BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju Periode

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara ditekan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN (STUDI KASUS: NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. melatar belakangi isu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

FENOMENA GAS RUMAH KACA

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEP PERDAGANGAN KARBON SEBAGAI INTERNATIONAL COLLABORATIVE DALAM UPAYA PENYELAMATAN DUNIA DARI PEMANASAN GLOBAL

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro,

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

RINGKASAN UNTUK MEDIA

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM


PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

Lampiran 1. Perkembangan GDP Riil Pertanian (Constant 2000, Juta US$) Negara Berkembang Tahun Indonesia Thailand Cina India Brasil Argentina Meksiko

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB I PENDAHULUAN. peranannya dalam memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. perekonomian Indonesia. Akan tetapi, meskipun mampu menyerap tenaga

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

Transkripsi:

BAB III ISU LINGKUNGAN DAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG DALAM PENANGGULAN ISU LINGKUNGAN Bab ini merupakan penjabaran substansial mengenai gambaran emisi karbon yang ditimbulkan oleh Jepang, serta pentingnya isu lingkungan dan upaya Jepang dengan Indonesia dalam menyelesaikan isu lingungan tersebut. Sebagai pokok pembahasan dalam skripsi ini yaitu, bertajuk mengenai upaya Jepang dalam mengurangi emisi untuk menanggulangi isu lingkungan yang disebabkan oleh tingginya tingkat industri yang Jepang ciptakan. Dalam bab ini penulis akan memberikan dua pembahasan mengenai upaya Jepang serta potensi Indonesia untuk menjadi partner dalam kerjasama lingkungan. Penjabaran akan diberikan secara deskriptif atas kedua ulasan mengenai upaya Jepang dalam menanggulangi isu lingkungan tersebut sehingga muara akhir pada bab ini akan memberikan gambaran atas dua hal. Yaitu, pertama gambaran mengenai tingginya emisi yang ditimbulkan serta upaya Jepang dalam menanggulangi isu lingkungan tersebut. A. ISU LINGKUNGAN INTERNASIONAL Hubungan internasional telah membawa manusia dan semua elemennya kepada suatu pola interaksi yang benar-benar baru dan mencakup hampir semua bagian. Hubungan antar bangsa, relasi kerjasama politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun persaingan diantaranya telah sampai pada jenjang yang senantiasa bergerak secara dinamis setiap waktu. Ekonomi politik internasional merupakan salah satu power negara yang digunakan sebagai manajemen hubungan antar 54

negara dengan aktor-aktor hubungan internasional. Negara melalui perwakilan resmi dan aktor aktor lain berusaha untuk menyampaikan, mengkordinasikan dan mengamankan kepentingan nasionalkhusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui kerjasama ekonomi, investasi, perdagangan dan aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait. Kerjasama ekonomi merupakan salah satu strategi sebuah negara untuk mencapai kepentingannya yang menyangkut pembangunan nasional, alih teknologi, pemberdayaan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan kepentingan lain dalam bingkai hubungan internasional, guna mencapai saling pengertian antar dua negara (bilateral) atau beberapa negara (multilateral). 1. Isu Lingkungan di Indonesia dan Jepang Gas rumah kaca (GRK) menjadi salah satu topik lingkungan yang amat penting akhir-akhir ini. Dampaknya pada perubahan iklim menjadikannya salah satu isu permasalahan lingkungan di dunia. Sifat gas rumah kaca adalah menaikkan suhu bumi dengan cara menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya ke bumi. Gas rumah kaca juga memantulkan radiasi gelombang panjang ke bumi, sehingga bumi seakan-akan mendapatkan pemanasan dua kali. Dampak dari gas rumah kaca adalah pemanasan global dan efek rumah kaca. Sedangkan dampak turunan dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim. Naiknya suhu rata-rata bumi adalah salah satu bukti telah terjadi perubahan iklim. Pemanasan global ini pun mendapatkan radiasi matahari tambahan lagi karena terdapatnya lubang ozon. Penipisan ozon mengakibatkan 55

radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke bumi semakin besar intensitasnya 1. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (2007), volume emisi gas rumah kaca antropogenik di lingkungan global dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu emisi karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan gas lainnya. Gas lainnya yang mempunyai sifat rumah kaca yaitu sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs) 2. Gambar 3.1. Persentase Volume Gas Rumah Kaca Antropogenik Global Persentase Volume Gas Rumah Kaca Antropogenik Global 7,90% 1% 14,30% 76,70% Karbondioksida Metana Nitrogen Oksida Gas Lainnya Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change (IIPC), 2007 Menurut Todaro (2000), secara keseluruhan penduduk di negara-negara berkembang yang merupakan tiga perempat populasi dunia hanya menghasilkan sepertiga emisi CO2 yang berasal dari industri. Tingkat pendapatan dan tingkat 1 Trismidianto, Hermawan, dan Martono. Studi Penentuan Konsentrasi CO2 dan Gas Rumah Kaca (GRK) Lainnya di Wilayah Indonesia. LAPAN, Bandung, 2008. 2 htpps://www.iipc.ch[20maret2012] 56

konsumsi negara-negara maju yang jauh lebih tinggi menyebabkan emisi CO2 yang mereka hasilkan jauh lebih tinggi daripada yang ada di negara-negara berkembang. Meskipun negara-negara berkembang relatif lebih sedikit menimbulkan emisi CO2 dari produksi industri, akan tetapi negara-negara berkembanglah yang paling bertanggung jawab atas adanya emisi CO2 dalam kategori yang kedua. Pembakaran hutan-hutan untuk membuka lahan-lahan pertanian baru, yang tentu saja menimbulkan emisi gas rumah kaca, hampir seluruhnya terjadi di negara-negara berkembang 3. Berikut terdapat tabel 10 negara berkembang dan negara maju yang menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. 3 Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta. 57

Tabel 3.2. Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca di 10 Negara Berkembang, Tahun 2008 Negara GDP (US$ milyar) CO2 (Kt) CH4 (Kt) N2O (Kt) Share Sektor Industri pada GDP Share Sektor Pertanian pada GDP Cina 4521.8 7031916 73200.9 1764.4 47.4 10.7 Brasil 1652.6 393220 20069.5 618.9 27.9 5.9 India 1215.9 1742698 28874.5 763.6 28.2 17.5 Meksiko 1094.4 475834 5505.2 142.3 36.7 3.6 Turki 730.3 283980 3602.4 110.9 27.6 8.6 Indonesia 510.2 406029 10282.7 328.6 48.0 14.4 Argentina 326.6 192378 4661.7 174.9 32.2 9.8 Afrika Selatan 275.2 435878 3201.6 75.9 32.6 3.2 Thailand 272.6 285733 4650.5 68.7 44.0 11.5 Mesir 162.8 210321 2476.3 88.4 37.5 13.2 Sumber: World Development indicator, EDGAR, 2011 58

Tabel 3.3. Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca di 10 Negara Maju, Tahun 2008. Share Share Negara GDP (US$ milyar) CO2 (Kt) CH4 (Kt) N2O (Kt) Sektor Industr i pada Sektor Pertania n pada GDP GDP AS 14296.9 5461014 26085.6 1036.1 21.3 1.2 Kanada 1502.6 544091 5135.7 137.9 29.8 1.8 Jepang 4879.8 1208163 1951.9 91.0 28.3 1.4 Korea Selatan 931.4 509170 1479.7 1841.5 36.4 2.6 Australia 1039.4 399219 5821.1 186.0 29.1 2.5 Selandia Baru 117.8 33094 1313.1 43.1 22.9 4.5 Spanyol 1593.9 329286 1737.3 82.5 28.4 2.6 UK 2657.5 522855 2913.1 94.4 22.6 0.8 Italia 2296.5 445119 1780.5 71.5 26.9 2.0 Perancis 2831.8 376986 3947.2 153.6 20.4 2.0 Sumber: World Development indicator, EDGAR, 2011 Berdasarkan Tabel 3.2 Indonesia masuk sebagai negara penghasil emisi GRK terbesar dalam kategori 10 negara berkembang yang ditinjau dari emisi CO2, CH4, dan N2O yang dihasilkan. Indonesia menjadi negara terburuk dalam mengelola hutan hingga terjadi banyak penggundulan. Sebanyak 840 hektar lahan 59

hutan telah ditebang. Rata-rata hilangnya hutan primer mencapai 498 hektare per tahun. Sehingga 37 persen efek rumah kaca di Indonesia berasal dari penggundulan hutan. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar, konsumsi energi yang cukup besar serta kontribusi sektor pertanian dan industri terhadap GDP (Gross Domestic Product) yang cukup tinggi menghasilkan emisi gas rumah kaca yang relatif tinggi, dan tingginya tingkat industri yang dilakukan dengan negara-negara maju, terutama Jepang. Kemudian berdasarkan Tabel 3.3, Jepang merupakan negara penghasil emisi GRK terbesar dalam kategori 10 negara maju yang ditinjau dari emisi CO2, N2O, dan CH4 yang dihasilkan negara tersebut. Jepang masuk ke dalam konsumen terbesar energi dunia yang memakan lebih dari 5 persen secara berturut-turut dari seluruh konsumsi energi dunia. (International Energy Agency, 2011). Sumber utama penghasil emisi CO2 dan CH4 di Jepang berasal dari proses produksi dan hasil pembakaran minyak bumi dan gas alam yang digunakan oleh sektor industri. 4 Berdasarkan Tabel 3.2 dan 3.3, dapat kita lihat bahwa dengan semakin tingginya GDP bisa saja membuat terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang ditinjau dari meningkatnya tingkat emisi gas rumah kaca yaitu CO2, CH4, dan N2O. Secara sadar dapat dikatakan modernisasi dan pembangunan telah banyak membawa bencana bagi lingkungan hidup dan kemanusiaan, dimana dalam hal ini lingkungan hidup ditafsirkan secara konvensional. Lingkungan hidup harus 4 htpps://www.iea.org[21januari2012] 60

dipandang dan diperlakukan sebagai subyek, dikelola untuk kehidupan berkelanjutan bukan semata-mata untuk pertumbuhan pembangunan tetapi juga harus memperhatikan kualitas hidup manusia. 2. Mekanisme Kerjasama Internasional dalam Menanggulangi Isu Lingkungan Isu pemanasan global (global warming) menjadi topik yang hangat untuk diperbincangkan saat ini. Untuk mengatasi keadaan ini maka diadakanlah pertemuan di Kyoto, Jepang untuk mengadakan perjanjian yang hasilnya dikenal dengan Protokol Kyoto. Jauh sebelum lahirnya protokol Kyoto, perbincangan tentang kondisi lingkungan hidup dalam skala internasional ternyata sudah dibahas pada tahun 1972 yaitu melalui konferensi Stockholm, namun ternyata hasil dari perundingan itu tidak mampu untuk mencegah kerusakan pada lingkungan hidup 5. Lalu pada tahun 1987 dikenal dengan nama Laporan Bruntland, yang berjudul Hari Kita Bersama (Our Common Future) yang dimana laporan ini merupakan hasil kerja dari Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commision on Environment and Development). Laporan tersebut berisikan tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 6. Pembangunan berkelanjutan tersebut juga masih belum bisa menyelesaikan masalah yang pelik ini, sehingga pada tanggal 3-14 juni 1992 di Rio de Janeiro Brasil diadakan konferensi PBB tentang lingkungan dan 5 Alikodra, Hadi, et al. Global Warming. Nuansa, Bandung, 2008. 6 Anto Ismu Budianto, Hukum dan Lingkungan Hidup Di Indonesia, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2001), hal. 191. 61

pembangunan atau yang dikenal dengan nama KTT Bumi (Konferensi Tingkat Tinggi Bumi). Konsep pembangunan berkelanjutan dalam hubungannya dengan lingkungan hidup tidaklah menyebabkan semakin bertambah baiknya kualitas lingkungan di dunia, sehingga masyarakat Internasional membutuhkan komitmen baru untuk mengelola lingkungan dengan lebih baik lagi 7. Namun, mengingat lemahnya komitmen Para Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Perties (COP) III yang diselenggarakan di Kyoto pada bulan desember tahun 1997 menghasilkan kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur dan mengikat Para Pihak negara industri secara hukum untuk melaksanakan upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama. Perjanjian ini merupakan hasil kesepakatan dalam rangka melaksanakan Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai perubahan iklim (UNFCCC). Kemudian lahir kembali CoP 4 tahun 1998 diadakan di Buenos Aires, Argentina, mengadopsi Buenos Aires Plan of Action (BAPA) yang dirancang untuk program mengoprasikan secara detail Protokol Kyoto. Lalu Pada CoP 5 tahun 1999 di Bonn, Jerman, menargetkan pencapaian terukur agar Protokol Kyoto berkekuatan hukum, pertemuan ini menghasilkan Plann Agreements. Tahun 2000 diselenggarakan CoP 6 di Den Haag, Belanda, pertemuan ini gagal bersepakat mengambil keputusan dibawah BAPA. Lalu diadakan CoP 6 part II di Bonn pada tahun 2001. Pada CoP 7 di Marrakesh tahun 2001, memfinalkan dan mengadopsi hasil keputusan CoP 6b (CoP 6 part II) yang hasilnya disebut dengan 7 Ibid, hal. 192. 62

Marrakesh Accord. Penguhujung tahun 2007, Bali, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara guna membahas isu lingkungan global mengenai perubahan iklim sebagai kelanjutan dari KTT Bumi. Adapun Bali Roadmap sendiri terdiri atas lima hal, yaitu komitmen pasca 2012, dana adaptasi, alih teknologi, Reducing Emission from Deforestation in Developing Countries atau dalam bahasa Indonesia disebut REDD (mengurangi emisi akibat penggundulan hutan di negara berkembang), dan CDM (Clean Development Mechanism) 8. Pertemuan selanjutnya, diadakan Konferensi Perubahan Iklim 2009 (United Nations Climate Change Conference 2009) atau biasa disebut CoP 15 yang merupakan KTT internasional mengenai perubahan iklim di Copenhagen (Denmark). Pertemuan dilakukan kembali pada Desember 2010 di Cancun, Mexico. CoP 16 ini menghasilkan Cancun Agreements dengan kesepakatan kunci untuk mencegah kenaikan suhu permukaan bumi tidak lebih dari 2 Celcius. CoP 17 kembali melaksanakan pertemuan pada tahu 2011 di Durban, Afrika Selatan. Pertemuan ini menghasilkan Durban Platform. Pada 2012, CoP 18 melakukan pertemuan di Qatar National Convention Centre, Doha. Konferensi ini sepakat untuk memperpanjang masa berlaku dari Protokol Kyoto yang sedianya akan berakhir pada akhir 2012 hingga tahun 2020 9. Protokol ini secara aktif mulai diberlakukan pada 16 Februari 2005 sesuai dengan Pasal 23, pada hari kesembilan puluh yang dimana tidak kurang dari 55 negara Pihak UNFCCC, didalam Protokol Kyoto hanya terdapat 2 Annex. Negara 8 UNFCCC, Bali Road Map, dimuat dalam http://unfccc.int/key_documents/bali_ road_map/items/6447.php, diakses pada 2007. 9 Roger Harrabin, UN Climate Talks Extend Kyoto Protocol, Promise Compensation, dimuat dalam http://www.bbc.co.uk/news/science environment-20653018, diakses pada 17 Januari 2014. 63

Annex I dan negara non Annex. Negara Annex I terdiri dari negara pihak yang memiliki ekonomi maju sedangkan non Annex merupakan negara dengan ekonomi yang sedang berkembang. Protokol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara industri seperti Uni Eropa, AS dan Jepang sebesar 5 % di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012. Para Pihak menggabungkan total emisi negara yang termasuk dalam Annex-1 dengan total sekurangnya 55% dari total emisi karbon pada tahun 1990 dari Para Pihak yang termasuk Annex-1, yang telah menyetorkan instrument ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi 10. Konsep Perdagangan Karbon menjadi kajian menarik karena dianggap sebagai win win solution yang dikuatkan dengan adanya jargon when profit and ethic unite, solving the problem with the thinking created it. Keunggulan yang diusung oleh konsep ini adalah keberhasilannya menggabungkan dua kepentingan yang selama ini dinilai saling bertolak belakang, yaitu kepentingan lingkungan hidup dan kepentingan ekonomis 11. Protokol Kyoto disusun berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan (common but differentiated) yang berarti bahwa semua negara mempunyai semangat yang sama untuk menjaga dan melindungi kehidupan manusia dan integritas ekosistem bumi tetapi dengan kontribusi yang berbeda disesuaikan dengan kemampuannya. Berdasarkan prinsip tersebut, tampak bahwa 10 UNFCCC, Status Ratification of the Convention, dimuat dalam http://www.unfccc.int/kyoto_ protocol/status_of_ratification/items/2613.php, diakses pada 22 Desember 2015. 11 Erna Meike Naibaho, Tinjauan Hukum Dalam Perdagangan Karbon Kredit, dimuat dalam Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2011. Hal. 3. 64

terdapat perbedaan kewajiban antara negara-negara industri/maju dengan negaranegara berkembang. B. UPAYA PENANGGULANGAN ISU LINGKUNGAN MELALUI KERJASAMA INDONESIA DENGAN JEPANG Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan permasalahan global karena dampaknya dirasakan di seluruh permukaan bumi. Negosiasi internasional telah memberikan beberapa alternatif untuk mencegah terjadinya peningkatan dampak ini. Salah satunya adalah perdagangan karbon dengan berbagai mekanismenya. Cara lainnya adalah memelihara hutan dan merehabilitasi kawasannya. Sementara untuk menyiapkan hutan penghisap karbon, negara-negara maju sudah tidak lagi mempunyai hutan dan sudah hancur sejak revolusi industri dan perang dunia terjadi apalagi untuk merehabilitasi kawasannya, tentu saja akan memakan biaya yang sangat mahal dan hampir tidak mungkin dilakukan. Dengan kondisi demikian, pilihan paling mudah dan murah serta paling mungkin adalah mendesak negara-negara tropis untuk tetap terus mempertahankan hutannya sebagai penghisap karbon dengan cara bekerjasama melalui perdagangan. 1. Potensi Indonesia Menjadi Partner Kerjasama dan Kewajiban Jepang Dalam Mengurangi Emisi Peranan negara berkembang sangat diperhitungkan dalam isu pemanasan global. Hal ini disebabkan banyak negara berkembang yang memiliki potensi untuk mengurangi dampak pemanasan global. Hal tersebut dilihat dari isu 65

pemanasan global yang tidak terlepas dari adanya hutan, yang mana hutan merupakan salah satu instrumen utama untuk mereduksi emisi karbon. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang merasa perlu mengesahkan Protokol Kyoto mengingat Indonesia telah menjadi anggota Konvensi Perubahan Iklim dan dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan serta ikut serta dalam upaya menurunkan emisi GRK global. Tabel 3.4 Luas Tutupan Hutan Indonesia (2009) No. Jenis Hutan Luas Hutan (Juta ha) 1 Hutan Konservasi 15,2 2 Hutan Lindung 23 3 Hutan Produksi Terbatas 18,8 4 Hutan Produksi 22,1 5 Hutan Konversi 11 Total 90,1 Sumber: Brockhaus et.al 2012: 32 Jepang memilih Indonesia sebagai salah satu mitra dalam kerjasama tersebut karena Jepang menilai Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki jumlah luasan hutan tropis yang cukup luas. Tercatat dalam tabel 3.3 luas tutupan hutan Indonesia Sekitar 86-93 juta ha tutupan hutan yang dimiliki, Indonesia mempunyai potensi tinggi sebagai area penyimpanan cadangan karbon yang bermanfaat bagi penurunan emisi GRK. Namun Indonesia juga tercatat sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia karena laju deforestasi dan degradasi hutan yang cukup tinggi, untuk itu Jepang berupaya mencari solusi bersama dalam menghadapi dampak pemanasan global yang terjadi. Kerjasama tersebut juga nantinya diharapkan dapat membantu Jepang dalam memenuhi target penurunan emisi GRK dari sektor industri dengan pembelian kredit karbon 66

hutan di Indonesia, mengingat bahwa negara tersebut juga mempunyai kewajiban memenuhi target penurunan emisi sebesar 25% berdasarkan dari tahun 2020 sesuai perjanjian Protokol Kyoto sebelumnya. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon (sebagai bentuk pelaksanaan dari prinsip common but differentiated) jika ditinjau dari sektor kehutanannya. Dimana, potensi karbon yang terserap di hutan Indonesia bisa mencapai 25,773 miliar ton. Potensi itu belum termasuk karbon yang terdapat di lahan hutan gambut dan lahan kering. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mencatat Indonesia diperkirakan mampu menyerap 5,5 giga ton CO2. Karena itu, Indonesia menduduki urutan kelima di dunia yang berpotensi melakukan suplai 10% kredit karbon dunia. Dengan luas hutan lindung sekitar 36,5 juta hektar, nilai penyerapan karbon Indonesia berkisar US$105 miliar hingga US$114 miliar 12. Mekanisme yang muncul dalam perdagangan karbon berkaitan dengan hutan adalah negara-negara industri dan negara-negara penghasil polutan terbesar diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara membayar negaranegara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka miliki sehingga terjadi sequestration (penyimpanan sejumlah besar karbon). Jepang sebagai negara penghasil polutan terbesar di dunia dan juga termasuk dalam kategori negara Annex-1 dalam Protokol Kyoto telah menyadari dan telah merasakan dampak dari pemanasan global tersebut merasa bertanggung 12 Barliana S. Siregar, Indonesia Produsen Emisi Karbon Dunia. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, dimuat dalam http://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2997.html, diakses pada 03 Juli 2015. 67

jawab terhadap kondisi ini. Sehingga Jepang banyak melakukan pembaharuan di bidang teknologinya. Jepang akan mengurangi emisi tetapi tidak ingin mengurangi tingkat industrinya karena penurunan kapasitas industri dapat menyebabkan penurunan ekonomi di suatu negara. Banyak dampak buruk yang akan terjadi seperti meningkatnya penganguran, krisis serta dapat terjadinya kelumpuhan ekonomi. Sementara bila harus menggunakan mekanisme dengan cara memelihara hutan, Jepang sudah tidak lagi banyak memiliki hutan. Dengan kondisi seperti itu tentunya cara yang paling tepat untuk menanggulangi isu lingkungan dalam penurunan emisi adalah dengan cara bekerjasama dengan negara berkembang yang memiliki hutan tropis besar dan meminta kepada negara berkembang untuk menjaga serta melestarikan hutan yang dimiliki guna memelihara karbon, tentunya dengan mekanisme perdagangan karbon. 2. Perjanjian Kerjasama Indonesia dengan Jepang Untuk Mengurangi Emisi Karbon Seiring dengan perkembangan jaman, kondisi kerjasama Jepang-Indonesia mengalami perkembangan dan terpengaruh oleh kerangka kerja protokol Kyoto. Hubungan kerjasama ekonomi antara Jepang dengan Indonesia mengalami perubahan pada saat sebelum dan sesudah adanya Protokol Kyoto. Investasi Jepang mengalami perubahan karena Jepang merasa bertanggungjawab sebagai kelompok negara annex-1 dan juga tuan rumah diadakannya pertemuan dalam 68

merumuskan perjanjian internasional yang menghasilkan rangka kerja protokol Kyoto tersebut. Dengan demikian, perubahan investasi Jepang di Indonesia juga merupakan suatu bentuk usaha dalam mempererat kerjasama antara negara Jepang dan Indonesia serta kerjasama untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan sebagaimana yang dibahas dalam protokol kyoto. Dengan begitu Jepang mengajak Indonesia untuk melakukan kerjasama bilateral tentang perdagangan emisi karbon. Pada tahun 2013 Pemerintah Indonesia dan Jepang akhirnya sepakat untuk melaksanakan kerjasama dalam perdagangan karbon secara bilateral. Kerjasama ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca nasional sebesar 26% pada tahun 2020 bahkan bisa mencapai 41% dengan bantuan internasional 13. Sehubungan dengan perdagangan karbon, arah kerjasama dan perdagangan yang diharapkan memasuki babak baru sustainable development. Maka, dari perdagangan karbon dapat menghasilkan keuntungan dalam pembangunan yang berkelanjutan dengan transfer of technology dari kerangka kerjasama perdagangan karbon tersebut. Jepang sebagai negara dengan teknologi yang sangat maju, diharapkan mampu memberikan dampak positif dari kerjasama tersebut. Jadi implementasi dari perdagangan karbon sangat penting bagi kemajuan indonesia. 13 Mongabay, Kerjasama Perdagangan Karbon Jepang-Indonesia Potensial Turunkan 200.000 Ton Karbon PerTahun, dimuat dalam http://www.mongabay.co.id/2015/02/17/kerjasamaperdagangan-karbon-jepang-indonesia-potensial-turunkan-200-000-ton-karbon-per-tahun/, diakses pada 17 februari 2015. 69