran udara telah ditetapkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 997. ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu didasarkan dampaknya pada kesehatan manusia, makhluk lainnya, dan nilai estetika (KLH, ) Kota Surabaya telah mengoperasikan jaringan pemantauan kualitas udara yang bekerja secara kontinu jam sehari sejak April. Peralatan dari jaringan pemantau ini terdiri dari beberapa komponen yaitu :. Lima stasiun pemantau kualitas udara permanen.. Lima tampilan data publik (Public Data Display). Peralatan RAQMC (Regional Air Quality Monitoring Center). Peralatan kalibrasi dan maintenance Peralatan sensor pada stasiun pemantau dan tampilan data publik disajikan pada Lampiran. Cara kerja peralatan jaringan pemantau kualitas udara ambien disajikan pada Lampiran. Pemilihan lokasi penempatan peralatan jaringan pemantau ditetapkan bersama oleh Tim BAPEDAL Pusat, Pemerintah Austria, dan Tim Pemkot Surabaya beserta Pemprov Jatim tanggal Maret 999. Lokasi harus berada pada daerah pemukiman agar data yang dihasilkan adalah data kualitas udara ambien dan bukan udara emisi dengan jarak minimum dari jalan raya meter sampai 5 meter. Lokasi penempatan 5 stasiun pemantau kualitas udara ambien kota Surabaya disajikan pada Gambar dengan perincian sebagai berikut :. Halaman taman prestasi (Jl. Ketabang Kali) disingkat dengan SUF-. Lokasi ini mewakili daerah pusat kota, pemukiman, perkantoran, dan perdagangan Surabaya Pusat.. Halaman kantor kelurahan Perak Timur (Jl. Selangor) disingkat dengan SUF-. Lokasi ini mewakili daerah pergudangan dan industri.

5 . Halaman bekas kantor pembantu walikota Surabaya Barat (Jl. Sukomanunggal) disingkat dengan SUF. Lokasi ini mewakili daerah pemukiman, dan daerah pinggir kota.. Halaman kecamatan Gayungan (Jl. Gayungan) disingkat dengan SUF-. Lokasi ini mewakili daerah pemukiman dekat jalan tol Surabaya-Gempol Surabaya Selatan. 5. Halaman Convention Hall (Jl. Arif Rahman Hakim) disingkat dengan. Lokasi ini mewakili pemukiman, kampus dan perkantoran Surabaya Timur. SUF- SUF SUF- SUF- Gambar. Peta kota Surabaya dan lokasi 5 stasiun pemantau Berdasarkan panduan mutu ISPU, sensor yang ada pada stasiun pemantau kualitas udara mampu menangkap pencemar udara dengan sensitifitas sampai sejauh radius 5 km, dengan mekanisme kerja berdasarkan arah angin yang menuju alat dengan spesifikasi kisaran arah angin antara o sampai o dengan kecepatan angin sampai dengan m/detik [SARPEDAL KLH, b]... Deskripsi Umum Kota Surabaya Kota Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur yang terletak di koordinat 7-7 lintang selatan dan sampai 5 bujur timur dengan luas wilayah ±.7 km. Wilayah kota Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara - 5 meter di atas permukaan laut, sedangkan pada daerah pantai ketinggian berkisar antara meter di atas permukaan laut

6 bahkan sebagian lebih rendah dari permukaan laut. Sebagian besar wilayah kota Surabaya memiliki ketinggian tanah berkisar antara - meter yaitu 599. ha (.7%) yang menyebar di bagian timur, utara, selatan, dan pusat kota. Pada wilayah kota lainnya memiliki ketinggian berkisar antara - meter (.5%) dan di atas meter dari permukaan laut (.7%) yang terdapat pada bagian barat dan selatan kota Surabaya (Surabaya dalam Angka, ). Kota Surabaya beriklim tropis dengan suhu udara yang relatif konstan sepanjang tahun, yaitu dari 5 C pada malam hari sampai C pada siang hari. Kelembaban rata-rata antara 5 % sampai 5 %. Pola iklim di kota Surabaya dipengaruhi oleh angin muson sehingga setiap tahun terjadi dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada umumnya musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai Oktober, sedangkan musim hujan berlangsung dari bulan Desember sampai dengan Maret. Curah hujan maksimum biasanya terjadi pada bulan Januari dan minimum terjadi pada bulan Agustus. Pada tahun, arah angin terbanyak pada bulan Januari dan Pebruari adalah Barat, pada bulan Maret sampai Nopember berasal dari arah timur, dan bulan Desember dari arah barat (Surabaya dalam Angka, ). Jumlah penduduk kota Surabaya sekitar. juta pada malam hari, dan bertambah kira-kira ribu penduduk yang bekerja di Surabaya dari wilayah sekitar Surabaya di pagi hari. Jenis transportasi didominasi oleh kendaraan pribadi. Berdasarkan hasil penelitian GTZ-SUTP (), komposisi kendaraan di Surabaya adalah 5% kendaraan umum dan 5% kendaraan pribadi. Sedangkan hasil survey Dinas Perhubungan Surabaya terhadap volume kendaraan di persimpangan pada satu jam sibuk di bulan Mei dan Juni tahun menunjukkan bahwa volume kendaraan tertinggi terjadi di sekitar SUF- (Dinhub Surabaya, )... Metode Eksplorasi Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrasi pencemar udara yang terdiri dari PM dan Ozon per jam (µg/m ), dan faktor meteorologis yang terdiri dari suhu udara per jam ( C), kecepatan angin per jam (m/detik), arah angin per jam (derajat) pada 5 lokasi stasiun pemantau (SUF) selama satu tahun dari bulan Januari sampai Desember. Data arah angin dikelompokkan

7 dalam kategori (metode pengelompokkan disajikan pada Lampiran ). Sedangkan data curah hujan (mm) yang digunakan adalah data harian pada waktu yang sama di stasiun pemantau klimatologi kota Surabaya. Tahap awal dalam menentukan model aditif spatio-temporal adalah identifikasi model dengan menggunakan metode eksplorasi data. Dari metode ini akan diketahui tentang bentuk sebaran data, pola kecenderungan data terhadap waktu, keeratan hubungan antara pencemar udara dengan faktor meteorologis, dan pola kecenderungan spatial. Untuk mengetahui pola sebaran dan kesimetrikan data digunakan diagram kotak garis. Sedangkan untuk mengetahui pola kecenderungan data terhadap waktu digunakan plot antara rataan data faktor meteorologis atau pencemar udara per bulan dengan jam pada setiap SUF dari bulan Januari sampai Desember. Untuk mengidentifikasi model deret waktu digunakan plot autokorelasi (autocorrelation function selanjutnya disingkat ACF) dan plot autokorelasi parsial (partial autocorrelation function selanjutnya disingkat PACF). Fungsi ACF berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara pasangan pengamatan pada waktu-(t) dengan pengamatan pada waktu-(t+k) dari proses stokastik yang sama dan hanya dipisahkan oleh selang waktu k. Sedangkan fungsi PACF berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara pasangan pengamatan pada waktu-(t) dengan pengamatan pada waktu-(t+k) setelah hubungan linear dalam pengamatan pada waktu-(t+) sampai waktu-(t+k-) telah dihilangkan. Untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara pencemar udara dengan faktor meteorologis digunakan plot korelasi silang (cross correlation function dan disingkat ). Untuk mengidentifikasi pola hubungan spasial dari pencemar udara digunakan plot dan plot hubungan antara korelasi pencemar udara antar SUF dengan jarak antar SUF. Data mempunyai hubungan spasial bila pola hubungan antara korelasi dengan jarak bernilai negatif artinya dengan korelasi antar SUF semakin kecil bila jarak antar SUF semakin jauh..5. Hasil Eksplorasi Data Hasil eksplorasi terhadap data faktor meteorologis dan pencemar udara digunakan untuk penentuan model aditif spatio-temporal. Dari hasil eksplorasi dapat diketahui tentang pola kecenderungan faktor meteorologis dan pencemar

8 udara terhadap jam, model deret waktu pencemar udara, keeratan hubungan antara pencemar udara dengan faktor meteorologis, dan pola hubungan spasial..5.. Faktor Meteorologis Faktor meteorologis seperti arah dan kecepatan angin, suhu udara, dan curah hujan mempengaruhi kualitas udara dan penyebaran pencemar udara di suatu lokasi. Deskripsi faktor meteorologis di kota Surabaya sebagai berikut : a. Suhu Udara Perbedaan suhu udara pada berbagai daerah di bumi akan mengakibatkan perbedaan tekanan udara yang mempengaruhi pergerakan udara di dalam atmosfer. Plot antara rataan suhu udara per bulan dengan jam disajikan pada Gambar. Pola kecenderungan rataan suhu udara dengan jam pada semua SUF tampak mirip, dengan suhu udara terendah terjadi pada jam dan suhu udara tertinggi terjadi antara jam sampai jam. 7 SUF- 7 SUF- 7 SUF RATAAN SUHU PER BULAN 5 RATAAN SUHU PER BULAN 5 RATAAN SUHU PER BULAN 5 RATAAN SUHU PER BULAN 7 5 SUF- RATAAN SUHU PER BULAN 7 5 Gambar. Plot antara rataan suhu udara per bulan dengan jam di setiap SUF pada bulan Januari Desember Pada umumnya rataan suhu udara beragam antar bulan, dengan suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan Nopember. Perbedaan suhu udara tertinggi pada bulan Oktober dan Nopember dengan bulan lainnya pada SUF- sampai SUF- kurang lebih C, sedangkan pada kurang lebih C. BULAN 5 7 9

9 5 b. Kecepatan Angin Kecepatan angin berperan menentukan jarak dan waktu perpindahan pencemar udara dari sumber ke penerima. Di samping itu kecepatan angin akan menentukan derajat pengenceran pencemar udara searah dengan pergerakan angin. Plot rataan kecepatan angin per bulan selama jam disajikan pada Gambar 5. Pola kecenderungan antara kecepatan angin dan suhu udara terhadap jam tampak mirip. Kecepatan angin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu udara. Setiap SUF mempunyai pola kecenderungan kecepatan angin dengan jam yang sama, yaitu kecepatan angin terendah dan konstan terjadi antara jam sampai jam 7, dan kecepatan angin tertinggi terjadi pada jam atau jam. RATAAN KEC. ANGIN PER BULAN SUF- RATAAN KEC. ANGIN PER BULAN SUF- RATAAN KEC. ANGIN PER BULAN SUF RATAAN KEC. ANGIN PER BULAN SUF- RATAAN KEC. ANGIN PER BULAN BULAN Gambar 5. Plot antara rataan kecepatan angin per bulan dengan jam di setiap SUF pada bulan Januari Desember Pada Gambar dan Gambar 5 terlihat bahwa pola kecenderungan kecepatan angin dan suhu udara terhadap jam tampak mirip. Besarnya kecepatan angin beragam antar SUF. Kecepatan angin pada SUF-, SUF-, SUF- lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan angin pada SUF dan. Pada SUF terdapat kelompok, yaitu kelompok rendah yang terjadi pada bulan Juli sampai Agustus dan kelompok tinggi yang terjadi pada bulan Januari sampai Juni. mempunyai rataan kecepatan angin tertinggi dibandingkan dengan keempat SUF-lainnya, hal ini disebabkan lokasinya berada dekat pantai Kenjeran.

10 c. Arah Angin Arah perjalanan pencemar udara dari sumber ke penerima ditentukan oleh arah angin. Plot antara modus arah angin per bulan dengan jam disajikan pada Gambar. Pola kecenderungan modus arah angin dengan jam pada setiap SUF beragam antar bulan. MARET PEBRUARI JANUARI JULI AGUSTUS SEPTEMBER JUNI MEI APRIL OKTOBER NOPEMBER DESEMBER SUF 5 Gambar. Plot antara modus arah angin per bulan dengan jam di setiap SUF pada Januari- Desember Pada bulan Januari dan Pebruari modus arah angin umumnya berada antara arah barat dengan utara. Arah angin pada bulan Maret beragam antar jam, yaitu antara jam sampai jam dan antara jam sampai jam berada antara arah selatan dengan barat, antara jam 9 sampai berada antara arah timur dengan tenggara, sedangkan antara jam sampai jam arah angin bervariasi antar SUF. Pada bulan April sampai Nopember, pola kecenderungan arah angin pada semua SUF tampak mirip, yaitu pada jam sampai jam 9 arah angin berada antara arah selatan dengan barat, dan pada jam sampai jam arah angin berada antara timur dan selatan. Arah angin pada bulan Desember mirip dengan

11 7 arah angin pada bulan Maret, yaitu antara jam sampai jam dan antara jam sampai jam berada antara arah selatan dengan barat laut, sedangkan antara jam 9 sampai arah angin bervariasi antar SUF. d. Curah Hujan Plot rataan curah hujan harian per bulan pada stasiun pemantau di kota Surabaya disajikan pada Gambar 7. Pola kecenderungan rataan curah hujan pada stasiun tampak mirip. Pada bulan Januari sampai Juni tampak curah hujan cenderung menurun, pada bulan Juni sampai Oktober tidak ada curah hujan, dan pada bulan Nopember sampai Desember curah hujan cenderung meningkat. Perbedaan rataan curah hujan di stasiun pemantau tidak besar. Pada umumnya musim kemarau berawal pada bulan Mei dan berlangsung sampai bulan Oktober. Peralihan antara musim kemarau dengan musim hujan terjadi pada bulan Nopember. Musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret. Rataan Curah Hujan per Bulan Lokasi Variable Pe rak- Pe rak- Juanda 5 7 Bulan 9 Gambar 7. Plot rataan curah hujan harian per bulan di stasiun pemantau pada bulan Januari Desember.5.. Pencemar Udara PM Deskripsi tentang pola sebaran PM antar SUF dari bulan Januari sampai Desember dan identifikasi model deret waktu untuk PM sebagai berikut : a. Pola Sebaran Konsentrasi PM Diagram kotak-garis konsentrasi PM di lima stasiun pemantau (SUF) mulai bulan Januari sampai Desember disajikan pada Gambar. Pada umumnya pola sebaran data di setiap SUF tidak simetrik dengan banyak pencilan di nilai besar. Pada Gambar tampak lebar kotak kuartil antar SUF tidak sama,

12 hal ini menunjukkan keragaman data antar SUF tidak homogen. Oleh karena itu agar konsentrasi PM antar SUF mempunyai pola sebaran yang simetrik dengan ragam yang lebih homogen, maka dilakukan transformasi. Bulan = Bulan = Bulan = Bulan = Konsentrasi PM- Bulan = 5 Bulan = Bulan = 7 Bulan = Bulan = 9 Bulan = Bulan = Bulan = SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- Gambar. Diagram kotak garis konsentrasi PM di setiap SUF pada bulan Januari sampai Desember Bentuk transformasi data ditentukan dengan metode transformasi Box-Cox dan hasilnya disajikan pada Gambar 9. Nilai lamda sebesar. dekat dengan, sehingga bentuk transformasi yang tepat adalah ln (logaritma bilangan dasar e). Diagram kotak-garis konsentrasi PM yang telah ditransformasi ln disajikan pada Gambar. Pola sebaran pada data transformasi sudah simetrik dengan pencilan yang menyebar baik di nilai besar maupun nilai kecil. Keragaman antar SUF pada data transformasi juga sudah lebih homogen. Secara umum rataan konsentrasi PM pada SUF- SUF, dan lebih rendah dibandingkan rataan pada SUF-, dan SUF-. Hal ini wajar mengingat SUF- terletak di kawasan pergudangan pelabuhan Tanjung Perak, sedangkan SUF- terletak pada jalur penghubung antara kota Surabaya dengan kota Sidoarjo dan kota Malang, dimana aktifitas industri atau transportasi pada kedua SUF ini lebih tinggi dibandingkan pada SUF-, SUF dan.

13 9 Lower CL Upper CL Lam bda (using 95.% confidence ) Estim ate. Low er CL. Upper CL.9 StDev Rounded Value. Lim it - Lambda Gambar 9. Transformasi Box-Cox untuk PM Bulan = Bulan = Bulan = Bulan = Konsentrasi Ln(PM-) Bulan = 5 Bulan = Bulan = 7 Bulan = Bulan = 9 Bulan = Bulan = Bulan = SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- Gambar. Diagram kotak garis logaritma konsentrasi PM di setiap SUF pada bulan Januari sampai Desember b. Pola Kecenderungan Rataan konsentrasi PM per Bulan dengan Jam Pola sebaran rataan konsentrasi PM selama jam di lima SUF pada bulan Januari sampai Desember disajikan pada Gambar. Secara umum pola kecenderungan konsentrasi PM dengan jam pada setiap SUF tampak mirip, yaitu mempunyai puncak yang terdapat pada jam dan jam. Kedua waktu puncak tersebut terutama disebabkan oleh rutinitas transportasi yang berhubungan dengan waktu berangkat kerja dan pulang kerja. Rataan konsentrasi PM tertinggi beragam antar jam, pada pagi hari antara jam sampai jam, rataan tertinggi

14 terdapat pada SUF-, akan tetapi antara jam 5 sampai jam 9 di bulan Juni sampai Oktober, rataan tertinggi terdapat pada SUF-. JANUARI JULI MARET PEBRUARI SEPTEMBER AGUSTUS MEI APRIL NOPEMBER OKTOBER SUF 5 JUNI DESEMBER Gambar. Plot antara rataan konsentrasi PM per bulan dengan jam di setiap SUF pada Januari- Desember Rataan konsentrasi PM antar bulan beragam, pada bulan Januari, Pebruari, Maret, dan Desember relatif lebih rendah dibandingkan dengan rataan di bulan lainnya. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan tersebut seperti dijelaskan pada subbab.5.. butir (d). Musim hujan menyebabkan partikel-partikel berukuran kecil mengalami proses penyisihan dari atmosfer melalui mekanisme deposisi basah dan kering sehingga konsentrasi PM pada musim hujan mengalami penurunan (Chamida, ). c. Plot Autokorelasi dan Plot Autokorelasi Parsial Plot ACF dan PACF untuk konsentrasi PM disajikan pada Gambar. Setiap SUF mempunyai plot ACF dan PACF yang mirip. Pada plot ACF tampak nilai ACF yang turun lambat pada lag,, dan kelipatan lainnya. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh musiman dengan panjang musiman jam.

15 Sedangkan pada plot PACF tampak nilai PACF yang nyata di lag, dan sekitar lag. Nilai PACF yang nyata di sekitar lag menunjukkan adanya pengaruh musiman. Dari plot ACF dan PACF ini diduga model deret waktu untuk konsentrasi PM pada setiap SUF adalah autoregresif lag-() atau disingkat AR() dengan musiman jam. A C F S U F - P A C F S U F - A C F S U F - P A C F S U F - A C F S U F P A C F S U F A C F S U F - P A C F S U F - A C F S U F -5 P A C F S U F -5 Gambar. Plot ACF dan PACF dari rataan konsentrasi PM

16 .5.. Pencemar Udara Ozon Deskripsi tentang pola sebaran Ozon antar SUF dari bulan Januari sampai Desember dan identifikasi model deret waktu untuk Ozon sebagai berikut : a. Pola Sebaran Konsentrasi Ozon Diagram kotak-garis konsentrasi Ozon di lima stasiun pemantau (SUF) mulai bulan Januari sampai Desember disajikan pada Gambar. Pada umumnya pola sebaran konsentrasi Ozon di setiap SUF tidak simetrik dengan banyak pencilan di nilai besar. Lebar kotak kuartil antar SUF tidak sama, hal ini menunjukkan keragaman data antar SUF tidak homogen. Oleh karena itu agar konsentrasi Ozon antar SUF mempunyai pola sebaran yang simetrik dengan ragam yang lebih homogen, maka dilakukan transformasi. Bentuk transformasi data ditentukan dengan metode transformasi Box-Cox dan hasilnya disajikan pada Gambar. Nilai lamda sebesar. dekat dengan, sehingga bentuk transformasi yang tepat adalah ln. Diagram kotak-garis konsentrasi Ozon yang telah ditransformasi ln disajikan pada Gambar 5. Pola sebaran data transformasi sudah simetrik dengan pencilan yang menyebar baik di nilai besar maupun nilai kecil. Secara umum rataan konsentrasi Ozon pada dan SUF- lebih tinggi dibandingkan ketiga SUF lainnya. Sedangkan rataan konsentrasi Ozon pada SUF- paling rendah dibandingkan dengan SUF-lainnya. Bulan = Bulan = Bulan = Bulan = Konsentrasi Ozon Bulan = 5 Bulan = Bulan = 7 Bulan = Bulan = 9 Bulan = Bulan = Bulan = SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- Gambar. Diagram kotak garis konsentrasi Ozon di setiap SUF pada bulan Januari sampai Desember

17 Lower CL Upper CL Lam bda (using 95.% confidence ) Estim ate. Low er CL. Upper CL.5 Rounded Value. StDev Lim it - Lambda Gambar. Transformasi Box-Cox untuk Ozon Bulan = Bulan = Bulan = Bulan = Konsentrasi Ln(Ozon) Bulan = 5 Bulan = Bulan = 7 Bulan = Bulan = 9 Bulan = Bulan = Bulan = SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- SUF- SUF- SUF SUF- Gambar 5. Diagram kotak garis logaritma konsentrasi Ozon di setiap SUF pada bulan Januari sampai Desember b. Pola Kecenderungan Rataan Konsentrasi Ozon per Bulan dengan Jam Plot antara rataan konsentrasi Ozon per bulan dengan jam di setiap SUF pada bulan Januari sampai Desember disajikan pada Gambar. Secara umum pola kecenderungan rataan Ozon dengan jam di setiap SUF tampak mirip. Rataan konsentrasi Ozon bernilai rendah pada pagi hari antara jam sampai jam dan pada malam hari antara jam sampai jam. Rataan Ozon meningkat tajam antara jam 7 sampai jam dan mencapai nilai tertinggi antara jam sampai jam, kemudian menurun perlahan-lahan sampai jam. Hal ini disebabkan Ozon

18 terbentuk dari reaksi-reaksi yang melibatkan beberapa polutan primer (NO, CO, dan lain-lain) dengan bantuan sinar matahari, sehingga konsentrasi Ozon akan meningkat ketika suhu udara juga meningkat. Pada hampir setiap jam, mempunyai rataan Ozon yang tertinggi dibandingkan dengan rataan Ozon pada empat SUF lainnya. Sedangkan SUF- mempunyai ratan Ozon terendah, kecuali pada bulan Desember antara jam sampai 5 mempunyai rataan Ozon paling tinggi dibandingkan dengan rataan Ozon pada empat SUF lainnya. Pada bulan Januari sampai Juli rataan Ozon lebih rendah dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Mulai bulan Agustus tampak ada peningkatan rataan konsentrasi Ozon. JANUARI PEBRUARI MARET JULI AGUSTUS SEPTEMBER APRIL MEI JUNI OKTOBER NOPEMBER DESEMBER SUF 5 Gambar. Plot antara rataan konsentrasi Ozon per bulan dengan jam di setiap SUF pada Januari- Desember c. Plot ACF dan Plot PACF Plot ACF dan PACF untuk konsentrasi Ozon disajikan pada Gambar 7. Setiap SUF mempunyai plot ACF dan PACF yang mirip. Dari plot ACF tampak bentuk nilai ACF yang turun lambat pada lag,, dan kelipatan lainnya.

19 5 Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh musiman dengan panjang musiman jam. Sedangkan dari plot PACF tampak nilai PACF nyata di lag, dan sekitar lag. Nilai PACF yang nyata di sekitar lag menunjukkan adanya pengaruh musiman. Dari plot ACF dan PACF ini diduga model deret waktu untuk konsentrasi Ozon pada setiap SUF adalah AR() dengan musiman. A C F S U F - P A C F S U F - A C F S U F - P A C F S U F - A C F S U F P A C F S U F A C F S U F - P A C F S U F - A C F S U F -5 P A C F S U F -5 Gambar 7. Plot ACF dan PACF dari rataan konsentrasi Ozon

20 .5.. Hubungan antara Pencemar Udara dengan Faktor Meteorologis Untuk mengetahui keeratan hubungan antara pencemar udara dengan faktor meteorologis digunakan plot. Plot antara konsentrasi PM dengan suhu udara dan kecepatan angin disajikan pada Gambar, sedangkan untuk Ozon disajikan pada Gambar 9. Nilai lag-(k) menunjukkan korelasi antara konsentrasi PM pada waktu-t dengan suhu udara atau kecepatan angin pada waktu-(t+k).. SUF- (a). SUF- (f) SUF- (b)..5 SUF- (g) SUF (c). SUF (h) SUF- (d)..5 SUF- (i) (e). (j) Gambar. (a)-(e) Plot antara PM dan suhu udara, (f)-(j) Plot antara PM dengan kecepatan angin pada tiap SUF

21 7. SUF- (a). SUF- (f) SUF- (b)..5 SUF- (g) SUF (c). SUF (h) SUF- (d)..5 SUF- (i) (e). (j) Gambar 9. (a)-(e) Plot antara Ozon dengan suhu udara, (f)-(j) Plot antara Ozon dengan kecepatan angin pada setiap SUF Pada Gambar tampak antara PM dengan suhu udara dan kecepatan angin pada setiap SUF mempunyai pola yang sama. Korelasi antara PM dengan kecepatan angin lebih tinggi dari pada dengan suhu udara. Dengan demikian konsentrasi PM lebih cenderung dipengaruhi oleh kecepatan angin dari pada suhu udara. Nilai korelasi antara konsentrasi PM dengan kecepatan angin bernilai negatif dan korelasi tertinggi terjadi pada lag-(-) atau lag-(-), artinya peningkatan kecepatan angin pada waktu-(t-) atau waktu-(t-) cenderung

22 menurunkan konsentrasi PM pada waktu-(t). Pola hubungan ini disebabkan kecepatan angin bersama-sama dengan arah angin membantu penyebaran konsentrasi PM dari satu lokasi ke lokasi lainnya Pada Gambar 9 tampak pola antara Ozon dengan suhu udara dan kecepatan angin pada setiap SUF mempunyai pola yang sama. Berbeda dengan PM, Ozon lebih besar dipengaruhi oleh suhu udara dari pada kecepatan angin. Hal ini tampak dari nilai antara Ozon dengan suhu udara lebih tinggi dari pada dengan kecepatan angin. Suhu udara pada lag-() paling berpengaruh terhadap konsentrasi Ozon, artinya suhu udara pada waktu-(t) berpengaruh positif terhadap konsentrasi Ozon waktu-(t). Pola hubungan ini disebabkan sinar matahari berperan penting dalam proses pembentukan Ozon Hubungan Spatial antar Pencemar Udara Plot untuk PM antar SUF disajikan pada Gambar dan untuk Ozon disajikan pada Gambar. Pada kedua gambar tampak nilai tertinggi terdapat pada lag-(), artinya konsentrasi PM dan Ozon antar SUF memiliki hubungan yang erat pada waktu-(t) yang sama. Nilai pada Ozon umumnya lebih tinggi dibandingkan pada PM. Hal ini kemungkinan disebabkan Ozon berbentuk gas yang lebih mudah menyebar di udara dari pada berbentuk partikel debu halus berukuran kurang dari mikron. PM yang Jarak antara dua stasiun pemantau ditentukan dengan menggunakan jarak geodesi (Smith dan Kolenikov ). Misalkan ( φ,θ ) dan ( φ,θ ) masingmasing adalah koordinat (longitude, latitude) dari dua stasiun pemantau, maka jarak antara kedua stasiun adalah : ( B) Jarak = 7. arcsin (km), dengan ( ) ( ) ( ) B = cosθ cosφ cosθ cosφ + cosθ sinφ cosθ sinφ + sinθ sinθ Plot antara nilai dengan jarak antar SUF dan persamaan garis regresinya untuk PM disajikan pada Gambar (a) dan untuk Ozon disajikan pada Gambar (b). Dari kedua Gambar ini tampak terdapat hubungan yang erat antara nilai dengan jarak antar SUF, yaitu bila jarak antar SUF semakin jauh maka nilai antar SUF semakin kecil. Dengan demikian konsentrasi PM dan Ozon pada satu lokasi mempengaruhi konsentrasi pada lokasi lainnya atau.

23 9 mempunyai hubungan spatial. Model yang terbaik untuk menerangkan hubungan spatial pada PM dan Ozon adalah model eksponensial.. SUF- vs SUF-. SUF- vs SUF SUF- vs SUF. SUF- vs SUF- vs SUF-. SUF vs SUF SUF- vs. SUF vs SUF- vs SUF. SUF- vs Gambar. Plot konsentrasi PM antar SUF

24 . SUF- vs SUF-. SUF- vs SUF SUF- vs SUF. SUF- vs SUF- vs SUF-. SUF vs SUF SUF- vs. SUF vs SUF- vs SUF. SUF- vs Gambar. Plot konsentrasi Ozon antar SUF

25 C C F x y =.e R =.7 C C F x y =.e R = (a) Gambar. Plot antara dengan jarak antar SUF dan persamaan garis regresinya untuk (a) PM dan (b) Ozon.. Simpulan Pada data konsentrasi PM dan Ozon terdapat korelasi temporal dengan model deret waktu AR() dan mengandung pengaruh musiman dengan periode jam. Di samping itu konsentrasi PM dan Ozon pada waktu-(t) yang sama mempunyai hubungan spatial yang erat. Dengan demikian pada data PM dan Ozon terdapat korelasi temporal dan korelasi spatial dan disebut sebagai data spatio-temporal. J a r a k Konsentrasi PM antar bulan beragam, pada musim hujan konsentrasinya lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau. Konsentrasi (b) PM juga dipengaruhi oleh kecepatan angin pada lag-(-) atau lag-(-) dengan korelasinya bernilai negatif. Sedangkan konsentrasi Ozon dipengaruhi oleh suhu udara pada lag-() dengan korelasinya bernilai positif. Sehingga faktor meteorologis berperan penting dalam menentukan konsentrasi PM dan Ozon di suatu lokasi. Berdasarkan uraian di atas, maka pemodelan untuk PM dan Ozon di kota Surabaya adalah menggabungkan model deret waktu dengan model spatial, dan menambahkan faktor meteorologis yang berpengaruh sebagai peubah penjelas. Model ini dapat digunakan untuk menduga PM dan Ozon lokasi yang tidak terdapat stasiun pemantau kualitas udara pada waktu tertentu J a r a k

26 Daftar Pustaka Biro Pusat Statistik.. Surabaya dalam Angka. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Chamida.. Strategi Pengendalian Pencemaran Udara berupa Kebijakan berdasarkan Pemanfaatan Model Matematik Pencemar Udara PM di Kota Surabaya [tesis]. Surabaya : Pascasarjana Studi Teknik Lingkungan ITS. [Din LH Surabaya] Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya.. Laporan evaluasi : Hasil pemantauan kualitas udara ambien tahun. Surabaya : Din LH Surabaya [Dinhub Surabaya] Dinas Perhubungan Kota Surabaya.. Laporan kegiatan : Perhitungan dan analisa persimpangan yang dilengkapi dengan APILL maupun yang direncanakan. Surabaya : Dinhub Surabaya. [GTZ-SUTP]. GTZ-Sustainable Urban Transportation Project.. Transportasi yang Berkelanjutan dan Kualitas Udara di Surabaya. Surabaya : Bappeda KMS. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup.. Status Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta : KLH. [SARPEDAL KLH] Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup. a. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) -. Jakarta : KLH. [SARPEDAL KLH] Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup. b. Air Quality Monitoring. Jakarta : KLH. Smith RL, Kolenikov S.. Spatiotemporal modeling of PM.5 data with missing values. J Geophysical Research STS : Soedomo M.. Pencemaran Udara. Kumpulan Karya Ilmiah. Bandung : Penerbit ITB.

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hujan asam merupakan salah satu indikator terjadinya pencemaran udara. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan senyawa campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandung nitrogen, oksigen, uap air dan gas-gas lain. Udara ambien,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan suatu negara, bangsa, daerah atau wilayah yang sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi, akan mendorong meningkatnya

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU Riad Syech, Sugianto, Anthika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) dan Tahun Pembuatan Kendaraan dengan ISSN Emisi 1978-5283 Co 2 Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) HUBUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR, ODOMETER KENDARAAN DAN TAHUN PEMBUATAN KENDARAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Kuliah Minggu V Laboratorium Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim (LPUPI) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Host of Urban Problems Problem

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA

POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA POLA SEBARAN OZON SEBAGAI POLUTAN SEKUNDER DI UDARA AMBIEN KAWASAN GAYA MOTOR JAKARTA UTARA Andhesta Tangari Yono, 1 Dr. Sutanto, M.Si, 1 dan Dra. Ani Iryani, M.Si, 1 1 Kimia, FMIPA UNPAK Jl. Pakuan PO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal

Lebih terperinci

ANALISIS PENCEMARAN UDARA DENGAN BOX MODEL (DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMAR UDARA) STUDI KASUS DI KOTA TANGERANG

ANALISIS PENCEMARAN UDARA DENGAN BOX MODEL (DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMAR UDARA) STUDI KASUS DI KOTA TANGERANG ANALISIS PENCEMARAN UDARA DENGAN BOX MODEL (DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMAR UDARA) STUDI KASUS DI KOTA TANGERANG Widi Astuti 1* dan Yustika Kusumawardani 2 1,2 Program Studi D3 Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017 BADAN METEROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl. Angkasa I No. 2 Jakarta, 10720 Telp: (021) 424 6321, Fax: (021) 424 6703, P.O. Box 3540 Jkt Website: http://www.bmkg.go.id ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Setiap makhluk hidup membutuhkan udara untuk mendukung kehidupannya secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross sectional study) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan 33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup semua mahluk hidup terutama manusia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur mulai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara perkotaan yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR JURNAL TUGAS AKHIR STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR Oleh : AYUKO HIRANI SALEH D121 10 265 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan yang telah dilakukan serta tujuan dari tugas akhir ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat konsentrasi partikulat Maksimum pada hari Senin untuk

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANFAATAN BRIKET BATUBARA TERHADAP KUALITAS UDARA AMBIEN

DAMPAK PEMANFAATAN BRIKET BATUBARA TERHADAP KUALITAS UDARA AMBIEN Rina Aprishanty, Isa Ansyori... : Dampak Pemanfaatan Briket Batura Terhadap Kualitas Udara Ambien DAMPAK PEMANFAATAN BRIKET BATUBARA TERHADAP KUALITAS UDARA AMBIEN 1 Rina Aprishanty, 2 Isa Ansyori, 2 Emalya

Lebih terperinci