BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan karya yang berasal dari imajinasi pengarang, imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. ibunya, dan sekaligus menjadi inti cerita dalam film dari Arab Saudi berjudul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Seperti dikatakan Horton

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

POLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun )

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. wacana kritis oleh kalangan ahli komunikasi. Untuk itu,diperlukan pengembangan

POLIGAMI DALAM FILM (ANALISIS RESEPSI AUDIENS TERHADAP ALASAN POLIGAMI DALAM FILM INDONESIA TAHUN )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB III GAGASAN BERKARYA

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah,

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

BAB IV PENUTUP. diciptakan oleh kebudayaan sebagai sebuah imaji yang membentuk. bagaimana sosok laki-laki ideal seharusnya. Hasil konstruksi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

BAB 4 KESIMPULAN. Representasi maskulinitas..., Nurzakiah Ahmad, FIB UI, 2009

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Seperti diketahui bahwa setiap produsen, baik itu yang menyediakan

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Setiap generasi memiliki tipe pria idealnya masing-masing. Adanya

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat.

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Sejak manusia mulai mengenal sistem perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. hal itulah yang juga tercipta dalam Antologi Cerpen Ironi-ironi Kehidupan

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan caranya masing-masing. Majalah Sabili menunjukkan keberpihakan terhadap wacana poligami dengan mempromosikan poligami melalui testimoni para tokoh pelaku poligami. Majalah Syir ah dan NooR menggunakan analogi yang bermakna kebolehan berpoligami dengan implikasi tertentu. Seperti perumpamaan poligami sama dengan makan pete artinya rasanya enak tetapi menimbulkan bau yang tidak sedap bagi orang sekitar. Atau pun poligami ibarat pintu keluar darurat pesawat terbang dimaknai sebagai jalan keluar dari kondisi yang tidak normal. Ketiga majalah Islam tersebut, didalam memproduksi makna poligami menghadirkan tokoh atau narasumber yang mendukung pandangan masing-masing majalah. Kedua, wacana poligami pada majalah Sabili, Syir ah dan NooR dikonstruksi dengan tujuh cara yakni menempatkan perempuan sebagai objek dalam kehidupan poligami, memposisikan perempuan menjadi tersubordinat dalam perkawinan poligami, menunjukkan penentangan terhadap poligami, membentuk penentangan terhadap anti poligami, memberikan dorongan untuk hidup bermonogami, 253

254 menjadikan hidup berpoligami sebagai sebuah pilihan dan menjadikan ajaran Islam sebagai dasar ideologis yang dapat menentukan arah wacana poligami. Bagian-bagian itu dibahas sedemikan rupa oleh majalah Islam pada tataran teks berdasarkan aspek kata, aspek gramatika, keterkaitan kalimat, kaidah interaksional maupun struktur berskala besar sehingga berpengaruh terhadap pembentukan wacana poligami itu sendiri. Masing-masing majalah Islam memiliki penekanan tersendiri dalam mewacanakan poligami. Majalah Sabili lebih menekankan pada bagian penentangan terhadap kelompok anti poligami. Selain itu, majalah Sabili juga mengkritik balik pihak lain yang berupaya mengkritik kebolehan berpoligami dalam Islam dengan cara melakukan komparasi terhadap poligami yang ada dalam ajaran Islam dengan poligami yang diterapkan ajaran agama lainnya. Sedangkan, Majalah Syir ah lebih menekankan pada bagian penentangan terhadap poligami dan berupaya meyakinkan pembaca untuk mempertahankan perkawinan monogami. Meskipun demikian, majalah Syir ah terkadang cenderung berada pada bagian yang memposisikan perempuan tersubordinat dalam wacana poligami sebagaimana realitas yang dibangunnya pada kolom kisah fiktif. Majalah NooR juga menonjolkan bagian penentangan terhadap poligami tetapi pada bagian lain majalah NooR menempatkan perempuan sebagai objek poligami dari realitas perkawinan teh Ninih dengan Aa Gym.

255 Ketiga, perempuan diwacanakan majalah Islam sebagai kelompok obyek dan subjek yang menderita. Sebagai objek, nampak pada peran yang dikenakan terhadap perempuan ketika hadir sebagai sosok yang berkompetisi memperebutkan posisi istimewa di hadapan suaminya. Sebagai subyek yang menderita, perempuan hadir sebagai tokoh utama yang diceritakan media tetapi mereka mengalami penderitaan, baik secara psikologis berupa kekerasan simbolik dari suami, maupun penderitaan secara ekonomi karena tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga setelah suami menikah lagi. Kemudian dalam arus wacana poligami, perempuan ditampilkan dalam polemik internal keluarga yakni kontroversi dari pihak keluarga yang menolak terjadinya poligami maupun dari istri pertama yang menentang perempuan lain untuk memiliki suaminya. Selain itu perempuan juga dihadirkan pada polemik eksternal melalui tokoh yang dimunculkan sebagai rujukan. Secara visual, perempuan juga tampilkan ketiga majalah Islam dalam wacana poligami. Majalah Sabili menghadirkannya dalam bentuk foto realitas seorang suami berada pada sudut tertentu bersama-sama dengan para istrinya. Majalah Syir ah menampilkannya berupa ilustrasi visual tokoh agama yang berpoligami bersama kedua istrinya dalam imajinasi orang biasa. Perempuan-perempuan itu ditampilkan majalah Syir ah berada di antara suaminya. Majalah NooR juga menvisualisasikan perempuan yang dipoligami dalam bentuk ilustrasi, dimana kedua perempuan itu juga berada di antara suaminya. Jadi, perbedaan visual majalah Sabili, Syir ah dan majalah NooR terletak pada realitas poligami yang ditampilkan baik secara visual maupun

256 poligami dalam bentuk ilustrasi. Selain itu, para istri yang dipoligami ditampilkan hidup bersama sebagaimana terdapat pada visualitas majalah Sabili. Sedangkan dalam majalah Syir ah dan NooR sesama istri yang dipoligami dipisahkan oleh keberadaaan suami mereka. Kedudukan perempuan dalam wacana poligami pada majalah Sabili, Syir ah dan NooR tidak dapat dikatakan berdiri sendiri karena memiliki relasi dengan berbagai pihak. Majalah Syir ah sangat kongkrit melihat relasi kuasa yang berlangsung antara istri yang dipoligami dengan keluarganya. Disini, majalah Syir ah lebih mengutamakan eksistensi istri pertama untuk menunjukkan penderitaan perempuan yang dipoligami dibandingkan istri kedua, ketiga, dan keempat. Selain itu, majalah Syir ah juga membangun relasi keluarga antara suami dengan anak yang menentang perlakuan buruk terhadap ibunya disebabkan poligami ayahnya tanpa meninggalkan ideologi Ketuhanan untuk menjelaskannya. Majalah Noor juga menampilkan penderitaan istri pertama yang dipoligami tetapi lebih menekankan penerimaan terhadap ideologi eastern yang mengabaikan akibat dipoligami dan mengutamakan hubungan transedental dengan Tuhan untuk menjelaskan relasi kuasanya. Sedangkan, majalah Sabili membangun relasi perempuan yang dipoligami dengan publik untuk menyampaikan testimoni tentang harmonisasi perkawinan poligami. Dengan demikian, ketiga majalah Islam mengacu pada objek yang sama yakni hal-hal yang berkaitan dengan Ketuhanan dalam mendukung wacana poligami sehingga dapat diterima pembacanya.

257 Keempat, identitas perempuan yang dibangun majalah Islam adalah perempuan sebagai ibu rumah tangga dan memiliki ketergantungan pada suami secara sosial dan ekonomi. Identitas tersebut menyelamatkan perempuan dari stigma negatif sebagai gundik, istri simpanan atau selir menjadi istri resmi dan terbebas dari konotasi negatif. Perempuan ditampilkan seolah-olah berbahagia dengan status sosial yang dilekatkan pada dirinya. Padahal sebenarnya identitas perempuan terikat pada status sosial yang lebih didominasi pihak laki-laki. Namun identitas tersebut bukanlah identitas tunggal, mencairnya identitas perempuan karena masing-masing majalah Islam mencoba mentransformasikan identitas perempuan dari realitas yang ditampilkan menjadi realitas yang diinginkan media. Majalah Islam memberikan sedikit ruang bagi perempuan yang dipoligami untuk keluar dari persoalan keluarga sebagai dampak dari poligami. Namun perempuan dalam wacana poligami mendapatkan pilihan dilematis antara mempertahankan keluarga, ataupun membentuk keluarga baru dengan melepaskan diri dari kehidupan dipoligami. Dengan demikian, poligami yang direpresentasikan secara berbeda-beda oleh ketiga majalah Islam merupakan hasil pemaknaan kalangan media itu sendiri. Dalam mengkomunikasi pemaknaan itu, majalah Islam memerlukan aktor sosial yang memiliki sistem budaya yang sama dengan mereka untuk menyusun makna, untuk membuat dunia bermakna, untuk berkomunikasi tentang dunia secara bermakna dengan orang lain (Hall, 1997:25; Totona, 2010:12). Menurut Hall (1996: 439), Yang saya maksud budaya di sini adalah medan nyata tempat praktik-praktik,

258 representasi-representasi, bahasa dan kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat berpijak. Saya juga memahami budaya sebagai bentuk kontradiktif akal sehat yang sudah mengakar pada dan ikut membentuk kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, budaya berkaitan dengan pertanyaan tentang makna-makna sosial, yakni beragam cara kita memahami dunia yang dilakukan lewat praktik-praktik penandaan dan signifikasi. Selain itu juga dibutuhkan penulis dan pembaca dalam menginterpretasikannya. Sebagaimana Hall (1997; 33) juga menyatakan bahwa interpretasi menjadi aspek penting dari proses dimana makna diberikan dan diambil. Pembaca adalah sama pentingnya dengan penulis dalam produksi makna tersebut. Makna yang diambil tersebut, sebagai pemirsa, pembaca atau penonton, tidak pernah persis artinya sebagaimana yang telah diberikan oleh pembicara atau penulis atau dengan pemirsa lainnya (Hall, 1997:32). Penulis memutuskan apa yang dia ingin katakan. Tapi dia tidak bisa 'memutuskan' apakah digunakan atau tidak aturan bahasa, jika dia ingin dimengerti (Saussure, dalam Hall, 1997: 34). Namun Hall (1981) mengatakan bahwa produksi makna tidak menjamin dikonsumsinya makna tersebut sesuai dengan yang dimaksudkan oleh enkodernya karena pesan-pesan (majalah) yang dikonstruksi sebagai sistem tanda dengan berbagai komponen yang multi-accentuated, bersifat polisemik, alias mereka memiliki lebih dari satu rangkaian makna potensial. Sampai pada bahwa khalayak turut terlibat dalam kerangka kultural bersama para produser, maka pembacaan oleh khalayak masih tak beda dengan produksi tekstual. Tapi, jika anggota khalayak bertempat pada posisi sosial yang

259 berbeda (dalam hal kelas atau gender, misalnya) dari para produsen teksnya, dengan segala macam sumber daya kultural yang ada pada mereka, mereka akan bisa membaca teks-teks tersebut secara alternatif. Atas dasar itulah kehadiran perempuan sebagai subyek yang menderita dan obyek yang dipoligami pada majalah Islam telah memposisikan perempuan sebagai ikon penderitaan. Majalah Islam yang memiliki keberpihakan terhadap perempuan pun menjadi lebih maskulin dan telah tergiring pada wacana yang melangenggkan budaya patriarkhi. Dalam hal ini, majalah Islam maupun para penulisnya telah berada pada kekuasaan modern yang menurut Althusser (2008) individu-individu yang dulunya diperintah, diarahkan bahkan dimanipulasi maka sekarang ini justru dilibatkan sebaga mekanisme kontrol dimana orang tidak merasa dikuasai. Kendati perempuan yang dipoligami merasakan diri tertindas tetapi mereka menjadi menikmati bahkan ikut terlibat menciptakan stuktur itu tanpa disadarinya. 6.2 Saran Melalui pengkajian wacana poligami dalam majalah Islam ini dapat diketahui perlu ada kajian lebih spesifik dalam membongkar dominasi maskulinitas sebab represenstasi media tentang ketidakberdayaan perempuan dalam wacana pologami yang harus dibela ternyata hanyalah manipulasi yang berupa menarik pihak pembaca terhadap media. Daya kritis terhadap mendalami wacana poligami sangat diperlukan sehingga mendapatkan pemahaman paling mendasar antara relasi laki-laki, perempuan, aktor sosial dan situasi sosial yang mengitarinya. Keberpihakan media

260 massa terhadap poligami tidak serta merta menunjukkan substansi yang diinginkan. Pilihan kata yang ambigu, mengambil refleksi yang jauh dari realitas, upaya menggambarkan ketidakberdayaan terhadap perempuan, seolah-olah menarik simpati terhadap perempuan ternyata semakin menyudutkan ketidakberdayaan. Kajian ini telah membedah citra visual poligami dalam majalah Islam yang menunjukkan kekuatan visual dalam merepsentasikan wacana poligami. Upaya suatu majalah Islam menghasilkan citra real pelaku poligami menujukkan kekuatan media tersebut untuk menunjukkan wacana poligami yang seolah-olah seperti yang digambarkan, sedangkan majalah Islam yang menghadirkan penolakan terhadap poligami seakan membangun imajinasi poligami sebagai hantu dalam kehidupan rumah tangga. Atas dasar itu, penggunaan critical discourse analisys sangat memungkinkan diarahkan pada kajian visual yang ada dalam media dengan menghubungkan dengan teks, konteks serta intertektual dalam media.