BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ><

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Museum dalam Sejarahnya

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo :

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN.

2014 PENGARUH KUALITAS PRODUK WISATA TERHADAP KEPUTUSAN PENGUNJUNG UNTUK BERKUNJUNG KE MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian museum adalah sebagai berikut : benda seni dan pengetahuan. bahwa : (Dirjen Kebudayaan Depdikbud, 1984)

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

BAB 1 PENDAHULUAN Kondisi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar Pendidikan non formal sebagai wadah aktifitas diluar sekolah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MUSEUM KOPI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Tabel 1.1. Data kunjungan wisatawan ke kota Bandung Tahun

1.1.2 Perpustakaan dan Museum Budaya Sebagai Fasilitas Belajar Budaya

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di sektor jasa yang disebut industri pariwisata, oleh karena itu banyak negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal.

PEKALONGAN BATIK CENTER

Nvn,nHVCN3d. I aya I BYS

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Tahun 2013

1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

KOMPLEK GEDUNG KESENIAN SOETEDJA PURWOKERTO

MUSEUM SAINS & TEKNOLOGI di YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kompleks, abstrak, dan luas (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum.

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM TEH DI BOGOR BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

BAB I PENDAHULUAN. mencari suatu konsep wisata yang bertemakan budaya di Indonesia. Seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Museum dalam..., Faika Rahima Zoraida, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum

BAB I PENDAHULUAN. Museum Transportasi Darat di Bali 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Museum dalam Sejarahnya Keberadaan museum sampai sekarang dipandang sebagai lembaga-lembaga konservasi, ruangan-ruangan pameran atas peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologis dan etnografis, peninggalan tempat-tempat bersejarah, makhluk-makhluk hidup, seperti kebun-kebun tanaman dan binatang, akuarium, makhluk dan tumbuhan lain, suaka alam dan sebagainya. Hal ini berdasar pada definisi museum dari International Council of Museums (ICOM), Kamus Besar Bahasa Indonesia maupun Kamus Webster yang menyebutkan bahwa, museum mengacu pada lembaga, bangunan atau ruangan untuk memelihara dan melindungi, memamerkan bendabenda yang bernilai seni, bersejarah, dan bernilai ilmu pengetahuan 1. Masyarakat selama ini melihat museum sebagai tempat yang pasif dan statis, artefak dan budaya fisik lain yang dilihat, dibaca dan dinikmati keindahan fisiknya. Meseum tampak sebagai sebuah bangunan kuno, angker, gelap, sunyi dan tidak terawat kebersihan koleksi maupun lingkungannya dan hanya dikunjungi jika diperlukan sebagai tempat penelitian, pengkajian ilmu atau pembelajaran saja. Dan sangat tidak menarik untuk dikunjungi sampai terpatri pameo : berkunjung ke museum seumur hidup hanya dua kali saja, yaitu pertama kali pada waktu masih kecil dan terakhir pada waktu mengantarkan sang cucu. Menurut survey singkat yang telah saya lakukan, 95% responden mengatakan bahwa mereka pernah melakukan kunjungan museum, namun 78% dari responden tersebut mengaku sangat jarang (enam bulan sekali) dalam melakukan kunjungan itu. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat tidak mendapat kepuasan saat mengunjungi museum sehingga mereka tidak melakukan kunjugan ulang. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict 1

Diagram 1.1. Hasil Survey Mengenai Kunjungan Museum Sumber : Analisis 2012 Paradigma museum seperti gambaran di atas harus diubah secara perlahan dan pasti dalam era globalisasi. Museum bisa dijadikan sebagai tempat yang lebih dinamis yang bisa digunakan sebagai sarana pembelajaran maupun sebagai tempat wisata. Jika museum dilihat sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan, maka museum bukan menjadi suatu tempat yang pasif lagi. Karena di sana berkembang forum ilmiah diskusi, seminar dan workshop atas kajian yang dilaksanakan yang memungkinkan timbul ilmu dan pengetahuan yang baru, teknologi yang baru yang menciptakan kondisi dinamis bagi sebuah museum. Interaksi antara ilmuwan, mahasiswa, pelajar dan masyarakat dengan komunitas pengelola museum menjadikan museum tempat yang tidak lagi sepi, dan statis. Dari sisi konservasi atas artefak benda cagar budaya maka museum merupakan pusat perawatan dan pemeliharaan, dan bahkan perlindungan/pelestarian fisik dan non fisik. Suatu hal yang perlu direnungkan adalah sisi non fisik untuk pelestarian budaya atas koleksi yang dimiliki suatu museum. Atraksi budaya atas benda cagar budaya koleksi yang dimiliki atau visualisasi atas koleksi berupa pementasan/ pagelaran/ parade/ festival benda-benda koleksi bagi suatu museum adalah merupakan suatu upaya melestarikan budaya atas benda koleksi yang dimiliki, sehingga masyarakat tidak hanya mengenal seni dan budaya tradisional lewat buku cerita, film, dongeng dan legenda tutur saja melainkan menikmati langsung berupa living culture. Sisi inilah yang memberikan kontribusi dan ikut menciptakan museum menjadi aktif dan dinamis, disamping lebih mempopulerkan keberadaan museum atau kegiatan atraksi tersebut menjadikan museum sebagai tempat wisata yang 2

mendapat lebih banyak perhatian peminat untuk berkunjung dan pada akhirnya museum tidak sepi lagi. 1.1.2. Perkembangan Museum Batik di Indonesia Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki keberagaman budaya, dikenal sebagai pemrakarsa budaya batik. Di negara ini sudah seharusnya memiliki beberapa museum khusus batik yang diletakkan di beberapa kota penghasil batik. Di Indonesia sendiri, Museum Batik yang cukup terkenal baru ada 5, yaitu di Solo (Surakarta), Pekalongan, Jakarta dan Yogyakarta, di mana keempat kota ini dianggap sebagai kota pengrajin batik. Gambar 1.1. (kiri) House of Danar Hadi Solo, (kanan) Museum Batik Pekalongan Sumber :http://mobile.seruu.com/ Gambar 1.2. (kiri) Museum Tekstil Jakarta, (kanan) Museum Batik Yogyakarta Sumber :http://mobile.seruu.com/ Belakangan ini isu tentang pengakuan batik sebagai hak milik negara lain sempat terdengar. Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah untuk melestarikan Museum Batik yang menjadi tempat khusus untuk pengenalan dan ajang pamer kebudayaan batik Indonesia kepada masyarakatnya sendiri maupun kepada masyarakat luar, sehingga masyarakat Indonesia sendiri kurang mengenal secara dekat mengenai budaya batik. Padahal batik merupakan warisan seni dan 3

budaya bangsa yang patut untuk dipertahankan. Tidak saja demi kebanggaan bangsa, namun sekaligus menjadi jembatan bagi generasi muda untuk tetap menjalin komunikasi dengan para leluhur dan sejarah masa silam bangsa kita berabad-abad yang lalu. 1.1.3. Perkembangan Museum Batik di Yogyakarta Yogyakarta sebagai kota yang dikenal dengan budaya batiknya baru memiliki satu museum batik yang terletak di Jl.Dr.Sutomo No 13 A Yogyakarta. Museum ini pun mengalami ketertinggalan seiring dengan berkembangnya jaman, dan ironisnya museum ini merupakan salah satu museum di Yogyakarta yang kurang diminati oleh para wisatawan. Pada tahun 2012, tercatat kunjungan ke Museum Batik hanya 1.652 wisatawan nusantara dan 131 wisatawan asing. Bahkan dari survey singkat yang telah saya lakukan, 90% responden mengaku belum pernah mengunjungi atau bahkan tidak mengetahui Museum Batik yang berada di Yogyakarta. 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 Museum Benteng Museum Perjuangan Museum Sandi Museum Museum Biologi Museum Sasmitaloka Museum Dewantara Museum Museum Dharma Museum Mata Museum Monumen Museum Kraton Museum Puro Museum Batik Museum Bahari WISNU WISMN Diagram 1.2. Data Statistik Pengunjung Museum Tahun 2012 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Hal ini terjadi karena banyaknya tempat yang menawarkan wisata batik seperti tempat belajar membatik, tempat penjualan kain batik, tempat penjualan alat dan bahan membatik di Yogyakarta. Sebut saja daerah Rotowijayan dan Sidomukti sebagai pusat perbelanjaan pakaian batik jadi, daerah Ngasem sebagai pusat penjualan peralatan membatik dan daerah kampung batik, daerah Malioboro hingga 4

Pasar Beringharjo sebagai pusat kain batik hingga pakaian jadi dengan beraneka ragam kreasi. Hal ini menjadikan Museum Batik yang ada di Yogyakarta menjadi tertinggal karena tidak memiliki daya tarik yang mampu memikat pengunjung untuk datang ke sana. Di museum ini pengunjung hanya bisa melihat dan mempelajari budaya batik secara pasif, tentu saja fasilitas seperti ini akan kalah jika dibandingkan dengan atraksi dan fasilitas yang ditawarkan oleh tempat-tempat di atas tadi, di mana pengunjung bisa terlibat secara aktif dalam mengenal budaya batik. Gambar 1.3. (kiri-kanan) Rotowijayan, Sidomukti, Ngasem, Malioboro, Pasar Beringharjo Sumber : http://google.co.id/ Dari beberapa tempat yang telah disebut di atas, belum ada yang mewadahi segala aktivitas seputar batik dalam satu tempat saja, dari mulai memamerkan koleksi dari awal munculnya batik sampai perkembangannya hingga saat ini, tempat belajar membuat batik (workshop), tempat membeli peralatan membatik, tempat membeli batik yang siap pakai. Maka dari itu, penulis ingin meningkatkan fungsi museum, dalam hal ini museum batik, dengan membuat sebuah museum batik yang tidak hanya menjadi tempat menyimpan koleksi batik dari jaman dahulu hingga sekarang tapi juga mampu menjadi pusat studi batik yang mengedukasi masyarakat dengan pembelajaran mengenai batik, dan mampu memfasilitasi para pengrajin batik untuk menjual kreasi mereka seputar batik. 5

1.2. PERMASALAHAN 1.2.1. Permasalahan Umum 1. Aspirasi masyarakat terhadap batik masih rendah. 2. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap budaya batik. 3. Museum masih dianggap sebagai tempat kuno dan membosankan untuk menyimpan koleksi bersejarah. 4. Masyarakat belum memiliki gambaran bahwa museum merupakan tempat edukasi yang menyenangkan (edutainment). 5. Fasilitas kegiatan museum batik yang mampu menjawab tuntutan bentuk dan karakter ruang yang sesuai masih belum terpenuhi. 6. Karakter museum batik yang dapat menjadi media eksplorasi bagi masyarakat masih belum dieksplor secara maksimal. 7. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap Museum Batik yang sudah ada. 1.2.2. Permasalahan Khusus 1. Belum adanya suatu tempat yang bisa dijadikan wadah untuk menyimpan dan memamerkan koleksi kuno batik, sekaligus menyatukan para pengrajin dan penikmat batik serta masyarakat awam. 2. Belum adanya suatu wadah yang mampu menjadi tempat wisata sekaligus wahana ilmu pengetahuan dan pemberdayaan batik. 3. Dibutuhkannya satu tempat yang mampu mengedukasi masyarakat baik secara pasif maupun aktif secara efektif dan efisien seiring dengan perkembangan jaman. 1.3. TUJUAN DAN SASARAN PEMBAHASAN 1.3.1. Tujuan Pembahasan 1.3.1.1. Tujuan Non Arsitektural 1. Sebagai wadah pengumpulan batik-batik dari awal muncul sampai perkembangannya hingga saat ini. 2. Sebagai salah satu tempat kunjungan wisata bagi para wisatawan, baik lokal maupun internasional jika berkunjung di Yogyakarta. 6

3. Sebagai sarana untuk memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat mengenai kebudayaan batik. 4. Sebagai wadah ajang pamer bagi para pengrajin batik mengenai kreasi batik. 5. Menjadi sebuah tempat yang mampu memberikan fasilitas dari segala aktivitas yang berhubungan dengan batik (one stop). 1.3.1.2. Tujuan Arsitektual Merumuskan suatu konsep perencanaan dan perancangan sebuah Museum Batik dengan memperhatikan segala aspek keruangan, fungsi hingga struktur dan dapat diapresiasi oleh semua lapisan masyarakat di kota Yogyakarta sebagai satu pusat yang mampu mengedukasi masyarakat secara aktif mengenai batik, dan menggabungkan seluruh fasilitas yang berhubungan dengan batik yang sudah ada saat ini. 1.3.2. Sasaran Pembahasan Menciptakan desain Museum Batik di Yogyakarta dengan : 1. Pemahaman permasalahan lokasi dengan analisis dan identifikasi. 2. Penggunaan perspektif untuk menghargai kearifan lokal. 3. Pemahaman dasar-dasar dalam perancangan pasar yang berfokus pada studi fleksibilitas ruang. 4. Merumuskan konsep perancangan museum berdasar dari pemahaman tinjauan teori dan permasalahan. 5. Mengaplikasikan metode One Stop Edutainment dalam konteksnya sebagai satu pemberhentian dengan fasilitas yang lengkap. 1.4. METODE PEMBAHASAN a. Observasi Lapangan Observasi dan survey lapangan meliputi studi lokasi perancangan, mencari data yang behubungan dengan lokasi terpilih untuk mendapatkan gambaran, serta pencarian data-data kondisi eksisting lokasi terpilih untuk 7

menangkap isu yang berkembang seputar desain dan perancangan bangunan dengan fungsi museum khususnya museum batik. b. Studi Literatur Pembelajaran dari sumber-sumber tertulis berupa buku, majalah, laporan maupun internet sebagai landasan teori dan acuan dalam perancangan museum. c. Analisis Langkah analisis dalam upaya mengelompokkan dan menglolah data yang didapat dari studi literatur maupun observasi lapangan untuk menarik prinsip perancangan, persyaratan, standar dan kesimpulan yang didapat. d. Sintesis Sintesis dilakukan dalam upaya mencari fakta-fakta lalu menarik kesimpulan dari proses analisis yang telah dilakukan setelahnya untuk mendapatkan prinsip-prinsip pendekatan yang akan digunakan untuk menetapkan konsep perancangan Museum Batik Yogyakarta yang baru. 1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Bab 1 Pendahuluan Latar belakang permasalahan yang menyebabkan perlunya konsep desain yang baru untuk Museum Batik di Yogyakarta. Bab 2 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan dasar perancangan sebuah museum batik yang relevan sebagai tempat pembelajaran dan tempat wisata. Untuk itu pada awal bab ini dibahas tinjauan berupa teori, persyaratan, ketentuan, standar dan preseden mengenai museum. Museum sebagai ruang publik dituntut memiliki sifat rekreatif dan mampu mengakomodasi berbagai macam kebutuhan formal maupun informal. Maka dari itu sebelum mendapatkan dasar perancangan sebuah museum batik, dijabarkan terlebih dahulu tinjauan mengenai museum itu sendiri dan serba-serbi mengenai batik. 8

Bab 3 One Stop Edutaiment Penjabaran mengenai konsep dalam perancangan ruang yang nantinya berhubungan dengan sirkulasi, massa bangunan, building image, dll. Bab 4 Tinjauan Lokasi Penjabaran data-data fisik maupun non fisik lokasi yang dijadikan alternatif Museum Batik di Kota Yogyakarta serta kondisi di lingkungan sekitarnya yang didapatkan dari hasil observasi. Bab 5 Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan Analisis tentang permasalahan yang ada pada eksisting. Sekaligus penjabaran analisis permasalahan kebutuhan ruang, analisis permasalahan fleksibilitas ruang sebagai penekanananya, serta pengembangannnya, Bab 6 Konsep Perencanaan dan Perancangan Berisi tentang konsep perancangan yang dipilih sebagai konsep desain dengan berbagai pertimbangan sebagai penyelesaian yang paling baik dan cocok. 1.6. KEASLIAN PENULISAN Berikut ini merupakan beberapa karya penulisan lain yang memiliki kesamaan dalam studi kasus Museum Batik. Untuk menunjukkan keaslian penulisan laporan ini maka perlu adanya perbandingan dari beberapa penulisan yang diangkat dalam penulisan ini. Diagram 1.3. Laporan Penelitian-Skripsi UGM Bertema Museum Sumber : Analisis Data http://digilib.archiplan.ugm.ac.id 2012 Perbedaan karya penulisan ini dengan karya-karya sebelumnya adalah permasalahan dan pendekatan yang diangkat. Pada laporan Pra-Tugas Akhir ini 9

fungsi museum batik lebih ditekankan pada efektifitas dan efisiensi ruang yang disediakan sehingga pengunjung bisa menemukan semua hal yang berhubungan dengan batik di dalam satu tempat saja yang dikemas dengan konsep edutainment (education and entertainment) di mana pembelajaran didapat dengan cara yang menyenangkan. 1.7. KERANGKA BERPIKIR Berikut kerangka berpikir dalam mengolah latar belakang permasalahan yang ada hingga mendapatkan konsep awal sebuah perancangan Museum Batik dengan aplikasi sistem one stop edutainment: Diagram 1.4. Kerangka Berpikir Sumber : Analisis 2012 10