VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAMIKA PRODUKSI DAN HARGA BERAS INDONESIA

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

ANALISA BIAYA AIR IRIGASI PADA BERBAGAI TIPE IRIGASI DI KABUPATEN NGANJUK DAN NGAWI, PROPINSI JAWA TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

III KERANGKA PEMIKIRAN

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

KAJIAN LAHAN. Oleh: Djoko Trijono

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

REVITALISASI PERTANIAN

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

SEMINAR HASIL PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap

Transkripsi:

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian ini, metode yang diterapkan untuk valuasi air irigasi adalah salah satu varian dari pendekatan Residual Imputation Approach yaitu metode perubahan pendapatan bersih dengan pemrograman linier. Penerapan iuran irigasi berbasis komoditas efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi jika instrumen ini efektif untuk mendorong diversifikasi usahatani ke arah komoditas pertanian yang lebih hemat air. Prospek penerapannya ditentukan oleh faktor-faktor yang secara simultan kondusif untuk meningkatkan partisipasi petani dalam diversifikasi dan partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi. Beberapa kesimpulan pokok hasil penelitian adalah: 1. Secara umum pola tanam pada solusi optimal lebih berdiversifikasi ke arah komoditas palawija dan atau hortikultur. Proporsi luas tanam padi pada Musim Tanam (MT) I, MT II, dan MT III masing-masing adalah 83.4, 61.1, dan 3.8 % dari total luas areal. Keuntungan tunai usahatani pada solusi optimal lebih tinggi sekitar 9.6 % dan kontribusi keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi masih tetap yang tertinggi meskipun dominasinya menurun. Keuntungan tertinggi diperoleh dari usahatani pada MT II. 2. Harga bayangan air irigasi dipengaruhi oleh sebaran temporal dan sebaran spatial ketersediaan maupun kebutuhan air irigasi. Sebaran temporal ketersediaan air irigasi dipengaruhi oleh curah hujan, sedangkan kebutuhan tanaman terhadap air irigasi selain dipengaruhi oleh curah hujan juga ditentukan oleh jenis tanaman, evapotranspirasi, dan teknik pemberian air ke tanaman. Oleh karena itu, harga bayangan air irigasi pada Bulan Desember sampai dengan Mei adalah nol, sedangkan pada Bulan Juni sampai dengan November positip. Harga bayangan air irigasi yang tertinggi terjadi pada Bulan September yakni sekitar Rp. 58/m 3. Dalam konteks spatial, harga bayangan air irigasi yang terendah adalah di Sub DAS Hulu, sedangkan yang tertinggi adalah di Sub DAS Hilir.

220 3. Elastisitas permintaan normatif air irigasi tidak tetap sehingga secara umum fungsinya tidak linier. Pada saat pasokan air irigasi langka sehingga harga air irigasi lebih dari Rp. 84/m 3 permintaannya adalah elastis. Selanjutnya permintaan tersebut menjadi tidak elastis apabila harga air irigasi berada pada selang Rp. 11/m 3 Rp. 84/m 3, dan kembali elastis pada tingkat harga di bawah Rp. 11/m 3. Secara umum fungsi permintaan normatif air irigasi pada kisaran pasokan aktual adalah tidak elastis. 4. Potensi kerugian akibat luas tanam padi yang tidak optimal tergantung pada perbedaan relatif terhadap kondisi optimal. Jika perbedaannya relatif kecil, potensi kerugian akibat kelebihan luas tanam padi adalah lebih kecil daripada potensi kerugian yang timbul akibat luas tanam padi yang lebih rendah dari kondisi optimal. Semakin tinggi perbedaan relatif tersebut, potensi kerugian akibat kelebihan luas tanam padi cenderung lebih besar daripada potensi kerugian yang terjadi akibat luas tanam lebih rendah dari pola optimal. 5. Elastisitas penawaran normatif padi adalah tidak tetap sehingga kurva penawarannya tidak linier. Pada skenario harga turun, fungsi penawarannya elastis; sedangkan pada skenario harga naik maka penawarannya tidak elastis. Terdapat dua faktor yang merupakan penyebab utamanya yaitu: (1) terjadinya perubahan keuntungan komparatif antara usahatani padi terhadap komoditas lain akibat perubahan harga padi, dan (2) perbandingan relatif kebutuhan sumberdaya antara usahatani padi dengan komoditas pertanian lainnya. Dengan demikian efektivitas kebijakan harga gabah yang ditujukan untuk mendorong peningkatan produksi padi ditentukan oleh: (1) rata-rata harga gabah yang diterima petani sebelum kebijakan harga ditetapkan, (2) persentase kenaikan harga di tingkat petani akibat kebijakan tersebut, dan (3) harga-harga komoditas pertanian tanaman pangan lain yang merupakan pesaing padi dalam penggunaan sumberdaya di lahan pesawahan. Secara umum dapat dirumuskan bahwa untuk mempertahankan pertumbuhan produksi padi melalui instrumen kebijakan harga gabah, bukan hanya besaran kenaikannya yang perlu diperhatikan tetapi juga perbandingannya dengan komoditas lain serta pengamanannya agar tingkat harga riil yang diterima petani terpelihara.

221 6. Iuran irigasi berbasis komoditas terdiri atas komponen pokok dan komponen penunjang. Nilai dari komponen pokok bervariasi, tergantung pada perkiraan kebutuhan air irigasi untuk pengusahaan komoditas yang bersangkutan dan harga bayangan air irigasi pada waktu tersebut. Oleh karena itu, besarannya ditentukan oleh jenis komoditas, periode pengusahaan, dan sebaran temporal harga bayangan air irigasi. Nilai per unit luas garapan yang merupakan komponen penunjang ditentukan berdasarkan kesepakatan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Meminimalkan nilai komponen penunjang merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efektivitas iuran irigasi berbasis komoditas sebagai instrumen peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. 7. Dalam sistem iuran irigasi berbasis komoditas, jika rata-rata biaya irigasi untuk usahatani padi pada MT I dijadikan basis pembandingan dan diberi indeks 1, maka indeks biaya irigasi untuk usahatani padi pada MT II dan MT III masing-masing adalah sekitar 2 dan 10. Indeks biaya irigasi untuk usahatani palawija atau hortikultur yang periode pengusahaan untuk satu siklus produksi sekitar 4 bulan adalah sekitar 0.3, 0.6, dan 5.0 masingmasing untuk usahatani pada MT I, MT II, dan MT III. Dengan urutan musim tanam yang sama, indeks biaya irigasi untuk usahatani palawija atau hortikultur yang satu siklus usahatani membutuhkan waktu sekitar 3 bulan adalah sekitar 0.3, 0.3, dan 4.5. Pada usahatani tebu oleh karena periode pengusahaannya satu tahun maka indeks biaya irigasinya adalah sekitar 6.3. 8. Secara umum, nilai iuran irigasi berbasis komoditas lebih tinggi daripada biaya irigasi yang kini berlaku. Perbedaannya dapat diperkecil jika proporsi luas tanam padi pada MT II dikurangi dan pada MT III komoditas yang diusahakan bukan padi. Pola tanam yang memiliki kelayakan teknis dan finansial cukup tinggi adalah pola padi padi palawija/hortikultur dengan siklus produksi sekitar 3 bulan atau pola padi palawija/hortikultur dengan siklus produksi sekitar 4 bulan palawija/ hortikultur dengan siklus produksi sekitar 3 bulan.

222 9. Hasil estimasi menunjukkan bahwa di wilayah pesawahan irigasi teknis DAS Brantas probabilitas petani untuk memilih pola tanam monokultur padi relatif rendah yaitu sekitar 0.25. Probabilitas untuk berdiversifikasi dengan mengusahakan komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi adalah sekitar 0.41, sedangkan untuk berdiversifikasi pada komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi adalah sekitar 0.34. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap probabilitas berdiversifikasi adalah jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di usahatani, kemampuan permodalan, kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga, tingkat kelangkaan air irigasi yang terjadi di lahan garapan, dan kepemilikan pompa irigasi. Faktor yang tidak kondusif adalah fragmentasi lahan garapan. 10. Partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi cukup baik. Probabilitas tidak berpartisipasi hanya sekitar 0.14. Di sisi lain, probabilitas untuk berpartisipasi dengan kualitas partisipasi rendah, sedang, dan tinggi masingmasing adalah sekitar 0.21, 0.35, dan 0.30. 11. Faktor-faktor yang kondusif untuk mendorong petani meningkatkan kualitas partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi adalah penerapan pola tanam diversifikasi, kualitas lahan sawah garapan yang lebih baik, intensitas tanam, kontribusi usahatani padi dalam ekonomi rumah tangga, dan kinerja pengurus asosiasi petani pemakai air irigasi yang lebih baik. Faktor-faktor yang tidak kondusif adalah proporsi lahan sawah garapan bukan milik, jarak lahan garapan terhadap prasarana distribusi air irigasi, dan kepemilikan pompa irigasi. 12. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperkirakan bahwa prospek penerapan iuran irigasi berbasis komoditas di suatu wilayah irigasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat dikondisikan. Peluang keberhasilannya akan lebih tinggi jika diterapkan di wilayah irigasi dengan karakteristik: lahan garapan usahatani lebih terkonsolidasi, rata-rata luas garapan tidak terlalu kecil, tenaga kerja pertanian cukup tersedia, kemampuan permodalan petani memadai, peranan usahatani dalam ekonomi rumah tangga petani cukup penting, dan kinerja pengurus asosiasi petani pemakai air irigasi cukup baik.

223 8.2. Implikasi Kebijakan Iuran irigasi berbasis komoditas merupakan salah satu instrumen yang dikembangkan dari pendekatan permintaan. Instrumen ini kondusif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi dan secara simultan kondusif pula untuk meningkatkan kapabilitas petani membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi. Dalam strategi implementasi, mengingat bahwa sistem iuran berbasis komoditas merupakan hal baru, disarankan agar penerapannya dilakukan secara bertahap. Untuk itu pada tahap awal perlu ditempuh adalah kaji tindak penerapan sistem ini. Tahap berikutnya, dengan berbekal pelajaran yang diperoleh dari kaji tindak itu dapat dilakukan penerapan di beberapa lokasi sebagai proyek rintisan. Selanjutnya, dengan memanfaatkan secara maksimal pelajaran yang diperoleh dari kedua tahapan tersebut dapat dilakukan perluasan dan pengembangan. Implementasi iuran irigasi berbasis komoditas sejalan dengan sejumlah agenda kebijakan di bidang pengembangan diversifikasi usahatani. Jadi, yang diperlukan adalah penyempurnaan sejumlah agenda kebijakan tersebut, terutama yang terkait dengan: (1) peningkatan akses petani terhadap lembaga perkreditan, (2) kebijakan yang kondusif untuk memperkecil risiko usahatani komoditas palawija/sayuran bernilai ekonomi tinggi, dan (3) kebijakan yang efektif untuk mendorong konsolidasi pengelolaan usahatani. Khusus di bidang irigasi, salah satu agenda kebijakan yang sifatnya dapat dipandang baru adalah "Pengembangan Sistem Irigasi Produktif" yang intinya adalah mengembangkan pola manajemen irigasi yang lebih akomodatif terhadap pola usahatani yang lebih berdiversifikasi. Implementasi iuran irigasi berbasis komoditas berimplikasi pada pola pengusahaan komoditas dan pendapatan petani. Manifestasinya, proporsi luas tanam padi menurun, tetapi di sisi lain pendapatan petani meningkat. Dalam pemecahan masalah yang dilematis tersebut, yang seharusnya diprioritaskan adalah peningkatan pendapatan petani. Dengan demikian dalam rangka mempertahankan swasembada beras, kebijakan pemerintah harus diarahkan pada pengembangan lahan sawah baru dan perbaikan produktivitas usahatani padi. Pada saat yang sama, kebijakan pemerintah untuk mendorong diversifikasi konsumsi pangan harus diimplementasikan secara sistematid dan konsisten.

224 8.3. Saran Untuk Penelitian Lanjutan Dalam penelitian ini dilakukan sejumlah penyederhanaan. Pertama, ruang lingkup penelitian dibatasi pada air irigasi permukaan dimana pola pasokannya tertentu dan perilaku pasokan air untuk memenuhi kebutuhan lain diasumsikan tidak berpengaruh. Kedua, penyederhanaan yang terkait dengan agregasi komoditas, agregasi sebaran temporal maupun agregasi spatial ketersediaan dan kebutuhan air irigasi. Ketiga, pendekatan yang digunakan untuk valuasi air irigasi adalah Residual Imputation Approach (RIA) dengan pemrograman linier. Dari penelitian ini telah dapat dihasilkan sejumlah temuan dan pengetahuan yang bermanfaat sesuai dengan ruang lingkup dan metodologi yang diterapkan. Saran untuk lanjutan adalah: 1. Air irigasi diperlakukan sebagai bagian integral dari sumberdaya air sehingga pasokan untuk memenuhi kebutuhan non irigasi diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi pola pasokan air irigasi; dan perluasan cakupan spatial dengan mengambil contoh di beberapa sistem irigasi yang berbeda. 2. Valuasi air irigasi menggunakan pendekatan terintegrasi dari sisi permintaan maupun sisi pasokan. 3. Penelitian dengan pendekatan yang sama dengan penelitian ini tetapi tingkat agregasinya berbeda dimana komoditas lebih rinci, sebaran spatial dan temporal juga dibuat lebih rinci. 4. Penelitian dengan ruang lingkup dan pendekatan serupa dengan penelitian ini tetapi pemrograman matematis yang digunakan adalah non linear. 5. Jika sumberdaya untuk penelitian tersedia, penelitian yang dilakukan dengan mengintegrasikan aspek sosial ekonomi aspek teknis dengan data percobaan langsung di lapang merupakan salah satu penelitian yang sangat bernilai. 6. Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji aspek kelembagaan dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Secara bersama-sama, dari berbagai penelitian tersebut dapat dihasilkan sejumlah kesimpulan dengan tingkat generalisasi lebih luas dan pengetahuan yang lebih komprehensif. Dengan demikian dapat berkontribusi nyata dalam akumulasi ilmu pengetahuan maupun pemecahan masalah dalam kehidupan nyata.