BAB 8 PENUTUP. Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS INDONESIA WAWACAN MAJAPAIT KARYA HAJI HASAN MUSTAPA: SUNTINGAN TEKS, TERJEMAHAN, DISERTAI ANALISIS TEMA DAN FUNGSI

BAB 2 METODE PENELITIAN. Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa kajian ini akan menelaah sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. dibedakan dengan kebudayaan-kebudayaan lain baik yang berlangsung pada masa

DAFTAR PUSTAKA. Bakker, J. W. M Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah. Budaya IKIP Universitas Sanata Dharma.

DAFTAR PUSTAKA. Arsip Nasional Republik Indonesia, Ikhtisar Keadaan Politik Hindia-Belanda tahun Jakarta, 1973.

RPP KRIYA LOGAM III. Bahan Kajian. (materi ajar)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perkembangan Seni Lukis Mooi Indië-Persagi di Batavia,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PERCANDIAN PADANGLAWAS

SEKILAS MENGENAI BUKU SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA SIAP UNTUK DILUNCURKAN 2009

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22

Christie, Jan Wisseman Register of the Inscriptions of Java A. D. I-II (The Inscriptions of Mataram). Working Draft 9 Juli 1999

Prasasti Ciaruteun Suatu teka-teki, Laba-laba atau Lambang Sri? - Esai - Horison Online

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI KOMPONEN-KOMPONEN BANGUNAN BERUNDAK KEPURBAKALAAN SITUS GUNUNG ARGOPURO SKRIPSI RIZKY AFRIONO

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

SEJARAH PERPUSTAKAAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

1995, pp , ,,, pp pp , pp pp pp

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

DAFTAR ISI. A. Pendahuluan. B. Pengertian Warisan Budaya Tak BendaHasil. C. Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Bogor

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pada abad ke-19 untuk menamakan wilayah di sekitar pantai timur Pulau

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan

MUSEUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PELABUHAN AIR BANGIS SUMATERA BARAT PADA ABAD XIX HINGGA AWAL ABAD XX

PERTUMBUHAN DAN KEHANCURAN KERAJAAN-KERAJAAN LAMA DI JAWA, DENGAN CONTOH KERAJAAN DI MAJAPAHIT. Oleh : Sampurno dan Bandono

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Secara harfiah megalitik sering diartikan sebagai bentuk peninggalan

UNIVERSITAS INDONESIA PELABUHAN ENDE DALAM JARINGAN PELAYARAN DI KAWASAN LAUT SAWU DAN SEKITARNYA SKRIPSI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Penggunaan tanah (land use) untuk sintesis regional. Geografi regional Indonesia

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak

BAB II GEOLOGI REGIONAL

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB 1 PENGANTAR. Sejak zaman Kerajaan Karangasem-Sasak 1, pelabuhan Ampenan telah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Pada tahun 1884 terjadi krisis yang dialami industri gula di pulau Jawa, terjadi kemerosotan

MUSEUM GEOLOGI BLORA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

TANGGAPAN ATAS LAPORAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan

DAFTAR REFERENSI. Bakker 1972 Ilmu Prasasti Indonesia. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Budaya IKIP Sanata Dharma

BAB I PENDAHULUAN. orang yang seolah baru sadar bahwa apa yang diakui negara lain itu miliknya.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

Cagar Budaya Candi Cangkuang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Alat dan Bahan Alat Penelitian Kegiatan Survey Lapangan Uji Tekstur Tanah...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Kenyataan, anakronisme dan fiksi : Arkeologi bersejarah dan pusatpusat kerajaan La Galigo. Oleh: Ian Caldwell

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

MOZAIK,Volume V Nomor 1, Januari EKOLOGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT KARESIDENAN BANYUMAS MASA KOLONIAL. Dina Dwikurniarini *

Sejarah Perpustakaan di Indonesia

Situs Gunung Padang. Nopsi Marga Handayani Gregorian Anjar Prastawa

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Transkripsi:

BAB 8 PENUTUP 8.1 Rangkuman Penempatan benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam menyikapi lingkungan. Oleh karena itu manusia tidak akan terlepas kaitannya dengan lingkungan fisik tempat mereka berada. Hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik sudah terjadi sejak masa lampau. Manusia selalu mencari sesuatu untuk memuaskan kebutuhannya, seperti dalam hal kebutuhan nutrisi atau pemilihan suatu lahan sebagai tempat aktivitasnya baik berhubungan dengan kebutuhan makanan, sosial, maupun penempatan bangunan. Persoalan yang muncul bahwa penelitian ini dihadapkan oleh kehidupan masyarakat yang berlangsung pada beberapa ratus tahun yang lalu dan saat ini sudah tidak ada lagi wujudnya. Data yang masih tertinggal sampai saat ini mungkin hanya sebagian kecil yang dapat dipakai dalam menelusuri hubungan antara manusia dengan sumberdaya lingkungan. Oleh karena itu upaya untuk mengetahui perilaku adaptif masyarakat megalitik di wilayah penelitian dapat diamati dari situs yang merupakan tempat berdirinya benda-benda megalitik dan kondisi lingkungan sekarang. Situs dengan berbagai jenis tinggalannya merupakan bentuk fisik dari kegiatan manusia, sedangkan sumberdaya lingkungan sekarang secara umum dapat diasumsikan masih sama dengan kondisi sumberdaya lingkungan 272

yang berlangsung pada waktu itu. Persoalan yang muncul adalah kajian ini berhubungan dengan kehidupan manusia masa lampau yang sudah mati, sehingga pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara untuk dapat memperoleh pengetahuan tentang adanya hubungan-hubungan yang telah terjadi, serta bagaimana wujud dari hubungan tersebut. Dalam mendapatkan data hubungan antara situs megalitik dengan sumberdaya lingkungan di daerah penelitian diperlukan adanya data lokasi keberadaan situs-situs megalitik dan keletakannya pada berbagai macam lingkungan fisik. Langkah awal yang dilakukan adalah membuat peta lokasi situs dan peta lokasi lingkungan fisik yang ada di wilayah penelitian. Sebelum memetakan situs, persoalan yang muncul adalah bagaimana menentukan situs itu sendiri. Selama ini beberapa peneliti menentukan situs didasarkan pada keletakan administrasi, sehingga sering terjadi kerancuan dalam penamaannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini batasan suatu situs ditentukan dengan menggunakan analisis tetangga terdekat berdasarkan atas himpunan dari benda-benda megalitik. Pengelompokan situs-situs dan variabel sumberdaya lingkungan merupakan upaya untuk mengetahui bentuk variasi hubungan antara situs-situs megalitik dengan variabel sumberdaya lingkungan, serta pola-pola umum yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui pola adaptif masyarakat megalitik Kawasan Lembah Iyang-Ijen. Gagasan tentang pola penempatan situs dapat dijawab melalui pendekatan yang menganggap bahwa penempatan situs sebagai aktivitas manusia masa lampau seringkali ditempatkan pada suatu lokasi tertentu yang mempunyai seperangkat faktor 273

lingkungan khas yang berperan. Lingkungan tidak menentukan seluruh aspek kebudayaan, tetapi lebih memandang sekelompok lingkungan tertentu yang menyebabkan dipilih sebagai penempatan situs. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, faktor-faktor sumberdaya lingkungan yang mempengaruhi persebaran situs adalah bentuklahan, jenis tanah, ketinggian tempat, kelerengan, sumber batuan, dan jarak sungai. Gejala yang muncul pada penempatan situs berdasarkan bentuklahannya menunjukkan bahwa sebagian besar situs-situs terletak pada dataran gunungapi, lereng bawah gunungapi, lereng tengah gunungapi, dan perbukitan gunungapi tua. Data empirik menunjukkan bahwa lebih dari 75% situs-situs di daerah penelitian ditempatkan pada bentuklahan seperti yang disebutkan di atas. Pemilihan jenis tanah juga merupakan indikasi dalam penempatan situs-situs megalitik. Jenis tanah regosol, latosol, dan mediteran merupakan pilihan utama bagi penempatan situs-situs. Sebanyak 80% dari seluruh situs yang tersebar di daerah penelitian ternyata diletakkan padaa jenis tanah ini, yang merupakan jenis tanah subur dengan tingkat kemampuan wilayah yang bagus. Unsur lingkungan yang berhubungan dengan ketinggian juga menjadi salah satu faktor dalam penentuan suatu situs. Hasil penelitian memberikan data bahwa masyarakat megalitik melakukan aktivitasnya dengan rentang ketinggian antara kurang dari ketinggian kurang dari 200 meter sampai pada ketinggian 900 meter. Namun pilihan yang paling disukai adalah pada ketinggian antara 200 sampai 700 meter yaitu sebanyak 90% dari seluruh situs yang tersebar di wilayah penelitian. Kelerengan merupakan faktor sumberdaya lingkungan yang sangat penting dalam sebagai pertimbangan manusia 274

memilih lahan aktivitasnya. Sebanyak lebih dari 90% situs-situs yang ada di daerah penelitian terletak pada lahan dengan tingkat kelerengan tersebut (kelerengan 0-7%). Tersedianya bahan batuan merupakan faktor yang cukup penting dalam mendukung pembangunan infrastruktur masyarakat megalitik. Hampir seluruh situs-situs megalitik terletak pada sumber batuan yang mendukung pendirian megalitik yang merupakan ciri khas dari masyarakat pada waktu itu. Sebanyak 97% dari populasi situs terletak pada sumber bahan batuan yang berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan megalitik. Jenis-jenis batuan yang umum ditemukan adalah breksi, batupasir, konglomerat, dan tufa. Salah satu faktor yang penting dalam penempatan situs adalah sungai. Air bagian dari lingkungan fisik yang kebutuhan pokok baik berkenaan dengan kehidupan sehari-hari maupun sebagai bagian dari subsitensi untuk keperluan diet. Sebagian besar situs (97% dari jumlah keseluruhan) ditempatkan pada jarak sungai yang dekat yaitu kurang dari 500 meter. Hal ini menandakan bahwa peranan sungai cukup penting bagi kehidupan sehari-hari masyarakat megalitik. Ke-6 variabel sumberdaya lingkungan tersebut merupakan faktor yang menjadi pertimbangan dalam penempatan aktivitas masyarakat megalitik. Variabel-variabel tersebut saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Satu jenis variabel yang berpotensi tinggi pada suatu situs atau kelompok situs, belum tentu diikuti variabel yang lain demikian pula sebaliknya. Hasil penggambungan seluruh variabel sumberdaya lingkungan menunjukkan adanya empat kelompok. Kelompok pertama merupakan golongan yang memanfaatkan kekuatan yang dipunyai oleh 6 variabel sumberdaya lingkungan tersebut. Golongan ini ditemukan pada 19 situs 275

megalitik. Kelompok kedua adalah golongan yang memanfaatkan sebagian besar kekuatan yang dimiliki variabel sumberdaya lingkungan tetapi tidak menghiraukan sebagian kecil dari variabel lingkungan yang menyertainya. Terdapat lima variabel sumberdaya lingkungan yang mempunyai kekuatan berupa tingkat kapabilitas yang tinggi untuk dijadikan sebagai tempat aktivitas masyarakat. Adapun sebagian kecil (satu variabel) yang mempunyai kekurangan dalam tingkat kapabilitasnya nampaknya berbeda-beda pada setiap situs. Kelompok ketiga adalah golongan yang memanfaatkan sebagian besar kekuatan yang dimiliki variabel sumberdaya lingkungan yang sama (ketinggian tempat, kelerengan, sumber batuan, dan jarak sungai) namun tidak memperhatikan kelemahan yang dipunyai oleh variabel lain yang mengikutinya (bentuklahan dan jenis tanah). Kelompok empat merupakan golongan dengan jumlah situs paling sedikit yaitu satu (Situs Sumberpakem) yang hanya memanfaatkan kekuatan pada variabel kelerengan dan jarak sungai, tanpa memperhatikan kelemahan pada variabel lain yang menjadi pendukungnya. Pada penelitian ini juga dihasilkan adanya faktor-faktor yang menjadi strategi dalam pemilihan lahan. Faktor tersebut adalah kapabilitas lahan, ketersediaan sumber batuan, dan aksesibilitas. Ke-3 faktor tersebut sebagian besar menjadi strategi pemilihan lahan untuk penempatan situs sebagai tempat mendirikan benda-benda megalitik walaupun pada masing-masing faktor mempunyai tingkat variasi yang berbeda. Penelitian dengan cara pandang perwujudan adaptif manusia terhadap lingkungan fisik melalui kajian keruangan yang telah dilakukan ini bukan berarti lebih 276

penting daripada cara pandang yang lainnya, akan tetapi paling tidak dapat memberikan perspektif dalam melengkapi dokumen sejarah kehidupan masyarakat Indonesia, yang berhubungan dengan sejarah lokal khususnya yang ada di Jawa Timur dalam hal menentukan lokasi untuk melakukan aktivitasnya pada bentang alam. Disamping dalam upaya mengembangkan metode dan teori arkeologi juga dapat memberikan khasanah pengetahuan tentang budaya megalitik dalam lintas sejarah. 8.2 Prospek Penelitian Satu hal yang masih menjadi kelemahan dari penelitian megalitik di Lembah Iyang-Ijen khususnya dan Indonesia pada umumnya, yaitu masih sedikitnya pertanggalan yang dihasilkan pada situs-situs. Dari 30 situs yang tersebar di daerah penelitian, baru 3 situs yang dapat diketahui pentarikhannya, yaitu Kamal, Dawuhan, dan Pakauman sehingga masih sulit untuk mengelompokkan situs-situs sesuai dengan umurnya. Satu hal yang sangat menarik dari hasil pertanggalan C14 yang membuktikan masyarakat megalitik yang menghuni ke tiga situs tersebut hadir pada sekitar abad 9 sampai 15. Pada masa-masa ini telah hadir pula kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buda di Jawa Timur. Seandainya seluruh data pentarikhan situs-situs megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen dapat diketahui maka penelitian tentang hubungan antara masyarakat megalitik di daerah ini dengan masyarakat Hindu-Buda akan akan menjadi baik dikupas dari aspek sosial maupun keagamaannya. Dalam penelitian ini juga dibahas juga tentang persebaran benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen yang membahas tentang bentuk-bentuk 277

benda megalitik, keletakan bentuk-bentuk benda megalit di dalam persebaran situs. Data ini dapat dijadikan sebagai acuan dan database dalam menindaklanjuti penelitian yang menggunakan kajian lain. 278

DAFTAR SINGKATAN BRAI : Bulletin of the Research of Archaeology of Indonesia. Jakarta. BKI : Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Uitgegeven door het Koninklijk Instituut voor Taal, Land- en Volkenkunde. s-gravenhage. BSPF : Bulletin de la Societé Prèhistorique Française. BPA : Berita Penelitian Arkeologi. Jakarta. DIA : Diskusi Ilmiah Arkeologi. Jakarta. DJAWA : Djawa. Tijdschrift van het Java Instituut. Yogyakarta. IAE International Archiv fur Ethnographie. JFMSM : Journal of the Federated Malay States Museum. NBG : Notulen van het Algemene en Directievergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia. NION : Nederlandsch Indië Oud en Nieuw. Denhaag. Semarang. MASI Laporan LPPN Memories of the Archaeological Survey of India. : Laporan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional. Jakarta. 279

OV : Oudheidkundige Verslag van de Oudheidkundige Dienst in Nederlandsche Indie. Uitgegeven door Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia. PIA : Pertemuan Ilmiah Arkeologi. Jakarta. REHPA : Rapat Eluasi Hasil Penelitian Arkeologi. Jakarta. ROD : Rapporten van de Oudheidkundige Dienst. Batavia. ROC : Rapporten van de Oudheidkundige Commisien. Batavia. SMJ : Sarawak Museum Journal. Sarawak. TBG : Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde. Uitgegeven door het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia. TNAG : Tijdschrift van het Koninklijk Nederlaandsch Aardrijkskundig Genootschap. Amsterdam. TNI : Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. Batavia. VBG : Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia. VKI Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land en Volkenkunde. s-gravenhage. 280