BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian. Sistem keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. Perbankan merupakan salah satu bagian dari sistem keuangan tersebut. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediasi, di mana bank sebagai suatu lembaga keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana (Mishkin, 2001). Bank sebagai lembaga intermediasi diwujudkan dalam bentuk penyaluran kredit ke masyarakat. Dalam menjalankan usaha penyaluran kredit, bank tidak terlepas dari konsekuensi risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko kunci utama pada perbankan. Risiko kredit tercermin dalam rasio non-performing loan. Non-performing loan merupakan salah satu indikator stabilitas perbankan di mana ketidakstabilan suatu sistem keuangan ditandai oleh terjadinya tiga hal, dan salah satunya adalah kegagalan perbankan di mana bank-bank mengalami kerugian yang besar akibat memburuknya tingkat NPL (Ascarya dan Yumanita, 2009 dalam Poetry dan Sanrego, 2011). Non-performing loan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor internal perbankan maupun faktor eksternal, yaitu kondisi makroekonomi. 1
Penelitian mengenai pengaruh kondisi makroekonomi terhadap risiko kredit mulai menarik perhatian kembali sejak krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, di mana konsekuensi dari krisis perbankan terbukti memiliki efek yang besar terhadap perekonomian. Pada saat yang sama, hal ini memicu ekonom untuk meneliti kembali faktor-faktor yang dapat memicu krisis perbankan (De Grauwe, 2008 dalam Castro, 2012). Meningkatnya minat dalam hal stabilitas keuangan sebagai sasaran kebijakan otonom, bersama dengan stabilitas moneter dan ekonomi mikro, mendorong banyaknya analisis keterkaitan antara lingkungan ekonomi makro dan kesehatan sistem perbankan. Sebagian besar penelitian ini menggunakan kondisi ekonomi makro sebagai penyebab eksogen utama untuk keadaan kesehatan bank dengan tujuan menilai sejauh mana kondisi makro mempengaruhi kinerja bank (Quagliariello, 2007). Memburuknya kualitas portofolio kredit perbankan adalah penyebab utama masalah dalam sistem perbankan dan krisis keuangan di negara maju (Messai dan Jouini, 2013). Peningkatan kredit macet, khususnya perbankan hipotek di Amerika Serikat, menggarisbawahi hubungan antara guncangan ekonomi makro dan keuangan serta hubungan antara gesekan di pasar kredit dan risiko ketidakstabilan keuangan. Permasalahan tersebut berdampak terhadap kondisi lembaga keuangan di negara-negara maju tersebut (domino effect), yang antara lain menyebabkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun, dan asuransi (Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2010). Dampak krisis keuangan global ini juga merambat ke sejumlah 2
negara di Asia seperti Jepang, Korea, China, Malaysia, Singapura, Thailand, dan termasuk Indonesia. Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh kondisi makroekonomi terhadap NPL perbankan sudah banyak dilakukan saat ini, khususnya terhadap NPL maupun NPF secara agregat. Non-performing loan di Indonesia sendiri cenderung memiliki trend yang menurun dari tahun 2004 hingga 2014. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa NPL di Indonesia sempat mengalami kenaikan di masa krisis. Setelah krisis 1998, Indonesia mengalami dua kali masa krisis, yaitu mini krisis pada tahun 2005 dan krisis keuangan global pada tahun 2008. Gambar 1.1. Non-performing loan Bank Umum Tahun 2004-2014 Sumber: CEIC Database (diolah) 3
Berdasarkan Gambar 1.1., rasio NPL bank umum pada tahun 2005 mencapai titik tertinggi pada bulan Agustus sebesar 8 persen walaupun sebelumnya pada bulan Maret sempat mencapai titik terendah, yaitu 4.3 persen. Pada tahun 2005 terjadi mini krisis di mana tingkat inflasi di Indonesia meningkat hingga 17.11 persen akibat adanya pemotongan subsidi BBM. Inflasi yang tinggi ini mendorong peningkatan BI rate hingga 12.75 persen yang menyulitkan debitur dalam melunasi pinjaman sehingga mendorong peningkatan NPL. Pada tahun 2009, penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebagai dampak dari krisis keuangan global juga diikuti dengan peningkatan rasio NPL walaupun tidak sebesar pada tahun 2005. Pada Desember tahun 2008, NPL berada di tingkat 3.2 persen tetapi terus mengalami peningkatan hingga mencapai 4.1 persen pada Mei 2009. NPL perbankan yang rentan terhadap pengaruh kondisi perekonomian dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan. Hal ini didukung oleh industri perbankan di Indonesia yang masih memegang peranan dominan dalam industri keuangan. Pada Gambar 1.2., dari segi komposisi aset lembaga keuangan per Juni 2014, perbankan memegang 78.6 persen komposisi aset terbesar pada lembaga keuangan dibandingkan dengan lembaga keuangan non bank lainnya. Peranan perbankan yang besar ini membuat kestabilan sistem perbankan dinilai penting karena kegagalan dalam menjaga kestabilan sistem perbankan dapat berpengaruh terhadap keseluruhan perekonomian dan aspek sosial secara keseluruhan di Indonesia. 4
Gambar 1.2. Komposisi Aset Lembaga Keuangan per Juni 2014 Sumber: Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia, 2014 (diolah) Salah satu karateristik sistem keuangan yang baik, termasuk di dalamnya sistem perbankan, adalah sistem keuangan berada di kondisi di mana dapat menyerap shock dari gangguan ekonomi keuangan dan riil. Kondisi ini mengharuskan perbankan menerapkan berbagai regulasi yang ketat. Hal ini berfungsi untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi para nasabah perbankan dan meningkatkan kepercayaan atas produk-produk perbankan secara keseluruhan. 5
1.2. Perumusan Masalah Dalam krisis yang terjadi di Indonesia, baik pada tahun 2005 dan 2009, terlihat bahwa terjadi peningkatan pada non-performing loan. Volatilitas nonperforming loan yang rentan terhadap ketidakpastian kondisi makroekonomi, baik pertumbuhan GDP, inflasi, suku bunga, maupun nilai tukar, dapat mempengaruhi stabilitas keuangan Indonesia. Hal ini menjadikan risiko kredit, yang dilihat dari non-performing loan, menjadi penting untuk diperhatikan. Beberapa penelitian sebelumnya di Indonesia memusatkan pada risiko kredit dan menemukan bahwa faktor makroekonomi berpengaruh terhadap tingkat non-performing loan atau kredit macet pada bank umum secara agregat. Minimnya penelitian terhadap NPL bank secara individu mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi volatilitas NPL pada 3 individu perbankan berdasarkan total aset terbesar. Berdasarkan Tabel 1.1., mengenai total aset terbesar 5 bank umum di Indonesia, Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA menempati tiga urutan teratas bank yang memiliki aset terbesar pada tahun 2014. Tabel 1.1. Total Aset Terbesar 5 Bank Umum Tahun 2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014 Bank BRI 398,393,138 456,531,093 535,209,156 606,370,242 778,017,815 Bank Mandiri 407,826,161 489,106,664 563,105,056 648,250,177 757,039,212 Bank BCA 321,973,412 377,250,966 436,795,410 488,498,242 541,984,423 Bank BNI 240,590,147 288,511,901 321,534,240 370,716,158 393,466,672 Bank CIMB Niaga 142,812,919 164,137,582 192,612,817 211,427,283 226,910,112 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (diolah) 6
1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh variabel BI rate terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA? 2. Bagaimana pengaruh variabel GDP growth terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA? 3. Bagaimana pengaruh variabel inflasi terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA? 4. Bagaimana pengaruh variabel nilai tukar terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA? 1.4. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh variabel BI rate terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA. 2. Menganalisis pengaruh variabel GDP growth terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA. 3. Menganalisis pengaruh variabel inflasi terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA. 4. Menganalisis pengaruh variabel nilai tukar terhadap non-performing loan Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA. 7
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk kepentingan teoritik, yaitu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis pengaruh faktor makroekonomi terhadap NPL. 2. Bagi pemerintah dan Bank Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan dapat menjadi salah satu acuan dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat dalam menetapkan suatu kebijakan yang berhubungan dengan tingkat NPL. 3. Bagi dunia perbankan, jika hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku kredit bank sangat responsif terhadap ketidakpastian ekonomi, maka penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan pentingnya peningkatan kinerja dan manajemen risiko dalam merespon ketidakpastian perekonomian. 4. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang bertemakan sama tentang pengaruh faktor makroekonomi terhadap NPL 8
1.6. Pembatasan Penelitian Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini menggunakan tiga bank umum dengan aset terbesar pada tahun 2014, yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BCA. 2. Data yang digunakan untuk mengukur tingkat kredit macet pada ketiga umum tersebut, yaitu gross non-performing loan, diperoleh dari laporan publikasi keuangan triwulanan setiap bank selama periode 2004 sampai 2014. 3. Data non-performing loan menjadi variabel dependen sedangkan variabel makroekonomi yang terdiri dari BI rate, GDP growth, inflasi, dan nilai tukar sebagai variabel independenya. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab 1 berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 menguraikan beberapa penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kondisi makroekonomi terhadap NPL perbankan. Bab 3 berisi metode analisis yang digunakan dan penjelasan variabel yang diteliti. Bab 4 merupakan pembahasan dari data dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. Bab 5 merupakan bagian penutup yang mencakup kesimpulan dan saran. 9