PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang baik. Masyarakat Indonesia membutuhkan pangan hewani sebagai salah satu sumber protein untuk mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas (Suwandi, 2001). Usaha untuk meningkatkan protein hewani tersebut diantaranya dengan impor susu bubuk, telur, daging dan mendatangkan bibit ternak unggul (Ronohardjo dan Soetedjo, 1984). Banyak kendala yang dihadapi peternak dalam mengembangkan usaha peternakan, antara lain seputar masalah pakan, tata laksana/manajemen pemeliharaan dan masalah penyakit. Penyakit parasiter merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit yang merugikan peternak (Khaidir, 1994). Penyakit yang disebabkan oleh parasit kadang-kadang tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi sangat besar berupa penurunan berat badan ternak, penurunan produksi susu, kualitas daging/kulit/jeroan dan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja di sawah serta bahaya penularan terhadap manusia/zoonosis (Arifin dan Soedarmono, 1982). Trypanosomiasis (Surra) merupakan salah satu penyakit yang endemik di Indonesia. Surra yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi merupakan salah satu penyakit hewan menular (PHM) penting pada ternak kuda dan ruminansia besar, khususnya ternak sapi dan kerbau (Anonimus, 2012). 1
Genus Trypanosoma umumnya hidup di dalam plasma darah dan cairan jaringan vertebrata, hanya beberapa bisa hidup dengan masuk (menginvasi) sel. Parasit ini ditularkan oleh arthropoda penghisap darah. Spesies arthropoda ada yang beberapa menularkan Trypanosoma secara mekanik (langsung), tetapi ada pula secara biologi. Penyakit yang diakibatkan oleh protozoa ini banyak dijumpai di daerah tropis yaitu Afrika, Timur Tengah, India, Cina, Asia Tenggara dan Amerika Latin dengan berbagai spesies yang berbeda-beda (Nurcahyo, 2013). Trypanosoma yang memiliki arti penting dalam bidang kedokteran hewan di Indonesia adalah Trypanosoma evansi. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit setiap tahunnya. Distribusi yang luas dan arti penting dari Trypanosoma evansi menyebabkan banyak kajian tentang Trypanosoma evansi dari berbagai aspek. Kerugian lain juga teramati seperti penurunan produksi terutama produksi daging dan susu, pertumbuhan yang terhambat dan jika tidak dilakukan pengobatan dapat mengakibatkan kematian. Kerugian yang diakibatkan oleh Trypanosoma evansi ini diperkirakan mencapai US$ 22.4 juta per tahun (Ronoharjo et al, 1986). Penyebaran Trypanosoma evansi di Indonesia sangat luas hampir di seluruh pulau besar dan menyerang berbagai jenis ternak dan satwa liar. Kejadian penyakit sangat bervariasi tergantung kepekaan hewan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Hewan unta, kuda dan anjing sangat peka terhadap infeksi Trypanosoma evansi dan penyakit terjadi secara cepat, bersifat akut dan berakibat fatal, sedangkan pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba dan ruminansia lainnya) relatif lebih tahan lama dari serangan penyakit, umumnya 2
berlangsung lebih lambat, bersifat kronis dan bahkan tanpa menunjukkan gejala klinis/sub klinis. Trypanosomiasis pada ruminansia dapat juga bersifat akut dan mewabah saat hewan mengalami stres, misalnya karena dipekerjakan atau difungsikan terlampau berat, akibat kekurangan pakan/air dan faktor kondisi lingkungan kritis dan cuaca yang ekstrim (Masra, 2011). Kejadian Trypanosoma evansi pada manusia telah dilaporkan di Afrika, India, Sri Lanka dan Malaysia. Namun demikian laporan kematian pada manusia akibat Trypanosoma evansi hanya terjadi di India pada tahun 2005 dan 2007 (Desquesnes, 2013). Trypanosoma yang patogen seperti Trypanosoma evansi diselimuti oleh lapisan protein tebal yang mengandung satu jenis protein yang disebut Variance Surface Glycoprotein (VSG). Peran dari VSG yaitu bekerja sebagai immunogen utama dan mengemban dalam pembentukan antibodi spesifik. Parasit ini mampu menghindari reaksi immun dengan mengubah variasi VSG, suatu fenomena yang disebut antigenic variation. Variasi dari VSG akan membantu Trypanosoma evansi menghindari sistem imun dari hospes, sehingga menyulitkan dalam penanganan dan pencegahan penyakit Surra (Desquesnes et al., 2009). Permasalahan 1. Diagnosis infeksi Trypanosoma evansi (Surra) sebagian besar tergantung dari deteksi parasit. Sensitifitas dari diagnosis parasitologi dengan menggunakan metode pemeriksaan secara konvensional sangat terbatas karena tingkat parasitemia yang rendah pada hewan yang terinfeksi. Metode molekuler 3
dengan sensitifitas yang tinggi dikembangkan untuk menggantikan atau memperkuat diagnosa parasitologi yang telah ada sebelumnya. 2. Belum pernah dilakukan penelitian secara molekuler untuk mendeteksi dan mengidentifikasi Trypanosoma evansi berdasarkan Variance Surface Glycoprotein (VSG) pada isolat lokal Indonesia. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai metode Polymerase Chain Reaction (PCR) yang menargetkan VSG menggunakan Trypanosoma evansi isolat lokal Indonesia belum pernah dilakukan. Partoutomo et al., (1995) melakukan penelitian mengenai studi patogenesis Trypanosoma evansi pada kerbau, sapi Friesian Holstein (FH) dan sapi Peranakan Ongole (PO), dengan menggunakan metode Haematocrit Centrifugation Tehnique dan inokulasi pada tikus. Hasil dari penelitian yaitu kerbau menunjukkan tingkat parasitemia yang lebih lama dan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi FH dan sapi PO. Urakawa et al., (2001) melakukan penelitian untuk mendiagnosa Trypanosoma evansi dengan menggunakan metode PCR yang menargetkan gen VSG Ro Tat 1.2. Hasil dari penelitian dengan menggunakan metode PCR menunjukkan bahwa VSG Ro Tat 1.2 hanya terdapat pada semua isolat Trypanosoma evansi yang digunakan dalam penelitian tersebut. Claes et al., (2004) melakukan penelitian untuk mendeteksi Trypanosoma evansi menggunakan metode PCR yang menargetkan gen VSG Ro Tat 1.2. Hasil dari penelitian dengan menggunakan metode PCR menunjukkan 4
bahwa gen VSG Ro Tat 1.2 adalah penanda spesifik terhadap strain dari Trypanosoma evansi, sehingga hasil tersebut dapat membedakan antara Trypanosoma evansi dengan anggota sub genus Trypanozoon lainnya. Ngaira et al., (2004) melakukan penelitian untuk mendeteksi Trypanosoma evansi menggunakan metode PCR yang menargetkan gen VSG Ro Tat 1.2 pada isolat dari Kenya. Hasil dari penelitian dengan menggunakan metode PCR menunjukkan bahwa gen VSG Ro Tat 1.2 tidak terdapat pada beberapa strain Trypanosoma evansi yang menginfeksi onta di Kenya. Isolat Trypanosoma evansi yang berasal dari Kenya termasuk dalam Trypanosoma evansi tipe B. Sengupta et al., (2010) melakukan penelitian untuk mendiagnosa Trypanosoma evansi dengan menggunakan metode PCR yang menargetkan gen VSG pada hewan tikus dan kerbau yang diinfeksikan secara eksperimen. Hasil dari penelitian dengan menggunakan metode PCR yang menargetkan gen VSG menunjukkan bahwa PCR dapat mendeteksi parasit Trypanosoma evansi secara eksperimental 24 jam pasca infeksi pada hewan tikus dan 72 jam pasca infeksi pada hewan kerbau. Masra (2011) melakukan penelitian seroprevalensi trypanosomiasis di Pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan metode Card Agglutination Test (CATT). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa metode CATT dapat mendeteksi Trypanosoma evansi sebanyak 15,3% (46 positif CATT dari 301 sampel) dan umumnya kejadian trypanosomiasis ditemukan pada hewan dewasa. 5
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeteksi Trypanosoma evansi pada ternak lokal dengan metode Wet Blood Film (WBF), pengecatan apus darah tipis, Haematocrit Centrifugation Technique (HCT), inokulasi pada mencit dan Card Aggulination Test (CATT). 2. Mendeteksi secara molekuler VSG Trypanosoma evansi isolat lokal Indonesia. 3. Mengetahui variasi genetik VSG Trypanosoma evansi dari isolat lokal Sumatera dan Jawa. Manfaat penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Terdeteksinya Trypanosoma evansi pada ternak lokal dengan metode Wet Blood Film (WBF), pengecatan apus darah tipis, Haematocrit Centrifugation Technique (HCT), inokulasi pada mencit dan Card Aggulination Test (CATT). 2. Trypanosoma evansi isolat lokal Indonesia memiliki VSG sehingga deteksi dengan metode PCR akan memberikan hasil yang sensitif dan spesifik. 3. Teridentifikasinya VSG Trypanosoma evansi dari isolat lokal Sumatera dan Jawa. 6