Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

Kandungan Fitokimia Biji Lotus (Nelumbo nucifera Gertn.) Dari Perairan Rawa

DAFTAR ISI II METODOLOGI PENELITIAN III Alat dan bahan Alat Bahan Bakteri uji... 36

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

Bab III Bahan dan Metode

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN

Larutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. metode difusi dengan teknik sumuran.

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

Sampel basah. Dikeringkan dan dihaluskan. Disaring

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB III METODE PENELITIAN

Optimalisasi Proses Isolasi Etil Parametoksisinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses dan Konsentrasi Pelarut

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata).

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN II. METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

SKRIPSI. Disusun oleh: YOGYAKARTA

Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Tumbuhan Lamun Cymodocea Rotundata Ehrenberg & Hemprich Ex Ascherson

Transkripsi:

KADAR AIR, RENDEMEN DAN KARAKTERISTISK FISIK EKSTRAK LAMUN Halodule sp. Ace Baehaki*, Herpandi, Indah Widiastuti dan Gressty Sari Sitepu Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya email: ace76_none@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air, rendemendan karakteristik fisik ekstrak lamun Halodule sp. dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan etanol. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Mei 2016. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dan analisis data dilakukan secara deskriptif. Parameter yang diamati yaitu kadar air tumbuhan Lamun, rendemen dan karakteristik fisik ekstrak Lamun Halodule sp. Hasil uji kadar air tumbuhan rawa Halodule sp. yang sudah dikeringkan adalah 9,5%. Rendemen ekstraksi menggunakan etanol memiliki rendemen yang paling tinggi (1,21%) dibandingkan dengan pelarut n-heksan (0,23%) dan pelarut etil asetat (0,35%). Karakteristik fisik ekstrak n-heksan memiliki warna kuning dan bentuk pasta kental, untuk ekstrak etil asetat memiliki warna hijau tua kekuningan dan bentuknya pasta kental dan untuk hasil ekstraksi etanol memiliki warna hijau kehitaman dan bentuknya berupa kristal. Kata Kunci: Lamun Halodule sp.; Kadar Air; Rendemen; Karakteristik Fisik PENDAHULUAN Keanekaragaman biota perairan yang sangat tinggi dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satu biota perairan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan alami yaitu tumbuhan perairan. Halodule sp. merupakan salah satu jenis lamun yang terdapat di Indonesia. Lamun ini memiliki beberapa sifat yang dapat membuatnya mampu hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air bersalinitas tinggi, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, serta mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam (Dahuri, 2003). Tumbuhan lamun memiliki potensi sebagai antibakteri (Wisespongpand et al.,2005). Halodule sp. mengandung senyawa steroid yang mampu bersifat sebagai antibakteri dan dapat menghambat jenis bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, untuk mengambil senyawa bioaktif pada tubuhan lamun perlu dilakukan ekstraksi sehingga perlunya penelitian tentang ekstraksi tumbuhan lamun Halodule sp. tertutama kadar air tumbuhan lamun yang sudah dikeringkan, rendemen ekstraksi dan karakteristik fisik hasil ekstraksi dengan pelarut yang berbeda.

METODE PENELITIAN Preparasi Sebelum Ekstraksi Lamun Halodule sp. (Putri, 2011). Lamun yang didapat sebelum dilakukan ekstraksi terlebih dahulu dilakukan preparasi yaitu : Lamun yang diambil dari perairan segera dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan menggunakan air tawar untuk menghilangkan garam-garam yang masih menempel pada lamun. Lamun yang digunakan berupa lamun utuh dan tidak dipisahkan antar bagiannya, lalu dikeringkan dengan sinar matahari selama 3 hari. Sampel yang sudah kering kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh bentuk serbuk halus kemudian diekstrak. Ekstraksi Lamun Halodule sp. modifikasi (Pratama, 2014) Lamun yang telah dilakukan preparasi akan dilakukan proses ekstraksi maserasi bertingkat dengan tahapan sebagai berikut : Bubuk lamun direndam sebanyak 200 g berat kering secara individual dalam pelarut dengan perbandingan 1 : 4 selama 2 x 24 jam pada suhu kamar. Larutan disaring menggunkan kertas saring whatman nomor 42 sehingga diperoleh filtrat. Selanjutnya, filtrat dievaporasi menggunakan evaporator untuk menghilangkan pelarut. Kemudian ekstrak dikeringkan menggunakan freeze drying untuk menghilangkan pelarut yang kemungkinan masih ada pada ekstrak. Tahapan ekstraksi tumbuhan lamun dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kadar air Perhitungan Nilai Rendemen (Nuraini, 2007). Sebanyak 900 g bubuk tumbuhan lamun diekstrak dengan tiga pelarut secara bertingkat (heksana, etilasetat, dan etanol) dengan metode maserasi. Kemudian dilakukan penyaringan sehingga didapatkan filtrat dari masing-masing pelarut yang selanjutnya dilakukan penghilangan pelarut dengan alat rotary evaporator dan difreeze drying sehingga didapatkan ekstrak biji teratai dari masing-masing pelarut yang bebas pelarut. Ekstrak murni tersebut ditimbang untuk perhitungan rendemen. Nilai rendemen dihitung dengan rumus berikut. Dimana : W = bobot ekstrak murni (g) W0 = bobot bahan yang diekstrak (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air Rendemen = (W/W0) x 100% Hasil uji kadar air tumbuhan rawa Halodule sp. yang sudah dikeringkan adalah 9,5%. Rendemen Ekstrak Tumbuhan Lamun Rendemen merupakan perbandingan antara bobot bahan yang digunakan, yaitu bobot ekstrak murni lamun dengan bobot lamun yang diekstrak.

Hasil rendemen ekstrak tumbuhan lamun dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 1. Rendemen ekstrak tumbuhan lamun Gambar 1 menunjukan bahwa perbedaan jenis pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak kasar yang dihasilkan. Ekstrak lamun yang menggunkan pelarut n-heksana memilki rendemen ekstrak sebesar 0,23%, ekstrak yang menggunakan pelarut etil asetat sebesar 0,35% dan hasil rendemen yang menggunakan pelarut etanol sebesar 1,21%. Nilai rendemen ekstrak menggunakan pelarut etanol memiliki nilai paling tinggi sedangkan nilai rendemen ekstrak menggunakan pelarut n-heksana memiliki nilai yang paling rendah. Hal ini diduga karena sifat kepolaran etanol yang mengandung komponen bioaktif yang larut dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian Hougton dan Raman (1998), yang menyatakan bahwa ekstraksi dengan etanol (bersifat polar) dapat mengekstrak senyawa fenolik, steroid, terpenoid, alkaloid, dan glikosida, sedangkan pada pelarut n-heksana menunjukan bahwa komponen bioaktif yang terlarut sangat sedikit. Thompson (1985), juga menyatakan bahwa pelarut metanol merupakan senyawa kimia yang memiliki bentuk alkohol paling sempurna, dimana senyawa tersebut memilki gugus polar yang lebih kuat daripada gugus nonpolar, methanol juga bersifat universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar dan nonpolar. Hal inilah yang diduga menyebabkan pelarut etanol mampu mengekstrak lebih banyak komponen bioaktif yang bersifat polar. Ukhty (2011), mengekstrak lamun Syringodium isoetifolium menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolaranya yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar), dan n-heksana (nonpolar). Perbedaan jenis pelarut yang digunakan bertujuan untuk mengetahui rendemen ekstrak dari setiap pelarut. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rendemen ekstrak menggunakan pelarut metanol memiliki nilai paling tinggi sedangkan nilai rendemen ekstrak menggunakan pelarut n-heksana memiliki nilai yang paling rendah. Nilai rendemen dari masing-masing pelarut yaitu metanol sebesar 7,23%, etil asetat sebasar 6,43%, dan n-heksana sebesar 1,43%. Nilai rendemen dari penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rendemen ekstrak lamun Syringodium isoetifolium. Hal ini diduga karena perbedaan optimasi proses ekstraksi. Menurut Salamah et al. (2008), perbedaan ekstrak kasar yang

diperoleh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, jumlah sampel yang diekstrak, perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan dan jenil pelarut yang digunakan. 4.2. Karakteristik fisik ekstrak tumbuhan lamun Krakteristik merupakan ciri khas yang dapat menggambarkan sesuatu baik dinilai dari aroma, bentuk, warna dan lain-lain. Ektrak tumbuhan lamun yang telah diekstraksi secara bertahap dengan pelarut yang berbeda menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik berbagai ekstrak tumbuhan lamun dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Karakteristik berbagai ekstrak tumbuhan lamun. Sampel Karakteristik Aroma Warna Bentuk Ekstrak n-heksana tumbuhan lamun Aroma khas lamun dengan sedikit bau pelarut Kuning Pasta kental Ekstrak etil asetat tumbuhan lamun Ekstrak etanol tumbuhan lamun n-heksana Aroma khas lamun dengan sedikit bau pelarut etil asetat Aroma khas lamun dengan sedikit bau pelarut etanol Hijau tua kekuningan Hijau kehitaman Pasta kental Berupa Kristal Tabel 1. menunjukkan ekstrak yang menggunakan pelarut n-heksana memiliki warna yang paling berbeda dari ekstrak lainya, yaitu berwarna kuning sedangkan yang ekstrak yang menggunakan pelarut etil asetat dan ekstrak pelarut etanol berwarna hijau tua dan hijau kehitaman. Selain dari segi warna, ekstrak tumbuhan lamun ini juga memiliki karakteristik yang berbeda yaitu dilihat dari bentuk ekstraknya. Ekstrak yang menggunakan pelarut etanol berbentuk kristal sedangkan ekstrak yang menggunakan pelarut etil asetat dan pelarut n- heksana memiliki bentuk yang sama yaitu berbentuk pasta kental. Hal ini diduga karena ekstrak menggunakan pelarut etil asetat dan ekstrak yang menggunakan pelaru n-heksana banyak mengandung lemak sehingga pada proses pengeringan tidak dapat sampai berbentuk kristal kering. Sedangkan karakteristik dari segi aroma ekstrak lamun memiliki bau khas lamun dan berbau khas sesuai dengan pelarut yang digunakan KESIMPULAN Hasil uji kadar air tumbuhan rawa Halodule sp. yang sudah dikeringkan adalah 9,5%. Rendemen ekstraksi menggunakan etanol memiliki rendemen yang paling tinggi (1,21%) dibandingkan dengan pelarut n-heksan (0,23%) dan pelarut etil asetat (0,35%). Karakteristik fisik ekstrak n-heksan memiliki warna kuning

dan bentuk pasta kental, untuk ekstrak etil asetat memiliki warna hijau tua kekuningan dan bentuknya pasta kental dan untuk hasil ekstraksi etanol memiliki warna hijau kehitaman dan bentuknya berupa kristal. DAFTAR PUSTAKA Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hougton, P. J. dan A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for The Fractination of Natural Extracts. London: Thomson Science. Nuraini AD. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pratama MC. 2014. Pengujian Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Tumbuhan Lamun H. Uninervis dari Perairan Pesisir Teluk Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya. Putri AP. 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Lamun Dugong (Thalassia hemprichii). Skripsi. IPB, Bogor. Salamah E., Ayuningrat., Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen bioaktif dari kijing Taiwan (Anadonta woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan 11(2), 19-26. Thompson EB. 1985. Drug bioscreening. Journal Graceway Publising Company 40(2): 118. Ukhty N. 2001. Kandungan Senyawa Fitokimia, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan Lamun. Skripsi S1. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor