BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik aktif, antara lain lempeng Indo Australia, Lempeng Samudra Pasifik, dan lempeng Eurasia. Gerakan lempeng tektonik tersebut mengakibatkan terjadinya berbagai jenis proses geodinamik seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, longsor, dan banjir bandang. Longsorlahan (landslide) merupakan pergerakan massa batuan dan/atau tanah secara gravitasional yang dapat terjadi secara perlahan maupun tibatiba. Dimensi longsorlahan sangat bervariasi, berkisar dari beberapa meter hingga ribuan kilo meter. Bencana ini cenderung dipengaruhi oleh faktor alami seperti batuan penyusun lereng, kemiringan lereng, kondisi geologi, dll. Selain faktor alam yang menyebabkan bencana longsor, faktor buatan manusia juga berperan menyebabkan longsor, seperti pengalih-fungsian kaki lereng bukit untuk kawasan pemukiman, perkebunan, serta pemukiman di puncak bukit yang menambah beban lereng. Peningkatan aktivitas manusia ini juga diyakini menjadi salah satu pemicu semakin banyaknya kejadian bencana tanah longsor. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun 1815-2012 Sumber: bnpb.go.id, 2014 1
Melalui peta indeks rawan bencana Indonesia tahun 1815-2012 dapat terlihat bahwa Kota Jayapura berada pada indeks rawan bencana kategori tinggi. Tetapi jika dilihat di lapangan, penanganannya relatif tidak ada peningkatan dari tahun ke tahun. Penulis tertarik meneliti kebencanaan Kota Jayapura didasarkan pada minimnya kinerja mitigasi kebencanaan sehingga dengan tingkat kerawanan yang tinggi, langkah-langkah untuk mereduksi risiko bencana masih sangat kurang dibandingkan langkah-langkah progresif yang telah dilakukan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu korban yang mengalami bencana 3 tahun berturut-turut bahwa penanganan terhadap bencana tetap sama cenderung tidak ada peningkatan. Dari fakta tersebut penulis tertarik meneliti apa yang sebenarnya salah terutama pada penanganan bencana di Kota Jayapura. Kota Jayapura merupakan Ibu Kota Provinsi Papua yang mempunyai magnet kuat untuk menarik masyarakat Papua bahkan dari luar Papua untuk tinggal di dalamnya dengan alasan yang beragam mulai dari mencari pekerjaan, ketersediaan fasilitas, atau alasan lainnya. Pertambahan jumlah penduduk pun segaris lurus mempengaruhi kebutuhan akan kawasan pemukiman dan menyebabkan permintaan akan lahan yang terus bertambah. Kota Jayapura memiliki penduduk yang cukup heterogen dari berbagai suku di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Jayapura tahun 2011 adalah 271.012 jiwa dengan laju pertumbuhan sekitar 2,88 % per tahun. Gambar 1.2 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Jayapura 2007-2011 Sumber: Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Jayapura Untuk Ancaman Banjir dan Tanah Longsor, 2013 2
Salah satu kelurahan yang paling sering mengalami bencana longsor di Kota Jayapura adalah Kelurahan Bayangkara. Dari data yang didapatkan penulis dari BPBD Kota Jayapura, Kelurahan Bayangkara memiliki sejarah bencana longsor dari tahun 2008-2014 (terutama tahun 2012-2014 terjadi setiap tahun). Di lain sisi, Kelurahan Bayangkara merupakan kelurahan yang memiliki lokasi strategis di tengah kota. Kelurahan ini menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk bermukim karena kedekatannya dengan fasilitas dan sarana perkotaan yang memadai. Hal ini menyebabkan tingkat hunian di kelurahan ini menjadi salah satu yang terpadat di Kota Jayapura. Hal ini disebabkan karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, perkantoran, dan pelabuhan. Sebagian besar penduduk di Kelurahan Bayangkara bekerja pada tempat-tempat tersebut. Kelurahan Bayangkara Perkantoran Pusat Kota Gambar 1.3 Lokasi Kelurahan Bayangkara yang Strategis Sumber: Dokumentasi Penulis, 2015 3
Dengan keberadaan tempat tinggal penduduk yang dekat tempat kerja berimplikasi pada multiplier effect misalnya membuat biaya angkutan dari tempat rumah ke tempat kerja dapat diminimalkan, tenaga yang dikeluarkan juga menjadi efektif, dan harapannya banyak keuntungan yang bisa didapat dari faktor lokasi ini contohnya dapat lebih cepat bertemu keluarga, biaya yang dikeluarkan menjadi sedikit, dan keuntungan lainnya. Namun, lokasi ini juga menyimpan potensi ancaman bencana longsor yang cukup tinggi. Keberadaan lokasi yang strategis membuat pertumbuhan penduduk di Kelurahan Bayangkara meningkat signifikan. Kelerengan lahan, kondisi tanah, dan meningkatnya lahan terbangun menyebabkan kelurahan ini sering kali mengalami bencana longsor. Gambar 1.4 Tampilan Kontur dan Lokasi Bencana Longsor Sumber: Dokumentasi Penulis, 2015 Longsor terjadi pada daerah-daerah yang memiliki kemiringan (slope) 20% - 40%. Hal ini dapat divisualisasikan melalui tampilan gambar 1.4. Keadaan morfologi Kelurahan Bayangkara yang berkontur menjadikan kawasan ini (berpotensi tinggi mengalami longsor). Tercatat selama 3 (tiga) tahun berturut-turut kelurahan ini 4
selalu mengalami bencana tanah longsor. Nyatanya tingkat kerugian yang dialami dan proses penanganan dari tahun ke tahun tidak mengalami kemajuan. Kondisi tersebut menunjukkan kurangnya kesiapan masyarakat maupun stakeholders terkait dalam pencegahan maupun penanganan bencana longsor di Kelurahan Bayangkara. Tabel 1.1 Korban Longsor dan kerugian tahun 2008-2014 No. Tahun Dampak Bencana Lokasi 1. 1980 3 rumah rusak dan Kelurahan Gurabesi harta benda 2. 1985 Korban jiwa 19 Kelurahan Gurabesi orang 13 rumah rusak parah 3. 2008 Korban jiwa 13 Kelurahan Bayangkara orang 4 rumah rusak 4. 2009 8 rumah rusak Kelurahan Entrop parah dan ternak 5. 2012 Rumah warga Kelurahan Bayangkara tertimbun longsor 3 korban jiwa, 1 korban luka berat 7. 2013 Rumah warga Kelurahan Bayangkara tertimbun 8. 2014 Rumah warga dan kandang ternak rusak parah Kelurahan Bayangkara Sumber: BPBD Kota Jayapura, 2015 Hal ini perlu ditanggapi dengan konsep ketangguhan yang dibangun pada daerah rawan longsor. Risiko bencana longsor merupakan kemungkinan 5
terburuk yang tidak dapat dihindari terutama untuk pemukiman di lereng gunung dan lereng bukit. Ketangguhan akan bencana merupakan poin fundamental yang menjadi infrastruktur apakah bencana tersebut menimbulkan sakit yang berkepanjangan atau justru kapasitas yang dimiliki menyebabkan efek sembuh. Sehingga pada titik menarik (point of interest) dari kasus ini, muncul sebuah pernyataan entah kapan penyakit tersebut akan menyerang namun yang terpenting adalah seberapa cepat akan sembuh lagi dan menjadi lebih tangguh. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka masalah yang ingin diselesaikan dalam penelitian ini : a. Seperti apa ketangguhan Kelurahan Bayangkara terhadap bencana longsor? b. Bagaimana keterkaitan dan kontribusi dari masing-masing faktor ketangguhan dalam mencapai ketangguhan bencana longsor di Kelurahan Bayangkara? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian Ketangguhan terhadap Bencana Longsor di Kelurahan Bayangkara, Kota Jayapura ini adalah: a. Mengukur sejauh mana ketangguhan Kelurahan Bayangkara terhadap bencana longsor. b. Mendeskripsikan keterkaitan dan kontribusi dari masing-masing faktor ketangguhan dalam mencapai ketangguhan bencana longsor di Kelurahan Bayangkara. 1.4 Batasan Penelitian Batasan penelitian lebih memperlihatkan penggalian mengenai ketangguhan Kelurahan Bayangkara terhadap bencana longsor. 6
1.4.1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Kota Jayapura dan lebih fokus kepada Kelurahan Bayangkara bagian barat laut jalan utama, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura. 1.4.2 Fokus penelitian Gambar 1.4 Lokasi Penelitian Sumber: Analisis Penulis, 2015 Fokus penelitian adalah mengukur sejauh mana ketangguhan Kelurahan Bayangkara terhadap bencana longsor serat mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi ketangguhan Kelurahan Bayangkara terhadap bencana longsor. 1.5 Manfaat Penelitian Dilakukannya penelitian ini, diharapkan memberi manfaat kepada masyarakat secara luas dan pihak-pihak yang terkait lainnya, beberapa manfaat tersebut antara lain: 7
1. Hasil penelitian lebih bersifat memberikan masukan kepada pemerintah terkait aspek-aspek yang berhubungan langsung dengan bencana longsor terutama pada saat pra bencana hingga pasca bencana, sehingga pemerintah tidak hanya memberikan program kebencanaan pada saat bencana terjadi tetapi dilakukan dengan berkesinambungan. Selain itu, diharapkan juga pemerintah berperan aktif dan bersinergi dengan masyarakat dan lembaga-lembaga non-pemerintah lainnya sehingga bersama-sama mewujudkan ketangguhan masyarakat 2. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan rekomendasi terutama bagi BAPPEDA agar perencanaan kedepannya terkait fungsi lahan pemukiman terutama di Kelurahan Bayangkara lebih diperhatikan dan lebih hati-hati. Bagi Dinas PU terkait aksesibiltas jalan, fasilitas umum, dan saluran air. Bagi BPBD agar lebih berkesinambungan mewujudkan pengelolaan kebencanaan terutama mengenai ketangguhan, tidak sekedar membuat program dan merealisasikan pada saat bencana terjadi namun terus disosialisasikan dan diwujudkan secara kontinyu kepada masyarakat. 3. Memberikan sumbangan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota di bidang kebencanaan terkait analisa bencana yang ditinjau dari sisi risiko, kapasitas, kerentanan, dan ketangguhan terhadap bencana longsor. 1.6 Keaslian Penelitian Keaslian dalam penelitian merupakan faktor penting sehingga dapat menghindari tindakan plagiarisme penelitian. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai Ketangguhan antara lain : 1. Konsep, Prinsip dan Strategi Mewujudkan London Resilient City yang diteliti oleh Muhammad (2012) berfokus pada menganalisis konsep resilient city yang digunakan di London serta bagaimana prinsip dan strategi tersebut dapat terwujud. Hasil dari penelitian ini 8
adalah mendeskripsikan konsep resilient city di London serta prinsip dan strategi yang digunakan untuk mewujudkannya. 2. Tingkat Ketangguhan Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir Kota Semarang yang diteliti oleh Yuniawan (2012) berfokus pada menganalisis ketangguhan pesisir Kota Semarang terhadap perubahan iklim dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Hasil dari penelitian ini adalah mengukur tingkat ketangguhan terhadap perubahan iklim di pesisir Kota Semarang serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketangguhan terhadap perubahan iklim pada kawasan pesisir Kota Semarang. 3. Ketangguhan Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Rob di Kelurahan Bandengan Kota Pekalongan yang diteliti oleh Ratnasari (2015) berfokus pada bagaimana masyarakat Kelurahan Bandengan, Kota Pekalongan menghadapi banjir rob dan sejauh mana ketangguhan masyarakat Kelurahan Bandengan, Kota Pekalongan terhadap banjir rob. Hasil dari penelitian ini adalah mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Bandengan dalam menghadapi banjir rob berdasarkan tahapan penanggulangan bencana serta mengetahui ketangguhan masyarakat di Kelurahan Bandengan dalam menghadapi banjir rob. Melihat dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan, jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya dan merupakan ide asli dari penulis. 9