BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Mycobacterium non tuberculosis pertama kali. ditemukan pada abad ke 19 ketika penyakit mirip

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit paru akibat nontuberculous. mycobacterium (NTM) semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan. oleh mikroorganisme patogen.menurut WHO tahun 2012,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mycobacterium non tuberculosis pertama kali. teridentifikasi menginfeksi manusia pada tahun 1885,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Infeksi Mycobacterium menyebabkan berbagai. manifestasi klinis. Spesies yang paling terkenal dari

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Keywords : Mycobacterium tuberculosis, Resistance, Isoniazid, Rifampin, Streptomycin, Ethambutol. xviii

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis (MOTT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

ABSTRAK. Veronica Patricia Tanod, 2007, Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes. Pembimbing II: Francisca S.T., dr., SpPK., M.Si.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT JALAN BALAI BESAR KESEHATAN PARU X TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak lepas terkait dengan status gizi ataupun kesehatan setiap. individu. Indikator yang digunakan salah satunya adalah Indeks

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi. yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Mycobacterium non tuberculosis pertama kali ditemukan pada abad ke 19 ketika penyakit mirip tuberculosis teridentifikasi pada ayam. Pada 1930, Mycobacterium non tuberculosis mulai menyebabkan penyakit pada manusia. Namun, klinisi tidak memperhitungkan kehadiran dari bakteri ini hingga terjadi endemik HIV/AIDS. Pasien dengan HIV akan mudah terinfeksi mycobacterium yang menyebar di seluruh tubuhnya (Schraufnagel, 2010). Berdasarkan survei di Amerika, prevalensi dari penyakit Mycobacterium non tuberculosis pada 1980 diperkirakan 1,8 kasus per 100.000 penduduk di seluruh Amerika (American Thoracic Society, 1997) sedangkan data kasus infeksi Mycobacterium non tuberculosis di Indonesia masih belum memadai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Oregon, Amerika Serikat, prevalensi penyakit yang disebabkan Mycobacterium non tuberculosis tercatat 7,2 kasus per 100.000 penduduk dimana 5,6 kasus per 100.000 penduduk di antaranya menyebabkan infeksi paru. Selain itu, frekuensi penyakit paru-paru 1

yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium non tuberculosis dilaporkan meningkat di Eropa, Amerika Utara, Asia, dan Afrika bagian Utara (Aliyu G, 2013). Penyebaran dari mycobacterium terjadi melalui inhalasi sehingga paru - paru menjadi organ yang paling sering terinfeksi. Gejala yang muncul pada infeksi Mycobacterium non tuberculosis adalah batuk, demam, penurunan berat badan, dan insufisiensi respirasi. Secara klinis, infeksi Mycobacterium non tuberculosis sulit dibedakan dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis (Tortoli E., 2009). Pasien dengan infeksi TB juga memiliki manifestasi klinis yang sama dengan infeksi Mycobacterium non tuberculosis sehingga menyulitkan dalam diagnosis. Program Directly Observed Treatment Strategy (DOTS) yang diberlakukan di seluruh dunia untuk pengendalian tuberculosis, tidak membedakan infeksi Mycobacterium non tuberculosis dengan infeksi tuberculosis (WHO, 2011). Diagnosis yang tepat harus dilakukan kultur bakteri. Selain itu, obat yang digunakan dalam terapi infeksi Mycobacterium non tuberculosis berbeda dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan DOTS, terapi untuk tuberculosis menggunakan 4 regimen obat 2

yaitu Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol (WHO, 2011). Berdasarkan American Thoracic Society (1997), terapi untuk Mycobacterium non tuberculosis disesuaikan dengan mycobacterium yang menginfeksi. Doksisiklin merupakan salah satu pilihan terapi dalam infeksi Mycobcaterium non tuberculosis tipe rapidly growing (American Thoracic Society, 1997). Dalam kenyataannya dalam praktik klinis, pasien dengan infeksi Mycobacterium non tuberculosis sering diobati dengan obat untuk tuberculosis dimana salah satunya adalah Rifampisin. Padahal berdasarkan berbagai sumber, Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing resisten terhadap Rifampisin (Brown-Elliott BA, 2002). Hal ini yang menyebabkan penderita infeksi paru yang disebabkan oleh Mycobacterium non tuberculosis terutama tipe rapidly growing tidak sembuh setelah diobati dengan obat Tuberculosis standar. Melihat penggunaan obat yang selama ini digunakan serta rekomendasi dari berbagai sumber mengenai pengobatan yang sesuai untuk rapidly growing mycobacterium, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan sensitivitas rapidly growing mycobacterium terhadap doksiklin dan rifampisin. Penelitian ini 3

melihat sejauh mana potensi dari kedua antibiotik dalam menghambat pertumbuhan rapidly growing mycobacterium. I.2 RUMUSAN MASALAH Prevalensi dari infeksi Mycobacterium non tuberculosis meningkat. Tampakan klinis dari infeksi Mycobacterium non tuberculosis tidak bisa dibedakan dengan infeksi Tuberculosis sehingga terapi yang diberikan tidak tepat. Pengobatan infeksi Mycobacterium non tuberculosis terutama tipe rapidly growing seharusnya berbeda dengan infeksi Tuberculosis. Perumusan masalah pada penelitian ini adalah menilai potensi antibiotik doksisiklin dan rifampisin terhadap pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing dengan metode macro broth dilution. I.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui sensitivitas bakteri Mycobacterium non tuberculosis terhadap doksisiklin dan rifampisin. 2. Membandingkan efek doksisiklin dan rifampisin pada bakteri Mycobacterium non tuberculosis. 4

I.4 KEASLIAN PENELITIAN Beberapa penelitian mengenai uji sensitivitas Mycobacterium non tuberculosis terhadap antibiotik telah dilakukan di berbagai negara dengan berbagai variasi spesies Mycobacterium non tuberculosis dan variasi antibiotik. Berikut ini merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya: Banks, et.al., 1987 di Cardiff, Inggris, dengan judul Combined versus single antituberculosis drugs on the in vitro sensitivity patterns of non-tuberculous mycobacteria telah melakukan uji potensi secara in vitro antara obat anti tuberkulosis tunggal dibandingkan dengan obat tuberkulosis kombinasi untuk menekan pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis. Penelitian ini dilakukan terhadap 16 isolat Mycobacterium avium intracellulare, 7 isolat Mycobacterium xenopi, and 8 isolat Mycobacterium malmoense. Semua isolat bakteri resisten terhadap obat anti tuberculosis tunggal dan memberikan hasil yang cukup sensitif terhadap obat anti tuberculosis kombinasi. Carillo, et.al., 1996, dengan judul Comparative in vitro activity of Sparfloxacin and eight other 5

antimicrobial agents against clinical isolates of nontuberculous mycobacteria telah melakukan uji sensitivitas terhadap 40 rapidly growing dan 24 slowly growing Mycobacterium non tuberculosis dengan Sparfloksasin dan delapan antimikroba lainnya yang salah satunya adalah doksisiklin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sparfloksasin poten dalam menghambat pertumbuhan slowly growing mycobacterium dan rapidly growing mycobacterium. Amikasin sangat poten terhadap rapidly growing mycobacterium. Roblas, et.al., 2008 di Spanyol, dengan judul In Vitro Activities of Tigecycline and 10 Other Antimicrobials against Nonpigmented Rapidly Growing Mycobacterium telah melakukan penelitian dengan 15 isolat koleksi dan 165 isolat klinis. Hasil penelitian menunjukkan Tigesiklin memiliki aktivitas paling poten dalam menekan pertumbuhan nonpigmented rapidly growing mycobacterium. Wang Hong-Siu, et.al., 2010 di Shanghai, Cina, dengan judul Nontuberculous mycobacteria: susceptibility pattern and prevalence rate in Shanghai from 2005 to 2008 telah melakukan penghitungan prevalensi dan uji sensitivitas terhadap berbagai spesies Mycobacterium non tuberculosis. Hasil 6

penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi Mycobacterium non tuberculosis. M. chelonae, M. fortuitum, M.kansasii, M. avium-intercellulare complex, dan M. terra merupakan lima spesies Mycobacterium non tuberculosis yang paling banyak ditemukan. Kelima spesies tersebut menunjukkan resistensi terhadap obat anti tuberculosis. M.chelonae dan M.fortuitum menunjukkan resistensi terhadap beberapa antibiotik. Perbedaan penelitian ini yaitu isolat, waktu, lokasi, dan antibiotik yang digunakan. Isolat yang digunakan merupakan isolat klinis yang didapat dari pasien yang berdomisili di sekitar Yogyakarta. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang dilakukan pada bulan November 2013 hingga Januari 2014. Penelitian ini menggunakan doksisiklin dan rifampisin sebagai antibiotik yang diuji. I.5 MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat: a. Memberikan bukti ilmiah mengenai antibiotik doksisiklin dan rifampisin dalam menghambat 7

pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis secara in vitro. b. Memberikan informasi mengenai terapi infeksi bakteri Mycobacterium non tuberculosis di Indonesia. I.6 PERTANYAAN PENELITIAN 1. Apakah doksisiklin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis? 2. Apakah rifampisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis? 3. Apakah doksisiklin lebih baik dari rifampisin dalam menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium non tuberculosis? 8