BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
THE RELATIONSHIP BETWEEN DENTAL PLAQUE AND THE SEVERITY OF DENTAL CARIES AMONG PRESCHOOL CHILDREN. Abstract

Hubungan Antara Plak Gigi Dengan Tingkat Keparahan Karies Gigi Anak Usia Prasekolah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak

ABSTRAK HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGAN STATUS GIZI ANAK UMUR 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MENGWI III BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik, psikis dan sosial.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah menyusun program perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

INDEKS DEF-T PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK SEKOTA BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN

A n d a l a s D e n t a l J o u r n a l P a g e 49

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes,

BAB I PENDAHULUAN. orangtua sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada. (Notoatmodjo, 2003). Kesehatan gigi dan mulut pada anak apabila

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. nasional karies aktif (nilai D>0 dan karies belum ditangani) pada tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. efek yang buruk pada kesehatan pada umumnya, sehingga kesehatan mulut yang. baik dapat dicapai dengan kebersihan mulut yang baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal Godegan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

TINGKAT KEPARAHAN KARIES PADA GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN BERDASARKAN KELOMPOK UMUR 6 DAN 12 TAHUN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERTIWI, MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi,

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik. Penelitian yang di lakukan Nugroho bahwa dari 27,1% responden yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB V HASIL PENELITIAN. Selatan dengan luas wilayah kerja seluas 14,87 Km 2, terdiri dari 3 wilayah

Hubungan antara plak gigi dengan risiko karies gigi pada siswa kelas 4-6 di SD Negeri 4 Sanur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karbohidrat oleh bakteri, gigi, dan saliva.karies yang terjadi pada gigi desidui

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi estetik yang menunjang kecantikan. Menjaga kebersihan gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan

MINUM SUSU DENGAN PENAMBAHAN GULA DAN TANPA GULA DENGAN JUMLAH KARIES ANAK USIA 3-6 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

ABSTRAK. Kata kunci: molar, karies, menyikat gigi, makanan kariogenik. viii

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Molar Satu Permanen pada Murid Umur 6-12 Tahun SDN 26 Lamteumen Timur Kota Banda Aceh

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. dibidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian (Depkes RI, 2010).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

*Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Manado Jl. R.W. Mongisidi Malalayang Manado

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Trend kesehatan global dewasa ini tidak lagi berfokus pada upaya kuratif

EFEKTIFITAS STRATEGI UPSTREAM TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU HIDUP SEHAT GIGI MELALUI KONSELING PADA SISWA/I KELAS I SDN 12 PONTIANAK KOTA

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak (Ramadhan, 2010). Contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. Empat Sehat atau dikenal dengan istilah Kuartet Nabati yang dijalankan oleh

PENGETAHUAN GURU PENJASKES DAN PERANANNYA DALAM PROGRAM USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG SEKAYAM KABUPATEN SANGGAU

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang berkaitan dengan bagian tubuh yang lain. Dampak sosial

BAB I PENDAHULUAN. menyerang jaringan keras gigi seperti , dentin dan sementum, ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi yang paling

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI ANAK SDN KLECO II KELAS V DAN VI KECAMATAN LAWEYAN SURAKARTA

Gambaran status karies dan status gizi pada murid TK Kartika XX-16 Manado

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut

Determinan Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar Di Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh (Mumpuni, 2013).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

PENGARUH PENDIDIKAN, PENGALAMAN PEMERIKSAAN DAN STATUS KESEHATAN GIGI ANAK TERHADAP PERILAKU IBU MEMERIKSAKAN KESEHATAN GIGI ANAK DI KOTA BUKITTINGGI

INFORMASI KEPADA ORANG TUA/ WALI SUBJEK PENELITIAN. Bapak/ Ibu/ Sdr... Orang Tua/ Wali Ananda... Alamat...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

: Makanan Kariogenik, Karies Gigi, prasekolah

ABSTRAK. Kata kunci: tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, indeks karies anak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 54 responden

Hubungan Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu dengan Karies Gigi Murid Usia 5 Tahun di Pondok Labu Tahun 2013

PREVALENSI KARIES GIGI SULUNG ANAK PRASEKOLAH DI KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO

Anneke A. Tahulending 1), Christy Velia Kosegeran 2) 1)3) Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Manado, Jl. R. W. Mongisidi Malalayang

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. utama bila dibandingkan dengan penyakit umum lainnya. Penyakit gigi yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit mulut yang prevalensi dan morbiditasnya sangat tinggi, tidak ada satu wilayah di dunia yang bebas dari karies gigi. Karies gigi menyerang semua orang, semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, semua suku, ras dan pada semua tingkatan status sosial ekonomi (Moses dkk., 2011). Karies gigi di negara-negara yang sedang berkembang mulai mengalami peningkatan, terutama pada anak usia prasekolah (Tinanoff dkk., 2002). Karies gigi pada anak usia prasekolah atau Early Childhood Caries (ECC) menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya tinggi dan perkembangan penyakitnya yang sangat cepat sehingga menyebabkan kerusakan pada gigi desidui (Borutta dkk., 2010). Prevalensi nasional masalah gigi-mulut adalah sebesar 23,4 % dengan proporsi di daerah perkotaan dan pedesaan yang hampir sama yaitu 21,9 dan 24,4 serta proporsi jenis kelamin yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan yaitu 22,5 dan 24,3. Prevalensi nasional anak usia 1-9 tahun yang mempunyai masalah gigi-mulut adalah sebesar 28,4 %. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi masalah gigimulut dan karies aktif di atas prevalensi nasional, yaitu sebesar 23,6 % dan 52,3 %. Indeks DMF-T nasional adalah 4,85, yang berarti bahwa rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia adalah 5 buah gigi perorang, yang menurut klasifikasi WHO merupakan kategori tinggi (Departemen Kesehatan RI., 2008). Menurut Kuswandari (2006) prevalensi karies gigi pada anak usia 3-6 tahun di Kota Yogyakarta adalah sebesar 84.1% dengan angka deft rata-rata sebesar 5.80. Hampir semua kasus karies tersebut (99.77%) tidak dilakukan perawatan, bahkan 10% dari kelompok anak usia 3 tahun telah menderita abses dan tinggal akar gigi. Masalah penyakit gigi dan mulut pada saat sekarang dapat menggambarkan perbedaan sifat-sifat faktor risiko antar negara maupun antar 1

2 daerah dalam satu negara. Faktor risiko tersebut antara lain kondisi kehidupan masyarakat, gaya hidup, faktor lingkungan dan implementasi program kesehatan gigi dan mulut yang bersifat preventif (Petersen dkk., 2005). Hallett dan Rourke (2003) menyatakan bahwa Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Ada atau tidaknya ECC pada individu tergantung pada keseimbangan antara virulensi agen, resistensi individu, serta lingkungan (sosial, budaya, demografi, perilaku dan keadaan ekonomi). Menurut Pretty (2006) faktor risiko utama penyakit karies gigi meliputi faktor diet dan faktor modifikasi (gaya hidup, status sosial ekonomi, kepatuhan dalam diet, serta kebiasaan dan perilaku sehat). Shimizu dkk. (2008) menyatakan bahwa asam yang dihasilkan oleh plak gigi merupakan faktor risiko yang paling penting terhadap proses demineralisasi gigi. Penelitian yang telah banyak dilakukan lebih menitikberatkan pada prediktor biologis seperti level Streptococcus mutans, Lactobacillus dan kandungan fluor saliva. Sensistivitas ketiga prediktor tersebut sangat tinggi hanya pada prevalensi penyakit yang tinggi pula, sehingga spesifitasnya sangat rendah oleh karena angka positif palsunya juga tinggi. Penelitian tentang penyebab penyakit karies gigi secara multidimensional, baik faktor psikososial dan biologi belum banyak dilakukan (Litt dkk., 1995). Menurut Petersen dkk. (2005) faktor sosial dan perilaku merupakan faktor yang berperan penting terhadap kejadian penyakit karies gigi baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa. Borutta dkk. (2010) menyatakan bahwa faktor risiko ECC meliputi determinan sosial dan perilaku seperti lingkungan keluarga, sosial-ekonomi, budaya, frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut, tingkat pendidikan orang tua, status kebersihan mulut serta faktor lingkungan. Early childhood caries merupakan masalah di bidang politik, sosial, perilaku dan kesehatan yang dapat dikontrol hanya dengan memahami perubahan dinamis yang terjadi dalam masyarakat terkait faktor lingkungan seperti lingkungan fisik, struktur keluarga, status sosial-ekonomi serta pola asuh keluarga. Faktor kebersihan mulut berpengaruh terhadap kejadian karies, jika seseorang tidak menjaga kebersihan mulutnya, maka akan terbentuk plak pada gigi, yang

3 merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya karies dan inflamasi jaringan lunak. Menurut Pine dkk. (2004) faktor risiko ECC yang paling signifikan adalah kemampuan dan perilaku orang tua dalam memberikan serta mengajarkan kebiasaan dan perilaku sehat kepada anak mereka, terutama perilaku menyikat gigi atau biasa disebut sebagai brushing parental efficacy. Werneck dkk. (2008) menyatakan bahwa prediktor kuat ECC adalah kurangnya pelayanan kesehatan gigi dan asuransi kesehatan. Anak-anak prasekolah pada keluarga miskin berisiko 2 kali menderita ECC dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi (Hallet dan Rourke, 2002). Ferraz dkk. (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan dengan tingkat pengalaman karies pada anak, sedangkan menurut Lida dkk. (2007) kemiskinan dan frekuensi kunjungan ke pelayanana kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan kejadian ECC. Berat badan serta tinggi badan berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut. Anakanak yang pendek dan mempunyai berat lahir yang rendah (BBLR) berhubungan dengan angka dmf-s yang tinggi. Owen Determinan ECC antara lain sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, sosiokultural, lingkungan, pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, serta faktor perilaku (Owen dkk., 2006). Berg dan Slayton (2009) menyatakan bahwa program pencegahan ECC akan berhasil apabila strategi yang digunakan tidak hanya menitikberatkan pada aspek biologi saja, akan tetapi pada aspek sosial, sosiopsikologi, sosioekonomi serta lingkungan sosial. Menurut Petersen dkk. (2005) karies gigi pada anak-anak selama ini belum bisa dieradikasi, akan tetapi hanya bisa dikontrol pada tingkat yang sangat rendah. Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang mempunyai masalah kesehatan gigi-mulut yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya. Pola penyakit gigi-mulut pada anak usia 5-9 tahun di Kabupaten Sleman antara lain gangguan perkembangan dan erupsi gigi sebanyak 11.159 kasus, penyakit pulpa dan jaringan perapikal sebanyak 3.498 kasus serta karies gigi sebanyak 1.466 kasus, sedangkan penyakit gigi-mulut yang paling banyak pada

4 semua golongan umur di Kabupaten Sleman adalah penyakit karies gigi, yaitu sebanyak 17.752 kasus. Data kesehatan gigi dan mulut di Kabupaten Sleman berdasarkan laporan kegiatan pelayanan dasar gigi dan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang dilakukan oleh puskesmas di sekolah dasar sehingga penyakit karies gigi anak usia prasekolah belum terdata dengan baik (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2011). Penelitian terkait faktor risiko karies gigi anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman belum banyak dilakukan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah faktor plak gigi, BPE, status gizi, tingkat pendidikan ibu serta frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui prevalensi ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang hubungan dengan tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. c. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan tingkat keparahan ECC pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman.

5 D. Manfaat Penelitian 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman: a. Sebagai informasi terkait prevalensi ECC di Kabupaten Sleman. b. Sebagai informasi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan ECC di Kabupaten Sleman. c. Sebagai salah satu masukan dalam rangka menentukan dan menindaklanjuti program penjaringan penyakit karies gigi di Kabupaten Sleman khususnya pada anak-anak usia prasekolah. 2. Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman: a. Sebagai informasi terkait tingkat kesehatan gigi dan mulut pada anak usia prasekolah di Kabupaten Sleman. b. Sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lintas sektoral terkait program edukasi kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak usia prasekolah. 3. Responden: Sebagai informasi terkait kesehatan gigi dan mulut anak, terutama karies gigi, serta faktor yang mempengaruhi keparahan serta pencegahannya. 4. Peneliti: Sebagai dasar untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan ECC di Kabupaten Sleman.

6 E. Keaslian Penelitian Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya terkait determinan ECC dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Judul Moimaz dkk.(2005), Brazilia Oral Hygiene Practices, Parent s Aducation Levels and Dental Caries Pattern in 1-5 Years Old Children Hallet dan Social and Rourke Behavioural (2003), Determinants of Early Queensland Childhood Caries (4-5 years old) Sugito dkk. (2008), Jakarta, Indonesia Breastfeeding and Early Childhood Caries (ECC) Severity of Children Under Three Years Old in DKI Jakarta Werneck dkk.(2008), Mexico Early Childhood Caries and Access to Dental Care Among Children of Portuguese-Speaking Immigrant in The City of Toronto Persamaan dengan penelitian ini Desain penelitian: Cross sectional tingkat pendidikan orangtua Analisis data: deskriptif Desain penelitian: Cross sectional tingkat pendidikan Analisis data: Multiple Logistic Regression Desain penelitian: Cross Sectional tingkat pendidikan ibu Analisis data: linear regression, anova, t-test, multiple linear regression. Frekuensi kunjungan ke pelayanan gigi dan mulut. Tingkat pendidikan orang tua. Analisis data: Chi square, Fisher s exact, t-test, logistic regression. Perbedaan dengan penelitian ini Subyek penelitian pada penelitian ini adalah anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4-6 tahun, dengan pertimbangan pada kisaran umur tersebut 20 gigi susu sudah erupsi dan anak sudah bisa kooperatif. Plak gigi, brushing parental efficacy, status gizi anak, tingkat pendidikan ibu, frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Teknik sampling: Simple random sampling Analisis data: Logistic regression