BLUE SHRIMP (Litopenaeus stylirostris), A PROSPECTIVE COMODITY FOR BRACHISWATER POND

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

EVALUASI BUDIDAYA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DENGAN MENINGKATKAN KEPADATAN TEBAR DI TAMBAK INTENSIF

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

PRODUKTIVITAS UDANG PUTIH PADA TAMBAK INTENSIF DI TULANG BAWANG LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SEMIINTENSIF DENGAN METODE SIRKULASI TERTUTUP UNTUK MENGHINDARI SERANGAN VIRUS

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Muhammad Nur Syafaat* & Abdul Mansyur

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK BIOCRETE DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

Teknik Budidaya Lobster (Cherax quadricarinatus) Air Tawar di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

I PENDAHULUAN Latar Belakang

KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT PENEBARAN YANG BERBEDA

Tarsim. Jurusan Perikanan Fakultas pertanian Unila ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

PEMELIHARAAN POST LARVA (PL4-PL9) UDANG VANNAMEI (Penaeus vannamei) DI HATCHERY PT. BANGGAI SENTRAL SHRIMP PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA EKSTENSIF PLUS DI LAHAN MARGINAL

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Studi Keragaan Udang Windu (Penaeusmonodon) Dan Udang Putih (Litopenaeusvannamei) Yang Dipelihara Pada Tambak Semi Plastik

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KONSUMSI OKSIGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DAN MODEL PENGELOLAAN OKSIGEN PADA TAMBAK INTENSIF

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

FLUKTUASI SUHU AIR HARIAN DAN PENGELOLAANNYA DI PETAK PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

PORTOFOLIO PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 16 ROI

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

MODUL: PENEBARAN NENER

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

M.Faiz Fuady, Mustofa Niti Supardjo, Haeruddin 1

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PEMBERDAYAAN PEMBUDIDAYA IKAN DAN UDANG TAMBAK, DESA KENDALKEMLAGI, KECAMATAN KARANGGENENG, KABUPATEN LAMONGAN, PROPINSI JAWA TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

PEMELIHARAAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN PERSENTASE PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

PENGARUH PROSENTASE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS UDANG WINDU (Penaeus monodon) PADA SISTEM NURSERI

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

JUDUL 4 APLIKASI NUKLEOTIDA DALAM BUDIDAYA INTENSIF UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pengalaman berusaha, dan status kepemilikan lahan penambak. Usaha tambak merupakan usaha yang membutuhkan tenaga yang banyak.

1291 Kajian aspek biologi dan sosial pada budidaya... (Nur Ansari Rangka) ABSTRAK

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT

AKLIMATISASI BENUR UDANG WINDU (Penaeus Monodon) SEBAGAI UPAYA BUDIDAYA DI LUAR LINGKUNGAN HIDUPNYA: SEBUAH KASUS DI KABUPATEN LAMONGAN

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2

DESAIN WADAH BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SEMI INTENSIF DI TAMBAK

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) dengan Sistem Budidaya yang Berbeda

BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) TEKNOLOGI INTENSIF MENGGUNAKAN BENIH TOKOLAN

ARTIFICIAL SUBSTRATES INCREASED SURVIVAL AND GROWTH OF HYBRID CATFISH (Clarias gariepinus and C. macrocephalus)

Transkripsi:

Minireview UDANG ROSTRIS (Litopenaeus stylirostris) KOMODITAS PROSPEKTIF BAGI USAHA PERTAMBAKAN Abstract BLUE SHRIMP (Litopenaeus stylirostris), A PROSPECTIVE COMODITY FOR BRACHISWATER POND Bambang Sumartono *), Joko Sumarwan *) dan Endah Winarni **) Blue shrimp (Litopenaeus stylirostris) known as SS (Super Shrimp) originated as wild larvae from Panama, and is currently in its 22 nd generation of domestication. They have undergone a systematic process of selection for enhancement of growth and fecundity, and in particular, for resistance improvement to the IHHN virus. The SS-blue shrimp are significantly more tolerant to low water temperatures than Penaeus monodon or Litopenaeus vannamei. This characteristic was effluent to the broodstock management of blue shrimp. The critical phase of larval rearing is on the interchange from zoea to mysis, but almost no mortality on the post larvae stadium. It was observed during larvae rearing using modulation system indicated by the survival rate of nauplius to PL 5 was 29%, but PL 5 to PL 15 reached 97%. Growth of larvae and post larvae in the modulation and non modulation systems were not significant different, but performance and uniformity of the seed in modulation system shown better. Its avarage production in grow out pond was 9,000 kg/ha with final survival rate of 74.5-94.8%, and avarage daily growth (ADG) of 0.176 g. The ponds were stocked with SS-shrimp at densities of 33-38/m 2. Key words : Blue shrimp (Litopenaeus stylirostris), grow out, larvae rearing, modulation system Pengantar Lesunya iklim usaha budidaya udang di Indonesia rupanya sedikit terobati dengan telah dikembangkannya dua komoditas udang introduksi, udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan udang rostris (Litopenaeus stylirostris) atau udang biru atau juga dikenal di dunia perikanan internasional dengan sebutan udang super (Super shrimp). Sementara itu budidaya udang windu, yang merupakan komoditas andalan Indonesia, secara teknis memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi karena masih dihadapkan pada berbagai masalah penyakit dan lingkungan yang belum terjawab dengan tuntas. Introduksi udang Rostris (Litopenaeus stylirostris) ke Indonesia dilakukan oleh PT Udang Super Indonesia (PT USIA) setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah (melalui Direktorat Jenderal Perikanan) pada tahun 2001 (Anonim, 2002). Untuk mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi, pemerintah menunjuk Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara sebagai institusi pendamping untuk melakukan bimbingan dan monitoring masuknya spesies baru ini. Meskipun kajian pada aspek pembenihan dan budidaya udang rostris di tambak menunjukan hasil yang baik, namun masyarakat petani dan pengusaha tambak belum merespon positif. Sehingga penyebarannyapun tidak sepesat udang windu pada masa awal perkembangannya, atau udang vaname yang sudah berkembang pesat di Jawa Timur, Jawa Barat dan Lampung. Kelambatan penyebaran ini salah satu faktor penyebabnya diduga karena terbatasnya stock benih dan minimnya *) Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jl. Pemandian Kartini PO BOX 1 Jepara **) Kopertis Wil. VI Jawa Tengah dipekerjakan pada STIPIKA Jepara, Jl. H.M. Sulchan No.1 Kriyan Jepara 39

pengetahuan masyarakat pada teknis budidaya udang rostris di tambak. Aspek biologi udang rostris Habitat asli larva liar udang rostris ada di Panama dan sudah didomestikasi sampai keturunan ke 22 untuk meningkatkan kekebalannya terhadap virus IHHN (Cliffort, 1998). Jenis udang ini mempunyai beberapa keunggulan, antara lain tahan terhadap fluktuasi suhu dan salinitas tinggi, mampu tumbuh dengan baik pada kepadatan tebar yang tinggi, dan tidak memerlukan pakan berkadar protein tinggi sehingga harga pakan relatif lebih murah. Dari segi pemasaranpun udang rostris tidak mengalami kesulitan karena diterima oleh konsumen domestik maupun luar negeri. Induk udang rostris berwarna bening kebiruan (transparan), warna biru terlihat jelas pada ujung uropoda dan telson. Induk udang rostris import sedikit lebih besar dari pada induk hasil tambak. Induk import mempunyai kisaran berat 55-70 g/ekor dengan panjang 18-22 cm, sedangkan induk hasil budidaya di tambak di Indonesia mempunyai kisaran berat 45-65 g/ekor dengan panjang 14-17 cm. Umur induk hasil pembesaran dari tambak sekurang-kurangnya 10-12 bulan. Berdasar pengamatan pada tahap pemijahan, ukuran induk sangat berpengaruh pada produktivitas nauplius. Induk dengan produktivitas nauplius tinggi kebanyakan yang telah mencapai ukuran lebih dari 50 g. Karakter unik yang dimiliki induk udang rostris adalah pada proses perkawinan, dimana sperma akan menempel pada sekitar alat kelamin betina. Tingkah laku kawin ini biasanya terjadi hanya beberapa jam sebelum pelepasan telur, berbeda dengan udang windu yang terjadi jauh hari sebelum pelepasan telur. Suksesnya pengelolaan induk sangat dipengaruhi oleh temperatur media pemeliharaan induk. Proses perkawinan dan fertilisasi telur akan optimal pada temperatur rendah, yaitu sekitar 26-27 0 C. Pada kondisi alami, pemijahan dan perkembangan udang penaeid terjadi di laut lepas, dimana salinitas sekitar 35 ppt, suhu dan ph stabil dan suspended solid sangat minim (Smith, et al., 1993). Berdasar pengamatan pada tahap pemijahan memperlihatkan bahwa ukuran induk sangat berpengaruh pada produktivitas nauplius. Induk akan produktif setelah mencapai ukuran lebih dari 50 g. Induk betina mempunyai fekunditas ratarata 191.000 butir dengan daya tetas ratarata mencapai 59%, dan jumlah induk mijah rata-rata mencapai 6% dari populasi induk betina per hari (Anonim, 2003). Benih udang rostris stadia PL (benur) berwarna bening (transparan), namun setelah mencapai ukuran juvenile mulai nampak warna kebiruan. Perkembangan stadia larva udang rostris sama dengan udang windu. Lama waktu inkubasi telur hingga menetas berkisar 15-18 jam. Nauplius membutuhkan waktu 40-48 jam untuk memasuki stadia zoea. Periode waktu stadia zoea membutuhkan waktu antara 3-4 hari dan perkembangan stadia Mysis hingga menjadi Post Larva (PL) memerlukan waktu sekitar 3-4 hari. Beberapa panti benih biasanya memanen benih udang rostris (benur) pada stadia PL8 untuk ditebar ke tambak. Namun akan lebih aman bila penebaran benur dilakukan pada umur yang lebih tua. Cliffort (1998) menyatakan bahwa benih udang rostris berukuran besar (>PL16) lebih baik digunakan sebagai benih tebar di tambak, karena lebih tahan terhadap fluktuasi kondisi lingkungan. Selain itu ditinjau dari aspek teknis, efisiensi waktu dan kepastian hidup benih yang ditebar, dengan menggunakan benih udang berukuran besar (tokolan) akan lebih menguntungkan. Dalam kondisi media pemeliharaan yang normal laju pertumbuhan udang rostris setara dengan udang windu, namun di musim kemarau dimana salinitas air mencapai 38 ppt atau lebih pertumbuhan udang rostris lebih cepat dari udang windu. Demikian pula pada saat cuaca dingin di musim kemarau dimana suhu air pada malam hari bisa mencapai 20 0 C, tingkat konsumsi pakan udang rostris 40

tidak mengalami penurunan yang berarti sebagaimana terjadi pada udang windu, yang sering kali memberikan efek lanjut pada serangan patogen dikarenakan udang lemah oleh menurunnya nafsu makan. Oleh karena itu pada suhu yang rendahpun udang rostris tetap tumbuh dengan pesat. Budidaya Udang Rostris Pembenihan Secara prinsip unit pembenihan udang rostris tidak berbeda dengan udang penaeid lainnya, hanya pada pengelolaan induk udang rostris agar proses perkawinan dapat berlangsung dan berkesinambungan diperlukan suhu air media yang rendah (dibawah 27 0 C). Pada sistem pemeliharaan larva, fase kritis terjadi pada stadia Zoea hingga Mysis, namun setelah masuk stadia post larva relatif aman hingga panen benur. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa benih udang rostris cukup tahan terhadap handling. Pemindahan stadia PL-4 atau PL-5 dapat dilakukan dengan aman ke lingkungan baru hingga menjadi benih berukuran siap tebar ke tambak (stadia >PL-15). Dengan melakukan pemindahan PL nampak tidak praktis karena perlu sarana dan tenaga tambahan, namun dari kajian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa pemeliharaan post larva udang rostris dengan sistem pindah memberikan hasil yang lebih bagus, baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu dalam produksi benih udang rostris disarankan untuk menggunakan sistem pindah atau sistem modulasi. Beberapa keuntungan penerapan teknik modulasi pada sistem produksi benih udang rostris antara lain: 1. Menghindari kondisi media pemeliharaan benih yang terlalu jelek, akibat terlalu lamanya masa pemakaian bak. 2. Mampu mengatur kembali kepadatan pada modul 2 supaya tidak terlalu tinggi kepadatannya, sehingga mampu mengurangi resiko kematian akibat kanibalisme, yang berarti secara tidak langsung meningkatkan produksi. Hal itu mengingat sifat kanibalisme udang rostris yang tinggi (Cliffort, 1998). 3. Dengan modulasi mampu menghindari pemeliharaan dengan kepadatan terlalu rendah, demi efisiensi penggunaan sarana, pakan dan tenaga. 4. Pada lingkungan baru dengan kondisi kualitas air media yang lebih baik, udang cenderung cepat mengalami moulting dan meningkatnya nafsu makan yang berarti pertumbuhan benih pada modul 2 akan lebih cepat. 5. Benih yang dihasilkan lebih seragam dan mempunyai performen atau visualisasi yang lebih baik dibanding dengan benih yang tanpa dipindah sejak larva hingga panen (sekitar PL15 PL20). 6. Panti benih akan mampu memproduksi benih udang rostris dengan ukuran besar (>PL15) tanpa khawatir adanya penurunan populasi akibat kanibalisme selama pemeliharaan dan perbedaan ukuran benih. Data hasil kajian produksi benih udang rostris menggunakan sistem modulasi tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi benih udang rostris dengan sistem berpindah (modulasi) Uraian Jumlah nauplius Jumlah nauplius rusak (tidak mampu masuk Zoea) Produksi PL4-PL5 Produksi >PL 15 Kelangsungan hidup Nauplius PL5 Kelangsungan hidup Nauplius >PL15 Kelangsungan hidup PL5 - >PL15 Nilai 4.467.000 ekor 200.000 ekor 1.286.194 ekor 1.248.735 ekor 30 % 29 % 97 % 41

Panjang (mm) Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VI (2) : 39-44 ISSN : 0853-6384 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 PL1 PL3 PL5 PL7 PL9 PL11 PL13 PL15 Sistem modular Stadia Sistem tanpa berpindah Gambar 1. Pertumbuhan larva udang rostris yang dipelihara dengan teknik modulasi. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kelangsungan hidup (SR) pemeliharaan larva sejak nauplius hingga PL5 pada modul 1 mencapai 29%, sedangkan pemeliharaan dari PL5 hingga > PL15 pada modul 2 tercatat sangat tinggi yaitu mencapai 97%. Sementara itu pertumbuhan benih yang dipelihara dengan sistem pindah sedikit lebih cepat dibandingkan dengan sistem tanpa pindah (Gambar 1). Perbedaan pertumbuhan terlihat tidak signifikan, tetapi benih yang dihasilkan pada sistem berpindah memiliki keseragaman yang merata dengan penampakan visual jauh lebih baik. Pembesaran Secara teknis, budidaya udang rostris di tambak tidak jauh berbeda dengan udang windu, hanya karena udang rostris mempunyai sifat biologis cenderung menempati kolom air sehingga kepadatan tebar bisa lebih banyak. Agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi secara optimal penggunaan kincir harus diperbanyak. Tataletak kincirpun perlu ditata agar air di dalam petakan bisa memutar sehingga feses udang dan kotoran lain yang ada di petak tambak dapat terkonsentrasi di tengah. Dengan sistim pembuangan terpusat (central drain) kotoran-kotoran tersebut dapat terbuang sempurna. Hasil kajian di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) menunjukkan bahwa padat tebar ideal berkisar 33-38 ekor/m 2. Dengan menggunakan padat tebar tersebut SR yang didapatkan berkisar antara 74,5-94,8%atau total produksi 8-10 ton/ha (Tabel 2). Tabel 2. Produksi pembesaran udang rostris di tambak BBPBAP Jepara Kode tambak Umur pemeliharaan (hari) A-1 114 A-2 119 A-3 119 A-4 120 A-5 120 A-6 119 O-1 86 O-2 91 Sumber : Anonim (2002) Kepadatan akhir (ekor/m 2 ) 37,23 39,74 32,03 36,88 33,26 37,89 60,30 75,73 Ukuran akhir (g) 28,76 26,39 23,43 26,16 24,12 24,84 13,47 15,48 SR (%) 74,51 52,90 72,76 81,57 80,00 94,84 55,69 73,32 Biomassa (kg/ha) 10.708 10.487 7.504 9.634 8.028 9.412 8.123 11.723 FCR 1,44 1,65 1,34 1,28 1,44 1,38 1,44 1,65 42

Pertambahan berat (g) Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VI (2) : 39-44 ISSN : 0853-6384 Pertambahan berat udang per hari berkisar antara 0,09 0,23 g atau rata-rata 0,176 g/hari (Gambar 2). Pada pembesaran di tambak ditemukan bakteri Vibrio dengan densitas yang cukup tinggi pada media pemeliharaannya, bahkan sampai didalam haemolim udang juga terdeteksi keberadaan bakteri ini. Namun karena air pemeliharaan masih dapat dikendalikan maka tidak menimbulkan penyakit. Disamping itu ditemukan juga penyakit insang hitam, terutama pada tambak yang bersubstrat dasar pasir hitam. Seperti halnya jenis krustase lain yang dapat terinfeksi virus bercak putih (SEMBV). Udang rostris juga cukup sensitif terhadap serangan virus ini, oleh karena itu desain tambak harus dibuat dengan sistim tertutup untuk mengurangi resiko gagal produksi oleh serangan virus. Selain itu pengelolaan kualitas air yang cermat dan disiplin perlu dipertahankan. Prospek dan kendala Didasarkan pada beberapa kelebihan yang dimiliki udang rostris, baik itu sifat tumbuh yang relatif cepat maupun daya tahan terhadap fluktuasi kualitas lingkungan (salinitas dan temperatur), maka komoditas ini mempunyai prospek yang cukup bagus sebagai salah satu alternatif pada usaha budidaya tambak di Indonesia. Dari aspek ekonomipun tidak perlu dirisaukan karena meskipun biaya operasional pembesaran udang rostris mencapai Rp. 7000,00 lebih besar dari pembesaran udang windu, namun harga udang konsumsinya masih memberikan keuntungan yang cukup tinggi. Permintaan pasar pada komoditas udang hingga saat ini cenderung stabil tinggi, sehingga penjualan udang konsumsi hasil pembesaran di tambak juga masih menjanjikan. Kewaspadaan justru harus lebih dititik beratkan pada upaya mempertahankan kualitas genetik karena ada indikasi bahwa akhir-akhir ini beberapa masalah pada pembesaran udang rostris mulai muncul, antara lain adanya pertumbuhan yang tidak seragam, dan daya tahan yang tidak prima. Sumber permasalahan diduga berawal dari mutu benih, yang berarti pula akan kembali pada mutu induk-induk yang digunakan oleh para penangkar benih. Mengingat relatif mudahnya jenis udang ini menjadi calon induk di tambak dalam periode waktu yang tidak terlalu lama (8-9 bulan), membuat para petambak berlomba-lomba memperpanjang masa pemeliharaan udang di tambak hingga didapatkan ukuran calon induk (25-30 gram) karena harga jualnya bisa berlipat 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 Hari ke Gambar 2. Pertambahan berat udang rostris per hari (ADG) 43

ganda. Dengan menggunakan caloncalon induk dari tambak, yang notabene tidak lagi berasal dari sumber aslinya (Parental stock), akan mengakibatkan terjadi proses inbreeding dimana menurut kaidah ilmu genetika akan menghasilkan keturunan yang dominan tidak normal. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa kendali, perlu diupayakan agar calon induk yang digunakan oleh panti benih memiliki kualitas yang unggul. Daftar Pustaka Anonim. 2000. Manual of operations for the culture of super shrimp larvae. Super Shrimp Group of Asia Pte. Ltd. Singapure.9 p. Anonim. 2002. Hasil uji udang rostris Litopenaeus stylirostris. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara.16 p. Aubert, H. and D.V. Lightner. 2000. Identification of genetic populations of the pasifik blue shrimp (Penaeus stylirostris) of the gulf of California, Mexico. Marine Biology. 137: 875-885. Cliffort, H.C. 1998. Management of ponds stocked with blue shrimp Litopenaeus stylirostris. Proceeding of the 1 st Latin American Congress on Shrimp Culture, Panama City, Panama, October 1998. Goyard, E., J. Patrois, J. M. Peignon, V. Vanaa, R. Dufour, J. Viallon, and E. Bedier. 2002. Selection for better growth of Penaeus stylirostris in Tahiti and New Caledonia. Aquaculture. 204:461-468. Goarant, C., F. Regnier, R. Brizard,, and A. L. Marteau. 1998. Acquisition of susceptibility to Vibrio penaeicida in Penaeus stylirostris postlarvae and juveniles. Aquaculture. 169:291-296. Smith, L. L., J. M. Fox, G. D. Treece, and J. P. McVey. 1993. Intensive larviculture techniques. In: P. Mc Vey (ed). CRC handbook of mariculture. Cruatacean aquaculture 2 nd edition. CRC Press. Boca Raton.153-172. 44