METABOLISME BILIRUBIN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

Laporan Kasus IKTERUS NEONATORUM

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbentuk akibat terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal dari

berusia 21 tahun mengalami ikterus dan untuk dirawat. Ikterus ini ia alami sudah 1 menunjukkan banyak kelainan kecuali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Iriyanto dan Dyah Titisari (2011). Merancang phototherapy dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

dr.ika Setyawati, M.Sc. Blok 6 1

HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

HUBUNGAN INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA VAKUM EKSTRAKSI

SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

PROFESI Volume 10 / September 2013 Februari 2014

Hangkatkan ruangan tempat unit diletakkan, bila perlu, sehingga suhu dibawah sinar adalah 28 o C sampai 30 o C.

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

ABSTRAK DEFISIENSI G6PD SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP HIPERBILIRUBINEMIA PADA NOENATUS BERUMUR DUA HARI DI RSAB HARAPAN KITA, JAKARTA BARAT, TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kanan bawah diafragma. Hati terbagi atas dua lapisan utama :

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina

Rasio Bilirubin Albumin pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia

[ BIOKIMIA ] Urobilirubin

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5

PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

1 Universitas Kristen Maranatha

PENGANTAR FARMAKOLOGI

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS UMUR 3 HARI DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PENDET (NICU) RSUD BADUNG

GAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah alkohol berasal dari bahasa Arab Al Kuhl, yang artinya

IKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN B. EPIDEMIOLOGI C. KLASIFIKASI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000

Insidens ikterus di Indonesia pada bayi cukup

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS HUBUNGAN JENIS PEMBERIAN MINUM DENGAN STATUS HIDRASI PADA BAYI YANG DI FOTOTERAPI DI RSAB HARAPAN KITA JAKARTA

BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan melibatkan individu secara total, melibatkan keseluruhan status

Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit.

Pengantar Farmakologi Keperawatan

RESPONSI KASUS IKTERUS NEONATORUM. Oleh Andik Sunaryanto ( ) Pembimbing dr. I Nyoman Suciawan Sp. A

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksidasi-reduksi yang terjadi di sistim retikulo endotelial. 1

1 Universitas Kristen Maranatha

PEMBERIAN FOTOTERAPI DENGAN PENURUNAN KADAR BILIRUBIN DALAM DARAH PADA BAYI BBLR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012).

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

STUD! KADAR TP, SGOT DAN SGPT DALAM KAITANNYA DENGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

TIRAI PUTIH PENUTUP LAMPU FOTOTERAPI DAN PENUTUP INKUBATOR. A. Pengertian Inovasi ( Tirai warna putih) :

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

LAMPIRAN. b. NIP : e. Fakultas / Program Studi : Kedokteran / PPDS IKA

Hubungan Jenis Persalinan dan Prematuritas dengan Hiperbilirubinemia di RS Persahabatan

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Pengantar Farmakologi

Transkripsi:

Tugas METABOLISME BILIRUBIN Andi Aswan Nur 70300108016 Keperawatan B 1 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Ikterus ( jaundice ) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. 1-4 Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dl (> 17 μmol/l), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dl ( >86μmol/L). Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice. 1-4 Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis ( Non Physiological Jaundice ) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0 / 00 menurut Normogram Bhutani. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB Harapan

Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin Kualalumpur dengan tripple phototherapy tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam dengan double phototherapy (tahun 2003). Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dl (> 86μmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990- an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002).

BAB II TINJAUAN PUUSTAKA A. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus

hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik. Gambar. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. B. Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dl. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat. Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dl pada umur 5 hari. Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam, ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi, penurunan berat badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang). C. Ikterus Fisiologis Vs Ikterus Patologis Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya

kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dl (171 μmol/l) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dl (205 μmol/l) pada bayi cukup bulan. Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dl (> 205 μmol/l) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dl (>171 μmol/l). 1. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya

ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi bayi lainnya. Cremer yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi bayi prematur lainnya. Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapilerkapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini

mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi.31 Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).

Tabel.Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan. Usia Pertimbangan Fototerapi Total serum bilirubin (mg/dl) Fototerapi Transfusi tukar jika fototerapi intensif gagal Transfusi tukar dan intensif Fototerapi 24 jam - - - - 25-48 12 15 50 25 49-72 15 18 25 30 > 72 17 20 25 30 Tabel Rekomendasi AAP untuk penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus prematur (sehat dan sakit). Neonatus sehat Total serum bilirubin (mg/dl) Neonatus sakit Berat badan Fototerapi Transfusi tukar Fototerapi Transfusi Tukar < 1500 gr 5-8 13-16 4-7 10-14 1500-2000 gr 8-12 16-18 7-10 14-16 2000-2500 gr 12-15 18-20 10-12 16-18 > 2500 gr Tabel 1 Tabel 1 13-15 17-12 Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.

2. Sinar Fototerapi Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda. Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biruhijau, sinar putih, dan sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm. Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi. Intensitas sinar 30 μw/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi. Intensitas sinar yang

diharapkan adalah 10 40 μw/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 50 μw/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar. 3. Jarak Sinar Fototerapi Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi. Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan sinar halogen.26 Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi.19 Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi. 4. Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan

tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30 mg/dl [513 μmol/l]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami penurunan sekitar 10 mg/dl (171 μmol/l) dapat terjadi dalam beberapa jam. Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain mudah dilakukan dan lebih efektif.36 Dengan menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dari metabolisme bilirubin bahwa Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.

DAFTAR PUSTAKA Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty J.P et al Manual of Neonatal Care 5 th Ed., Lippincott Williams & Wilkins, 2004. Harrison, 2002. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. EGC: Jakarta Jayashree Ramasethu (Division of Neonatology Georgetown University MC. Washington DC). Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Neonatal Intensive Care Workshop, RSAB Harapan Kita Jakarta, 2002.