BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat -giatnya melaksanakan pembangunan segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa ini perkembangan perekonomian Indonesia semakin meningkat seiring dengan semakin majunya sistem informasi yang bergerak cepat sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan semakin pesatnya laju pembangunan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana peningkatan tersebut harus diikuti dengan penambahan sarana dan prasarana sebagai penunjang tercapainya kemakmuran bagi penduduk Indonesia, sebagai tuntutan tersedianya lapangan pekerjaan, perumahan, dan tanpa terkecuali tersedianya sarana perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya sebagai salah satu faktor pendukung transaksi di bidang perekonomian. Sektor perbankan dalam suatu negara memiliki peranan yang sangat penting, terlebih bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana antara perbankan dan perekonomian terdapat suatu hubungan yang besifat positif. Jika dunia perbankan dalam keadaan sehat maka akan memacu perekonomian yang berkembang dan mendorong pertumbuhan dunia perbankan.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga dan mengelola kualitas assetnya dengan baik, menjalankan usaha berdasarkan prinsip kehati -hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut bank untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menarik dana dari para investor. Dalam menginvestasikan dananya, investor memerlukan informasi mengenai kinerja perusahaan. Pengguna laporan keuangan bank membutuhkan informasi yang dapat dipahami, relevan, andal dan dapat dibandingkan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja bank serta berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Kinerja suatu perusahaan dapat dinilai dengan menggunakan laporan keuangan. Laporan keuangan bank yang terdiri dari neraca yang memberikan informasi mengenai posisi keuangnan, laporan laba rugi untuk menilai perkembangan operasional bank, laporan arus kas yang memberikan informasi perputaran uang. Analisis laporan keuangan merupakan salah satu cara untuk
memperoleh informasi suatu perusahaan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan, maka dapat diketahui keadaan serta perkembangan financial perusahan. Selain itu, dengan melakukan analisis keuangan dapat diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan serta mengetahui potensi kegagalan suatu perusahaan tersebut. Perusahaan perbankan yang telah go public memandang masalah profitabilitas lebih penting dibandingkan dengan masalah laba yang dihasilkan karena laba yang besar tidak menjadi ukuran bahwa perusahaan tersebut dapat bekerja efisien. Efisien dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan total asset atau yang sering disebut profitabilitas. Menurut Munawir (2007:33) profitabilitas atau rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, yaitu dengan cara menganalisis dan menghitung rasio -rasio yang berpengaruh terhadap profitabilitas. Semakin tinggi profitabilitas maka kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan akan semakin tinggi juga. Alasan tersebut yang membuat perbankan harus menjaga agar nilai profitabilitas dalam keadaan stabil. Salah satu cara untuk menjaga kestabilan profitabilitas yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitasnya. Profitabillitas menggambarkan kesuksesan dan kemampuan perusahaan menggunakan aktiva secara produktif, dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dpaat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva (Return On
Assets) atau jumlah modal perusahaan tersebut (Return On Equity). Menurut Dendawijaya (2009:118) analisis rasio profitabilitas suatu bank dapat diukur menggunakan Return On Assets(ROA),Return On Equity (ROE), BOPO (rasio biaya operasional), dan net profit margin. Sejak tanggal 1 Januari 2014 OJK resmi mengambil alih beberapa tugas perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia, terutama mengawasi seluruh kinerja bank yang ada di Indonesia. Sementara Bank Indonesia berfokus pada pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga likuiditas perbankan. Namun tingkat profitabilitas perusahaan perbankan biasanya diukur dengan menggunakan rasio keuangan Return On Assets (ROA) karena ROA lebih memfokuskan pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan secara keseluruhan. ROA adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur profitabilitas bank. ROA adalah manajemen yang efektif dalam menghasilkan keuntungan dari setiap investasi, sehingga profitabilitas memiliki peranan yang penting dalam dunia perbankan. Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2014 menyatakan bahwa tingkat profitabilitas yang diukur dengan ROA yang baik apabila nilai ROA berkisar antara 0,5% sampai 1,25%. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan perbankan memperoleh laba cukup tinggi. Perolehan laba perusahaan perbankan yang rendah dan cenderung mengalami kerugian makan nilai ROA kurang dari 0,5% atau nilai ROA mengarah
negatif. Sedangkan perbankan yang mengalami kerugian yang kecil maka nilai ROA akan bernilai positif. Nilai profitabilitas yang sesuai standar Bank Indonesia dapat menambah kepercayaan investor untuk menanamkan dananya, sehingga akan menguntungkan bagi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, rendahnya nilai profitabilitas maka kepercayaan investor kepada perusahaan akan menurun sehingga akan merugikan perusahaan. Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan sehingga modal tersebut produktif dan menghasilkan laba bagi perusahaan. Dendawijaya (2009:121) menyatakan bahwa dalam mengukur struktur modal dapat menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR). Surat Edaran Bank Indonesia NO. 15/12/PBI/2013 tanggal 12 Desember 2013 menyatakan bahwa kewajiban modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perusahan perbankan minimal sebesar 8% dan maksimal 14% dari Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Menurut Yuliani (2007:33) menyatakan bahwa jika CAR mengalami kenaikan maka ROA akan mengalami kenaikan juga atau CAR berpengaruh positif terhadap
ROA. Rasio CAR yang tinggi menunjukkan semakin baik permodalan bank sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Dengan modal yang besar bank dapat menyalurkan kredit lebih besar pula sehingga akan meningkatkan laba, yang berdampak meningkatkan nilai profita bilitas bank. CAR menunjukkan sejauh mana penurunan asset bank masih dapat ditutup oleh equity bank yang tersedia. Masyarakat yang kelebihan dana dapat menyimpan dananya di bank dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan bentuk lain yang dipersamakan sesuai kebutuhan dan disebut Dana Pihak Ketiga (DPK). Sementara masyarakat yang kekurangan dan membutuhkan dana dapat mengajukan pinjaman atau kredit pada bank. Penyaluran kredit merupakan kegiatan mendominasi usaha bank dalam fungsinya sebagai lembaga intermed iasi. Selain untuk mensejahterahkan masyarakat, kredit yang dilaksanakan oleh bank juga bertujuan untuk memperoleh laba, yang berasal dari selisih bunga tabungan yang diberikan pada nasabah penabung dengan bunga yang diperoleh dari nasabah debitor dan merupakan sumber utama pendapatan bank. Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank, dengan membandingkan jumlah kredit yang diberikan oleh bank dan dana pihak ketiga. Menurut Dendawijaya (2009:116) bahwa semakin tinggi LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Rendahnya likuiditas bank menyebabkan dana dari
masyarakat yang berupa pinjaman semakin besar, semakin besar pinjaman maka laba akan meningkat juga. Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 menyatakan bahwa nilai LDR yang sesuai dengan standar Bank Indonesia apabila nilai LDR memiliki batas bawah sebesar 78% dan batas atas 92%. Mulai tanggal 1 Agustus 2015 batas atas LDR bank menjadi 94%. Jika LDR mengalami penurunan maka ROA akanmengalami penurunan juga atau LDR berpengaruh positif terhadap ROA. Tingginya LDR menunjukkan rendahnya tingkat likuiditas suatu bankdan menyebabkan profitabilitas meningkat. Besarnya LDR mengindikasikan jumlah kredit yang disalu rkan tinggi, sehingga laba yang akan diperoleh perusahaan semakin besar dan mengakibatkan profitabilitas meningkat. Jika besarnya LDR lebih dari 94% maka perusahaan beresiko mengalami kesulitan likuiditas. Hal ini berarti bahwa total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit sehingga hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh laba. LDR dapat dijadikan pedoman untuk menentukan strategi investasi bagi para investor. Non Performing Loan (NPL) adalah salah satu indikator untuk menilai kinerja fungsi bank, karena NPL yang tinggi adalah indikator gagalnya bank dalam mengelola bisnis antara lain timbulnya masalah likuditas
(ketidakmampuan membayar pihak ketiga), rentabilitas (utang tidak bisa ditagih), solvabilitas (modal berkurang). Sedangkan laba yang merosot adalah salah satu imbasnya karena praktis bank kehilangan sumber pendapatan di samping harus menyisihkan pencadangan sesuai kolektibilitas kredit, selektifitas dan kehati-hatian yang dilakukan manajemen dalam memberikan kredit dapat mengurangi resiko kredit macet, oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik agar memiliki kinerja NPL yang baik. Bank harus melakukan analisa terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya dan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya sehingga tidak menimbulkan kredit bermasalah. Jika pengelolaan kredit dilakukan secara baik dan menggunakan prinsip kehatihatian maka akan menghasilkan laba bagi perusahaan sehingga akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. NPL yang dianggap baik nilainya maksimal 5% menurut Surat Edaran Bank Indonesia NO. 17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015. Non Performing Loan merupakan salah satu pengukuran dari rasio resiko usaha bank yang menunjukkan besarnya resiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. Nilai Non Performing Loan dapat dihitung dengan membandingkan jumlah kredit bermasalah yang terdiri dari kurang lancar, diragukan dan macet terhadap seluruh kredit yang diberikan. Dalam rasio NPL kredit yang dihitung adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga.
Tingkat likuiditas dan rentabilitas bank tidak selalu berjalan searah. Ini berarti hubungan likuiditas tidak selalu positif tetapi bisa negatif artinya pada saat likuiditas tinggi, tingkat rentabilitas belum tentu tinggi pula. Seb aliknya, pada tingkat likuiditas rendah kita akan mampu mencapai tingkat rentabilitas tinggi, karena likuiditas yang berlebihan dapat menekan rentabilitas perusahaan, sementara likuiditas yang terlalu kecil dapat meningkatkan resiko likuiditas bank. NPL dapat menurukan profitabilitas bank, semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar sehingga dapat menyebabkan kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kondisi perekonomian dan peraturan Bank Indonesia yang selalu berubah-ubah membuat kinerja perusahaan perbankan mengalami perubahan juga. Penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan perbankan masih perlu dilakukan. Topik mengena i profitabilitas perbankan ini diambil didasarkan atas manajemen suatu bank, yang mencakup manajemen permodalan, manajemen likuiditas, manajemen kualitas aktiva dan manajemen profitabilitas yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja bank dalam memperoleh laba (profitabilitas). Fenomena saat ini semenjak di sahkan Undang-undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, program pengampunan pajak (tax amnesty) telah membawa pengaruh positif terhadap industri perbankan nasional. Kinerja pertumbuhan industri perbankan tercatat semakin meningkat, termasuk perbaikan dari sisi kredit macet (non performing loan). Di sisi dana pihak
ketiga adanya dana hasil repatriasi akan menambah likuiditas perbankan terutama untuk bank persepsi, yakni bank umum yang telah ditu njuk untuk menerima setoran penerimaan uang tebusan dan dana yang dialihkan dari luar negeri ke dalam negeri dalam rangka pelaksaan tax amnesty yang dapat disimpan dalam bentuk deposito dan tabungan. Penetapan 18 bank presepsi atau bank penampung dana prog ram tax amnesty dari jumlah awal sebanyak 9 bank, disebut sebagai alasan bank -bank yang ditunjuk mulai berebut dana. Beberapa bankir menyebutkan momentum pengampuan pajak menjadi ajang bagi bank terutama bank yang masuk kategori bank umum kegiatan usaha untuk memupuk likuiditas. Pasalnya rasio pinjaman terhadap simpanan bank per Juli 2016 telah mencapai 91,19%. Pertumbuhan kredit secara industri memang tengah melambat, tetapi di sisi lain pertumbuhan Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kredit. Pada Juli 2016 pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,7% secara tahunan sedangkan DPK tumbuh 6,8%. Bank Indonesia memperkirakan pengampunan pajak memiliki pengaruh terhadap peningkatan himpunan dana masyarakat ini. Oleh karena itu, bank-bank persepsi saling bersaing dalam membujuk para Wajib Pajak untuk mau menaruh dananya kepada mereka. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul LIKUIDITAS DAN NON PERFORMING LOAN TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2015.
B. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Apakah struktur modal berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015? 2. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015? 3. Apakah Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Menganalisa pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2011-2015. b. Menganalisa pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2011-2015. c. Menganalisa pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2011-2015.
2. Kontribusi Penelitian a. Kontribusi secara praktis: Memberikan informasi bagi pengambil kebijakan (manajemen) yang dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengelolaan dana dalam rangka meningkatkan jumlah total asset. b. Kontribusi secara akademik: Memberikan informasi perbandingan dan masukan bagi kalangan akademisi dalam penelitian-penelitian selanjutnya mengenai profitabilitas perusahaan perbankan.