BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2. Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 3 A Latar Belakang... 3 B Tujuan... 3 C Hasil yang Diharapkan... 4

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kepulauan Karimun Jawa, Jawa Tengah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

MANFAAT EKONOMI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pulau Menjangan Besar

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

1.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam & PUSPARI Universitas Sebelas. 2.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah membuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

BAB V KONDISI PARIWISATA DAN PERIKANAN DI KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Dalam penelitian ini responden yang diamati terdiri dari dua kelompok responden. Kelompok responden pertama adalah nelayan dan masyarakat umum Taman Nasional Karimunjawa. Kelompok responden ke dua adalah wisatawan yang ditemui di lokasi penelitian. Para wisatawan ini melakukan kegiatan wisata di sekitar kawasan terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa. Data yang diperoleh dari kelompok responden pertama adalah data Driving force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) sedangkan data yang didapat dari kelompok responden kedua adalah biaya perjalanan (Travel Cost Method) dan Contingent Choice Modelling (CCM). Kelompok responden pertama berjumlah 68 orang, yang terdiri dari 30 orang yang berprofesi sebagai nelayan dan 33 orang berasal dari masyarakat umum (non nelayan) yang berprofesi sebagai pedagang, buruh, operator wisata dan ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil survey, umur responden yang diwawancara berkisar antara 17 60 tahun. Tingkat pendidikan responden sebagian besar sampai tingkat sekolah dasar. Sebagian kecil tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Tingkat pendidikan responden tertinggi adalah sekolah menengah pertama. Responden yang berprofesi sebagai nelayan, memiliki pengalaman melaut berkisar antara 5 45 tahun. Kelompok responden yang kedua berjumlah 67 orang. Responden yang diwawancara adalah wisatawan yang melakukan kegiatan wisata air di sekitar ekosistem terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa. Para wisatawan ini melakukan snorkeling di perairan pulau-pulau yang memiliki ekosistem terumbu karang, seperti Pulau Cemara Kecil, Pulau Cemara Besar, Pulau Menjangan Kecil dan Tanjung Gelam. Responden yang diwawancara berumur antara 18 50 tahun dan berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Tingkat pendidikan responden ini mulai dari tingkat sekolah menengah atas sampai tingkat strata dua. Rata-rata tingkat pendidikan kelompok responden wisatawan adalah sarjana strata satu.

Kelompok responden wisatawan ini berprofesi sebagai mahasiswa, pedagang, pegawai pemerintahan dan pegawai swasta dengan pendapatan berkisar antara Rp. 800.000,00 - Rp. 4.500.000,00 setiap bulannya dengan rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp. 2.126.923,00. 5.2 Analisis DPSIR Untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan lingkungan dan hubungan antara aktivitas manusia dan kemungkinan adanya perubahan lingkungan khususnya ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa dilakukan analisis DPSIR (Driving force-pressure-state-impact- Response). Analisis ini merupakan pengembangan dari model analisis PSR (Pressure-State-Response) (OECD 1993 dalam Zacharias et al 2008). Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan terhadap lingkungan yang dihasilkan (Pressure), keadaan lingkungan (State), dampak yang dihasilkan dari perubahan lingkungan (Impact) dan kemungkinan adanya respon dari masyarakat (Response). Pendekatan ini didasarkan pada konsep rantai hubungan sebab akibat yang dimulai dengan aktivitas manusia (faktor pemicu) yang menyebabkan adanya tekanan terhadap lingkungan dan kemudian mengubah kualitas dan kuantitas sumberdaya alam hingga akhirnya mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan masyarakat. Driving Force merupakan aktivitas manusia yang mengarah pada berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan tekanan terhadap lingkungan. Faktor pemicu utama bagi seorang individu adalah kebutuhan, seperti kebutuhan akan tempat tinggal dan makanan. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tempat tinggal menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya alam. Faktor pemicu sekunder adalah kebutuhan untuk mobilitas, hiburan, budaya dan lain-lain. Pressure adalah akibat dari proses produksi atau konsumsi yang disebabkan oleh adanya faktor pemicu yakni aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Tingkat tekanan terhadap lingkungan bergantung pada faktor pemicu dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan interaksi manusia dan

lingkungannya. Beberapa aktivitas manusia yang dapat menimbulkan pressure yaitu sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan, perubahan dalam penggunaan sumberdaya dan emisi (bahan kimia, limbah, radiasi, kebisingan) ke udara, air dan tanah. State adalah hasil dari pressure terhadap lingkungan di suatu kawasan. State merupakan kondisi fisik, kimia dan biologis suatu kawasan misalnya tingkat pencemaran, degradasi sumberdaya dan lain-lain. Perubahan secara fisik, kimia atau biologis yang terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan dalam suatu kawasan mempengaruhi kualitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan kata lain perubahan state berdampak (Impact) pada lingkungan dalam fungsinya sebagai ekosistem, kemampuan pendukung hidup ekosistem dan akhirnya berdampak pada tingkat kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Response (tanggapan) masyarakat atau para pembuat kebijakan merupakan hasil dari dampak yang tidak diinginkan dan dapat mempengaruhi setiap bagian dari mata rantai hubungan sebab akibat dari faktor pemicu sampai dampakdampak yang terjadi pada lingkungan. Response meliputi penetapan peraturan, perubahan strategi manajemen dan lain-lain. Contoh response yang dilakukan oleh nelayan dalam mengantisipasi dampak perubahan hasil tangkapan adalah dengan memodifikasi alat tangkap. Response yang dilakukan masyarakat tergantung pada bagaimana meraka merasakan dampak tersebut. 5.2.1 Driving Force Berdasarkan hasil penelitian driving force atau faktor pemicu kerusakan ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa adalah sektor perikanan, pariwisata dan industri. Sektor perikanan menempati posisi pertama dalam struktur perekonomian masyarakat Karimunjawa. Sumberdaya perikanan yang melimpah menyebabkan ketergantungan tinggi masyarakat, terlebih masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah ini umumnya hanya mengandalkan profesi sebagai nelayan dan enggan untuk mencari profesi lainnya. Akibat dari ketergantungan tersebut, banyak dari masyarakat menangkap ikan dengan cara desruktif dan menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang. Sebagai

instrumen penting dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan sektor lain, seperti pariwisata dan industri, aktivitas perikanan harus dilakukan dengan cara yang lebih bertanggung jawab agar ekosistem terumbu karang terjaga secara lestari dan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sektor penting lainnya di Taman Nasional Karimunjawa adalah sektor pariwisata. Namun seperti juga sektor perikanan, pariwisata menjadi driving force munculnya pressure terhadap ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa. Ini disebabkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang yang tidak memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan dan mengakibatkan penurunan produktivitas yang dihasilkan. Selain itu, pemanfaatan ekosistem terumbu karang untuk sektor yang berbeda seperti perikanan dan pariwisata kerap menimbulkan konflik sosial. Kegiatan pada sektor perikanan dan pariwisata secara tidak langsung mendorong munculnya sektor industri di kawasan ini. Di Taman Nasional Karimunjawa muncul berbagai macam industri yang juga mengandalkan sumberdaya alam di kawasan ini, seperti industri pembuatan cindera mata. Industri tersebut menggunakan bahan baku yang berasal dari ekosistem terumbu karang. Penggunaaan bahan baku terumbu karang tersebut menjadikan sektor industri termasuk driving force kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan di Taman Nasional Karimunjawa. 5.2.2 Pressure Permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat Karimunjawa seperti peningkatan jumlah penduduk, tingkat kemiskinan dan pendidikan rendah serta tidak adanya alternatif pekerjaan mengakibatkan ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya perikanan. Ketergantungan ini menimbulkan pressure terhadap sumberdaya perikanan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa tidak seimbang dengan kemampuan sumberdaya perikanan untuk berkembang dan melakukan regenerasi. Masyarakat melakukan peningkatan usaha penangkapan tanpa memikirkan kelestarian sumberdaya perikanan.

Masyarakat menangkap ikan dengan cara-cara destruktif seperti menggunakan bom ikan atau racun sianida dan perambahan terumbu karang. Praktek penangkapan ikan dengan cara destruktif ini tampaknya terkait dengan beban ekonomi dan pola pikir masyarakat yang menginginkan kemudahan dan hasil cepat. Aktivitas tersebut memberikan tekanan yang luar biasa terhadap keberlangsungan ekosistem terumbu karang. Tekanan akibat aktivitas perikanan tertinggi terdapat pada ekosistem terumbu karang di sekitar P. Menjangan Besar, P. Kembar, P. Cemara Besar, sebelah utara P. Parang, P. Cemara Kecil, P. Cendikian, P. Gundul, Karang Besi, P. Geleang, P. Krakal, P. Burung dan Taka Menyawakan. Pada sektor pariwisata, tekanan yang diterima oleh ekosistem terumbu karang berasal dari aktivitas wisatawan yang melakukan kegiatan wisata air seperti snorkeling. Wisatawan seringkali berdiri di atas terumbu karang atau menginjaknya tanpa memperdulikan dampaknya, padahal terumbu karang memiliki sifat yang sangat rapuh. Selain itu, pengembangan pada sektor pariwisata di Karimunjawa mendorong arus wisatawan dan mendorong pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana penunjang sektor pariwisata, kawasan pemukiman hingga industri. Di satu sisi kegiatan ini menyumbang pendapatan asli daerah, namun di sisi lain mengakibatkan degradasi lingkungan. Pembangunan berbagai sarana pariwisaa mengancam keberadaan berbagai ekosistem di wilayah pesisir dan laut. Ini merupakan pressure terhadap ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa. 5.2.3 State Penelitian yang dilakukan melalui pengamatan dan wawancara dengan masyarakat Karimunjawa menunjukkan adanya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan di Taman Nasional Karimunjawa. Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berlebihan mengakibatkan penurunan stok ikan yang ada. Ikan-ikan semakin sulit ditangkap dan keanekaragamannya pun mengalami penurunan. Penangkapan yang dilakukan dengan cara destruktif juga mengakibatkan kerusakan secara fisik pada ekosistem terumbu karang. Hal ini secara tidak

langsung mempengaruhi tingkat keanekaragaman biodiversitas di Taman Nasional Karimunjawa. Kondisi sumberdaya alam non ikan lainnya seperti ekosistem mangrove juga mengalami degradasi yang cukup tinggi. Sebagian besar kerusakan terjadi karena kegiatan reklamasi dengan pengurugan (penimbunan) untuk berbagai tujuan seperti perluasan pemukiman, perluasan sarana dan prasarana penunjang pariwisata dan perluasan lahan tambak. Kerusakan hutan mangrove itu mengakibatkan sedimentasi dan secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan pada ekosistem terumbu karang. Sedimentasi dari daratan yang masuk ke laut ini mengakibatkan perubahan kualitas air di perairan Karimunjawa. Kondisi itu diperparah dengan meningkatnya pencemaran limbah domestik, baik dari penduduk maupun aktivitas pariwisata. Saat ini jumlah spesies hewan tak bertulang belakang seperti bulu babi semakin bertambah. Hal ini justru bukan pertanda baik, karena bulu babi merupakan indikator peningkatan limbah dari daratan yang masuk ke laut. Sementara itu pertambahan ikan pun tidak menunjukkan kondisi terumbu karang baik. Yang bisa menjadi patokan adalah jumlah ikan kupu-kupu (butterfly fish) yaitu jenis ikan yang hanya bisa hidup pada ekosistem terumbu karang yang sehat. Secara umum Taman Nasional Karimunjawa telah mengalami berbagai perubahan, seperti perubahan stok ikan, ekosistem, keanekaragaman organisme dan kualitas air yang cukup signifikan. 5.2.4 Impact Kerugian akibat degradasi sumberdaya dan lingkungan di Taman Nasional Karimunjawa sangat dirasakan seiring dengan rusaknya berbagai ekosistem yang ada. Ekosistem terumbu karang kian hari persentase tutupan karangnya semakin menurun. Dari luas tutupan karang di Taman Nasional Karimunjawa yang mencapai 22.023 ha, kurang lebih setengahnya atau sekitar 11.011 ha berada dalam kondisi rusak. Kondisi tutupan karang hidup dan status kesehatan ekosistem terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa tersaji pada Tabel 10. di bawah ini.

Tabel 10. Kondisi Penutupan Karang Hidup dan Status Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa No Nama Pulau Kawasan Paparan % Penutupan Status Kesehatan 1 Karimunjawa 5 Rusak 2 Kemujan 10 Rusak 3 Parang 5 Rusak 4 Nyamuk 15 Rusak 5 Genting - - 6 Menjangan Besar 10 Rusak 7 Menjangan Kecil 10 Rusak 8 Merica - - 9 Kembar 45 Sedang 10 Katang 10 Rusak 11 Kumbang 5 Rusak 12 Krakal Besar 10 Rusak 13 Krakal Kecil - - 14 Batu - - 15 Bengkoang 10 Rusak 16 Menyawakan 30 Sedang 17 Cemara Besar 15 Rusak 18 Cemara Kecil 10 Rusak 19 Geleang 20 Rusak 20 Burung 20 Rusak 21 Sintok - - 22 Tengah 5 Rusak 23 Cilik 10 Rusak 24 Gundul - - 25 Cendekian 10 Rusak 26 Sambangan - - 27 Seruni - - Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara 2009 Kerusakan juga terjadi akibat deforestrasi kawasan hutan mangrove yang hasilnya untuk digunakan sebagai bahan baku industri cindera mata dan bangunan. Dampak kerusakan dapat dilihat dari terjadinya erosi dan abrasi wilayah pesisir Karimunjawa. Kerusakan ekosistem di Karimunjawa berdampak pada menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat Karimunjawa. Penurunan hasil tangkapan tidak seimbang dengan input yang digunakan dan harga ikan di pasaran. Biaya yang harus dikeluarkan nelayan menjadi lebih tinggi dari hasil yang didapat hingga nelayan mengalami kerugian.

Gambar 6. Produktivitas Perikanan Karimunjawa Dari sektor pariwisata, kerusakan pada ekosistem terumbu karang berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan yang datang. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan berkurangnya nilai keindahan ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa. Secara umum, dampak dari tekanan yang diterima ekosistem terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa mengakibatkan berkurangnnya pendapatan masyarakat dan berimbas pada penurunan tingkat kesejahteraan dan kemiskinan masyarakat Karimunjawa. 5.2.5 Response Response terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa diberikan masyarakat dan institusi yang berwenang. Pembentukan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional merupakan salah satu response yang dilakukan oleh institusi yang berwenang dan didukung oleh masyarakat. Response lain yang dilakukan masyarakat, khususnya nelayan untuk mengatasi dampak menurunnya produksi ikan adalah menggunakan beberapa jenis alat tangkap yang bergantung pada jenis musim ikan. Sebagian nelayan lainnya beralih profesi ke sektor lain, seperti menjadi petani rumput laut, hal ini mereka lakukan dengan maksud meningkatkan pendapatannya. Masyarakat juga berusaha mengurangi ekstraksi berlebih dan penangkapan dengan cara destruktif yakni

dengan bekerjasama dengan instansi terkait yang bertindak sebagai pengawas Taman Nasional Karimunjawa. Pada sektor pariwisata, response yang dilakukan untuk menjaga keberadaan ekosistem terumbu karang adalah setiap operator wisata menyertakan masyarakat setempat yang telah memperoleh pelatihan dan pengetahuan sebagai pemandu wisata. Para pemandu wisata ini bertugas memberi pengetahuan dan mengarahkan wisatawan untuk menikmati keindahan ekosistem terumbu karang dengan tetap menjaga kelestariannya. Selain itu, pariwisata di Taman Nasional Karimunjawa mulai dikembangkan konsep ekowisata (ecotourism) yaitu wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat agar ekosistem terumbu karang dapat dimanfaatkan sekaligus dilestarikan. Kelimpahan ketersediaan sumberdaya alam di Taman Nasional Karimunjawa telah memberikan kesempatan untuk dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan hidup. Namun kondisi ini dipastikan tidak akan bertahan lama jika sumberdaya alam dimanfaatkan dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Kualitas sumberdaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam juga menjadi penentu ketersediaan sumberdaya alam itu sendiri. Kondisi yang ada di Taman Nasional Karimunjawa, ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya alam mengakibatkan pemanfaatan cenderung dilakukan dengan cara-cara yang merusak sehingga mengganggu upaya konservasi yang dapat menurunkan nilai sumberdaya itu sendiri. Hasil analisis DPSIR ekosistem terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7. berikut ini:

Gambar 7. Diagram Analisis DPSIR Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa 5.2.6 Keterkaitan Antara DPSIR dengan Persepsi Nilai Ekonomi SDAL Valuasi ekonomi sering digunakan untuk mempengaruhi kebijakan atau mengevaluasi kebijakan terhadap suatu sumberdaya. Untuk melakukan valuasi ekonomi terlebih dahulu diawali dengan membangun pola kebijakan dari pemanfaatan sumberdaya. Salah satu cara untuk membangun pola kebijakan tersebut adalah dengan menggali faktor-faktor pemicu yang mengakibatkan adanya perubahan terhadap suatu sumberdaya alam dan lingkungan.

Hal tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan analisis DPSIR. Tujuan dari analisis DPSIR adalah untuk memahami potensi, pola pemanfaatan dan permasalahan dari sumberdaya terumbu karang yang ada di lokasi penelitian. Analisis DPSIR dapat dijadikan background bagi nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan yang dihasilkan dari analisis valuasi ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara dengan responden nelayan dan masyarakat umum (non nelayan), diperoleh persepsi masyarakat mengenai pentingnya keberadaan sumberdaya terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa seperti yang terlihat pada Gambar 8. Sebanyak 41% responden menyatakan bahwa keberadaan sumberdaya terumbu karang merupakan suatu hal yang biasa saja, 31% responden menyatakan penting, dan 28% responden menyatakan bahwa keberadaan sumberdaya terumbu karang sangat penting. Gambar 8. Pentingnya Sumberdaya Terumbu Karang Sebagian besar masyarakat Karimunjawa memanfaatkan terumbu karang sebagai daerah penangkapan ikan (39%) dan sebagai daerah wisata (37%). Berdasarkan Gambar 9. juga terlihat bahwa di Taman Nasional Karimunjawa masih ada masyarakat yang memanfaatkan terumbu karang sebagai daerah penambangan karang.

Gambar 9. Manfaat Terumbu Karang Berdasarkan persepsi masyarakat memperlihatkan masih kurangnya kesadaraan akan pentingnya keberadaan terumbu karang mengakibatkan terjadinya eksploitasi terhadap terumbu karang. Hal tersebut dapat terlihat dari Gambar 10. yang menunjukkan terjadinya penurunan hasil produksi yang diperoleh mayarakat. Sebanyak 63% respoden juga menyatakan akibat dari penurunan hasil produksi terjadi penurunan pendapatan masyarakat (Gambar 11.). Gambar 10. Hasil Produksi Masyarakat

Gambar 11. Pendapatan Masyarakat Gambar 12. menunjukkan bahwa sebanyak 50% responden menyatakan rusaknya sumberdaya terumbu karang mengakibatkan berkurangnya pendapatan nelayan. Responden juga menyatakan bahwa sektor pariwisata pun terkena dampak dengan berkurangnya minat wisatawan (29%) sejalan dengan hilangnya daerah perlindungan pantai (22%). Gambar 12. Dampak Kerusakan Terumbu Karang

Secara umum, persepsi masyarakat menyatakan bahwa terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa saat ini berada pada kondisi rusak. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 13., dimana 59% responden menyatakan rusak, 31% responden menyatakan rusak parah dan hanya 10% responden yang menyatakan kondisi terumbu karang tetap tidak ada perubahan dari dulu hingga saat ini. Gambar 13. Kondisi Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa 5.3 Analisis Valuasi Ekonomi 5.3.1 Pendekatan Perubahan Produktivitas Pendekatan Perubahan Produktivitas adalah salah satu metode valuasi ekonomi yang paling sederhana untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Metode ini menghitung perubahan produktivitas sumberdaya di suatu kawasan. Nilai ekonomi didekati dengan cara membandingkan nilai sumberdaya akibat berkurang atau meningkatnya produktivitas sumberdaya di kawasan tersebut. Perubahan atau perbedaan yang terjadi pada nilai produktivitas ataupun nilai sumberdaya secara keseluruhan menggambarkan nilai ekonomi suatu kawasan secara proxy. Nelayan Karimunjawa masih melakukan penangkapan dengan cara tradisional, karena adanya keterbatasan pengetahuan, keterampilan, peralatan, modal dan teknologi. Jenis alat tangkap yang digunakan dan jenis ikan hasil tangkapan di Karimunjawa sangat bergantung pada masa operasi. Alat tangkap yang digunakan yaitu branjang, pancing tonda, pancing edo, jaring insang dan

bubu. Untuk alat tangkap bubu digunakan untuk menambah penghasilan dan dioperasikan berbarengan pada saat jenis alat tangkap jaring dioperasikan. Jenisjenis ikan yang dapat ditangkap di perairan Taman Nasional Karimunjawa antara lain yaitu ekor kuning, teri, tongkol, tenggiri dan jenis ikan karang lainnya. Jenis alat tangkap muroami dengan target tangkapan ikan ekor kuning merupakan jenis alat tangkap yang kontroversial di Taman Nasional Karimunjawa. Dari sisi masyarakat nelayan, alat tangkap ini memberikan keuntungan secara cepat dan langsung serta memberikan lapangan pekerjaan bagi ratusan nelayan yang tidak memiliki perahu sendiri. Namun dari sisi konservasi, alat tangkap ini mengurangi stok ikan karang, terutama ekor kuning dengan sangat cepat. Muroami masih dimiliki oleh nelayan Karimunjawa, namun saat ini sudah tidak digunakan lagi. Data mengenai jenis alat tangkap dan musim (masa operasi) penggunaan alat tangkap di Taman Nasional Karimunjawa tersaji pada Tabel 11. No. Tabel 11. Jenis Alat Tangkap dan Musim (Masa Operasi) Penggunaan AlatTangkap di Taman Nasional Karimunjawa Jenis Alat Tangkap Jumlah Alat Tangkap (Unit) Produksi/ Trip (Kg) Produksi/ Bulan (Kg) Masa Operasi Jenis Ikan Tangkapan 1 Muroami 18 100 - September- Desember Ekor Kuning 2 Branjang 90 100 2000 Juni-Agustus Teri 3 Pancing Tonda 617 25 500 Juni- September Tongkol, Tenggiri 4 Pancing Edo 200 3 50 Maret-Juni Ikan karang 5 Jaring Insang 200 10 200 September- Nopember Ekor kuning 6 Bubu 2000 0,5 1000 Sepanjang musim Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara 2009 Ikan karang Sarana penangkapan yang digunakan di Karimunjawa adalah kapal motor berukuran di bawah 5 GT, kapal dengan motor tempel (jonson) dan perahu layar. Jumlah masing-masing armada yang ada saat ini yaitu kapal motor sebanyak 515 unit, kapal motor tempel 117 unit dan perahu layar 66 unit. Nelayan Karimunjawa merupakan nelayan harian (one day fishing) dengan jumlah trip tiap bulan ratarata 25 hari. Wilayah penangkapannya (catching area) hanya di sekitar pulau-

pulau di kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Lokasi penangkapan nelayan Karimunjawa denan produktivitas tinggi adalah Utara Parang, P. Sintok, P. Katang, P. Seruni, sebelah timur P. Nyamuk, P. Cendikian, P. Gundul, P. Bengkoang, sebelah timur P. Genting dan P. Krakal. Kondisi perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa pada tahun 2001 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan produktivitas. Pada tahun 2004 hingga tahun 2008, produktivitas perikanan tangkap mulai menunjukkan adanya penurunan. Produktivitas perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa selengkapnya tersaji pada Tabel 12. berikut ini. Tabel 12. Produktivitas Perikanan Tangkap Karimunjawa No. Tahun Jumlah Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp) 1 2001 48.263,00 208.656.400,00 2 2002 60.305,00 262.781.000,00 3 2003 73.269,00 271.434.400,00 4 2004 46.989,00 204.233.000,00 5 2005 43.616,00 204.010.000,00 6 2006 22.517,00 81.980.000,00 7 2007 15.226,00 70.100.000,00 8 2008 7.960,00 49.410.000,00 Jumlah 318.145,00 1.352.604.800,00 Rata-rata 39.768,13 169.075.600,00 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara 2009 Melihat perbedaan harga antar waktu (inter temporal) harus menggunakan harga riil, yaitu dengan membagi harga nominal (harga berlaku) tahun tertentu dengan indeks harga konsumen untuk produk-produk perikanan tahun yang sama dikali 100. Indeks harga konsumen menggambarkan pergerakan inflasi harga dari tahun ke tahun. Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2002 (2002 = 100). Dengan menggunakan indeks harga konsumen akan diperoleh harga dan nilai produksi yang riil, yang tidak lagi terpengaruh oleh pergerakan inflasi harga. Selengkapnya indeks harga konsumen yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 13.

No. Tabel 13. Indeks Harga Konsumen Tahun Indeks Harga Konsumen (Tahun 2002 = 100) 1 2004 270.49 2 2005 115.47 3 2006 144.17 4 2007 152.36 5 2008 161.16 Sumber: Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka (2009) Pada Tabel 14. dapat dilihat nilai riil dari produksi perikanan mulai tahun 2004 saat terjadi penurunan produksi perikanan sampai dengan tahun 2008 diperoleh dari nilai produksi (Tabel 12.) dibagi dengan indeks harga konsumen kemudian dikali 100. Tabel 14. Nilai Riil Produksi Perikanan Taman Nasional Karimunjawa Jumlah Nilai Produksi Nilai Riil No. Tahun IHK Produksi (Kg) (Rp) Produksi (Rp) 1 2004 46,989.00 204,233,000.00 270.49 75,504,824.58 2 2005 43,616.00 204,010,000.00 115.47 176,677,925.00 3 2006 22,517.00 81,980,000.00 144.17 56,863,425.12 4 2007 15,226.00 70,100,000.00 152.36 46,009,451.30 5 2008 7,960.00 49,410,000.00 161.16 30,658,972.45 Sumber: Data Sekunder Diolah (2009) Dari data produksi pada dapat digunakan untuk menghitung nilai kerugian sumberdaya alam setelah terjadi penurunan produktivitas perikanan yaitu tahun 2004 2008. Rata-rata produktivitas nelayan sebelum terjadinya penurunan pada tahun 2001 2003 dijadikan dasar perhitungan untuk melihat produksi yang hilang (loss of production) mulai tahun 2004. Hasil ini dikurangi dengan produktivitas nelayan setiap tahun setelah terjadi penurunan produktivitas perikanan. Rata-rata produktivitas nelayan sebelum terjadi penurunan adalah 60.612,33 kg seperti terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Produktivitas Sebelum Terjadi Penurunan No. Tahun Jumlah Produksi (Kg) 1 2001 48,263.00 2 2002 60,305.00 3 2003 73,269.00 rata-rata 60,612.33 Sumber: Data Sekunder Diolah (2009) Nilai produksi yang hilang diperoleh dari hasil perkalian jumlah produksi yang hilang pada tahun 2004 2008 dengan harga riil pada tahun yang sama. Setelah nilai produksi yang hilang ini diketahui, kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai ratio antara keuntungan kotor nelayan Taman Nasional Karimunjawa dengan nilai produksi yang hilang (ratio GR/NP). Nilai kerugian sumberdaya alam diperoleh dari hasil perkalian antara keuntungan kotor nelayan dengan ratio GR/NP (Tabel 16.). No Tahun Tabel 16. Hasil Pengolahan Pendekatan Perubahan Produktivitas Nilai per unit (Rp/Kg) Prod Loss (Kg) Nilai Produksi Loss (Rp) Penerimaan (GR) Ratio GR/NP Nilai Kerugian Sda (Rp) 1 2004 1,606.86 13,623.33 21,890,812.60 194,162,000.00 2.57 499,291,038.09 2 2005 4,050.76 16,996.33 68,848,058.19 197,350,000.00 1.12 220,440,796.44 3 2006 2,525.36 38,095.33 96,204,251.66 195,250,000.00 3.43 670,423,253.92 4 2007 3,021.77 45,386.33 137,147,004.67 218,117,000.00 4.74 1,034,027,234.52 5 2008 3,851.63 52,652.33 202,797,291.09 218,117,000.00 7.11 1,551,748,864.61 Total Kerugian Sumberdaya alam 3,975,931,187.57 Rata-rata Kerugian Sumberdaya Alam per Tahun 795,186,237.51 Tingkat Suku Bunga (Discount Rate) 8 % 2,999,637,652.45 Sumber: Data Sekunder Diolah (2009) Dari hasil perhitungan nilai ekonomi menggunakan pendekatan perubahan produktivitas selama periode 2001 2008 didapat nilai rata-rata kerugian sumberdaya alam di Taman Nasional Karimunjawa per tahun sebesar Rp. 795.186.237,51. Nilai kerugian sumberdaya alam yang dihitung dalam jangka panjang dengan tingkat discount rate sebesar 8 persen adalah Rp.

2.999.637.652,45. Nilai kerugian sumberdaya alam ini menggambarkan nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa. 5.3.2 Travel Cost Method Komponen biaya perjalanan merupakan kumulatif biaya yang dikeluarkan wisatawan untuk sampai ke dan kembali dari Taman Nasional Karimunjawa. Biaya perjalanan terdiri dari biaya transportasi (dari mulai berangkat hingga kembali ke rumah), biaya akomodasi (penginapan) selama berada di lokasi dan untuk mencapai lokasi, biaya konsumsi (biaya makan dan jajan dari mulai berangkat hingga pulang), tiket masuk, pendapatan yang hilang selama melakukan kegiatan rekreasi dan biaya lain-lain. Biaya lain-lain terdiri atas biaya tambahan seperti sewa alat selam atau snorkeling, sewa perahu dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli cindera mata. Komponen biaya transportasi dipengaruhi oleh jarak domisili responden dengan lokasi wisata dan sarana transportasi yang digunakan. Total biaya akomodasi dan konsumsi wisatawan diperoleh melalui perkalian jumlah hari (lama) kunjungan dengan biaya yang dikeluarkan untuk dua kebutuhan tersebut. Besar kecilnya komponen kedua biaya ini dipengaruhi oleh jenis kamar dan atau kelas penginapan yang digunakan oleh responden untuk menginap. Pendapatan yang hilang diperoleh dari jumlah pendapatan yang diperoleh per hari dikalikan dengan jumlah (lama) waktu yang digunakan untuk rekreasi. Data mengenai Total Biaya Perjalanan Wisatawan Taman Nasional Karimunjawa tersaji pada Tabel 17.

No. Tabel 17. Total Biaya Perjalanan Wisatawan Taman Nasional Karimunjawa Asal Daerah Lama Kunjungan Biaya perjalanan Transportasi Konsumsi Akomodasi Tiket Masuk Lain-lain Total 1 Bandung 3 259,000 130,000 120,000 2,500 120,000 631,500 2 Bandung 3 315,000 150,000 120,000 2,500 245,000 832,500 3 Semarang 3 143,000 80,000 60,000 2,500 83,000 368,500 4 Semarang 3 143,000 100,000 60,000 2,500 145,000 450,500 5 Semarang 3 163,000 110,000 120,000 2,500 120,000 515,500 6 Bandung 4 386,000 200,000 240,000 2,500 150,000 978,500 7 Demak 3 102,000 100,000 60,000 2,500 45,000 309,500 8 Demak 3 105,000 85,000 60,000 2,500 50,000 302,500 9 Jakarta 6 640,000 400,000 210,000 2,500 125,000 1,377,500 10 Bekasi 6 650,000 420,000 210,000 2,500 245,000 1,527,500 11 Jakarta 6 518,500 320,000 210,000 2,500 90,000 1,141,000 12 Bandung 6 455,000 350,000 210,000 2,500 135,000 1,152,500 13 Bogor 5 341,000 200,000 150,000 2,500 104,000 797,500 14 Bogor 5 346,000 240,000 150,000 2,500 65,000 803,500 15 Bogor 2 439,000 68,000 75,000 2,500 30,000 614,500 16 Yogyakarta 4 145,000 100,000 0 2,500 65,000 312,500 17 Yogyakarta 4 150,000 120,000 0 2,500 45,000 317,500 18 Yogyakarta 4 145,000 120,000 0 2,500 45,000 312,500 19 Yogyakarta 4 140,000 120,000 0 2,500 90,000 352,500 20 Yogyakarta 4 145,000 100,000 0 2,500 85,000 332,500 21 Solo 4 120,000 80,000 0 2,500 50,000 252,500 22 Yogyakarta 4 140,000 100,000 0 2,500 40,000 282,500 23 Solo 3 238,000 150,000 90,000 2,500 50,000 530,500 24 Solo 3 230,000 135,000 90,000 2,500 150,000 607,500 25 Pekalongan 3 180,000 120,000 60,000 2,500 45,000 407,500 26 Pekalongan 3 180,000 150,000 60,000 2,500 50,000 442,500 27 Pekalongan 3 180,000 100,000 120,000 2,500 50,000 452,500 28 Wonosobo 4 170,000 50,000 0 2,500 50,000 272,500 29 Wonosobo 4 170,000 50,000 0 2,500 100,000 322,500 30 Brebes 4 155,000 50,000 0 2,500 25,000 232,500 31 Bandung 3 321,000 75,000 60,000 2,500 225,000 683,500 32 Bandung 3 325,000 100,000 60,000 2,500 225,000 712,500 33 Bandung 3 325,000 80,000 60,000 2,500 300,000 767,500 34 Bandung 3 325,000 80,000 60,000 2,500 225,000 692,500 35 Bandung 3 320,000 100,000 60,000 2,500 150,000 632,500 36 Bandung 3 330,000 100,000 60,000 2,500 375,000 867,500 37 Jakarta 6 270,000 200,000 225,000 2,500 100,000 797,500 38 Depok 6 300,000 200,000 225,000 2,500 150,000 877,500 39 Jakarta 6 300,000 200,000 225,000 2,500 100,000 827,500 40 Tangerang 6 280,000 200,000 225,000 2,500 100,000 807,500

41 Jakarta 3 410,000 200,000 240,000 2,500 125,000 977,500 42 Jakarta 3 450,000 230,000 240,000 2,500 200,000 1,122,500 43 Jakarta 3 450,000 250,000 240,000 2,500 125,000 1,067,500 44 Tangerang 3 460,000 250,000 240,000 2,500 250,000 1,202,500 45 Tangerang 3 460,000 250,000 240,000 2,500 150,000 1,102,500 46 Tangerang 3 450,000 250,000 240,000 2,500 300,000 1,242,500 47 Jakarta 3 500,000 200,000 240,000 2,500 250,000 1,192,500 48 Jakarta 3 500,000 210,000 240,000 2,500 125,000 1,077,500 49 Jakarta 3 500,000 200,000 240,000 2,500 150,000 1,092,500 50 Jakarta 3 480,000 200,000 240,000 2,500 200,000 1,122,500 51 Jakarta 3 430,000 250,000 240,000 2,500 150,000 1,072,500 52 Jakarta 3 450,000 200,000 240,000 2,500 200,000 1,092,500 53 Depok 3 470,000 250,000 240,000 2,500 250,000 1,212,500 54 Depok 3 470,000 200,000 240,000 2,500 125,000 1,037,500 55 Tangerang 3 480,000 250,000 240,000 2,500 350,000 1,322,500 56 Tangerang 3 480,000 200,000 240,000 2,500 125,000 1,047,500 57 Cibinong 3 450,000 230,000 240,000 2,500 175,000 1,097,500 58 Bogor 3 450,000 250,000 240,000 2,500 250,000 1,192,500 59 Bogor 3 450,000 200,000 240,000 2,500 150,000 1,042,500 60 Jakarta 3 500,000 200,000 240,000 2,500 200,000 1,142,500 61 Semarang 2 250,000 150,000 120,000 2,500 100,000 622,500 62 Semarang 2 250,000 100,000 120,000 2,500 200,000 672,500 63 Yogyakarta 2 260,000 150,000 120,000 2,500 150,000 682,500 64 Yogyakarta 2 260,000 150,000 120,000 2,500 180,000 712,500 65 Semarang 2 250,000 100,000 75,000 2,500 100,000 527,500 66 Demak 3 100,000 100,000 60,000 2,500 50,000 312,500 67 Demak 3 100,000 100,000 60,000 2,500 35,000 297,500 Jumlah 234 21,349,500 11,153,000 9,210,000 167,500 9,307,000 51,187,000 Rata-rata 3.60 328,453.85 171,584.62 141,692.31 2,576.92 143,184.62 787,492.31 Persentase 41.71 21.79 17.99 0.33 18.18 100 Sumber: Data Primer 2009 (diolah) Jumlah kunjungan terhadap suatu lokasi wisata dipengaruhi oleh beragam faktor, antara lain biaya perjalanan yang dikeluarkan, biaya waktu dari perjalanan tersebut, persepsi responden terhadap kualitas lingkungan di lokasi wisata, karakteristik substistusi yang mungkin ada, dan pendapatan dari individu. Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Karimunjawa yaitu biaya perjalanan, biaya waktu dan pendapatan wisatawan. Untuk persepsi responden mengenai kualitas lingkungan dan kepuasan di lokasi wisata, keseluruhan responden memberikan jawaban yang seragam sehingga

fungsi permintaan pengunjung ke Taman Nasional Karimunjawa (dalam bentuk logaritma) dengan menggunakan teknik ekonometerik adalah sebagai berikut: ln Q = 2,94-0,189 ln c + 1,04 ln T - 0,592 ln M.. (5.1) Dari persamaan (5.1), maka besaran dari masing-masing parameter dugaan adalah a 0 = 2,94, a 1 = - 0,189, a 2 = 1,04 dan a 3 = - 0,592. a 0 adalah konstanta, a 1, a 2 dan a 3 berturu-turut adalah elastisitas permintaan dari biaya perjalanan, biaya waktu dan pendapatan. Elastisitas permintaan dari biaya perjalanan sebesar 0,189 dapat diartikan bahwa jika terjadi perubahan biaya perjalanan 1%, maka tingkat kunjungan wisatawan akan berubah sebesar 0,189%. Tanda negatif dari elastisitas tersebut menunjukkan hubungan terbalik antara biaya perjalanan dan jumlah kunjungan wisatawan, jika terjadi kenaikan biaya perjalanan maka akan menyebabkan turunnya jumlah kunjungan wisatawan dan sebaliknya. Elastisitas permintaan dari biaya waktu sebesar 1,04 dapat diartikan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah kunjungan wisatawan maka akan menyebabkan kenaikan biaya waktu. Sedangkan elastisitas permintaan dari pendapatan sebesar -0,592 dapat diartikan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan maka akan menyebabkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa Taman Nasional Karimunjawa merupakan barang inferior. Keeratan hubungan antara biaya perjalanan, biaya waktu dan pendapatan dengan jumlah kunjungan wisatawan berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,178. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah kunjungan dengan biaya perjalanan, biaya waktu dan pendapatan sebesar 17,8%. Nilai koefisien determinasi sebesar 63,5%, artinya model (fungsi permintaan) yang dibangun mampu menjelaskan faktor pengaruh biaya perjalanan, biaya waktu dan pendapatan. Sisanya dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya aksesibilitas atau ketersediaan sarana dan prasarana. Fauzi (2004) menyebutkan bahwa surplus konsumen merupakan proxy dari nilai keinginan membayar (WTP) terhadap lokasi rekreasi yang dikunjungi. Surplus konsumen diperoleh dari selisih lebih antara tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen (wisatawan) dengan biaya yang harus dikeluarkan atau

dibayar untuk memperoleh kepuasan tersebut. Dalam hal ini, lama kunjungan per sekali kunjung dapat menjadi ukuran kepuasan wisatawan terhadap lokasi yang dikunjungi. Semakin lama seorang wisatawan berada di lokasi wisata menandakan bahwa tingkat kepuasan wisatawan akan lokasi wisata semakin tinggi. Dalam penelitian ini lama kunjungan per sekali kunjung atau jumlah kunjungan digunakan sebagai ukuran tingkat kepuasan wisatawan dalam menghitung nilai surplus konsumen dari wisatawan Taman Nasional Karimunjawa. Untuk melakukan kunjungan wisata dibutuhkan biaya dalam jumlah tertentu. Biaya ini adalah total biaya perjalanan wisatawan per sekali kunjung ke Taman Nasional Karimunjawa, oleh karena itu untuk menghitung surplus konsumen hanya melibatkan variabel biaya perjalanan. Dengan demikian berdasarkan asumsi di atas, surplus konsumen dari wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Karimunjawa dapat diukur menggunakan fungsi permintaan di bawah ini: atau atau ln Q = 2,94-0,189 ln c (5.2) 18,916 Q = 0,189 (5.3) c c = 18,916 2,94 (5.4) Q Fungsi permintaan tersebut, secara grafik dengan menggunakan software Maple 11 (Lampiran 6) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 14. Kurva Permintaan Pengunjung Untuk menghitung luasan di bawah kurva permintaan pada Gambar 14. digunakan persamaan berikut: c1 18,916 ( 0,189 ) dc.. (5.5) c0 c Nilai c 0 (biaya terendah) dan c 1 (biaya tertinggi) ditentukan menggunakan data biaya perjalanan pengunjung. Berdasarkan data total biaya perjalanan wisatawan Taman Nasional Karimunjawa (Tabel 9.) diketahui bahwa jumlah biaya terendah adalah Rp.232.500,00 dan jumlah biaya tertinggi adalah Rp. 1.527.500,00. Dengan demikian diperoleh persamaan: 1527500 18,916 ( 0,189 )dc (5.6) 232500 c Dari hasil perhitungan diperoleh besaran wilayah di bawah kurva permintaan (Gambar 13.) sebesar 155079,5 (dalam satuan nilai tertentu). Nilai tersebut merupakan nilai surplus konsumen dari wisatawan yang berkunjung ke

Taman Nasional Karimunjawa. Berdasarkan konsep WTP yang dibangun, maka nilai WTP wisatawan adalah sebesar CS, yaitu sebesar Rp. 155.079,50. Nilai ekonomi Taman Nasional Karimunjawa diperoleh dari hasil perkalian nilai WTP dengan jumlah penduduk di Taman Nasional Karimunjawa. Hal ini mencerminkan nilai atau harga ekosistem Taman Nasional Karimunjawa dari masyarakat setempat. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah penduduk Taman Nasional Karimunjawa adalah sebanyak 9.054 jiwa, maka nilai ekonomi Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan pendekatan biaya perjalanan adalah sebesar Rp, 1.404.089.793,00. 5.3.3 Contingent Choice Modelling (CCM) Untuk mendapatkan nilai non kegunaan (non - use value) digunakan contingent choice modelling (CCM). Model ini pada dasarnya hampir sama dengan contingent valuation method, karena didasarkan atas preferensi responden untuk mengestimasi nilai ekonomi suatu ekosistem dalam bentuk barang dan jasa. Perbedaannya terletak pada respoden yang diminta untuk memilih kondisi yang disukai bukan diminta untuk memberikan secara langsung nilai dari suatu ekosistem. CCM merupakan juga merupakan metode hipotetis, dimana responden diminta untuk menentukan alternatif pilihan berdasarkan skenario hipotetis. Model ini tersebut disertai atribut-atribut atau karakteristik dari alternatif pilihan tersebut. Nilai WTP simpulkan secara tidak langsung berdasarkan pilihan yang diberikan oleh responden. Pada penelitian ini, wisatawan diberikan beberapa alternatif pilihan untuk mendapatkan nilai ekosistem terumbu karang. Nilai ini didasarkan atas pernyataan wisatawan untuk mengestimasi nilai ekosistem terumbu karang. Wisatawan diminta untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif yang diberikan. Alternatif pilihan yang diberikan kepada wisatawan diperoleh dari hasil studi literatur dan focus group discussion yang dilakukan kepada masyarakat setempat, oprator wisata dan instansi terkait. Alternatif pilihan tersebut adalah lokasi snorkeling di Taman Nasional Karimunjawa.

Pada setiap alternatif pilihan yang diberikan, disertai beberapa atribut yang bervariasi seperti jarak, karakteristik lokasi dan biaya. Setiap alternatif pilihan merupakan fungsi dari atribut (termasuk karakteristik wisatawan). Dalam menentukan alternatif pilihan sangat bergantung kepada kepuasan dan persepsi dari wisatawan terhadap lokasi snorkeling yang dikunjungi. Alternatif pilihan lokasi snorkeling yang diberikan kepada wisatawan adalah Pulau Cemara Kecil, Cemara Besar, Menjangan Kecil dan Tanjung Gelam. Pilihan lokasi snorkeling dan atribut lokasi yang diberikan kepada wisatawan dapat dilihat pada Tabel 18. Atribut Biaya Jarak Gelombang Kedalaman Kecarahan Pantai Terumbu karang Lain-lain Tabel 18. Pilihan Lokasi Snorkeling dan Atribut Lokasi (A) (B) (C) (D) P. Cemara Kecil P. Cemara P. Menjangan Tanjung Gelam Rp. 45.000,00 45 menit Sedang Dangkal Cerah Biasa Kurang bervariasi Pinggir pantai dangkal Sumber: Data Primer Diolah (2009) Besar Rp. 50.000,00 60 menit Sedang Dangkal Cerah Bagus Bervariasi Terdapat burung laut Kecil Rp. 20.000,00 20 menit Kecil Dalam Sangat cerah Biasa Bervariasi Tempat melihat sunset Rp. 30.000,00 30 menit Sedang Dangkal Cerah Bagus Kurang bervariasi Tempat melihat sunset Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 25 orang wisatawan (37,31%) memlihi lokasi Menjangan Kecil untuk lokasi snorkeling yang paling banyak kemudian Tanjung Gelam 20 orang (29,85%), Cemara Kecil 16 orang (23,88%) dan Cemara Besar 6 orang (8,69%). Sebagian besar wisatawan memilih lokasi Cemara Kecil dan Menjangan Kecil berdasarkan kondisi ekosistem terumbu karangnya. Sedangkan lokasi Tanjung Gelam dipilih berdasarkan kondisi pantainya. Gambar 15. memperlihatkan pilihan lokasi snorkeling wisatawan Taman Nasional Karimunjawa.

Gambar 15. Pilihan Lokasi Snorkeling Nilai WTP dalam contingent choice modelling tidak diperoleh secara langsung dalam bentuk moneter tetapi disimpulkan secara tidak langsung dari trade off antara moneter dan non moneter yang dibuat oleh wisatawan. Selanjutnya nilai WTP dianalisis menggunakan analisis regresi logistik binomial. Dalam choice modeling, setiap pengamatan merupakan discrete 0-1. Asumsi ini diperlukan untuk menyatakan keputusan wisatawan memilih satu alternatif (1) dan tidak memilih alternatif lain (0). Hasil analisi regresi logistik binomial antara alternatif pilihan dan atribut dilakukan dengan menggunakan software Mapple 14 (Lampiran 8) terlihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Regresi Logistik Binomial Alternatif Pilihan Wisatawan Cemara Kecil Cemara Besar Menjangan Kecil Tanjung Gelam Atribut Coef P Odds Coef P Odds Coef P Odds Coef P Odds Ratio Ratio Ratio Ratio Intercept 5.790 0.062 12.164 0.043-0.610 0.828-14.311 0.002 Biaya 8.677 0.844 1.000-4.028 0.011* 1.000 3.896 0.467 1.000 3.209 0.454 1.000 Atribut lokasi 2.289 0.019* 9.870-2.286 0.125 0.100 4.035 0.000* 0.020 3.422 0.002* 30.630 Kondisi di tempat lain -0.079 0.906 0.920 1.187 0.255 3.280-0.746 0.226 0.470 0.643 0.334 1.900 Umur -0.643 0.012* 0.530-0.429 0.147 0.650 0.398 0.030* 1.490 0.222 0.237 1.250 Pendidikan 0.229 0.341 1.260-0.002 0.995 1.000-0.136 0.502 0.870 0.038 0.852 1.040 Jenis kelamin 0.792 0.325 2.210-0.450 0.761 0.640-0.127 0.876 0.880 0.068 0.935 1.070 Pengalaman kerja 0.588 0.012* 1.800-0.399 0.130 1.490 0.411 0.016* 0.660-0.148 0.398 0.860 *Signifikan pada a = 10% Sumber: Data Primer Diolah (2009)

Pada Tabel 14. Terlihat bahwa keputusan wisatawan untuk memilih lokasi snorkeling secara umum dipengaruhi oleh faktor biaya, karakteristik lokasi, umur dan pengalaman kerja. Pilihan wisatawan terhadap lokasi snorkeling di P. Cemara Kecil dipengaruhi oleh karakeristik yang ada di lokasi, umur dan pengalaman kerja wisatawan. Rata-rata umur wisatawan yang memilih lokasi ini adalah 27,4 tahun dengan pengalaman kerja rata-rata 7,2 tahun. Nilai koefisien dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan atribut lokasi 1%, maka jumlah pilihan wisatawan akan berubah sebesar 2,289%. Nilai koefisien dari umur sebesar -0,063 dapat diartikan bahwa semakin bertambahnya umur wisatawan maka akan menyebabkan penurunan jumlah wisatawan yang memilih lokasi cemara kecil. Sedangkan nilai koefisien dari pengalaman kerja sebesar 0,588 dapat diartikan bahwa semakin bertambahnya pengalaman kerja maka akan menyebabkan peningkatan jumlah pilihan wisatawan. Hasil analisis menunjukkan nilai odds ratio yang paling besar yaitu pada atribut lokasi. Hal ini dapat diartikan peningkatan kualitas atribut di P. Cemara Kecil akan meningkatkan jumlah pilihan wisatawan sebanyak 10 kali. Pilihan lokasi snorkeling P. Cemara Besar hanya dipengaruhi oleh faktor biaya. Pada tabel di atas faktor biaya mempengaruhi pilihan wisatawan dikarenakan jarak lokasi ini adalah yang paling jauh sehingga membutuhkan biaya yang paling besar. Nilai koefisien dari biaya sebesar -4,028 dapat diartikan bahwa peningkatan biaya maka akan menyebabkan penurunan jumlah wisatawan yang memilih lokasi P. Cemara Besar. P. Menjangan Kecil merupakan lokasi snorkeling yang paling banyak dipilih oleh wisatawan. Karakteristik lokasi dimana pulau ini memiliki kualitas terumbu karang yang paling bagus sangat mempengaruhi pilihan dari wisatawan. Selain itu, umur wisatawan rata-rata 29 tahun dan pengalaman kerja 6,5 tahun juga mempengaruhi pilihan dari wisatawan. Nilai koefisien dari atribut lokasi sebesar 4,035 dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan kualitas atribut lokasi maka akan meningkatkan jumlah pilihan dari wisatawan. Nilai koefisien dari umur sebesar 0,398 dapat diartikan bahwa semakin bertambahnya umur wisatawan maka akan menyebabkan peningkatan jumlah pilihan wisatawan. Sedangkan nilai koefisien dari pengalaman kerja sebesar 0,411 dapat diartikan

bahwa semakin bertambahnya pengalaman kerja maka akan menyebabkan peningkatan jumlah pilihan wisatawan terhadap lokasi snorkeling di P. Menjangan Kecil. Wisatawan yang memilih Tanjung Gelam hanya dipengaruhi oleh karakteristik lokasi, dimana lokasi ini memiliki keunggulan karakteristik pantainya yang unggul dibanding lokasi lain. Nilai koefisien dari atribut lokasi sebesar 3,422 dapat diartikan bahwa peningkatan kualitas dari atribut lokasi yang ada di Tanjung Gelam maka akan menyebabkan peningkatan jumlah pilihan wisatawan. Nilai odds ratio lokasi Tanjung Gelam menunjukkan bahwa peluang Tanjung Gelam untuk dipilih oleh wisatawan sebagai lokasi snorkeling jika terjadi perubahan kualitas dari atribut lokasi akan meningkat sebanyak 31 kali. Nilai Willingnes To Pay (WTP) wisatawan terhadap pilihan lokasi snorkeling yang diinfered secara tidak langsung diperoleh dengan menggunakan persamaan: n β X WTP= c + + c 1 1 n i= 1 i= 1 1... n β1 β1 n β X n... (5.7) Dari persamaan (5.7) di atas, diperoleh nilai WTP wisatawan untuk lokasi snorkeling P. Cemara Kecil sebesar Rp. 1.426.316,63. Untuk lokasi P. Cemara Besar diperoleh WTP sebesar Rp. 1.426.318,10. WTP untuk lokasi P.Menjangan Kecil sebesar Rp. 1.426.318,54 dan WTP untuk lokasi Tanjung Gelam sebesar Rp. 1.426.316,86. Nilai WTP rata-rata wisatawan yang melakukan kegiatan wisata snorkeling adalah sebesar Rp. 1.426.320,66. Nilai WTP wisatawan yang paling besar adalah di lokasi P. Menjangan Kecil, hal ini menunjukkan tingkat kepuasan dan persepsi wisatawan terhadap lokasi snorkeling di P. Menjangan Kecil adalah yang paling tinggi. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa diperoleh dari hasil perkalian nilai WTP rata-rata wisatawan dengan jumlah wisatawan yang datang ke Taman Nasional Karimunjawa sebanyak 3.262 jiwa, maka nilai ekonomi Taman Nasional Karimunjawa berdasarkan contingent choice modelling (CCM) adalah sebesar Rp. 4.652.647.792,00 per tahun.

5.3.4 Nilai Ekonomi Total (TEV) Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa dihitung berdasarkan persamaan yang diperoleh dari sektor-sektor yang berasosiasi secara langsung maupun tidak langsung dengan ekosistem terumbu karang. Sektor-sektor tersebut adalah sektor perikanan dan sektor pariwisata. Pada sektor perikanan, digunakan pendekatan perubahan produktivitas yang mengacu pada adanya perubahan dalam produksi dan memandang perubahan pada output (produksi) sebagai basis dalam menilai ekosistem terumbu karang. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang diperoleh dari perubahan nilai sumberdaya yang diukur berdasarkan rente sumberdaya atau keuntungan. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang pada sektor pariwisata diukur dengan menggunakan travel cost method dan contingent choice modelling. Keduanya merupakan teknik valuasi ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang tidak dapat dipasarkan. Kedua teknik ini mengandalkan harga implisit di mana nilai willingness to pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Pada travel cost method, biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk berwisata dianggap sebagai harga dari lokasi wisata tersebut. Nilai kegunaan diperoleh melalui surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Sedangkan pada teknik contingent choice modelling (CCM), nilai WTP wisatawan di Taman Nasional Karimunjawa yang disimpulkan secara tidak langsung dari persepsi wisatawan mengenai berbagai alternatif pilihan yang melibatkan sumberdaya atau lingkungan. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa tersebut secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Nilai Ek onomi Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa No Sektor Pengukuran Nilai Teknik Nilai (Rp.) 1 Perikanan Rente SDA Perubahan Produktivitas 2.999.637.652,30 2 Pariwisata WTP Travel Cost Method 1.404.089.793,00 3 Pariwisata WTP Contingent Choice Modelling 4.652.647.794,00 Sumber: Data Primer Diolah (2009) Nilai yang diperoleh dari teknik travel cost method memperlihatkan nilai WTP yang lebih kecil dibandingkan teknik contingent choice modelling. Pada travel cost method, nilai WTP hanya dipengaruhi oleh total biaya yang dikeluarkan wisatawan. Nilai perbandingan WTP wisatawan sebesar Rp. 155.079,50 dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan wisatawan Rp. 787.492,31 menunjukkan perbedaan yang sangat jauh. Nilai WTP yang diperoleh dari travel cost method merupakan nilai minimum WTP untuk ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa. Nilai perbandingan WTP rata-rata wisatawan sebesar Rp. 1.426.320,66 dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan wisatawan Rp. 1.426.313,43 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Nilai WTP contingent choice modelling dianggap menghasilkan nilai yang lebih nyata dibanding travel cost method karena nilai WTP yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh biaya saja tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi dan kepuasan dari tiap individu. Untuk mengukur nilai sumberdaya dilakukan berdasarkan konsep nilai ekonomi total (total economic value) yaitu nilai kegunaan (use value) dan nilai non kegunaan (non use value) (Krutila 1967 dalam Fauzi 2005). Nilai kegunaan ekosistem terumbu karang diperoleh melalui pendekatan perubahan produktivias. Nilai non kegunaan diperoleh dari nilai WTP yang didapat menggunakan teknik contingent choice modelling. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, secara agregat diperoleh nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa adalah sekitar Rp. 7.652.295.634,45 per tahun untuk 22.023 Ha total area atau Rp. 347.468,36 per ha per tahun. Dengan mengetahui nilai ekonomi total, diharapkan ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa dapat dimanfaatkan secara