ANALISIS DAYA TAMPUNG TERNAK RUMINANSIA PADA MUSIM KEMARAU DI DAERAH PERTANIAN LAHAN KERING KECAMATAN SEMIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Daya Tampung Ternak Ruminansia pada Musim Kemarau di Daerah Pertanian Lahan Kering Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul

B. D. Nugraha, E. Handayanta dan E. T. Rahayu

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

EFISIENSI PRODUKSI SAPI POTONG PADA MUSIM KEMARAU DI PETERNAKAN RAKYAT DAERAH PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN GUNUNGKIDUL

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama Desa Sukoharjo berasal dari tokoh di Kecamatan Sukoharjo pada saat itu,

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai September 2013 di Desa

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul (2013), wilayah Gunungkidul memiliki topografi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

HASIL DAN PEMBAHASAN

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI. Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI.

Transkripsi:

ANALISIS DAYA TAMPUNG TERNAK RUMINANSIA PADA MUSIM KEMARAU DI DAERAH PERTANIAN LAHAN KERING KECAMATAN SEMIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : Yusron Alfian H0507081 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

ANALISIS DAYA TAMPUNG TERNAK RUMINANSIA PADA MUSIM KEMARAU DI DAERAH PERTANIAN LAHAN KERING KECAMATAN SEMIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : Yusron Alfian H0507081 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

ANALISIS DAYA TAMPUNG TERNAK RUMINANSIA PADA MUSIM KEMARAU DI DAERAH PERTANIAN LAHAN KERING KECAMATAN SEMIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL yang dipersiapkan dan disusun oleh Yusron Alfian H0507081 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 9 November 2012 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Tim Penguji Ketua Anggota I Anggota II Ir. Eka Handayanta, M.P. Ir. Lutojo, M.P. Ayu Intan Sari, S.Pt., M.Sc. NIP. 19641208 198903 1 001 NIP. 19550912 198703 1 001 NIP. 19821103 200501 2 001 Surakarta, Desember 2012 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. NIP. 19560225 198601 1 001 ii

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Daya Tampung Ternak Ruminansia pada Musim Kemarau di Daerah Pertanian Lahan Kering Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul. Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak bimbingan, pengarahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ketua Jurusan Program Studi Peternakan. 3. Bapak Ir. Eka Handayanta, MP. dan Bapak Ir. Lutojo, MP., selaku dosen pembimbing utama dan pendamping atas segala bimbingan dan nasehatnya serta sebagai penguji. 4. Ibu Ayu Intan Sari, S.Pt., M.Sc., selaku dosen penguji skripsi atas evaluasi dan masukannya. 5. Bapak Ir. YBP. Subagyo, MS., selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan dan nasehatnya. 6. Ayah, ibu, dan adik tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat. 7. Teman-teman jurusan peternakan angkatan tahun 2007. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memerlukan banyak perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Surakarta, November 2012 Penulis iii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii RINGKASAN... viii SUMMARY... x I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Lahan Kering... 4 B. Ternak Ruminansia... 5 C. Pakan Ternak Ruminansia... 7 D. Kebutuhan Pakan Ternak... 11 E. Daya Tampung... 12 III. METODE PENELITIAN... 14 A. Waktu dan Tempat Penelitian... 14 B. Desain Penelitian... 14 C. Teknik Penentuan Sampel... 14 D. Metode Penentuan Data... 17 E. Data yang Diamati... 19 F. Analisis Data... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20 A. Kondisi Umum Wilayah Penelitian... 20 B. Keadaan Pertanian... 22 C. Keadaan Peternakan Ternak commit Ruminansia to user... 24 iv

D. Produksi Bahan Pakan... 28 E. Daya Tampung Ternak... 31 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 35 DAFTAR PUSTAKA... 36 LAMPIRAN... 40 v

DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Komposisi kimia bahan pakan hijauan (dasar % BK)... 10 2. Perkiraan unit ternak tiap ekor dewasa, muda, dan anak... 12 3. Luas lahan masing-masing desa di wilayah kecamatan Semin (ha)... 21 4. Luas panen komoditi tanaman pangan dan rumput gajah pada musim kemarau di kecamatan Semin 2011 (ha)... 23 5. Luas panen komoditi tanaman pangan dan rumput gajah pada musim kemarau di Desa Kemejing 2011 (ha)... 24 6. Populasi ternak ruminansia di desa Kemejing dan kecamatan Semin... 25 7. Jenis dan jumlah bahan pakan yang potensial diberikan selama penelitian pendahuluan... 26 8. Kandungan nutrien bahan pakan... 28 9. Produksi segar, BK dan PK bahan pakan (ton)... 29 10. Daya tampung ternak berdasarkan BK dan PK... 31 vi

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Hasil Analisis Laboratorium... 41 2. Peta Desa Kemejing... 42 3. Peta Kacamatan Semin... 43 4. Data Curah Hujan Kecamatan Semin... 44 5. Data Jenis dan Jumlah Pemberian Pakan... 45 6. Data Hasil Ubinan Limbah Pertanian dan Rumput Gajah... 46 7. Data Hasil Ubinan Ketela Pohon... 49 8. Data Luas Panen Desa Kemejing dan Kecamatan Semin... 50 9. Produksi BK, PK, dan Daya Tampung Ternak Ruminansia Desa Kemejing dan Kecamatan Semin... 52 10. Data Kepadatan Ternak Kecamatan Semin... 55 vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Kecamatan Semin merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sistem pertanian di Kecamatan Semin secara keseluruhan berupa pertanian lahan kering yang sangat tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan. Penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Lahan pertanian yang berupa lahan kering, disamping untuk bercocok tanam sebagai kegiatan utama, petani juga memelihara ternak yang berguna untuk meningkatkan pendapatan, khususnya ternak ruminansia seperti sapi potong, kambing dan domba. Pertanian lahan kering adalah pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan lahan garapan dimana sumber utama airnya bergantung pada curah hujan. Produksi hasil pertanian di daerah lahan kering, produksi total tidak dapat tinggi dan hasil produksi tidak pernah lebih tinggi dari kebutuhan minimum untuk subsistensi, sehingga petani lahan kering tidak mungkin hidup jika ekonomi rumah tangganya hanya tergantung kepada hasil tanamannya (Abdurrahman et al., 1997). Usaha peternakan ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba pada umumnya dikelola oleh petani dengan skala kepemilikan ternak terbatas (skala kecil) dan sebagai usaha sambilan. Lebih dari 90% peternak sapi potong di Indonesia diusahakan oleh peternak di pedesaan dalam sistem rumah tangga tani sebagai peternakan rakyat (Widiati, 2003). Pengembangan sapi potong di suatu daerah sudah saatnya dilakukan usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak mengingat penyediaan rumput dan hijauan pakan lainnya sangat terbatas. Limbah pertanian yang berasal dari limbah tanaman pangan seperti jerami jagung, jerami padi, jerami kacang, jerami kedelai, dan lain-lain, ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pola pertanian tanaman pangan di suatu wilayah (Febrina dan Liana, 2008). 1

2 Faktor musim menjadi salah satu faktor penentu ketersediaan pakan khususnya hijauan pakan yang dapat terjadi fluktuasi ketersediaannya, dan secara periodik selalu terjadi kekurangan selama musim kemarau. Kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas hijauan pakan tidak terjamin sepanjang tahun sehingga menyebabkan ternak tidak dapat berproduksi optimal. Produktivitas ternak ruminansia pada umumnya rendah karena mengkonsumsi pakan dalam jumlah dan kualitas yang rendah, sehingga perlu diperhitungkan dalam mengkalkulasi antara ketersediaan sumber pakan dengan jumlah (populasi) ternak ruminansia yang dibudidayakan. Bahan pakan yang memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia di wilayah Kecamatan Semin antara lain adalah hijauan yang berupa rumput dan limbah pertanian. Hijauan pakan selain rumput dan limbah pertanian, juga masih banyak terdapat potensi hijauan pakan lain meskipun belum diketahui secara kuantitatif dan kualitatif. Jumlah (populasi) ternak ruminansia sangat bergantung pada ketersediaan bahan pakan yang ada di daerah tersebut. Upaya untuk mencukupi kebutuhan pakan yaitu dengan cara mengoptimalkan kemampuan wilayah/daerah dalam hal menyediakan bahan pakan. Informasi tentang jenis, jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) pakan ternak serta kondisi distribusi atau fluktuasi dalam periode waktu tertentu sangat bermanfaat sebagai dasar untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pakan ternak ruminansia. Lebih lanjut atas dasar itulah maka akan dapat dihitung dengan lebih tepat antara ketersediaan pakan dengan kebutuhan pakan sepanjang tahun tanpa berpengaruh pada produktivitas ternaknya, sehingga dengan demikian akan terjadi kesesuaian antara ketersediaan pakan dengan jumlah ternak yang dapat diberi pakan (dipelihara/dibudidayakan). Usaha budidaya atau pemeliharaan ternak ruminansia menjadi lebih optimal dan dapat memberikan kenaikan pendapatan, keuntungan dan kesejahteraan petani maupun peternak. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang daya tampung commit ternak to user ruminansia pada musim kemarau di

3 daerah pertanian lahan kering Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah diantaranya adalah: 1. Belum semua pakan ternak (jenis, jumlah, dan kualitas) diketahui potensinya untuk ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah pertanian lahan kering Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. 2. Belum diketahui daya tampung ternak ruminansia pada musim kemarau di wilayah pertanian lahan kering Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui ketersediaan (jenis dan jumlah) pakan ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah pertanian lahan kering Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. 2. Mengetahui ketersediaan nutrien (BK dan PK) sumber pakan ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah pertanian lahan kering Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. 3. Mengetahui daya tampung (berdasarkan kebutuhan BK dan PK) ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah pertanian lahan kering Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Kering Pengertian lahan kering secara spesifik sangatlah beragam berupa padanan kata seperti dryland, upland ataupun unirrigated land. Pengertian lahan kering di Indonesia sama dengan unirigated land, yaitu lahan yang tidak memiliki fasilitas irigasi (Notohadiprawiro, 2006). Secara teoritis, lahan kering di Indonesia dibedakan dalam dua kategori, yaitu lahan kering beriklim kering (banyak terdapat di kawasan timur Indonesia) dan lahan kering beriklim basah (banyak ditemui di kawasan barat Indonesia). Cukup banyak tipologi wilayah pengembangan lahan kering yang terdapat dalam dua kategori tersebut. Namun wilayah pengembangan lahan kering yang dominan di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan potensi dan dominasi vegetasinya (Bamualim, 2004). Lahan kering yang dicirikan terbatasnya ketersediaan air, biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan, rendahnya tingkat kesuburan tanah dan daya pegang tanah yang rendah terhadap air. Pertanian lahan kering merupakan pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan lahan garapan. Maka padi sawah dan perikanan kolam (air tawar dan tambak) tidak termasuk, akan tetapi padi gogo, palawija, perumputan pakan, perkebunan dan pekarangan termasuk pertanian lahan kering. Ini berarti bahwa irigasi tetap dapat diberikan, asal tidak dimaksudkan untuk menggenangi lahan garapan. Pemilahan lahan kering dan lahan basah tidak selalu dapat tajam. Dalam suatu pergiliran tanaman, lahan yang sama dapat disebut sebagai lahan kering pada waktu ditanami palawija dan menjadi lahan basah pada waktu ditanami padi sawah (Notohadiprawiro, 2006). Berdasarkan sifat/karakteristik lahan kering, peluang pengembangan untuk pertanian sesungguhnya masih terbuka lebar, (mengingat luasnya yang sangat besar) dibandingkan lahan sawah, meskipun tidak semua lahan kering sesuai untuk pertanian. Total dari luas lahan kering yang ada, sebagian besar terdapat di dataran rendah dan commit sesuai to user untuk budidaya pertanian penghasil 4

5 bahan pangan (seperti padi gogo, jagung, kedele, kacang tanah). Lahan kering juga penghasil produk pertanian dalam arti luas lainnya, seperti perkebunan (antara lain kelapa sawit, kopi, karet), peternakan, kehutanan dan bahkan perikanan (darat) (Soepardi dan Rumawas, 1980) Pendekatan sistem usaha tani terintegrasi yang memadukan antara komoditas tanaman pangan dengan ternak menjadi suatu sistem pertanian yang terpadu atau terintegrasi (integrated farming system) diharapkan dapat memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan petani, sangat dianjurkan untuk dikembangkan di lahan kering mengingat masing-masing komponen dapat saling bersinergi (Soemartono dan Sutrisno, 2005) dan ternak ruminansia memiliki peluang yang lebih besar untuk dikembangkan di lahan kering sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan dari usaha pertanian secara keseluruhan (on farm). Petani kecil menggarap lahan pertanian dengan ekosistem lahan sawah tadah hujan ini dalam aktivitas pertanian sangat tergantung pada keadaan musim tanam, dan apabila musim-musim tertentu seperti musim kemarau, agaknya merupakan permasalahan tersendiri atau setidaknya menimbulkan kesulitan didalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian lahan kering (Badan Pusat Statistik, 2010). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi jenis usahatani tanaman yang diusahakan dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap usaha ternak. B. Ternak Ruminansia Ruminansia berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata ruminare yang berarti memamah kembali atau lazim disebut hewan memamah biak, dengan demikian ternak ruminansia adalah hewan piara yang memamah biak kembali pakannya. Ternak ruminansia berdasarkan ukuran bobot badan atau besar tubuhnya maka dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu ternak ruminansia besar dan ternak ruminansia kecil (Soejono, 1998).

6 Ternak ruminansia yang dikenal sebagai ternak memamah biak, terdiri dari ternak sapi dan kerbau (ruminansia besar) serta kambing dan domba (ruminansia kecil). Ternak ruminansia tersebut merupakan ternak penghasil daging untuk dikonsumsi manusia. Selain daging dan hasil ikutannya, maka pupuk dan tenaga kerja untuk mengolah tanah merupakan bahan-bahan dan jasa yang diberikan untuk kesejahteraan manusia (Saleh, 2004). Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, domba mampu menjadi bioconverter pakan berserat tinggi seperti limbah pertanian, rumput-rumputan menjadi pakan yang berkualitas karena memiliki lambung majemuk yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Suryanto, 2004). Bagian-bagian saluran pencernaan ternak ruminansia adalah mulut, parinks, oesofagus (pada ruminansia merupakan perut depan), perut grandular, usus halus, usus besar, serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati, dan pankreas (Frandson, 1992). Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun mikroorganisme. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan yang berupa getah-getah pencernaan. Mikroorganisme hidup di dalam beberapa bagian dari saluran pencernaanyang sangat penting dalam pencernaan ruminansia. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel mikroorganisme (Tillman et. al., 1998). Ternak ruminansia mampu memanfaatkan bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi dan kecernaan yang rendah. Hal ini karena adanya aktifitas mikroorganisme yang tumbuh di dalam retikulo-rumen yang mampu memecah selulosa dan pentosa menjadi asam organik, yaitu berupa asetat, propionat, dan butirat. Asam organik ini sering disebut asam lemak terbang atau Vollatile Fatty Acid (VFA) yang selanjutnya VFA tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi (Tillman et al., 1998).

7 Ternak ruminansia termasuk sapi mempunyai kemampuan untuk mencerna pakan berserat sebagaimana yang dinyatakan Preston dan Leng (1987), bahwa pencernaan pada terak ruminansia lebih komplek dibandingkan dengan proses pencernaan jenis ternak lain, sehingga ternak sapi sangat memungkinkan diberi pakan yang berasal dari limbah pertanian yang terdapat di sekitar lingkungan dan belum dimanfaatkan. Pengembangan sapi potong berhubungan erat dengan pertanian, menurut Sabrani et al., (1982) sistem pertanian tidak dapat lepas dari peranan serta dukungan ternak dan begitu juga Prasetya et al., (1988) menyatakan peranan ternak sangat besar dalam menunjang kehidupan petani sebagai sumber pendapatan dan sosial budaya. Menurut Atmadilaga (1983), ternak sapi potong mempunyai nilai ekonomis untuk bermacam macam tujuan yaitu sebagai ternak pertanian, ternak pengangkut, penghasil daging dan sumber bahan industri. Usaha budidaya atau pemeliharaan ternak ruminansia menjadi lebih optimal dan dapat memberikan kenaikan pendapatan keuntungan dan kesejahteraan petani maupun peternak. Menurut Sudono (1983), ada dua faktor penentu produksi ternak ruminansia yaitu bakalan (30%) dan lingkungan ternak yang mencakup pakan, penyakit, dan manajemen (70%). C. Pakan Ternak Ruminansia 1. Hijauan Hijauan pakan ternak adalah segala macam hijauan dari tumbuhtumbuhan atau tanaman yang dapat dimakan oleh ternak, tanpa mengganggu kesehatan ternak, dapat dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan serta berproduksi. Hijauan pakan ternak merupakan salah satu bahan pakan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan ternak, terutama ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau (Nugroho, 2008). Hijauan makanan ternak adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman, dapat dalam commit bentuk to user daun-daunan, atau kadang-kadang

8 masih bercampur batang, ranting serta bunga-bunganya, yang umumnya berasal dari tanaman sebangsa rumput-rumputan (gramineae), kacangkacangan (leguminoceae), limbah pertanian atau dedaunan dari tanaman lainnya. Kelompok pakan hijauan sebagai bahan pakan ternak bisa diberikan dalam dua bentuk yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar diberikan kepada ternak dalam keadaan segar dan warnanya masih hijau (Kustantinah et al., 2006). Rumput-rumputan (gramineae) merupakan hijauan yang sangat disukai ternak. Rumput-rumputan mudah berkembang biak, mempunyai kemampuan tumbuh yang tinggi meski sering dipotong atau disenggut langsung oleh ternak dan mudah tumbuh kembali setelah mengalami kekeringan. Kelemahan rumput adalah sukar untuk mempertahankan nilai nutrisi pakan yang tetap tinggi, karena makin tua umur rumput kadar proteinnya berkurang, sedang kadar serat kasarnya makin tinggi (Rismunandar, 1986; Reksohadiprodjo, 1994), sedangkan kandungan selulosanya lebih tinggi daripada kacang-kacangan. Beberapa jenis rumput-rumputan yang biasa digunakan sebagai pakan ternak antara lain rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum hybrid), rumput alang-alang (Imperata cylindrica), rumput lapangan (Native grass), rumput setaria, dan lain-lain. Rumput memiliki sistem akar serabut, sehingga apabila tidak ada air (musim kemarau) pertumbuhannya sangat terganggu. Rumput gajah mempunyai nama latin Pennisetum purpureum, berasal dari Afrika daerah tropik, dapat tumbuh tinggi mencapai 2-2,5 meter, berdaun lebat dan berkembang dengan rhizoma. Rumput Gajah tumbuh paling baik pada tanah berat dan curah hujan tinggi sampai 2500mm/tahun dan temperatur optimum untuk tumbuh adalah 15-45 0 C dengan rata-rata 21,1 0 C (Skerman dan Riveros, 1990). Pemotongan hijauan dilakukan jika rumput telah mencapai tinggi satu meter dengan umur tanaman 6-8 minggu (Reksohadiprodjo, 1985).

9 Rumput lapangan merupakan pakan yang sudah umum digunakan sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput lapangan banyak terdapat di sekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput lapangan tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Kacang-kacangan (Leguminoceae) merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi, tetapi kandungan dinding selnya lebih rendah daripada rumput. Secara alamiah mempunyai kecernaan dinding sel yang tinggi daripada rumput (Arora, 1989; Van Soest, 1994). Tanaman leguminoceae memiliki akar tunggang yang mampu menembus jauh ke dalam tanah, sehingga di musim kemarau tanaman leguminoceae tetap hidup dan bahkan masih mampu tumbuh (Holechek et al., 1998; Nulik dan Bamualim, 1998; disitasi Manu, 2007). Jenis leguminoceae yang biasa digunakan sebagai pakan ternak ruminansia antara lain, yaitu gamal (Glyricidea maculata), lamtoro (Leucaena leucocephala), turi (Sesbania grandiflora), dan lain-lain. Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian/tanaman pangan di atas tanah atau bagian pucuk batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya (Soejono, 2006). Hasil pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami. Jerami adalah sisa hijauan dari tanaman sebangsa padi dan kacang-kacangan setelah biji dan butirbutirnya dipetik untuk kepentingan manusia (Lubis, 1992). Jenis-jenis jerami yang memiliki potensi digunakan sebagai pakan ternak antara lain, yaitu jerami kacang tanah (Arachis hypogea), jerami padi (Oryza sativa), jerami kedelai (Glycine max), kulit ketela pohon (Manihot utilissima), daun ketela pohon (Manihot utilissima), dan lain-lain (Ernawati, 2003). Ketersediaan pakan ternak dipengaruhi oleh iklim dan pola pertanian tanaman pangan, dimana pada musim penghujan tanaman hijauan tumbuh dengan baik dan tersedia dalam jumlah banyak serta pada musim kemarau sebaliknya produksi hijauan mengalami penurunan dan bahkan tidak tersedia sama commit sekali (Winugroho to user et al., 1998).

10 Komposisi kimia dari beberapa bahan pakan hijauan yang sudah biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Komposisi kimia bahan pakan hijauan (dasar % BK) Jenis pakan Kandungan Nutrien (%) PK LK SK Abu TDN 4) Rumput-rumputan : Rumput Gajah 2) 6,40 3,00 34,50 8,60 51.00 Rumput Lapangan 1) 10,59 1,20 30,54 16,24 53,98 Rumput Raja 1) 12,26 3,29 25,60 14,55 59,56 Rumput Alang-alang 1) 5,99 0,87 37,67 10,09 52,55 Kacang-kacangan : Daun Turi 1) 24,66 3,98 14,27 7,58 75,00 Daun Lamtoro 1) 20,40 4,10 19,89 9,58 68,89 Daun Glirisida 1) 14,74 3,04 19,92 11,20 65,72 Limbah pertanian : Jerami Padi 2) 4,10 1,50 29,20 21,50 41,00 Jerami Jagung 2) 5,56 1,50 29,20 8,42 59,00 Jerami Kacang tanah 3) 12,80 1,90 29,00 10,19 54,00 Jerami Kacang kedelai 3) 16,10 6,20 29,60-56,00 Daun Ketela pohon 2) 3,98 1,59 31,29 49,79 65,17 Sumber : 1) Daryatmo (2010) 2) Harahap (2010) 3) Murni et al. (2008) 4) Rahmawati (2001) 2. Konsentrat Konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrien tinggi dengan kadar SK yang rendah. Konsentrat atau pakan penguat terdiri dari bijibijian dan limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, kedelai, dedak, bekatul, bungkil kelapa, dan umbi-umbian. Peranan pakan penguat adalah untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan/ternak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Menurut Soejono (2006), bahwa konsentrat adalah pakan yang mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen dan total digestible nutrients (TDN) tinggi serta rendah kandungan serat kasarnya (kurang dari 18%). Selain itu dapat mengandung protein kasar tinggi atau rendah. Biji-bijian,

11 bungkil dan produksi industri penggilingan merupakan contoh pakan konsentrat. Konsentrat merupakan pakan penguat yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18%. Tujuan dari pemberian konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrien, konsumsi dan daya cerna pakan. Konsentrat diberikan sebelum pemberian hijauan pakan, hal tersebut dimaksudkan supaya mikroorganisme rumen mendapatkan energi (substrat) untuk tumbuh dan berkembangnya sehingga selanjutnya dapat lebih optimal mencerna hijauan. Pemberian hijauan bersama konsentrat dapat saling menutupi kekurangan nutrien dari masing-masing bahan. Nutrien dari hijauan saja kurang mencukupi kebutuhan nutrien ternak baik kualitatif maupun kuantitatif (Murtidjo, 1993). Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995). D. Kebutuhan Pakan Ternak Upaya untuk memenuhi kecukupan kebutuhan pakan ternak sapi potong, Kearl (1982) menyatakan bahwa seekor ternak seberat 350 kg dengan pertambahan berat badan harian mencapai 0,50 kg membutuhkan pakan minimum 8,00 kg bahan kering (BK) per hari atau 2.920,00 kg bahan kering per tahun dan nutrien yg dibutuhkan berupa protein kasar (PK) sebanyak 0,73 kg per hari atau 266,45 kg per tahun dan total digestible nutrients (TDN) sebanyak 4,10 kg per hari atau 1.496,50 per tahun. Salah satu cara untuk menyamakan persepsi tentang ukuran ternak maka digunakan satuan ternak atau unit ternak (UT) yaitu konsensus yang sering digunakan untuk memberikan asumsi sama tentang jumlah ternak, jenis, umur yang bermacam-macam dalam hubungannya dengan kepentingan melihat potensi atau daya tampung suatu daerah padang penggembalaan atau padang rumput alam. Satu unit commit ternak to (UT) user sama dengan satu ekor ternak sapi

12 dewasa yang sudah mencapai suatu berat badan optimum sebagai kondisi siap potong yaitu sekitar 350 kg (Soekoharto, 1990). Perkiraan unit ternak tiap jenis ternak seperti yang terlihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Perkiraan unit ternak tiap ekor dewasa, muda dan anak Jenis Ternak Satuan Ternak (UT) Dewasa Muda Anak Sapi 1,00 0,60 0,25 Kerbau 1,15 0,69 0,29 Kambing 0,16 0,08 - Domba 0,14 0,07 - Kuda 0,08 0,048 0,20 Babi 0,38 0,019 - Unggas 0,01 - - Sumber : Soekoharto (1990) Ternak sapi, kerbau dan kuda digolongkan dewasa apabila telah mencapai umur lebih dari 2,5 tahun, sedangkan umur antara 1,0 2,5 tahun tergolong muda dan umur kurang dari 1 tahun tergolong anak. Ternak kambing, domba dan babi tergolong dewasa apabila telah mencapai umur lebih dari 6 bulan, sedangkan umur kurang dari 6 bulan tergolong muda (Soekoharto, 1990). E. Daya Tampung Daya tampung atau kapasitas tampung (carrying capacity) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994). Daya tampung atau kapasitas tampung juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung ternak (Susetyo, 1980) atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas padang penggembalaan (Subagio dan Kusmartono, 1988). Kapasitas tampung identik dengan tekanan penggembalaan (stocking rate) yaitu jumlah ternak atau unit ternak per satuan luas padang penggembalaan. Tekanan penggembalaan optimum merupakan pencerminan dari kapasitas tampung yang commit sebenarnya to user dari padang penggembalaan, karena

13 baik pertumbuhan ternak maupun hijauan dalam keadaan optimum atau merupakan pencerminan keseimbangan antara padang rumput dengan jumlah unit ternak yang digembalakan (Susetyo, 1980). Daya tampung merupakan kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar, biasanya dinyatakan dalam unit ternak (UT) yang setara dengan seekor sapi dewasa siap potong dengan berat 300-350 kg. Daya tampung suatu padang penggembalaan diperkirakan dengan menganalisis kandungan BK, PK dan TDN dari cuplikan rumput, kemudian membandingkan kebutuhan BK, PK dan TDN dari ternak dengan perkiraan produksi BK, PK dan TDN rumput dari lahan berdasarkan cuplikan (Reksohadiprodjo, 1985).

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan ini telah dilakukan dari bulan Juni sampai bulan November 2011 dengan pengambilan data atau sampel dilakukan pada saat terjadi panen tanaman pangan. Lokasi penelitian berada di Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis laboratorium (proksimat) sampel pakan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan November 2011 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian UNS Surakarta. B. Desain Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Ciri-cirinya adalah memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada sekarang, pada masalah yang aktual dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian atau memberikan gambaran hubungan antar fenomena, menguji hipotesa, membuat prediksi serta implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Manti et al., 2003). C. Teknik Penentuan Sampel 1. Metode Penentuan Lokasi Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan waktu dan kemampuan serta jangkauan peneliti terhadap Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. Pertimbangan dipilihnya Desa Kemejing, Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai lokasi yang cocok untuk dilakukan penelitian diantaranya adalah (1). Wilayah Desa Kemejing adalah daerah pertanian lahan kering dengan kepadatan ternak ruminansianya (UT/luas lahan commit pertanian) to user termasuk dalam zona kepadatan 14

15 ternak yang tertinggi di Kecamatan Semin, (2). Kecamatan Semin kepadatan ternak ruminansianya (UT/luas lahan pertanian) termasuk dalam zona kepadatan ternak yang tinggi di Kabupaten Gunungkidul, (3). Wilayah Kabupaten Gunungkidul adalah daerah lahan kering ± 90 % lahan pertanian berupa lahan kering dan populasi ternak ruminansianya terutama ternak sapi potong (rangking 1) di Propinsi DIY, (4). Desa Kemejing berada di satu wilayah atau zona yang sama yaitu Zona Batur Agung (utara), (5). Secara geografis, wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kecamatan Semin, (6). Lokasinya mudah dijangkau daripada desa-desa yang lain di Kecamatan Semin, dan (7). Agroklimatologinya sama dengan desa-desa lain yang berada di wilayah Kecamatan Semin (Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, 2011). 2. Metode Pengambilan Sampel Peternak Peternak sampel adalah peternak yang melakukan usaha ternak sapi potong di wilayah Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. Metode pengambilan sampel peternak dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu cara pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Saputro, 2006). Pemilihan sampel peternak didasarkan pada analisis pola kepemilikan ternak di Desa Kemejing, Kecamatan Semin dimana sebagian petani/peternak memelihara minimal 2 ekor, serta pengalaman (lama) beternak, maka dalam penelitian ini syarat menjadi sampel peternak diantaranya adalah (1) Merupakan petani/peternak yang memiliki ternak sapi minimal 2 ekor, dan (2) Peternak sudah mempunyai pengalaman berternak minimal 2 tahun. Syarat ini diperlukan untuk memudahkan dalam menggali data informasi terkait dengan pengelolaan pemberian pakan pada ternak sapinya. Setelah menentukan syarat-syarat dalam pemilihan sampel peternak/responden selanjutnya commit menentukan to user jumlah responden. Sebanyak

16 17 orang peternak responden yang ditentukan secara purposive sampling. Penentuan jumlah responden ini terkait dengan pertimbangan akses lokasi (secara teknis dapat digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel), waktu, tenaga, biaya dan sesuai dengan model penelitian yang bersifat parsitipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA). Sehingga dengan syaratsyarat tertentu yang ditetapkan, dari jumlah responden tersebut telah dapat memberikan gambaran yang mendekati kebenaran. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap pelaksanaan penelitian. a. Tahap penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Juni 2011. Peneliti terlibat langsung di dalam pemberian pakan/ransum pada sapi potong selama 10 hari berturut-turut (4 13 Juni 2011) dengan jumlah kepemilikan ternak sapi sebanyak 28 ekor. Tanpa membedakan jenis ternaknya, ada 3 jenis sapi antara lain sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Simental Peranakan Ongole (Simpo), dan sapi Limousin Peranakan Ongole (Limpo). Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari, yaitu pada pagi, siang, dan sore hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apa saja jenis pakan yang digunakan untuk pakan ternak, selain itu juga jumlah pakan yang diberikan ke ternak sehingga nantinya dapat diketahui jenis dan jumlah pakan potensial yang diberikan kepada sapi potong di daerah pertanian lahan kering di wilayah Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul. b. Tahap pelaksanaan penelitian Setelah mengetahui apa saja jenis pakan ternak yang diberikan, langkah selanjutnya adalah tahap pelaksanaan penelitian dengan mengambil sampel di lahan petani dengan cara mengubin pada semua jenis pakan potensial baik rumput, legum, maupun limbah pertanian (hijauan).

17 D. Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. 1. Data Primer a. Survei Survei yang dilakukan secara langsung dan mendalam di lapangan menggunakan kuesioner terstruktur dan wawancara untuk mendapatkan data primer, dilakukan terhadap 17 peternak sapi (responden) di Desa Kemejing, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan lokasi penelitian. b. Observasi Data yang diperoleh dengan cara observasi langsung di lapangan diantaranya adalah produksi hijauan. Data produksi hijauan diperoleh dengan mengambil cuplikan melalui pengubinan pada hijauan pakan (rumput budidaya, rumput lapang dan tanaman pertanian yang di panen seperti : padi, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau). Salah satu cara untuk mengetahui produksi dan kualitas hasil samping pertanian dilakukan pengambilan cuplikan sampel dengan cara pengubinan setiap tanaman. Luas cuplikan yang diambil adalah 2,5 m x 2,5 m dengan tiga ulangan (Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan UGM, 1982). Teknik pengubinan dilakukan secara random/acak pada areal panen dengan cara : 1) Melempar benda (patok kayu) ke arah belakang pada lahan yang akan dilakukan pengubinan, tempat jatuhnya benda tersebut dianggap sebagai tempat sampling pengubinan, dari tempat jatuhnya benda tersebut diberi patok kayu. 2) Patok kayu tersebut kemudian ditarik garis searah jarum jam sehingga membentuk segi empat sama sisi dengan menggunakan

18 tali dengan panjang sisinya 2,5 m dan setiap sudutnya diberi patok kayu sebagai pengait tali. 3) Daerah yang berada di dalam ubinan tersebut merupakan daerah sampling yang mempunyai ukuran luas 2,5 x 2,5 m 2. 4) Melakukan pemanenan pada daerah sampling tersebut, memisahkan antara hasil utama dengan hasil sampingnya dan kemudian melakukan penimbangan hasil sampingnya. Pengubinan pada tanaman ketela pohon dilakukan berbeda dengan tanaman yang lainnya, yaitu dengan cara mengukur panjang larikan dengan ukuran sepanjang 5 meter. Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah tanaman yang berada pada ukuran panjang tersebut, memisahkan daun dan batang dengan cara memotong batang pada batas di bawah tumbuhnya daun yang paling bawah, kemudian dilakukan penimbangan. Hal ini dilakukan karena model penanaman ketela pohon berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu dengan model larikan. Pada setiap lahan ditanami sebanyak 3 larikan. Pelaksanaan ubinan rumput untuk rumput budidaya dilakukan di areal penanaman rumput, sedangkan untuk limbah pertanian dilakukan pada saat panen. Pengubinan dilakukan pada setiap jenis tanaman dilakukan pengubinan pada 3 tempat (lahan) yang berada di lokasi atau dusun yang berbeda, dan di setiap lahan dilakukan 3 kali pengubinan, sehingga total pengubinan pada setiap jenis tanaman dilakukan sebanyak 9 kali pengubinan. Setiap lahan pengubinan diambil 1 sampel sebanyak 0,2 kg atau 200 gram sehingga nantinya diperoleh 3 sampel untuk setiap jenis tanaman untuk dianalisis proksimat. Potensi ketersediaan sumberdaya pakan ternak ditentukan berdasarkan dari hasil pengubinan ditimbang dalam keadaan segar untuk mendapatkan berat segar, kemudian produksi bahan pakan dari tanaman pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak dihitung berdasarkan bahan kering (BK) dan protein kasar (PK).

19 2. Data Sekunder Data sekunder yang meliputi kondisi geografis, iklim, curah hujan, luas lahan, tipe lahan, penggunaan lahan, pola tanam, luas panen, jenis dan jumlah produksi hasil pertanian, jenis dan populasi ternak. Dikumpulkan dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Peternakan, Pertanian, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Badan Pusat Statistik, Desa, Kecamatan, dll. E. Data yang Diamati Data yang diukur dalam penelitian ini adalah : 1. Produksi Bahan Kering (BK) Produksi bahan kering dihitung dengan cara mengalikan antara produksi bahan pakan (segar) dengan % BK pakan dan dinyatakan dalam ton. 2. Produksi Protein Kasar (PK) Produksi protein kasar dihitung dengan cara mengalikan antara produksi bahan kering pakan dengan % PK dan dinyatakan dalam ton. 3. Daya Tampung Ternak (BK) Daya tampung ternak berdasarkan BK dihitung dengan rumus = BK yang tersedia : Kebutuhan BK/UT 4. Daya Tampung Ternak (PK) Daya tampung ternak berdasarkan PK dihitung dengan rumus = PK yang tersedia : Kebutuhan PK/UT F. Analisis Data Data primer dan data sekunder terkumpul yang bersifat kualitatif dipaparkan secara deskriptif, sedangkan yang bersifat kuantitatif dianalisis secara statistik sederhana yaitu dengan cara menentukan nilai rata-ratanya kemudian diinterpretasikan menurut angka statistik tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul adalah 1.485,36 km 2 (148.536 ha) atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 18 kecamatan dan 144 desa. Wilayah bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman, yang keduanya juga merupakan bagian dari Propinsi DIY dan bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah). Adapun di bagian utara Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo (Propinsi Jawa Tengah) serta pada bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Gunungkidul terbentang pada 70 15' hingga 80 09' Lintang Selatan dan 110 21' hingga 110 50' Bujur Timur. Wilayah kabupaten ini berada pada ketinggian antara 0 hingga 700 meter di atas permukaan air laut dengan topografi wilayah yang cukup bervariasi mulai pantai, dataran, hingga lereng dan berbukit-bukit. Berdasarkan penggunaannya sebagian besar wilayah Kabupaten Gunungkidul merupakan areal pertanian, sekitar 90 persen merupakan lahan kering tadah hujan yang pemanfaatan potensinya sangat tergantung dari curah hujan yang ada (Badan Pusat Statistik, 2010). Berdasarkan topografi, jenis batuan, jenis tanah, ketinggian, dan keadaan hidrologi/sumber air, wilayah Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi tiga zona wilayah sebagai berikut: a. Zona utara atau zona Batur Agung, meliputi wilayah Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Ponjong Utara. b. Zona tengah atau zona Ledok Wonosari atau Cekungan Wonosari, meliputi wilayah Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong Tengah, dan Semanu bagian utara. 20

21 c. Zona selatan atau zona Gunung Seribu, meliputi wilayah Kecamatan Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Giri Subo, Semanu Selatan dan Ponjong Selatan (Rahayu, 2008). Kecamatan Semin (daerah penelitian) merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunungkidul yang terletak di zona utara (zona Batur Agung). Curah hujan rata-rata Kecamatan Semin pada tahun 2011 sebesar 3100,00 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 128 hari per tahun. Bulan basah 6 7 bulan, sedangkan bulan kering berkisar antara 4 5 bulan. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober November dan berakhir pada bulan Mei-Juni setiap tahunnya. Puncak curah hujan dicapai pada bulan Januari (BPP, 2011). Wilayah Kabupaten Gunungkidul utara termasuk wilayah Kecamatan Semin merupakan wilayah yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan selatan, sedangkan wilayah Gunungkidul selatan mempunyai awal hujan paling akhir. Suhu normal di wilayah Kecamatan Semin berkisar antara 26 28 C, sedangkan suhu minimum sekitar 23,2 C dan suhu maksimum sekitar 32,4 C (BAPPEDA, 2010). Kecamatan Semin terdiri dari 10 desa, antara lain yaitu desa Kalitekuk, Kemejing, Semin, Pundungsari, Karangsari, Rejosari, Bulurejo, Bendung, Sumberejo dan Candirejo. Ditinjau dari 10 desa tersebut keseluruhan merupakan desa swasembada. Luas wilayah Kecamatan Semin adalah 7.891,8 ha dengan rincian seperti yang terlihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Luas lahan masing-masing desa di wilayah Kecamatan Semin (ha). Desa T.Sawah T.Kering Bangunan Hutan Lainnya Total Kalitekuk 40.4 327.1 207.2 123.5 24.3 722.5 Kemejing 61.3 216.0 145.1-17.3 439.7 Semin 397.3 525.4 256.8-22.6 1202.1 Pundungsari 216.1 296.4 119.9-95.6 728.0 Karangsari 220.5 512.1 176.0-29.0 937.6 Rejosari 235.0 462.5 207.4-46.9 951.8 Bulurejo 86.7 154.2 160.3-9.6 410.8 Bendung 76.8 200.8 189.8-29.1 490.7 Sumberejo 343.6 306.6 173.9-66.6 890.7 Candirejo 264.5 490.6 324.6-32.4 1112.1 Jumlah 1942.2 3491.8 1960.9 123.5 373.4 7891.8 Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

22 Berdasarkan penggunaannya, sebagian besar lahan di Kecamatan Semin merupakan areal pertanian yang berupa lahan kering tadah hujan yang pemanfaatan potensinya sangat tergantung pada curah hujan yang ada. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Produksi hasil pertanian di Kecamatan Semin berupa padi, dan palawija (Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, 2011). Desa Kemejing adalah salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Semin. Desa Kemejing merupakan wilayah/daerah yang dijadikan sebagai daerah penelitian. Wilayah Desa Kemejing terdiri dari 10 dusun, antara lain yaitu dusun Duwet, Kemejing I, Kemejing II, Kemejing III, Sulur I, Sulur II, Tangkil I, Tangkil II, Karanggumuk I, Karanggumuk II, dan Prebutan. Sebagian besar lahan di wilayah desa Kemejing merupakan areal pertanian yang berupa lahan kering tadah hujan, serta sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani/peternak. B. Keadaan Pertanian Lahan pertanian di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul sebagian besar merupakan lahan pertanian tadah hujan. Lahan pertanian ini ditanami berbagai jenis komoditi tanaman pangan dan pakan (rumput) seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon, dan rumput gajah, sedangkan lahan sawah tadah hujan biasa ditanami padi sebanyak 2 kali dalam setahun dan setelah itu ditanami tanaman palawija. Luas panen komoditi tanaman pangan dan rumput gajah pada musim kemarau di Kecamatan Semin seperti terlihat pada Tabel 4.

23 Tabel 4. Luas panen komoditi tanaman pangan dan rumput gajah pada musim kemarau di Kecamatan Semin 2011 (Ha) Luas Panen Jenis Komoditi Sawah Tadah Tegalan Jumlah Hujan Padi 1.964-1.964 Jagung 45 127 172 Kedelai 425 1.690 2.115 Kacang tanah 6 1.079 1.085 Kacang hijau 49 58 107 Ketela pohon - 3.505 3.505 Rumput gajah 80-80 Jumlah 2.569 6.459 9.028 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementrian Pertanian Kecamatan Semin (2011). Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa luas panen dari berbagai jenis komoditi tanaman pangan yang ditanam dan rumput budidaya adalah sebesar 1.964 ha (padi), 172 ha (jagung), 2.115 ha (kedelai), 1.085 ha (kacang tanah), 107 ha (kacang hijau), 3.505 ha (ketela pohon), dan 80 ha (rumput gajah). Luas panen yang dihasilkan dari lahan sawah sebesar 2.569 ha dan lahan tegalan sebesar 6.459 ha. Jenis komoditi tanaman padi hanya ditanam pada lahan sawah tadah hujan, jenis komoditi tanaman seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau sebagian besar ditanam pada lahan tegalan, akan tetapi juga ada yang ditanam pada lahan sawah khususnya pada masa tanam ke-3 (setelah panen padi pada masa panen ke-2). Komoditi tanaman ketela pohon hanya ditanam pada lahan tegalan. Sebagian besar limbah dari hasil panen komoditi tanaman pertanian di kecamatan Semin digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Selain limbah dari hasil panen komoditi tanaman pangan, rumput budidaya yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah rumput gajah. Desa Kemejing merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Semin. Wilayah Desa Kemejing terdiri dari 11 dusun. Jenis komoditi tanaman pangan dan pakan (rumput) yang ditanam di Desa Kemejing antara lain, yaitu tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon, dan

24 rumput gajah. Luas panen masing-masing jenis tanaman untuk masing-masing dusun seperti terlihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Luas panen komoditi tanaman pangan dan rumput gajah pada musim kemarau di Desa Kemejing 2011 (Ha) Luas Panen Dusun Kc. Kc. Ktl. R. Jumlah Padi Jagung Kedelai Tanah Hijau Pohon Gajah Duwet 2,5 2 5 2 0,75 20 2,5 34,75 Kemejing I 0 10 0,5 0,5 0,5 23 4,5 39,00 Kemejing II 7,5 7,5 0 5 0 20 2,5 42,50 Kemejing Ill 12,5 4 2,5 5 0,5 44 3,5 72,00 Sulur I 2 9 6 6 3 24 2,5 52,50 Sulur II 3 4 10 5 8,5 22,5 2,5 55,50 Tangkil I 4 4 2,5 2 0,75 15 1,25 29,50 Tangkil II 4 10 6 4 4,2 15 0,75 43,95 Karanggumuk I 10 17,5 12,5 10 1,25 50 2,25 103,50 Karanggumuk II 7,5 8 13 5 0,5 35 2,25 71,25 Prebutan 15 5 15 0 0 13 4 52,00 Jumlah 68 81 73 44,50 19,95 281,50 28,50 596,45 Sumber : Gapoktan Harapan Makmur Desa Kemejing (2011). Beberapa dusun di Desa Kemejing memiliki luas panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Dusun Karanggumuk I memiliki jumlah luas panen tertinggi sebesar 103,50 ha dan dusun Tangkil I memiliki jumlah luas panen terendah sebesar 29,50 ha. Tingginya jumlah luas panen pada dusun tersebut dipengaruhi oleh keberadaan luas areal pertanian yang ada pada tiap-tiap dusun. Jenis komoditi tanaman pangan yang paling banyak ditanam di desa Kemejing adalah ketela pohon yang mempunyai luas panen sebesar 281,50 ha, dikarenakan tanaman ketela pohon tergolong mudah dalam penanganannya dan biasa ditanam di antara tanaman lain dengan model larikan serta ada juga yang ditanam di pekarangan samping rumah/kebun. C. Keadaan Peternakan Ternak Ruminansia 1. Populasi ternak Ternak ruminansia yang ada di wilayah Kecamatan Semin antara lain, yaitu sapi potong, kambing dan domba. Jumlah total populasi ternak ruminansia di wilayah Kecamatan commit to Semin user mencapai sejumlah 17.309 ekor

25 yang tersebar di 10 desa, dengan rincian populasi ternak sapi sejumlah 8.508 ekor, kambing sejumlah 7.028 ekor dan domba sejumlah 1.773 ekor. Jumlah total populasi ternak ruminansia di Desa Kemejing mencapai sejumlah 1.513 ekor, dengan rincian populasi ternak sapi sejumlah 788 ekor, kambing sejumlah 595 ekor dan domba sejumlah 130 ekor. Jumlah populasi ternak ruminansia yang ada di Kecamatan Semin, dinyatakan dalam satuan ekor seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Populasi ternak ruminansia di Desa Kemejing dan Kecamatan Semin Jumlah populasi ternak Jenis Ternak Kecamatan Semin Desa Kemejing Ruminansia Dewasa *) UT (ekor) Dewasa *) (ekor) UT **) Sapi 8.508 8.508,00 788 788,00 Kambing 7.028 1.124,48 595 95,20 Domba 1.773 248,22 130 18,20 Kerbau 0 0,00 0 0,00 Jumlah 17.309 9.880,70 1.513 901,40 *) : Badan Pusat Statistik (2010). **) : Hasil perhitungan satuan unit ternak (Soekoharto, 1990). Masyarakat di wilayah Desa Kemejing dan Kecamatan Semin pada umumnya merupakan petani dan peternak dengan rata-rata kepemilikan ternak sebanyak 1-3 ekor. Ternak sapi memiliki populasi paling banyak daripada ternak ruminansia lainnya (kambing dan domba), dikarenakan ketersediaan bahan pakan di wilayah tersebut lebih berpotensi untuk beternak sapi. Kebanyakan peternak memelihara ternak betina sehingga pengembangan populasinya akan lebih cepat. 2. Keadaan bahan pakan ternak Secara umum sistem pemeliharaan ternak ruminansia di wilayah Kecamatan Semin, khususnya di Desa Kemejing adalah dengan cara dikandangkan sepanjang tahun. Oleh karena itu cara pemberian pakannya adalah dengan sistem cut and carry yaitu peternak memotong rumput atau hijauan lain kemudian membawanya pulang untuk diberikan kepada ternak yang dipeliharanya di kandang.

26 Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di lapangan yang telah dilakukan (selama 10 hari berturut-turut mengikuti kegiatan 17 petani/peternak), dapat diketahui sistem pemberian pakan sapi potongnya (jenis pakan, jumlah pemberian pakan, sistem pemberian pakan dan sumber/asal pakan). Jenis dan jumlah pakan yang diberikan sangat tergantung pada ketersediaan bahan pakan yang ada di lapangan yang dimiliki oleh petani peternak. Jumlah dan jenis bahan pakan potensial (7 jenis) yang diberikan oleh peternak seperti terlihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Jenis dan jumlah bahan pakan yang potensial diberikan selama penelitian pendahuluan No. Nama Peternak Jenis Bahan Pakan (kg) JP RG JJ JKT DKP JKH JK 1 Agustinus 70 24 28 6 - - - 2 Winarno 47 34 17 19 - - - 3 Suradi 87 26 33 2 2 3-4 Puryanto 40 21 44-2 - - 5 Pandi 55 29 21 10 - - - 6 Suyatno P 19 48 21 8 3 13 7 7 Daryono 54 46 20 9 1 - - 8 Tarmaji 53 46 4 12 2 - - 9 Suyanto 53 29 17 11 - - 1 10 Padmi 96 4 12 12 - - 1 11 Gimin 89 51 20 15 15-3 12 Pariman 62 53 23 17 - - - 13 Purwanto 60 34 23 10 2 - - 14 Sugiyo 33 20 40 - - - - 15 Tamin 72 23 26 11 - - - 16 Suyono 26 48 6 21 1 - - 17 Suharyanto 5 55 11 2 3 13 4 Jumlah 921 591 366 165 31 29 16 Rata-Rata 54.18 34.76 21.53 11.0 3.44 9.67 3.20 Keterangan : JP (jerami padi), RG (rumput gajah), JJ (jerami jagung), JKT (jerami kacang tanah), DKP (daun ketela pohon), JKH (jerami kacang hijau), JK (jerami kedelai). Sumber : Data primer terolah (2011). Tabel di atas menunjukkan 7 jenis dan jumlah bahan pakan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia di Desa Kemejing setelah melakukan penelitian pendahuluan. Jenis dan jumlah bahan pakan yang diberikan diantaranya adalah jerami padi sebanyak 921 kg, rumput gajah 591 commit kg, jerami to user jagung 366 kg, jerami kacang tanah