1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan dunia. Sebelum tahun 1990-an, perdagangan minyak nabati dunia masih didominasi oleh minyak kedelai yang banyak diproduksi di negaranegara kawasan Amerika Utara dan Selatan. Setelah tahun 1990-an perdagangan minyak nabati dunia lebih didominasi oleh minyak kelapa sawit yang banyak diproduksi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia maka terjadi kenaikan kebutuhan konsumsi minyak nabati. Cepatnya pertumbuhan ekonomi Cina dan India, negara yang berpenduduk paling banyak telah mendorong peningkatan konsumsi minyak nabati dunia. Konsumsi minyak Cina naik menjadi 76%, dimana India 45% dari konsumsi minyak makannya dipasok dari impor (Depperin 2009). Pada saat yang sama, perubahan iklim global telah mengakibatkan penurunan pasokan minyak kedelai akibat kekeringan yang terjadi di Brazil dan Argentina yang merupakan supplier terbesar minyak kedelai dunia. Kondisi ini menggambarkan adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Pasokan yang semakin menurun sedangkan permintaan terhadap minyak kedelai tetap tinggi. Dinilai memiliki harga yang cukup terjangkau dibandingkan komoditas substitusi lainnya, maka permintaan dunia beralih ke Crude Palm Oil (CPO) sebagai subtitusi minyak kedelai. Pada tingkat yang efisien, biaya produksi minyak kelapa sawit adalah USD200 per ton, jauh lebih efisien dibandingkan minyak nabati lainnya (Arianto 2008). Berbagai keunggulan CPO atau minyak kelapa sawit mentah menurut Siregar (2009) antara lain sumber provitamin A, vitamin E, antioksidan, asam linoleat rendah, kalori yang tinggi, tidak mudah teroksidasi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya dan mempunyai daya melapis tinggi. CPO banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri kimia, mentega, sabun, lilin, produk
minyak makan. Selain itu CPO juga digunakan untuk industri baja, kawat, radio, tekstil, bahan perekat, industri farmasi dan kosmetik. Meningkatnya permintaan dunia terhadap CPO menyebabkan perkembangan harga CPO sepanjang tahun 2002-2007 cenderung mengalami kenaikan rata-rata 5% pertahun (Depperin 2009). Peningkatan harga CPO yang tajam terjadi sejak tahun 2006, dari USD400 per ton menjadi USD1200 per ton pada tahun 2008. Kenaikan ini sehubungan dengan penggunaan CPO sebagai biofuel karena naiknya harga minyak bumi. Adanya pembatasan produksi minyak bumi oleh negara-negara produsen menyebabkan pasokan di pasar dunia menurun. Pada saat yang sama permintaan terhadap minyak bumi meningkat karena negara-negara dibelahan bumi utara sedang mengalami musim dingin. Konsekuensinya, negara-negara konsumen minyak bumi mencari bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi. Gambar 1 memperlihatkan pergerakan harga CPO di pasar Rotterdam dan harga minyak bumi. US$ per to 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Jan-03 Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 140 120 100 80 60 40 20 0 US$ per bar Harga CPO Rotterdam Harga Minyak Bumi Dunia Sumber : Oil World dan IFS, diolah Gambar 1. Pergerakan harga CPO di pasar Rotterdam dan harga minyak bumi dunia tahun 2003-2008 Krisis finansial global tahun 2008 yang melanda dunia menyebabkan pertumbuhan output dan permintaan output mengalami penurunan. Dampak krisis tersebut pada gilirannya menyebabkan penurunan permintaan Crude Palm Oil (CPO) sebagai komoditas perkebunan. Seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat di negara negara yang terkena imbas krisis finansial, volume impor CPO dari negara negara tersebut juga mengalami penurunan. Disisi lain, Indonesia sebagai produsen
utama CPO sedang giat melakukan ekspansi untuk menaikkan produksi tandan buah segar kelapa sawit (TBS) karena tingginya insentif ekspor CPO. Akibat turunnya permintaan dan meningkatnya produksi, maka stok CPO melimpah sehingga harga CPO di pasar Rotterdam merosot tajam dari harga USD1200 menjadi USD550 pada akhir tahun 2008. CPO mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Prospeknya yang bagus di perdagangan dunia merupakan sumber devisa bagi pemerintah. Berdasarkan data BPS, kontribusi komoditas ini terhadap nilai ekspor non migas Indonesia cukup besar yaitu 2.28% pada tahun 2000 meningkat menjadi 11.47% pada tahun 2008. Di pasar domestik, CPO merupakan salah satu sumber kebutuhan pokok bagi rakyat Indonesia yaitu bahan baku utama minyak goreng. Peningkatan jumlah penduduk mendorong meningkatnya kebutuhan terhadap minyak goreng. Konsumsi CPO domestik sebagian besar digunakan untuk industri minyak goreng sebagai konsumen utama CPO. Total penggunaan CPO tahun 2006 sebesar 16 juta ton, diistribusikan untuk ekspor sebesar 30.25%, minyak goreng 60.65%, margarin dan shortening 4.34%, serta oleochemical 4.76% (Depperin 2009). Pemanfaatan CPO sebagai bahan pangan dan non pangan perkembangannya selaras dengan pertumbuhan areal perkebunan dan produksi TBS sebagai sumber bahan baku. Tahun 2008 luas perkebunan kelapa sawit mencapai 7 juta ha dengan produksi TBS sebanyak 18.09 juta ton. Dibandingkan tahun 2000, peningkatannya sangat pesat. Produksi selama tahun 2000-2008 meningkat 93% dan luas lahannya meningkat lebih dari 100%. Pemanfaatan CPO sebagai bahan baku industri dapat memberikan efek berganda meliputi pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, pengembangan wilayah industri, proses alih teknologi, perluasan lapangan kerja, perolehan devisa, dan peningkatan penerimaan pajak (Depperin 2009). Di era perdagangan dunia yang makin terbuka, fluktuasi harga CPO di pasar dunia dapat mempengaruhi harga domestik. Demikian pula sebaliknya, Indonesia sebagai produsen utama CPO selain malaysia, dapat mempengaruhi perubahan stok CPO di pasar dunia. Pada tahun 1998, ketika Indonesia dan Malaysia lebih mengutamakan mengalokasikan CPO untuk kebutuhan domestik maka volume CPO yang diperdagangkan di pasar dunia berkurang, sedangkan permintaan terhadap CPO
tetap tinggi. Akibatnya harga CPO bulan Mei 1998 melambung sampai USD700, meningkat sekitar 40% dari harga CPO akhir tahun 1997. Latar belakang diatas menunjukkan bahwa fluktuasi harga CPO dipengaruhi oleh harga minyak kedelai sebagai substitusinya. Selain itu pergerakan harga CPO juga berhubungan dengan pergerakan harga minyak bumi. Pada sisi yang lain, peningkatan produksi TBS kelapa sawit dan pemenuhan kebutuhan minyak goreng berpengaruh terhadap pasokan CPO domestik dan ekspor. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai integrasi harga minyak bumi, minyak kedelai, CPO, minyak goreng domestik dan tandan buah segar kelapa sawit. 1.2. Perumusan Masalah Terjadinya krisis pangan dan krisis energi dunia membawa dampak pada kompetisi penggunaan minyak nabati untuk konsumsi pangan dan alternatif bahan bakar biofuel. Minyak kedelai yang semula mendominasi pangsa konsumsi minyak nabati dunia posisinya digantikan oleh CPO sebagai substitusinya, sehingga penurunan pasokan minyak kedelai berdampak pada kenaikan harga CPO. Demikian juga keterbatasan produksi minyak bumi menyebabkan harganya semakin naik, sehingga dicarilah bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yang harganya relatif lebih murah. Oleh karenanya sebagai salah satu sumber biofuel, pergerakan harga CPO dipasar Rotterdam berhubungan dengan pergerakan harga minyak bumi. Harga CPO Rotterdam merupakan harga referensi dunia. Akibatnya fluktuasi yang terjadi dipasar CPO Rotterdam dapat berdampak pada Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar CPO dunia. Pada sisi sebaliknya, selain sebagai produsen terbesar CPO dunia Indonesia sekaligus merupakan konsumen utama CPO untuk memenuhi kebutuhan domestik. Meningkatnya permintaan CPO untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng domestik karena bertambahnya jumlah penduduk dapat mempengaruhi kuantitas ekspor CPO yang selanjutnya mempengaruhi pasokan CPO dunia. Demikian juga perluasan lahan dan peningkatan produksi TBS kelapa sawit juga dapat mempengaruhi kesinambungan pasokan CPO domestik dan ekspor. Mempertimbangkan hal di atas, maka pokok permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah integrasi antara harga minyak bumi, minyak kedelai, harga CPO minyak goreng domestik dan TBS kelapa sawit?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan yaitu: 1. Menganalisis integrasi harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS kelapa sawit. 2. Merumuskan kebijakan harga ekspor CPO, harga minyak goreng domestik dan harga TBS kelapa sawit. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, seperti: 1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai integrasi harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO, harga minyak goreng domestik dan harga tandan buah segar. 2. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam mengenai integrasi harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO, harga minyak goreng domestik dan harga tandan buah segar. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dari adanya integrasi harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO, harga minyak goreng domestik dan harga tandan buah segar dalam penentuan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan harga minyak goreng dan harga TBS. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Pertama, memberikan gambaran umum mengenai perdagangan CPO di pasar dunia, kondisi domestik minyak goreng dan tandan buah segar. Kedua, melihat transmisi perubahan harga CPO di pasar Rotterdam terhadap harga minyak goreng domestik dan tandan buah segar dengan menggunakan analisis vector autoregression (VAR) atau vector error correction model (VECM). Ketiga melakukan analisis terhadap hasil estimasi dari model ekonometrika yang dibangun serta memberikan beberapa kesimpulan.
Mengacu pada latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang sudah diuraikan sebelumnya, maka ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) hanya mengkaji faktor harga, (2) Bentuk dan kualitas minyak goreng merupakan gabungan minyak goreng curah dan kemasan, (3) hanya membahas minyak goreng sawit, (4) tandan buah segar merupakan pembelian ditingkat petani, (5) hanya memperhitungkan ekspor CPO, (6) tidak memperhitungkan intervensi pemerintah secara kuantitas seperti besarnya kuantitas operasi pasar minyak goreng, besarnya pajak ekspor CPO.