PENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE (LEISA) DI DESA GAYAM KECAMATAN GONDANG WETAN KABUPATEN PASURUAN DALAM RANGKA MENDUKUNG UPSUS SIWAB 2017 Mokhammad Ali Fakhri, Dewi Ratih Ayu Daning Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang alifahri7@gmail.com, daning_nutritionist@yahoo.com ABSTRAK. Pengabdian ini bertujuan untuk mengetahui teknologi pakan yang dapat meminimalisasi biaya produksi melalui efisiensi biaya pakan dengan cara mengoptimalkan penggunaan bahan pakan setempat yang potensial dan sebaliknya menekan sedikit mungkin penggunaan pakan tambahan yang berasal dari luar. Metode Pelaksanaan yang dilakukan adalah identifikasi potensi bahan pakan yang ada di desa gayam yaitu jerami jagung atau tebon, jerami padi, dedak padi halus, tetes, konsentrat yellow feed, serta urea sebagai sumber PK. Jumlah formulasi ransum sebanyak 14,25 Kg/hari senilai Rp12.800. yang diujikan ke sapi LIMPO berumur 1,5 tahun berbobot 251,22 kg dengan kebutuhan nutrisi BK(Kg/hr) 7.85; PK(Kg/hr) 0.65; TDN(Kg/hr) 4.02; Ca (gr/hr) 19.58; P(gr/hr) 6,27 total 3,09 % dari bobot badan, hasil pengabdian ini adalah sapi LIMPO mengalami pertambahan bobot badan harian (PBBH) atau ADG 0,6 Kg/hari, feed cost per gain (FCG) sebesar Rp26.040, income over feed cost (IOFC) sebesar Rp13.240 serta pendapatan peternak Rp.12.340. Kegiatan pengabdian ini diakhiri dengan dilaksanakannya temu lapang untuk mendesiminasikan teknologi pakan berbasis LEISA. Kata kunci: teknologi pakan; efisiensi; temu lapang PENDAHULUAN Populasi sapi potong di Indonesia saat ini adalah sekitar 14,6 juta ekor /tahun. Selain itu, Data tahun 2009-2014, konsumsi daging ruminansia meningkat sebesar 18,2% dari 4,4 gram/kap/hari pada tahun 2009 menjadi 5,2 gram/kap/hari pada tahun 2014. Dilain pihak dalam kurun waktu yang sama penyediaan daging sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24% kebutuhan total nasional. Sehingga kekurangannya masih dipenuhi dari impor, baik berupa sapi bakalan maupun daging beku (Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab, 2017). Tahun 2017 pemerintah mencanangkan program Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, yang lebih dikenal dengan Upsus Siwab merupakan kegiatan yang terintegrasi, menggunakan pendekatan peran aktif masyarakat dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya peternakan untuk mencapai Swasembada Daging Nasional pada tahun 2026 (Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab, 2017). Kabupaten Pasuruan memiliki Sapi Potong mencapai 106.252 ekor lebih tinggi dibanding Sapi Perah yang hanya berjumlah 86.847 ekor. Berdasarkan data Monografi 2015, Desa Gayam merupakan salah satu desa di Kecamatan Gondang Wetan Kabupaten Pasuruan yang memiliki luas wilayah 131 Ha. Secara administratif wilayah Desa Gayam dibagi menjadi 2 dusun dengan jumlah penduduk di wilayah Desa berjumlah 1094 jiwa dan 67 % berprofesi sebagai petani yang umumnya memiliki ternak sapi potong antara 2 4 ekor, karena skala kepemilikan yang relatif kecil sehingga biasa disebut sebagai usaha sapi potong rakyat. Usaha sapi potong rakyat merupakan tulang punggung penyedia daging sapi nasional. Namun keterbatasan dalam pengembangan usaha baik berupa keterbatasan modal maupun teknologi mengakibatkan produktivitasnya belum optimal. Kondisi lapang menunjukkan bahwa secara teknis pengelolaan menejemen budidaya sapi potong untuk penggemukan sebagai penghasil daging belum berwawasan agribisnis. Peternak belum secara jelas memperhitungkan biaya input dan lama waktu penggemukan dibandingkan dengan output yang dihasilkan (Umiyasih, U dan Antari, R, 2012). Usaha sapi potong rakyat di desa gayam sering kali dihadapkan dengan masalah penyediaan pakan yang tidak mencukupi standar kebutuhan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya sehingga produktivitasnya rendah, hal ini antara lain disebabkan harga pakan penguat yang dirasa peternak cukup mahal serta peternak belum banyak memahami konsep pengembangan usaha 347
berorientasi agribisnis yang berkelanjutan. Hal ini dengan pemberian pakan yang hanya berupa jerami sehingga menyebabkan rendahnya keuntungan dan produktivitas sapi tidak maksimal. Menurut Maryono (2004) Belum ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha sapi potong yang tersebar pada berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan meramu pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas. Keterbatasan pengembangan usaha penggemukan sapi baik yang disebabkan oleh kurangnya dukungan modal maupun teknologi mengakibatkan produktivitasnya belum optimal. Solusi yang diperkenalkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui perpaduan antara usaha pertanian dan peternakan dengan pendekatan berkelanjutan, biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah low external input sustainable agriculture (LEISA). Dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan hewani secara berkelanjutan dengan sasaran meningkatkan kesejahteraan peternak dan daya saing produk peternakan, Indonesia harus mampu mengembangkan model yang sesuai dengan karakteristik sistim produksi dan kondisi agroekosistem masing-masing wilayah. Untuk itu dibutuhkan identifikasi dan strategi pengembangan kawasan wilayah peternakan agar kawasan peternakan yang telah berkembang di daerah dapat dioptimalkan pemanfaatannya, sehingga mampu menumbuhkan investasi baru untuk budidaya sapi potong. Demikian pula, lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan dan lingkungan budidaya ternak harus dioptimalkan pemanfaatannya untuk pengembangan kawasan peternakan. Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, adanya diseminasi teknologi pakan untuk peternak sehingga dapat memacu pengembangan usaha penggemukan melalui terobosan teknologi alternatif berwawasan agribisnis yang adaptif. Dalam pengabdian ini akan diuraikan teknologi pengemukan sapi potong model Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) yaitu teknik pemberian pakan sesuai standart kebutuhan yang murah dan mudah untuk diaplikasikan serta berkelanjutan. Program pengabdian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan petani dan mengetahui teknologi pakan yang dapat meminimalisasi biaya produksi melalui efisiensi biaya pakan dengan cara mengoptimalkan penggunaan bahan pakan biomas setempat yang potensial dan sebaliknya menekan sedikit mungkin penggunaan pakan tambahan yang berasal dari luar. METODE PELAKSANAAN Pengabdian masyarakat ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di desa gayam dengan sasaran kelompok tani sidomecok. Metode Pelaksanaan yang dilakukan yaitu identifikasi potensi bahan pakan yang ada di desa gayam. Bahan pakan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan sebagai berikut: Tabel 1. Potensi bahan Pakan desa gayam Sumber Nama Bahan Kandungan Nutrisi BK PK TDN Ca P SK TDN Dedak padi halus 86.00 10.00 68.00 0.10 0.90 14.00 TDN Kons. Yellow Feed 87.00 10.00 65.00 0.90 0.60 13.04 TDN Tetes 70.00 4.00 72.00 0.70 0.08 TDN/SK Daun Jagung/ 25.00 8.00 55.00 0.30 0.20 30.00 Tebon SK Jerami Kering 80.00 4.50 42.89 0.11 0.25 32.25 PK Urea 99.00 279.00 Sumber: Formulasi ransum Penggemukan Sapi Potong BPTP, 2016 Selanjutnya pengamatan secara langsung Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi LIMPO yang diberikan Ransum LEISA yang berumur 1,5 tahun dengan rata-rata bobot badan awal 251,22 Kg menggunakan rumus schrool: Bobot badan = [Lingkar Dada (cm)+ 22]² : 100 dan mengetahui besarnya pendapatan usaha tani. Menurut soekartiwi (1995), pendapatan usaha tani adalah selisih 348
antara penerimaan dan semua biaya dengan rumus; Pendapatan usaha tani (Pd) = Total penerimaan (TR) - total biaya (TC). Akhir dari Pengabdian ini dilaksanakan Farm Field Day (FFD) atau Temu Lapang dengan kegiatan Ceramah, Demonstrasi dan Diskusi dengan tujuan mendesiminasikan teknologi pakan berbasis LEISA. HASIL YANG DICAPAI Usaha ternak sapi potong di Desa Gayam masih bersifat konvensional, yang ditunjukkan dengan pemberian pakan hanya berupa jerami serta skala pemilikan ternak yang relatif kecil antara 2 4 ekor, karena masih merupakan usaha sampingan belum menjadi usaha yang sepenuhnya komersial. Lokasi usaha ternak sapi potong berada pada ketinggian 19 meter di atas permukaan laut, dengan suhu udara rata-rata 29 C - 31 C, curah hujan 1.087 1.427 mm/tahun dan kelembaban 60-80%. Bukti dilapangan menunjukkan bahwa peternak lebih suka menyilangkan sapi lokal betina seperti sapi PO dengan sapi limousine (LIMPO) melalui inseminasi buatan sebab harga pedet dan bakalan sapi hasil persilangan lebih tinggi dibandingkan sapi lokal terutama sapi persilangan jantan. Sapi LIMPO dengan pemberian pakan yang baik memiliki kemampuan bobot badan harian (PBBH) lebih dari 1 kg/hari. Menurut Afif (2003) Sapi LIMPO pada peternakan rakyat memiliki performans yang rendah, rerata PBBH 0,10 Kg/ekor /hari. Pakan merupakan komponen yang terbesar dalam usaha sapi potong sekitar 70% dari total biaya produksi. Potensi bahan pakan yang sudah teridentifikasi memiliki kandungan nutrisi yang tinggi serta dapat dimanfaatkan menjadi ransum sapi potong yang murah dan mudah serta berkelanjutan untuk diaplikasikan melalui formulasi ransum yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi sapi. Tabel 2. Harga bahan pakan LEISA Nama bahan Banyaknya (Kg) Harga Satuan (/Kg) Konsentrat Yellow feed 50 140.000 2.800 Dedak halus 30 90.000 3.000 Tetes 1 8.000 8.000 Urea 1 2.000 2.000 Tebon 8 5.000 700 Jerami kering 1 100 100 Berdasarkan Tabel 2 melalui Perhitungan aplikasi formulasi ransum dari BPTP (Yusron, 2016) per hari jumlah ransum yang diberikan untuk sapi potong LIMPO yang berbobot 251,22 Kg sebesar 14,25 Kg/hr senilai 12,800 rupiah dengan nutrisi yang terkandung BK(Kg/hr) 7.85; PK(Kg/hr) 0.65; TDN(Kg/hr) 4.02; Ca (gr/hr) 19.58; P(gr/hr) 6,27 total 3,09 % dari bobot badan, rasio hijauan ; pakan penguat antara 76% ; 24%. Tabel 3. Komposisi Ransum dengan metode LEISA untuk perhari Nama bahan Ukuran (kg) Harga Konsentrat yellow feed 1 2.800 Dedak halus 1 3.000 Tetes 0.1 800 Urea 0.05 100 Tebon 8 5.600 Jerami kering 5 500 Jumlah 14.25 12.800 Sumber: Formulasi Ransum Penggemukan Sapi Potong BPTP, 2016. 349
Tabel 3 memperlihatkan biaya yang dibutuhkan untuk meramu pakan potensial setempat sebesar Rp.12.800 perhari, ditambah biaya tenaga kerja dan biaya penyusutan kandang dan peralatan sebesar Rp.900. Total biaya input untuk penggemukan sapi potong dengan teknologi LEISA sebesar Rp.13.700. Pertambahan bobot akhir sapi LIMPO setelah 6 minggu dengan teknologi LEISA sebesar 275,56 Kg rata-rata mengalami pertambahan bobot badan 0,62 Kg/ hari Gambar1. Pertumbuhan Sapi LIMPO Harga daging hidup sebesar Rp.42.000 /kg dengan pertambahan rerata 0,62 Kg/ hari maka feed cost pergain (FCG) yang merupakan besarnya biaya pakan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar Rp.26.040. income over feed cost (IOFC) merupakan pendapatan atas besarnya biaya pakan untuk menghasilkan bobot badan selama masa pengabdian empat puluh hari sebesar Rp.13.240. pendapatan usaha tani dengan teknologi pakan LEISA yakni total penerimaan dikurangi total biaya input senilai Rp.12.340 /ekor/hari. Hasil pengabdian ini memperlihatkan bahwa teknologi pakan LEISA dengan meramu pakan potensial setempat lebih menguntungkan. Temu lapang Akhir dari pengabdian ini dilaksanakan Farm Field Day atau Temu lapang pada hari Jumat 7 Juli 2017, dihadiri oleh Peneliti, Mahasiswa, Dosen, Penyuluh, Mantri Ternak, Babinsa, serta anggota kelompok tani sidemecok desa gayam. Kegiatan ini bertujuan untuk mendiseminasikan teknologi pakan LEISA yang telah dilakukan, untuk saling tukar menukar informasi tentang teknologi yang dihasilkan dan umpan balik terhadap kegiatan pengujian yang telah berlangsung. Metode yeng digunakan dalam pelaksanaan temu lapang ini adalah penjelasan teknis teknologi pakan penggemukan sapi potong pola LEISA serta demonstrasi pengukuran bobot badan sapi LIMPO. Semua pihak yang hadir berpartisipasi aktif sehingga kegiatan temu lapang dapat terselenggara dengan baik dan lancar. 350
Gambar 2. Bahan pakan LEISA Gambar 3. Mencampur pakan LEISA Gambar 4. Sapi LIMPO Gambar 5. Penjelaskan teknologi LEISA Gambar 6. Farm field day Gambar 7. Pengukuran lingkar dada 351
KESIMPULAN Teknologi pakan model LEISA merupakan teknologi pilihan yang dapat meminimalisasi biaya produksi melalui efisiensi biaya pakan dengan cara mengoptimalkan penggunaan bahan pakan setempat yang potensial dan sebaliknya menekan sedikit mungkin penggunaan pakan tambahan yang berasal dari luar. Keluaran rekomendasi pengabdian ini dititik beratkan pada penggunaan atau pemanfaatan bahan pakan lokal asal hasil tanaman pangan dan agroindustrinya yang murah dan mudah untuk di aplikasikan serta berkelanjutan seperti jerami padi, jerami jagung/tebon, dedak padi, molasses dan lain sebagainya. dengan formulasi pakan yang seimbang, diharapkan akan dapat memenuhi nilai nutrisi pakan sesuai dengan target PBBH yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Umiyasih, U dan R. Antari. 2012. Petunjuk Teknis Penggemukan Sapi Potong Pola LEISA. Loka Penelitian Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Anonimus, 2017. Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab (Sapi Indukan Wajib Bunting). Direktorat jenderal peternakan dan kesehatan hewan. Kementerian Pertanian. Yusron, M.A. 2016. Menyusun Ransum Penggemukan Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Soeharsono, saptati, R. 2011. Performance of crossbred beef cattle resulted from artificial insemination given ration of different formula. yogyakarta 352