BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

BAB II ISI Definisi 1 Anestesi inhalasi adalah salah satu teknik anestesi umum yang

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

Cara pemberian anestesi umum ini terdiri dari beberapa cara yakni :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang. sistem kesehatan modern. Peningkatan pelayanan di semua bidang pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Prosedur Penilaian Pasca Sedasi

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Pusat Hiperked dan KK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

EFEK ANESTESI INHALASI SEVOFLURAN DAN ISOFLURAN TERHADAP FREKUENSI NADI SKRIPSI

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dilakukan adalah teknik aliran gas segar tinggi atau high-flow anesthesia

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

2. PERFUSI PARU - PARU

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

sekresi Progesteron ACTH Estrogen KORTISOL menghambat peningkatan sintesis progesteron produksi prostaglandin

BAB II TINJAUAN TEORI. Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan secara pasti tekanan darah arteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEDARURATAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

EFEK ANESTESI INHALASI SEVOFLURAN DAN ISOFLURAN TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA (MEAN ARTERIAL PRESSURE)

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANESTESI INHALASI HALOTAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

ANESTESI INFUS GRAVIMETRIK PADA ANJING (The Gravimetric Infuson Anaesthesia in Dogs)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Waktu pulih sadar a. Pendahuluan Pulih sadar merupakan periode di mana pasien masih mendapatkan pengawasan dari ahli anestesi setelah pasien meninggalkan meja operasi (Apriliana, 2013). Pengawasan tersebut ditangani di Recovery Room. Ruangan tersebut diperkenalkan pada tahun 1923 sebagai lokasi pilihan untuk pemulihan segera pasien paska operasi (Aldrete dan Kroulik, 1970). Pada masa transisi, kesadaran pasien masih belum sempurna sehingga cenderung terjadi komplikasi serius seperti terjadinya aspirasi dikarenakan sumbatan jalan napas yang lebih besar ditambah lagi dengan reflek batuk, muntah, dan menelan juga belum kembali normal (Bruno B dan Bernard D, 2005). b. Tujuan pemeriksaan waktu pulih sadar Tujuan dari pemeriksaan waktu pulih sadar adalah untuk memulihkan kesehatan fisiologi dan psikologi dari pasien, antara lain: 1) Mempertahankan jalan napas. 2) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi. 3) Mempertahankan sirkulasi darah. 4) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase. 5) Keseimbangan cairan input dan output juga perlu diperhatikan. 5

digilib.uns.ac.id 6 6) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah risiko luka (Saphiro, 2007) University of Pittsburgh Medical Center (UPMC) mengatakan bahwa kriteria pasien dapat dipulangkan tergantung pada jenis operasi dan prosedurnya, sehingga dapat dinilai apakah pasien dapat keluar dari Recovery Room ke ruang rawat inap yang sesuai atau kembali ke Unit Bedah Harian. Berikut merupakan beberapa kondisi yang dapat mendasari keputusan tersebut di atas : a) Pemulihan dari anestesi: 1) Pada anestesi umum, pasien harus terjaga dan keadaan mentalnya kembali normal. 2) Pada anestesi spinal, pasien harus mampu merasakan dan menggerakkan kaki sebagaimana pasien dapat menggerakkan kakinya sebelum operasi. b) Tanda-tanda vital harus stabil dan suhu dasar harus normal. c) Rasa nyeri harus terkontrol. d) Jika terjadi mual atau muntah, maka pasien butuh untuk tinggal lebih lama di Recovery Room. e) Menggigil berlebihan dan hilangnya panas tubuh karena anestesi juga membutuhkan waktu untuk tinggal lebih lama di Recovery Room. f) Tergantung pada operasi dan jenis anestesinya, pasien mungkin membutuhkan obat yang membantu mengontrol detak jantung, tekanan darah, pernapasan, atau gangguan seperti diabetes, dan membutuhkan waktu tinggal lebih lama di Recovery Room. Jika semua kriteria terpenuhi, pasien dapat ke Ruang Rawat Inap atau Unit Bedah Harian (UPMC, 2012).

digilib.uns.ac.id 7 2. Penilaian waktu pulih sadar Sampai saat ini tidak ada kesepakatan bersama mengenai penilaian yang digunakan untuk menilai kesiapan pasien meninggalkan Recovery Room (Truong, 2004). Umumnya rumah sakit menggunakan penilaiannya dengan sistem penilaian Aldrete Score dalam menentukan kondisi umum, tingkat kesadaran dan kesiapan pasien setelah anestesi untuk bisa keluar dengan aman dari Recovery Room (Brunner et al., 2010). a. Aldrete score Aldrete score adalah skor pemulihan paska anestesi yang dikembangkan oleh J. Antonio Aldrete, MD dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1979 dan diperbaharui pada tahun 1995 (Slee et al., 2008). Aldrete score merupakan kriteria yang menyatakan stabil atau tidaknya pasien setelah anestesi yang diukur meliputi pengukuran kesadaran, aktivitas, respirasi, sirkulasi (tekanan darah, laju pernafasan), dan warna kulit (Xie et al., 2014). Penggunaannya didukung oleh Joint Commision on Accredition of Healthcare Organizations (JCAHO), khususnya untuk menilai kemampuan mengevaluasi kondisi pasien yang telah menjalani anestesi umum (Slee et al.,, 2008). Skor yang diperoleh dari kriteria Aldrete score ini berkisar 1-10 (Tabel 2.1). Pasien akan dinilai saat masuk ke Recovery Room, setelah itu dinilai kembali setiap 15 menit sekali secara berkala selama 4 kali kemudian skor total akan dihitung dan dicatat pada catatan penilaian (Tabel 2.1). Pasien dengan skor kurang dari 7 harus tetap berada di Recovery Room sampai kondisi membaik atau bisa juga dipindahkan ke bagian perawatan intensif, tergantung pada nilai dasar pra-operasi pasien (Brunner et al., 2010). International Anestesia Research Society (2010) menyebutkan apabila pasien yang mendapatkan nilai skor 8 atau lebih dapat dibawa pulang ke rumah. Lamanya pasien tinggal di Recovery Room tergantung dari teknik anestesi yang digunakan commit (Karjadi to user W, 2000). Pasien dikirim ke

digilib.uns.ac.id 8 Intensive Care Unit (ICU) apabila hemodinamik tidak stabil perlu bantuan inotropik dan membutuhkan ventilator (Mechanical Respiratory Support ) (Coyle TT et al., 2005). Tabel 2.1. Aldrete Scoring System Aktifitas Respirasi Sirkulasi Kesadaran Warna kulit KRITERIA Dapat bergerak 4 anggota gerak volunter atau atas 2 anggota gerak perintah 0 anggota gerak Mampu bernapas dan batuk secara bebas Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas Apnea Tensi pre-op. mmhg Tensi 20 mmhg preop Tensi 20 50 mmhg dari preop Tensi 50 mmhg preop RECOVERY SCORE In 15 30 45 60 Out 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 Sadar penuh 2 2 2 2 2 Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 Tidak ada respons 0 0 0 0 0 Normal 2 2 2 2 2 Pucat kelabu 1 1 1 1 1 Sianotik 0 0 0 0 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0 2 1 0 (Wirjoatmodjo, 2000)

digilib.uns.ac.id 9 3. Anestesi Inhalasi a. Pendahuluan Anestesi inhalasi cukup banyak digunakan sebagai pilihan anestesi saat ini dikarenakan cukup aman, meskipun peralatannya rumit dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit (Shung J, 2011). Keunggulan anestesi inhalasi adalah konsentrasi obat anestesi yang dapat lebih tinggi pada darah arteri karena obatnya masuk melalui sirkulasi paru (Karjadi W, 2000). Selain itu, potensinya juga tinggi dan konsentrasinya dapat dikendalikan melalui mesin sehingga memungkinkan titrasi dosis sesuai respon yang diinginkan (Stoelting RK, 2006). Campuran dari obat anestesi dan oksigen melalui jalur pernafasan masuk ke dalam paru-paru dan akan berdifusi dari alveoli ke pembuluh-pembuluh kapiler sesuai sifat masing-masing obat anestesi inhalasi itu sendiri, kemudian akan beredar dalam darah menuju jaringan atau organ dimana obat anestesi itu bekerja, seperti ke otak, jantung, serta otot (Coyle TT et al., 2005). Dalamnya anestesi tergantung pada kadarnya di sistem saraf pusat. Kadar tersebut ditentukan oleh faktor yang memengaruhi transfer anestesi dari alveoli paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak. Faktor yang menentukan kecepatan transfer anestesi di jaringan otak ditentukan oleh (1) kelarutan zat anestesi, (2) kadar anestesi dalam udara yang dihirup pasien atau disebut tekanan parsial anestesi, (3) ventilasi paru, (4) aliran darah paru, dan (5) perbedaan antara tekanan parsial anestesi di darah arteri dan di darah vena (Dewoto, 2011) Dalam praktek, kelarutan zat inhalasi dalam darah merupakan faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut (Latief et al., 2002). Kadar Alveolus Minimal (KAM) atau Minimum alveoli concentration (MAC) commit adalah to user kadar minimal zat tersebut dalam

digilib.uns.ac.id 10 alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar (Shung J, 2011). Pada umumnya imobilisasi tercapai pada 95% pasien, jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai KAM. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestestik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat. Konsentrasi uap anestesi dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh: 1) Konsentrasi inspirasi Secara teoritis apabila saturasi uap anestesi di dalam jaringan sudah penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inspirasi sama dengan alveoli. Berbeda dengan prakteknya, induksi akan semakin cepat jika konsentrasi semakin tinggi, tetapi jika tidak terjadi depresi napas atau kejang laring. 2) Ventilasi alveoli Ventilasi alveoli meningkat, konsentrasi alveoli semakin tingi dan sebaliknya. 3) Koefisien darah/gas Semakin tinggi angkanya, semakin cepat larut dalam darah, semakin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya. 4) Curah jantung atau aliran darah paru Semakin tinggi curah jantung, semakin cepat uap diambil. 5) Hubungan ventilasi perfusi Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestesi. Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karena sebagian uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum mencapai pernafasan (Mangku dan Senapathi, 2010).

digilib.uns.ac.id 11 b. Status Fisik Penentuan status fisik pasien dalam perencanaan tindakan anestesi berdasarkan klasifikasi American Society of Anesthesiologist (ASA) dibagi dalam 6 kelompok sebagai berikut: 1) ASA 1 : pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. 2) ASA 2 : pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang, baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain. 3) ASA 3 : pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang disebabkan oleh berbagai penyebab. 4) ASA 4 : pasien dengan penyakit berat dan mengancam kehidupannya. 5) ASA 5 : pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam meski dioperasi atau tidak. 6) ASA 6 : pasien dengan kematian batang otak dan organnya dapat diambil (Wirjoatmojo, 2000). c. Stadium Anestesi Berikut ini merupakan tahap yang penting untuk diperhatikan dalam anestesi eter yang awitan kerja sentralnya lambat akibat kelarutannya yang tinggi dalam darah sehingga tiap tahap dapat dilihat dengan jelas: 1) Tahap I, stadium analgesi. Awalnya pasien mengalami analgesi tanpa disertai amnesia (hilangnya kesadaran) dan di akhir stadium I baru didapatkan amnesia dan analgesi 2) Tahap II, stadium eksitasi (delirium). Mulai dari hilangnya kesadaran (amnesia) sampai permulaan tahap bedah. Tahap I dan II bersama-sama disebut tahap induksi. 3) Tahap III, stadium operasi (Surgical Stage).

digilib.uns.ac.id 12 Mulai dari berakhirnya tahap II sampai berhentinya napas spontan (apnea). Pada tahap ini pembedahan dapat dilakukan. Tahap ini dibagi menjadi 4 bidang (plane). 4) Tahap IV, stadium depresi medula oblongata (medullary paralysis). Mulai dari berhentinya napas spontan sampai gagalnya sirkulasi (henti jantung). Tahap ini disebabkan oleh kelebihan dosis (overdose, terlalu dalam, keracunan) sehingga terjadi kelumpuhan pada pusat pernapasan dan sirkulasi yang letaknya di medula oblongata. Empat tujuan stadium ini dapat dilihat dengan pergerakan bola mata, reflek mata, dan ukuran pupil, yang dalam keadaan tertentu menandai penningkatan kedalaman anestesi (Janine et al., 2010). d. Jenis anestesi inhalasi Obat anestesi inhalasi yang paling banyak digunakan adalah isofluran, desfluran dan sevofluran (Tabel 2.2). Senyawa-senyawa ini merupakan cairan volatil yang memiliki beberapa perbedaan efek pada bidang farmakologinya (Tabel 2.3) Dari semua anestesi inhalasi yang tersedia, N₂O, sevofluran, isofluran dan desfluran merupakan jenis anestesi inhalasi yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat (Katzung, 2007). Dari penelitian sebelumnya didapatkan waktu ekstubasi dan waktu tinggal pasien di Recovery Room secara signifikan lebih lama pada kelompok isofluran dibanding dengan sevofluran (Barash et al., 2013). Perhatian utama bidang anestesi selain keamanan dan keselamatan pasien adalah pemulihan kesadaran penuh pada pasien dengan menggunakan kriteria aldrete score (Soenarjo et al., 2010).

digilib.uns.ac.id 13 Tabel 2.2. Fisik dan Kimia Anestesi Inhalasi Nitrous Anestesi Inhalasi Oxide (N₂O) Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran Berat molekul 44 197 184 184 168 200 Titik didih ( C) -68 50.2 56.6 48.5 22.8 58.5 Tekanan uap (mmhg; 20 C) 5200 243-244 172-174.5 238-240 669-673 160-170 Bau Manis Organik Eter Eter Eter Eter Pengawet - Perlu - - - - Turunan eter Bukan Bukan Ya Ya Ya Ya Koefisien partisi darah/gas 0.46 2.54 1.90 1.46 0.42 0.65 (Omoigui, 2009) Anestesi inhalasi paling banyak dipakai untuk induksi pada pediatri atau pasien anak-anak dimana cukup sulit apabila dilakukan lewat jalur intravena. Di sisi lain, bagi pasien dewasa biasanya dokter anestesi lebih menyukai induksi cepat dengan agen intravena. Meskipun demikian, sevofluran masih menjadi obat induksi pilihan (Butterworth et al., 2013). Perbandingan anestesi inhalasi secara fisik-kimia maupun secara klinik farmakologi dapat dilihat pada tabel berikut. 1) Isofluran (a) Sifat umum Isofluran yang memiliki nama kimia 1-chloro- 2,2.trifluoroethyl difluoromethyl ether merupakan eter metil etil terhalogenasi eter yang dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet dan relatif tidak larut dalam darah, namun baunya relatif tajam sehingga kadar obat yang tinggi dalam udara

digilib.uns.ac.id 14 inspirasi cukup iritatif sehingga membuat pasien menahan nafas dan batuk (Vlajkovic et al., 2007). Sifatnya tidak mudah meledak/terbakar, stabil, mendidih pada 48,5 C pada 760 mmhg tekanan atmosfer, batas keamanan yang cukup lebar dan kemampuan relaksasi otot yang baik membuatnya digunakan secara luas dan banyak menjadi pilihan bagi kalangan medis (Bruno B dan Bernard D, 2005). Penelitian oleh Frink dkk, pasien yang dianestesi dengan isofluran kurang dari 1 jam, dapat membuka mata dengan perintah kira kira 7 menit setelah anestesi dihentikan. Pemberian yang lebih lama, yaitu selama 5 6 jam, munculnya respon dengan perintah relatif cepat, kira kira 11 menit setelah isofluran dihentikan (Stoelting RK, 2006). (b) Indikasi dan kontraindikasi Isofluran diindikasikan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum. Selain itu, isofluran merupakan pilihan untuk anestesi kraniotomi karena terjadi penurunan konsumsi oksigen pada otak saat di induksi sehingga tidak berpengaruh pada tekanan intrakranial (Sinclair R dan Faleiro R, 2006). Isofluran juga memiliki efek proteksi serebral dan efek metabolik yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali (Mangku dan Senapathi, 2010) Penggunaan isofluran dikontraindikasikan pada pasien yang rentan terhadap hipertermia maligna dan pasien dengan gangguan kejang. Walaupun penggunaan isofluran secara umum aman, namun terdapat beberapa tipe pasien yang memerlukan perhatian khusus, antara lain: hipovolemik berat, riwayat penyakit hati, hamil, dan menyusui (Lewis et al., 2007).

digilib.uns.ac.id 15 Tabel 2. 3. Farmakologi klinik anestesi inhalasi Nitrous Anestesi Inhalasi Oxide (N₂O) Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran Kardiovaskuler Tekanan Darah TB Laju nadi TB TB atau TB Respirasi Volume tidal Laju napas PaCO2 istirahat TB Serebral Aliran darah Tekanan Intrakranial Seizure Blokade Pelumpuh otot nondepolarisasi Ginjal Aliran darah Laju filtrasi?? glomerulus Hepar Aliran darah Metabolisme 0,04% 15-20% 2-5% 0,2% <0,1% 2-3% (Morgan GE et al., 2006) (c) Farmakokinetik dan Farmakodinamik 1) Farmakokinetik Dalam tindakan pembedahan, 1,5% - 3,0% isofluran akan menimbulkan efek anestesi dalam waktu 7-10 menit. Setelah diinduksi oleh tiopental, N₂O 60% dan ditambah isofluran dengan MAC 0,65 didapatkan waktu bangkitannya (respon terhadap peintah) adalah 15,6 menit (Butterworth et al., 2013). Sama seperti volatil anestesi

digilib.uns.ac.id 16 lainnya, kelarutan gas darah isofluran sangat bergantung pada konsentrasinya alveoli. Isofluran memiliki kelarutan yang sangat rendah di dalam darah dan jaringan dibandingkan jenis anestesi inhalasi lainnya (Sinclair R dan Faleiro R, 2006). Konsentrasinya dalam alveolus dan darah arterial mencapai 50% konsentrasi yang diberikan pada 4-8 menit pertama, dan 60% dalam 15 menit (Barrash, 2013). Isofluran dieliminasi melalui paru-paru, hati dan ginjal (Denisa et al., 2012). Sehubungan dengan kelarutannya yang rendah dalam darah dan jaringan, maka proses pemulihan isofluran pada manusia dapat digolongkan cepat (Morgan GE et al., 2006). Biotransformasi isofluran termasuk rendah dibanding enfluran dan halothan. Pada manusia, hanya sekitar 0,2% isofluran yang dimetabolisme menjadi fluorida dan fluor organik dengan asumsi 50% dari sisa metabolit ini diekskresi melalui urin, maka dapat disimpulkan bahwa metabolisme isofluran sangat rendah dan tidak menimbulkan nefrotoksik maupun hepatotoksik karena metabolitnya flourida dalam jumlah minimal (Lewis et al., 2007 ; Denisa et al., 2012). 2) Farmakodinamik Minimum Alveoli Concentration (MAC) adalah konsentrasi minimal zat tersebut dalam gas alveoli yang menyebabkan imobilitas 50% pasien ketika terpajan rangsangan yang merugikan seperti insisi bedah (noxious) (Dewoto, 2011). Isofluran memiliki nilai MAC 1,4. Dari nilai MAC ini dapat dilihat distribusi frekuensi dosis obat commit yang to diperlukan user untuk menghasilkan efek

digilib.uns.ac.id 17 tertentu pada pasien. Umumnya untuk anestesi, setiap individu memerlukan 0,5-1,5 MAC (Katzung, 2007). Isofluran menimbulkan penurunan tekanan darah terkait dengan dosis, jadi semakin tinggi dosisnya maka semakin tinggi juga penurunannya sehingga bisa membuat takikardia, tetapi penurunan tekanan darah ini merupakan hal penting untuk melihat kedalaman dari anestesia. Selain penurunan tekanan darah, tanda yang digunakan untuk melihat kedalaman anestesia dapat meliputi volume, dan frekuensi tekanan darah (kecuali bila ventilasi dikendalikan), dan meningkatnya frekuensi denyut jantung (Dewoto, 2011 ; Butterworth et al., 2013). Isofluran dapat menyebabkan iskemia miokardium melalui fenomena coronary steal yaitu : pengalihan aliran darah dari daerah yang perfusinya buruk ke daerah yang perfusinya baik. Kecenderungan timbulnya aritmia amat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitasi jantung terhadap katekolamin (Wijaya A, 2013). a) Sistem saraf pusat Apabila isofluran diberikan sesuai dengan dosisnya, maka tidak menimbulkan kelainan EEG, vasodilatasi dan perubahan serebral serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. b) Kardiovaskular Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding dengan obat anestesi inhalasi yang lain. c) Respirasi

digilib.uns.ac.id 18 Menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan. d) Otot rangka Melalui mekanisme depresi pusat motoris pada serebrum, isofluran dapat menurunkan otot tonus rangka skelet. Meskipun demikian, isofluran masih memerlukan obat pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasi laparotomi. e) Ginjal Isofluran dapat menurunkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga produksi urin berkurang, namun dalam batas normal sesuai dengan dosis anestesinya (Mangku dan Senapathi, 2010). (d) Efek samping Keluhan yang sering ditimbulkan pada pemakaian isofluran adalah hipotensi, depresi pernapasan, aritmia, peningkatan sel darah putih, menggigil, mual dan muntah (Stoelting RK, 2006). (e) Keuntungan Induksi pada isofluran ini cepat dan lancar, pemulihannya juga lebih cepat dibanding dengan halotan dan enfluran, tidak menimbulkan mual-muntah, dan tidak menimbulkan menggigil paska anestesia. Isofluran juga tidak mengubah sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin, tidak menimbulkan guncangan terhadap fungsi kardiovaskuler, dan tidak menimbulkan efek eksitasi SSP (Morgan GE commit et al., 2006). to user

digilib.uns.ac.id 19 (f) Kelemahan Isofluran memerlukan kombinasi degan obat lain, dikarenakan analgesi dan relaksasinya yang kurang. Memiliki batas keamanan yang sempit sehingga membuat mudah terjadi kelebihan dosis dan cukup iritatif terhadap mukosa jalan nafas (Shapiro dan Fred, 2007). (g) Dosis 1) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2.0 3.0% bersama-sama dengan N₂O 2) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar 1.0 2.5 %, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 0.5 1.0% (Mangku dan Senapathi, 2010). 2) Sevofluran (a) Sifat Umum Sama halnya dengan isofluran, sevofluran juga merupakan halogenasi eter dalam bentuk cairan, yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak iritatif sehingga baik untuk induksi inhalasi. Agen inhalasi ini, paling cepat dalam induksi dan proses pemulihannya, bila dibandingkan dengan agen inhalasi lain (Wijaya A, 2013). Koefisien partisi darah/gas pada 37 C adalah 0,59. Dimana semakin kecil nilainya maka semakin zat tersebut tidak larut dalam darah. Kelarutan yang rendah ini menimbulkan induksi anestesi yang cepat dan lebih cepat juga pasien untuk sadar karna zat tersebut cepat dieliminasi di dalam darah (Butterworth et al., 2013).

digilib.uns.ac.id 20 Sevofluran sering digunakan untuk induksi pada anak karena berbau enak, tidak merangsang jalan nafas dan tidak meningkatkan sekresi saluran nafas. Sevofluran mungkin paling tidak iritasi pada saluran nafas dibanding jenis anestesi inhalasi lain yang dipakai saat ini (Morgan GE et al., 2006 ; Stoelting RK, 2006). Sevofluran hampir mempunyai semua sifat yang membuatnya ideal sebagai anestesi inhalasi (Katzung, 2007). (b) Indikasi dan kontraindikasi Sevofluran diindikasikan untuk induksi dan komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sevofluran sangat baik digunakan untuk induksi. Penggunaan sevofluran di kontraindikasikan pada pasien yang sensitif terhadap drug induced hyperthermia, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial (Mangku dan Senapathi, 2010). (c) Famakokinetik dan farmakodinamik (1) Farmakokinetik Sama dengan isofluran, evofluran juga dieliminasi melalui paru, hati dan ginjal. Soda lime dan baralyme dapat mendegradasi sevofluran menjadi produk akhir yang nefrotoksik, sehingga sevofluran tidak dapat digunakan dalam anestesi sistem terutup atau aliran rendah (Mangku dan Senapathi, 2010). Terkait dosis yang digunakan, sevofluran dapat menimbulkan vasodilatasi uterus dan penurunan aliran darah. Efek puncak yang ditimbulkan oleh isofluran pun juga tergantung commit dari to dosis user yang digunakan. Waktu bangkitan

digilib.uns.ac.id 21 (respon terhadap perintah) setelah diinduksi oleh tiopental, N₂O 66% dan sevofluran dengan MAC 0,9 adalah 14,3 menit, dimana waktu yang diperoleh lebih cepat dibandingkan isofluran (Butterworth et al., 2013). Biotransformasi sevofluran yaitu hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, dan hanya sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam tubuh. Maka dapat disimpulkan bahwa metabolisme sevofluran sangat rendah, tidak cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal (Morgan GE et al., 2006). (2) Farmakodinamik Sevofluran memiliki nilai MAC sebesar 2,0. Koefisien partisi darah/gas pada 37 C adalah 0,59. Kelarutannya yang menengah dalam darah ini menimbulkan induksi anestesi yang cepat dan juga recovery yang cepat (Katzung, 2007). Berbeda dengan isofluran, sevofluran tidak menyebabkan vasodilatasi pada arteria koronaria yang dapat menyebabkan fenomena coronary steal (Wijaya A, 2013). Sevofluran dapat menyebabkan penurunan tekanan darah arteri melalui vasodilatasi primer, namun kejadian ini dapat terjadi terkait dengan dosis yang digunakan (Bruno B dan Bernard D, 2005). Sama halnya dengan isofluran, sevofluran juga menimbulkan penurunan tekanan darah terkait dengan dosis dan memiliki efek yang sama (Dewoto, 2011). i. Sistem saraf pusat Hampir sama dengan isofluran. Aliran darah ke otak sedikit commit meningkat to user sehingga meningkatkan tekanan

digilib.uns.ac.id 22 intrakranial. Laju metabolisme otak juga menurun cukup bermakna, sama seperti isofluran. ii. Kardiovaskular Relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama induksi. Tahan vaskular dan curah jantung sedikit menurun sehingga tekanan darah sedikit menurun. iii. Respirasi Sama dengan anestesi inhalasi yang lain, sevofluran juga menimbulkan depresi pernapasan terkait dengan dosis yang diberikan sehingga volume tidal tidak akan menurun, tapi frekuensi napas sedikit meningkat. iv. Otot rangka Efeknya terhadap tonus otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran. v. Ginjal Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus lebih ringan dibanding dengan isofluran terkait dengan dosis yang diberikan. vi. Hati Aliran darah hati sedikit menurun (Mangku dan Senopathi, 2010). (d) Efek samping Efek yang utama yang terjadi pada induksi sevofluran adalah mual, muntah, gangguan fungsi ginjal, hipotensi, aritmia, depresi pernapasan, apneu, pusing, peningkatan aliran darah menuju otak dan tekanan intracranial (Stoelting RK, 2006).

digilib.uns.ac.id 23 (e) Keuntungan Induksi sevofluran cepat dan lancer, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas, dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil yang lain (Latief et al., 2002). (f) Kelemahan Sevofluran memiliki kelemahan yang sama seperti isofluran, yaitu memiliki batas keamanan yang sempit sehingga mudah terjadi kelebihan dosis (Shapiro dan Fred, 2007). (h) Dosis (1) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3.0 5.0% bersama-sama dengan N₂O (2) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar 2.0 3.0 %, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 0.5 1.0% (Mangku dan Senapathi, 2010)

digilib.uns.ac.id 24 B. Kerangka Penelitian Obat anestesi inhalasi Isofluran Sevofluran Farmakodinamik dan farmakokinetik Efek obat Efek obat Farmakodinamik dan farmakokinetik 1. Koefisien partisi darah/gas tinggi (1.46) 2. Efek anestesi timbul dalam 11.5 menit 3. Induksi & pemulihan lebih lama dari sevofluran 4. Biotransformasi rendah SSP : 1. Efek depresi 2. Konsumsi oksigen otak Respirasi : 1. Depresi pernafasan SSP : 1. Efek depresi 2. Aliran darah otak sedikit 3. Konsumsi oksigen otak Respirasi : 1. Koefisien partisi darah/gas rendah (0.65) 2. Efek anestesi timbul dalam 7 menit 3. Induksi & pemulihan lebih cepat dari isofluran 4. Biotransformasi rendah Kardiovaskular : 1. Depresi otot jantung Dan pembuluh darah 1. Depresi pernafasan 2. Frekuensi nafas sedikit Kardiovaskular : Otot rangka : 1. Tonus otot 1. Tahanan vascular & curah jantung 2. Tekanan darah Otot rangka : 1. Tonus otot Faktor yang memperlambat : - Kelainan metabolisme tubuh - Sensitivitas masing-masing individu - Penyakit penyerta Efek terhadap waktu pulih sadar Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Aldrete score

digilib.uns.ac.id 25 C. Hipotesis Terdapat perbedaan waktu pulih sadar antara penggunaan anestesi sevofluran dan isofluran dimana waktu pulih sadar sevofluran lebih cepat daripada isofluran.