BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKS) : ILMU REPRODUKSI & INSEMINASI BUATAN

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

Korelasi antara bobot badan induk dengan litter size, bobot lahir dan mortalitas anak kelinci New Zealand White

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

Gambar 1. Itik Alabio

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

VI. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

5 KINERJA REPRODUKSI

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PERBANDINGAN KAWIN ALAM DAN INSEMINASI BUATAN TERHADAP PERSENTASE KEBUNTINGAN, LAMA BUNTING, LITTER SIZE DAN BOBOT LAHIR KELINCI NEW ZEALAND WHITE

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

TEKNOLOGI KAWIN SUNTIK(INSEMINASI BUATAN) PADA TERNAK KELINCI

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PEMILIHAN BIBIT DAN TIPE TERNAK BABI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

BEBERAPA TINGKAT VOLUME INSEMINASI DENGAN JUMLAH

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai ciri-ciri dada penuh, badannya medium tetapi terlihat bundar dan gempal, kaki depan agak pendek, kepala besar dan agak bundar, telinga agak besar dan tebal dengan ujungnya yang sedikit membulat, serta bulunya tebal tapi halus. Bulunya berwarna putih mulus tanpa pigmen (albino) (Masanto dan Agus, 2013). Bangsa kelinci New Zealand yang pertama berkembang adalah New Zealand Red, dan kemudian berkembang menjadi NZW hasil dari persilangan New Zealand Red dengan yang lainnya. Keberadaan kelinci NZW mendominasi peternakan penghasil daging kelinci di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan reproduksi dan pertumbuhannya yang cepat, serta tingginya permintaan bulu kelinci berwarna putih (Mcnitt et al., 2009). Keunggulan dari kelinci NZW adalah pertumbuhannya yang cepat sehingga tepat jika digunakan sebagai penghasil daging, kelinci dewasa dapat mencapai bobot 4,5-5 kg, dan litter size kelinci NZW bisa mencapai 10-12 ekor (Santosa dan Sutarno, 2009). Kelinci Jantan dapat mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan, tergantung bangsa dan nutrisi pakan yang diterima. Produksi sperma kelinci NZW setiap hari meningkat pada umur 20 minggu hingga 31 minggu. Volume ejakulasi semen kelinci NZW yang sudah dewasa kelamin dapat mencapai 0,4-1,5

4 ml, dengan rata- rata 0,7 ml. Konsentrasi sperma kelinci NZW dapat mencapai 10-300 juta spermatozoa per ml, dengan rata-rata 150 juta spermatozoa per ml (Mcnitt et al., 2009). Lebas et al (1997) menyatakan bahwa tingkah laku perkawinan pertama kali dapat dilihat pada umur 60-70 hari, akan tetapi motilitas sperma sangat lemah pada ejakulasi pertama, sehingga perkawinan pertama harus dilakukan pada umur 135-140 hari. 2.2. Sistem Perkawinan Kelinci Perkawinan yang baik akan menghasilkan persentase kebuntingan yang tinggi karena kelinci termasuk ternak yang berovulasi jika ada ransangan pada kelinci birahi, maka pengaturan perkawinan menjadi sangat penting pada ternak kelinci (Limbong, 2008). Ada 2 cara mengawinkan ternak kelinci yaitu dengan sistem perkawinan alami dan inseminasi buatan. Perkawinan alami adalah perkawinan dengan pejantan mendeposisikan secara langsung spermanya ke dalam alat reproduksi betina tanpa perantara alat buatan. Inseminasi buatan adalah pendeposisian sperma ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat buatan manusia dan bukan secara alami. Pemahaman inseminasi buatan dalam perkembangan lebih lanjut tidak hanya mengenai metode perkawinan, tetapi juga mencakup seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan dan pengangkutan sperma, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi (Octaviani, 2010). Inseminasi buatan dapat memberikan hasil (persentase kebuntingan, litter size, dan lain-lain) yang sama seperti hasil dari perkawinan secara alami jika hal-hal yang

5 terlibat tersebut dijalankan dengan benar (Lebas et al., 1997). Proses dan penanganan semen dan cara melakukan inseminasi harus dilakukan dengan baik, demikian juga dengan sinkronisasi estrus (Sumadia dan Purnama, 2002). Perkawinan buatan dapat juga menggunakan superovulasi, transfer embrio, splitting embrio dan cloning gen (Nugroho, 2008). Kelinci jantan memiliki sifat menguasai wilayah, sehingga pada kawin alam induk kelinci dibawa ke kandang pejantan dan sebaiknya perkawinan dilakukan 2 kali untuk mendapatkan perkawinan yang fertil (Sumadia dan Purnama, 2002). Kelinci betina birahi akan menunjukkan perilaku gelisah dengan menggosokkan dagunya atau menggosokkan tubuhnya pada tempat minum, tempat pakan dan benda-benda lain, selain itu juga menunjukkan perilaku mendekatkan tubuhnya dengan kelinci di kandang terdekat. Kelinci betina birahi menunjukkan vulva dengan warna merah muda hingga merah gelap (Mcnitt et al., 2009). 2.3. Kebuntingan Kelinci Setelah kelinci dikawinkan, perlu diperiksa kondisi kelinci tersebut, apakah perkawinan tersebut menghasilkan kebuntingan atau mengalami kegagalan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menguji kembali, meneliti perkembangan perut kelinci betina dan memperhatikan nafsu makannya. Pengujian kembali dilakukan satu minggu setelah perkawinan, dengan cara memasukkan kelinci betina ke dalam kandang pejantan, jika betina menolak atau tidak mau dikawini pejantan artinya kemungkinan besar kelinci betina bunting (Limbong, 2008). Selain itu, pemeriksaan kebuntingan pada kelinci dapat dilakukan dengan teknik palpasi yang

6 dikenal dengan istilah palpasi percutan ventro caudal adalah dengan cara melakukan perabaan embrio bagian perut induk kelinci. Palpasi dilakukan efektif antara 10-14 hari dan tidak efektif jika dilakukan sebelum 9 hari setelah tanggal dikawinkan (Lebas et al., 1986). Lama kebuntingan atau lamanya waktu dari kelinci kawin hingga melahirkan anak berlangsung rata-rata 31 hari. Sekitar 98% anak kelinci secara normal akan dilahirkan setelah 30-33 hari kebuntingan, namun ada juga yang dilahirkan pada 29 hari atau 35 hari. Dalam kasus kebuntingan yang panjang tersebut, disebabkan karena jumlah anak yang sedikit dengan ukuran badan yang besar (Cheeke et al., 1987). 2.4. Litter Size Litter size pada kelinci NZW berkisar antara 5,00-6,35 (Lheukwumere, 2008). Sedangkan. Litter size akan meningkat 10-20% pada kelahiran kedua, namun akan menurun pada kelahiran ketiga, dan tetap pada kelahiran keempat, kemudian mengalami penurunan kembali pada kelahiran kelima dan seterusnya (Lebas et al., 1997) Litter size dipengaruhi oleh bangsa, pakan yang diberikan, umur dan lingkungan induk (Purnama, 2000). Peningkatan pakan dan nutrisi pakan dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan litter size, mempertahankan kebuntingan dan selanjutnya keluaran air susu (Tarsono et al., 2009). Jarak kawin setelah beranak yang ideal adalah 14 hari karena selain efisien juga memberikan performan yang baik pada jumlah anak yang dilahirkan (Purnama, 2000). Pada tahun 1932, Gregory menunjukkan bahwa litter size dipengaruhi oleh jumlah telur

7 yang diproduksi setelah perkawinan terjadi dan jumlah ini tergantung pada bobot badan kelinci. Sartika et al. (1995) juga menyatakan bahwa jumlah litter size tergantung pada jumlah sel telur yang diovulasikan dan dibuahi oleh sperma serta tumbuh dan berkembang normal sampai dilahirkan. Sel telur dilepaskan secara bertahap selama ovulasi berlangsung (Tarsono et al., 2009). Ovulasi terjadi 10 jam setelah perkawinan, ovulasi ini mempengaruhi fertilitas, fertilitas juga dipengaruhi pembuahan sel telur yang tergantung pada kualitas kelinci jantan. Genetik dari kelinci jantan dan kelinci betina sangat mempengaruhi pertumbuhan prenatal dan kelangsungan hidup sel telur, oleh karena itu kelinci jantan juga memiliki pengaruh terhadap litter size (Lebas et al., 1997).