1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dan keamanan, serta pembangunan nasional, harus diselenggarakan dengan tujuan

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Nomor : 11 /PRT/M/2010 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN LAIK FUNGSI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

K E R A N G K A A C U A N K E G I A T A N

BAB 1 PENDAHULUAN. jasa, dagang ataupun industri. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN TENTANG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DENGAN PENGANGGARAN TAHUN JAMAK

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2006), hampir 83% pergerakan barang di Indonesia terjadi di pulau Jawa, 10% di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 04/PRT/M/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Gambar 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumbar Tahun (%) Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

IV. GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meru pakan merupakan alat

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi. Peningkatan kebutuhan ini mendorong tumbuhnya bisnis jasa

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

3.4 Uji Laik Fungsi Jalan Teknis Geometrik Jalan Teknis Struktur Perkerasan Jalan Teknis Struktur Bangunan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era globalisasi, perkembangan dan peranan sektor jasa makin

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

terukur dengan tingkat kepuasan pelayanan di bidang Bina Marga dan Pengairan.

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

Transkripsi:

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Pembangunan infrastruktur transportasi merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur transportasi juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2007). Jalan nasional merupakan salah satu infrastruktur transportasi darat yang memegang peranan penting dalam distribusi barang dan penumpang karena hampir semua angkutan barang bertumpu pada jasa pelayanan jalan. Moda transportasi jalan juga memiliki kelebihan dalam memberikan door to door service kepada penggunanya jika dibandingkan moda kereta api, moda laut, dan moda udara. Namun demikian dibalik kelebihan tersebut, jalan memiliki kendala dan permasalahan yang disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan ketepatan mutu perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan jalan terhadap standar mutu yang diberlakukan. Faktor eksternal berkaitan dengan faktor-faktor di luar kewenangan penyelenggara jalan, seperti pengaruh air (aliran air tanah, banjir), bencana (tanah longsor, gempa tektonik/vulkanik), repetisi beban sumbu kendaraan berat dan penambahan dimensi kendaraan berat. Provinsi Jawa Tengah terdapat simpul jalan nasional yang menghubungkan antar kegiatan nasional. Sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, jalan nasional mempunyai peranan penting dalam 1

usaha pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka tersebut, jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan. Sebelum jalan umum dioperasikan maka terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan laik fungsi jalan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 dan Pasal 22 Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Pasal 30 Undang-Undang RI nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, dan Pasal 102 Peraturan Pemerintah RI nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan, serta Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum RI nomor 11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan Laik Fungsi Jalan. Mengingat peraturan mengenai persyaratan laik fungsi jalan, perlu dilakukan uji laik fungsi jalan untuk menentukan kelaikan suatu jalan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kelaikan fungsi jalan secara teknis; (2) Cara memonitoring dan mengevaluasi kondisi jalan untuk menetukan laik fungsi teknis jalan; (3) Persyaratan teknis yang harus dipenuhi agar suatu jalan dikatakan laik fungsi secara teknis; (4) Cara melakukan analisis kelaikan fungsi jalan secara teknis; (5) Tindak 2

lanjut yang perlu dilakukan apabila suatu jalan belum termasuk dalam kategori kelaikan Laik Tanpa Syarat. C. Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Maksud Penelitian Maksud dilaksanakannya kelaikan fungsi jalan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kondisi suatu ruas jalan yang ditinjau dari segi teknis. 2. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya uji kelaikan fungsi jalan ini adalah untuk memberikan penilaian kategori kelaikan fungsi suatu ruas jalan yang ditinjau dari segi teknis guna menciptakan penyelenggaraan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu. D. Manfaat Penelitian Dari hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah memberikan wawasan, pengetahuan, dan informasi mengenai kategori kelaikan fungsi jalan beserta rekomdasi teknis yang dapat dilakukan dari suatu ruas jalan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan kepada Bidang Perencanaan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V selaku penyelenggara jalan di wilayah Jawa Tengah untuk menciptakan penyelenggaraan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu. b. Bagi pemerintah 3

Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah dapat lebih memberikan perhatian mengenai adanya sebagian besar ruas jalan di Indonesia yang masih belum memenuhi standar teknis kelaikan fungsi tanpa syarat seperti yang diamanahkan di dalam pertauran perundang-undangan yang berlaku. c. Bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian terdahulu yang terkait dengan uji kelaikan fungsi jalan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian lanjutan tentang analisis kelaikan fungsi jalan dan pemutakhiran software yang telah digunakan. d. Bagi masyarakat luas Masyarakat selaku pengguna dari prasarana jalan yang telah ada diharapkan dapat menggunakan prasarana jalan yang lebih baik, aman, dan nyaman dalam proses mobilisasinya setelah adanya tindak lanjut dari penyelenggara jalan mengenai rekomendasi teknis yang sebaiknya dilakukan pada ruas jalan tersebut. E. Batasan Masalah Untuk memperjelas permasalahan dan memudahkan dalam analisis, maka digunakan batasan-batasan masalah sebagai berikut: 1. Pengambilan data lapangan dilakukan pada ruas jalan nasional nomor 088 di Provinsi Jawa Tengah (Sukaraja-Kaliori) dari KM. BMS 2+700 - KM. BMS 8+510 yang diukur dari Sukaraja sepanjang 5,809 km dengan menggunakan metode pembagian segmen mengacu pada lampiran II Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan Laik Fungsi Jalan. 2. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat ukur sederhana seperti: alat ukur panjang dorong, dan alat ukur panjang gulung dengan panjang 50 (lima) meter, alat ukur panjang gulung dengan panjang 4

5 (lima) meter, inklinometer, batang kayu sepanjang 1,5 meter, serta alat dokumentasi berupa kamera digital. 3. Formulir survei lapangan yang digunakan adalah formulir survei analisis kondisi jalan untuk menentukan laik fungsi jalan nasional yang telah dikembangkan oleh Murwono (2014). 4. Data nilai IRI menggunakan data sekunder dari Ditjen Bina Marga semester II tahun 2013 dan data LHRT dari Ditjen Bina Marga tahun 2012. 5. Faktor-faktor teknis yang dianalisis yaitu : a. Teknis geometrik jalan; b. Teknis struktur perkerasan jalan; c. Teknis struktur bangunan pelengkap jalan; d. Teknis pemanfaatan ruang bagian-bagian jalan; e. Teknis penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalulintas; f. Teknis perlengkapan jalan yang terkait langsung dengan pengguna jalan; g. Teknis perlengkapan jalan yang tidak terkait langsung dengan pengguna jalan. F. Keaslian Penelitian Penelitian serupa yang mengkaji tentang kelaikan fungsi jalan sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Rifki Alfrianto dalam Tugas Akhirnya dengan judul Analisis Kelaikan Fungsi Jalan Secara Teknis dengan Metode Kuantitatif (Studi Kasus: Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sanggau Sekadau, Kalimantan Barat). Perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan yang dilakukan oleh Alfrianto terletak pada: 1. Lokasi dilaksanakannya pengambilan data, penulis melakukan pengambilan data di Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Alfrianto di Provinsi Kalimantan Barat. 2. Form survei lapangan yang digunakan, penulis menggunakan form survei yang dikembangkan oleh Murwono (2014), sedangkan Alfrianto menggunakan form survei yang dikembangkan oleh Mulyono (2013). 5

3. Pengolahan data hasil pengambilan data di lapangan, penulis menggunakan software Sistem Informasi Spasial Manajemen Transportasi untuk melakukan pengolahan data, sedangkan Alfrianto menggunakan metode kuantitatif yang dikembangkan oleh Mulyono (2013). 4. Pembagian segmen, penulis membagi segmen tiap 1 (satu) kilometer, sedangkan Alfrianto membagi segmen berdasarkan kondisi lingkungan sekitar jalan. 6