BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia kenotariatan di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup diminati oleh masyarakat. Lembaga Kenotariatan adalah salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia, lembaga ini timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia yang menghendaki adanya suatu alat bukti mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan atau terjadi diantara mereka. 1 Terkait dengan pembuatan akta sebagai alat bukti yang autentik tersebut maka semakin banyak kebutuhan akan jasa Notaris yang diperlukan. Notaris menurut Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, (selanjutnya akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 selanjutnya akan disebut dengan UUJN), Pasal 1 ayat (1) yaitu : Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPerdata) menyebutkan bahwa: 2 1 G.H.S. Lumban Tobing, 1998, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, Hlm 2. 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetboek), 2006, diterjemahkan oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet 37, Pradnya Paramita, Jakarta, Pasal 1868 1
2 Akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Arti akta Notaris berdasarkan Pasal 1 angka 7 UUJNP, menyebutkan bahwa : Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Undang-undang dalam hal diatas yang dimaksud adalah UUJN dan UUJNP. Dalam pembuatan suatu akta autentik, seorang Notaris harus mengikuti aturan-aturan yang telah diatur dalam UUJN dan UUJNP yang merupakan dasar hukum Jabatan Notaris, dengan memperhatikan setiap langkah demi langkah pembuatan. Langkah-langkah tersebut antara lain mendengarkan pihak-pihak mengutarakan kehendaknya, membuatkan akta sesuai kehendak para pihak, kemudian membacakan isi akta kepada para penghadap dan para saksi, dan penandatanganan akta. Langkah-langkah ini memang khusus diadakan pembuat undang-undang untuk menjamin bahwa apa yang tertulis dalam akta itu memang mengandung apa yang dikehendaki para pihak. 3 Seorang Notaris harus benar-benar menjalankan kewenangan dan jabatannya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak memihak, tidak boleh mempertimbangkan keuntungan pribadi. Selain itu, Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang masalah klien karena kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. 3 Tan Thong Khie (b), 2000, Buku II Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris, Cet.1, Ichtar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm.261.
3 Mengingat pentingnya peran dan jasa Notaris di bidang perdata dan dalam lalu lintas hukum dalam kehidupan bermasyarakat, maka perilaku dan tindakan Notaris dalam menjalankan fungsi, kewenangan, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan bagi Notaris perlu diefektifkan. Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan bagi Notaris diatur dalam Bab IX Pasal 67 UUJNP dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris sebagai peraturan pelaksanaannya. Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan terhadap Notaris berada pada Lembaga Pengawas yaitu Majelis Pengawas. Majelis Pengawas memiliki kewenangan atas mandat yang diberikan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurut Pasal 68 UUJN disebutkan bahwa Majelis Pengawas terdiri dari : 1. Majelis Pengawas Daerah (MPD) 2. Majelis Pengawas Wilayah (MPW) ; dan 3. Majelis Pengawas Pusat (MPP) Pengawasan, pemeriksaan dan pembinaan, serta perlindungan hukum Notaris yang paling dasar atau tingkat pertama yaitu dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah, yang dibentuk di setiap kabupaten / kota. Pengawasan dan pembinaan ini sangat berkaitan satu sama lain karena apabila saat pengawasan terbukti bahwa seorang Notaris melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan maupun Kode Etik maka Notaris tersebut mendapatkan
4 sanksi dan juga mendapatkan pembinaan agar yang bersangkutan dapat menjalankan profesinya dengan lebih baik lagi dan tidak mengulangi tindakannya kembali. Dalam Kamus umum Bahasa Indonesia, kata membina diberi arti membangun atau mendirikan, 4 misalnya dalam ungkapan berusaha keras untuk membina masyarakat. Menurut Ketentuan Umum Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotariatan Pasal 1 Angka (7) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan terhadap notaris secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas Notaris yang lebih baik. 5 Selain itu, pembinaan adalah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya maupun saat melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan UUJNP serta Kode Etik Notaris Tahun 2015. Pembinaan terhadap Notaris telah diatur di dalam Pasal 66A ayat (1) UUJNP yang menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pembinaan dilakukan oleh Majelis Kehormatan Notaris. 6 Seperti halnya di Magelang, baik setiap tingkah laku Notaris maupun pelanggaran yang dilakukan diawasi dan dibina oleh Majelis Pengawas 4 W.J.S. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 141 5 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M- 01.HT.03.01 Tahun 2003 Pasal 1 angka (7) 6 Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJNP)
5 Daerah. Jumlah Notaris di kota Magelang sampai bulan September 2016 berjumlah 13 orang. 7 Dalam periode tahun 2013-2016, MPD Kota Magelang menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh notaris. Temuan tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan berkala notaris yang dilakukan pada tahun 2014. Untuk mengetahui mengenai peran MPD Kota Magelang dalam pembinaan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Notaris di Kota Magelang, beserta upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang terjadi dalam pembinaan, maka berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Pembinaan Terhadap Notaris Di Kota Magelang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah dalam pembinaan terhadap Notaris di Kota Magelang? 2. Kendala apa yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) dalam pelaksanaan pembinaan dan bagaimana upaya Majelis Pengawas Daerah 7 Hasil wawancara dengan Agus Lahmi Lubis,SH selaku Ketua Majelis Pengawas Daerah Kota Magelang, tanggal 23 April 2016
6 untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Notaris di Kota Magelang? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Pembinaan terhadap Notaris di Kota Magelang belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian mengenai pengawasan dan pembinaan Notaris sudah pernah dilakukan beberapa peneliti sbelumnya diantaranya : 1. Rona Ayu Edithya Margareth, 8 tahun 2014 dengan judul Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman. Rumusan masalah yang diajukan : a. Bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah dalam memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris di Kabupaten Sleman? b. Apa saja faktor yang melatarbelakangi Notaris melakukan pelanggaran terhadap jabatannya? Kesimpulan yang diambil tesis tersebut yaitu pengawasan MPD Kabupaten Sleman sudah cukup baik, yaitu dilakukan minimal 1(satu) tahun sekali dan pembinaan dilakukan MPD dengan 2 (dua) cara yaitu dengan pembinaan secara personal dan pembinaan secara berkala yaitu setiap 1 (satu) tahun sekali.beberapa faktor yang melatarbelakangi Notaris melakukan pelanggaran antara lain tidak maksimalnya mengikuti 8 Rona Ayu Edithya Margareth, 2014, Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7 peraturan jabatan Notaris, gaya hidup, dan ketatnya persaingan antar Notaris. 2. Hastari Endah Rahayu, 9 Tahun 2014 dengan judul Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Pengawasan Tugas Notaris di Kabupaten Cilacap. Rumusan masalah yang diajukan : a. Bagaimana pelaksanaan pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah (MPD) terkait kewajiban dan larangan Notaris di Kabupaten Cilacap? b. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) dalam melaksanakan pengawasan terhadap Notaris di Kabupaten Cilacap? Kesimpulan yang diambil dari tesis tersebut yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) terhadap Notaris di Kabupaten Cilacap meliputi 2 (dua) tindakan yaitu tindakan preventif dan represif, kegiatan preventif berupa pemeriksaan berkala setahun 1 (satu) kali atau setiap waktu dianggap perlu, tindakan represif dilakukan ketika Notaris melakukan pelanggaran dengan memberikan sanksi disertai dengan kegiatan pembinaan. Kendala yang dihadapi MPD dalam mengawasi Notaris di Kabupaten Cilacap adalah Kendala Sumber Daya Manusia, Kendala hambatan dana MPD Notaris Kabupaten Cilacap, Kendala keterbatasan waktu, dan Kendala kurangnya sosialisasi. 9 Hastari Endah Rahayu, 2014, Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Pengawasan Tugas Notaris di Kabupaten Cilacap, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
8 Berdasarkan kedua penelitian tersebut di atas yang pernah dilakukan sebelumnya, terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Perbedaannnya yaitu penelitian yang dilakukan Rona Ayu Edithya Margareth tersebut menitikberatkan pada kepada peran Majelis Pengawas Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris di Kabupaten Sleman. sedangkan yang dilakukan oleh penulis adalah peran Majelis Pengawas Daerah dalam pembinaan terhadap Notaris di Kota Magelang. Penelitian yang dilakukan Hastari Endah Rahayu menitikberatkan kepada peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Pengawasan Tugas Notaris di Kabupaten Cilacap. Hal ini jelas terdapat perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Hastari Endah Rahayu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu lokasi penelitian penulis berada di Kota Magelang. Berdasarkan uraian dan perbedaan-perbedaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama, maka diharapkan karya tulis ini dapat melengkapi karya tulis-karya tulis lain sebelumnya dan bermanfaat bagi semuanya. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui, memahami dan mengkaji peran Majelis Pengawas Daerah dalam Pembinaan terhadap Notaris di Kota Magelang.
9 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi MPD Kota Magelang dalam pelaksanaan pembinaan dan untuk mengetahui upaya MPD Kota Magelang mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Notaris di kota Magelang. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dalam ilmu pengetahuan maupun secara umum untuk masyarakat, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum pada khususnya terutama bagi perkembangan ilmu hukum Kenotariatan, terutama yang berkaitan dengan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris yang menjalankan tugas dan kewenangannya. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan faedah dan informasi kepada peneliti dan masyarakat mengenai adanya suatu badan yang memberikan pembinaan terhadap notaris yang berwenang untuk memeriksa laporan dari masyarakat, dan bagi Majelis Pengawas Daerah dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pembinaan terhadap Notaris, serta dapat memberikan faedah pula bagi Notaris untuk lebih berhati-hati dan profesional dalam menjalankan tugas dan jabatannya.