BAB IV HASIL DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III HASIL DAN DISKUSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

Perubahan Garis Pantai

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN...1

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

KAJIAN GELOMBANG RENCANA DI PERAIRAN PANTAI AMPENAN UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN PANTAI ABSTRAK

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

KAJIAN KERUSAKAN PANTAI AKIBAT EROSI MARIN DI WILAYAH PESISIR KELURAHAN KASTELA KECAMATAN PULAU TERNATE

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

STUDI ARUS DAN SEBARAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PANTAI LARANGAN KABUPATEN TEGAL

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu (time step). Tujuan dari uji sensitifitas ini adalah untuk mengetahui seberapa sensitif model yang dibuat terhadap parameter yang diuji. Uji sensitifitas ini dilakukan di 3 titik pengamatan yang berbeda, yaitu titik T2, T8, dan T16. Dari ketiga titik tersebut, hasil uji sensitifitas yang diperoleh hampir sama. Berikut ini adalah hasil dari uji sensitifitas yang telah dilakukan. IV.1.1 Uji Sensitifitas Berdasarkan Angin (wind) Proses uji sensitifitas ini digunakan parameter masukan angin, dengan nilai parameter masukan adalah 0 m/s, 5 m/s dan 10 m/s. Uji sensitifitas dilakukan terhadap data pasang surut dan arus. Hasil dari uji sensitifitas disajikan dalam bentuk grafik. a. Pasang Surut Gambar 4.1 menunjukkan grafik pasang surut yang menggambarkan nilai dari pasang surut di titik T8 setelah diberi parameter masukan angin. Dari ketiga nilai parameter masukan yang digunakan, grafik yang dibentuk relatif sama, tidak terlihat adanya perbedaan. Sehingga, dapat dikatakan untuk daerah perairan Kabupaten Indramayu, angin tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai pasang surut air laut. 22

Gambar 4.1. Grafik Pasut Hasil Uji Sensitifitas Angin di Titik T8 Hasil uji sensitifitas di titik T2 dan T16 juga memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana pengaruh angin terhadap nilai pasut tidak berpengaruh, seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 dan 4.3. Gambar 4.2. Grafik Pasut Hasil Uji Sensitifitas Angin di Titik T2 Gambar 4.3. Grafik Pasut Hasil Uji Sensitifitas Angin di Titik T16 23

b. Kecepatan Arus Angin dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kecepatan arus. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pada Gambar 4.4 terdapat 3 grafik kecepatan arus di titik T8, yaitu kecepatan arus tanpa adanya pengaruh angin, kecepatan arus dengan pengaruh angin 5 m/s dan kecepatan arus dengan pengaruh angin 10 m/s. Perbedaan kecepatan angin dari ketiga grafik tersebut cukup signifikan. Kecepatan maksimum arus tanpa adanya pengaruh angin adalah sebesar 0,2 m/s, namun setelah diberikan parameter masukkan angin 5 m/s, kecepatan maksimum angin bertambah menjadi 0,25 m/s. Bahkan setelah diberikan parameter masukan angin 10 m/s, kecepatan maksimum arus berubah, menjadi di atas 0,35 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa angin sangat berpengaruh terhadap besarnya kecepatan arus di daerah perairan Kabupaten Indramayu. Pada kondisi tertentu, semakin besar kecepatan angin, maka kecepatan arus yang dibentuk semakin besar pula. Gambar 4.4. Grafik Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Angin di Titik T8 Uji sensitifitas juga dilakukan di titik T2 dan T16. Hasil yang diperoleh sama seperti di titik T8, angin sangat berpengaruh terhadap kecepatan arus, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan 4.6. 24

Gambar 4.5. Grafik Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Angin di Titik T2 Gambar 4.6. Grafik Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Angin di Titik T16 IV.1.2 Uji Sensitifitas Berdasarkan Kekasaran Dasar Laut (bottom roughness) Uji sensitifitas kali ini menggunakan parameter masukan tingkat kekasaran dasar laut. Nilai kekasaran yang diberikan sesuai dengan koefisien Chezy, yaitu 55, 65, dan 75 m 1/2 /s. Nilai koefisien Chezy ini menunjukkan tingkat kekasaran dasar laut, dimana semakin besar nilai koefisien Chezy semakin halus kondisi dasar laut dan sebaliknya, semakin kecil nilai koefisien Chezy semakin kasar kondisi dasar laut. Dalam pemodelan ini, nilai 65 m 1/2 /s menunjukkan kondisi dasar laut berupa pasir, nilai 55 m 1/2 /s menunjukkan kondisi dasar laut yang lebih kasar dari pasir, dan nilai 75 m 1/2 /s menunjukkan kondisi dasar laut yang lebih halus dari pasir. Uji sensitifitas dilakukan terhadap data pasang surut dan kecepatan arus. 25

a. Pasang Surut Gambar 4.7 menunjukkan grafik pengaruh tingkat kekasaran dasar laut terhadap nilai pasang surut air laut di titik T8. Dapat dikatakan bahwa tingkat kekasaran dasar laut tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai ketinggian pasang surut. Dari ketiga nilai koefisien Chezy yang digunakan pada parameter masukan, grafik yang terbentuk sama, tidak ada perbedaan yang berarti. Gambar 4.7. Grafik Pasang Surut Hasil Uji Sensitifitas Kekasaran Dasar Laut di Titik T8 Selain di titik T8, uji sensitifitas kekasaran dasar laut juga dilakukan dilakukan di titik T2 dan T16. Sama seperti uji sensitifitas sebelumnya, hasil yang diperoleh sama seperti di titik T8. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9. Gambar 4.8. Grafik Pasang Surut Hasil Uji Sensitifitas Kekasaran Dasar Laut di Titik T2 26

Gambar 4.9. Grafik Pasang Surut Hasil Uji Sensitifitas Kekasaran Dasar Laut di Titik T16 b. Kecepatan Arus Grafik pengaruh kekasaran dasar laut terhadap kecepatan arus di titik T8 (Gambar 4.10) memberikan gambaran bahwa tingkat kekasaran dasar laut cukup berpengaruh terhadap besarnya kecepatan arus di perairan Kabupaten Indramayu, meskipun pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Dapat dilihat dari grafik, semakin halus permukaan dasar laut, maka semakin besar kecepatan arus, sebaliknya semakin kasar permukaan dasar laut, maka semakin kecil kecepatan arus. Gambar 4.10. Grafik Nilai Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Kekasaran Dasar Laut di Titik T8 Uji sensitifitas juga dilakukan di titik T2 dan T16. Hasil yang diperoleh sama seperti hasil uji sensitifitas di titik T8. 27

Gambar 4.11. Grafik Nilai Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Kekasaran Dasar Laut di Titik T2 Gambar 4.12. Grafik Nilai Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Kekasaran Dasar Laut di Titik T16 IV.1.3 Uji Sensitifitas Berdasarkan Langkah Waktu (time step) Uji sensitifitas selanjutnya adalah uji sensitifitas berdasarkan langkah waktu (time step). Uji sensitifitas ini dilakukan pada data pasang surut dan data arus. Nilai parameter masukan yang digunakan adalah interval waktu 1 menit, 5 menit, dan 0,5 menit. 28

a. Pasang Surut Hasil uji sensitifitas berdasarkan langkah waktu bisa dilihat pada Gambar 4.5. Pada Gambar 4.13 terdapat 3 grafik yang menunjukkan nilai pasang surut di titik T8 dari setiap langkah waktu berbeda (1, 5, dan 0,5 menit). Grafik menunjukkan bahwa langkah waktu tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai pasang surut. Gambar 4.13. Grafik Nilai Pasang Surut Hasil Uji Sensitifitas Langkah Waktu di Titik T8 Hasil uji sensitifitas di titik T2 dan T16 diperlihatkan pada Gambar 4.14 dan 4.15. dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh sama dengan hasil uji sensitifitas di titik T8 dimana perbedaan langkah waktu tidak berpengaruh terhadap nilai pasut. Gambar 4.14. Grafik Nilai Pasang Surut Hasil Uji Sensitifitas Langkah Waktu di Titik T2 29

Gambar 4.15. Grafik Nilai Pasang Surut Hasil Uji Sensitifitas Langkah Waktu di Titik T16 b. Kecepatan Arus Dari grafik kecepatan arus hasil uji sensitifitas (Gambar 4.16), dapat dilihat bahwa dari ketiga nilai parameter yang digunakan (1, 5, dan 0,5 menit) grafik yang dibentuk hampir sama, meskipun terlihat ada sedikit perbedaan. Dapat dilihat dari grafik, pada kondisi tertentu, semakin singkat langkah waktu yang digunakan maka semakin besar kecepatan arus yang dibentuk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa langkah waktu (time step) memberikan pengaruh terhadap nilai kecepatan arus, meskipun pengaruh yang diberikan tidak terlalu signifikan. Gambar 4.16. Grafik Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Langkah Waktu di Titik T8 30

Selain di titik T8, dilakukan juga uji sensitifitas langkah waktu terhadap kecepatan arus di titik T2 dan T16. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.17 dan 4.18. Gambar 4.17. Grafik Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Langkah Waktu di Titik T2 Gambar 4.18. Grafik Kecepatan Arus Hasil Uji Sensitifitas Langkah Waktu di Titik T16 Setelah dilakukan uji sensitifitas, diperoleh hasil bahwa parameter angin sangat berpengaruh terhadap hasil pemodelan, sedangkan kekasaran dasar laut dan langkah waktu berpengaruh terhadap hasil pemodelan. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh ini, maka nilai dari parameter masukan yang digunakan untuk 31

simulasi dua musim dapat digunakan. Adapun nilai dari parameter masukan yang akan digunakan dalam proses simulasi dua musim dinyatakan dalam tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai Parameter Masukan yang Digunakan untuk Proses Simulasi Dua Parameter Masukan Angin Musim Kekasaran Dasar Laut 65 m 1/2 /s Langkah Waktu 1 menit Nilai menggunakan data angin sebenarnya (bulan Juni 2011 dan Januari 2012) IV.2 Simulasi Dua Musim Pada proses ini, dilakukan simulasi terhadap model dengan menggunakan parameter masukan kecepatan angin yang sebenarnya. Simulasi ini dilakukan pada dua musim yaitu musim angin barat dan musim angin timur. Puncak musim angin barat terjadi pada bulan Desember sampai dengan Februari. Sedangkan puncak musim angin timur terjadi pada bulan Juni sampai dengan Agustus. Untuk simulasi musim angin barat, digunakan model pasut dan arus bulan Januari 2012 dengan menggunakan parameter kecepatan angin bulan Januari 2012. Sedangkan untuk simulasi musim angin timur, digunakan model arus dan pasut bulan Juli 2011 dengan menggunakan parameter kecepatan angin bulan Juli 2011. IV.2.1 Simulasi Data Pasut Simulasi data pasut dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Juli 2011 untuk simulasi angin musim timur dan bulan Januari 2012 untuk simulasi musim angin barat. Pada musim angin timur (Juli 2011), diperoleh nilai tunggang pasut sebesar 0,78 m, sedangkan pada musim angin barat (Januari 2012) diperoleh tunggang pasut sebesar 0,76 m. Grafik pasang surut pada musim angin timur dan musim angin barat bisa dilihat pada Gambar 4.19 dan 4.20. Pada grafik pasut bulan Juli 2011 (Gambar 4.19) dapat dilihat bahwa pada harihari tertentu, dalam satu hari terjadi satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan terendah (diurnal). Namun pada hari-hari lainnya, dalam satu hari terjadi dua kali kedudukan permukaan air tertinggi dan terendah (semi diurnal). Sama seperti 32

pada grafik pasut bulan Juli 2011, pada grafik pasut bulan januari 2012 (Gambar 4.20) dapat dilihat pula bahwa pada hari-hari tertentu terjadi dua kali kedudukan permukaan air tertinggi dan terendah, sedangkan pada hari-hari lainnya terjadi satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan terendah. Hanya saja, pada musim angin barat (bulan Januari 2012), pasut diurnal terjadi pada saat awal bulan dan akhir bulan, dan pasut semi-diurnal terjadi pada pertengahan bulan. Sedangkan pada musim angin timur (Juli 2011), pasut diurnal terjadi pada pertengahan bulan sampai dengan akhir bulan sedangkan pasut semi-diurnal terjadi pada saat awal bulan sampai pertengahan bulan. Gambar 4.19. Grafik Pasang Surut Musim Angin Timur (Juli 2011) Gambar 4.20. Grafik Pasang Surut Musim Angin Barat (Januari 2012) 33

IV.2.2 Simulasi Data Kecepatan Arus Kecepatan arus di musim angin timur (Juli 2011) cukup bervariasi dengan ratarata kecepatan arus sebesar 0,17 m/s dan kecepatan arus tertinggi sebesar 0,398 m/s. Kecepatan arus mengalami naik turun, namun pada akhir bulan kecepatan arus yang terbentuk relatif tinggi jika dibandingkan dengan kecepatan arus yang terbentuk pada waktu-waktu sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik kecepatan arus bulan Juli 2011 (Gambar 4.21). Pada musim angin barat (Januari 2012), kecepatan arus rata-rata adalah sebesar 0,16 m/s dan kecepatan arus tertinggi sebesar 0,405 m/s. Sama seperti pada musim angin timur, pada musim angin barat kecepatan arus mengalami naik turun. Seperti yang terlihat pada grafik kecepatan arus bulan Januari 2012 (Gambar 4.22). Dari kedua grafik tersebut dapat kita lihat bahwa rata-rata kecepatan arus pada saat musim angin timur (0,17 m/s) lebih besar daripada rata-rata kecepatan arus pada saat musim angin barat (0,16 m/s). Hal ini terjadi karena besarnya kecepatan angin yang bertiup dari setiap musim berbeda. Gambar 4.21. Grafik Kecepatan Arus Musim Angin Timur (Juli 2011) 34

Gambar 4.22. Grafik Kecepatan Arus Musim Angin Barat (Januari 2012) IV.3 Hasil Pemodelan Dinamika Laut Pemodelan dinamika laut dilakukan pada dua bulan yang berbeda, yaitu bulan Juli 2011 dan bulan Januari 2012. Hasil pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.23, 4.24, 4.25 dan 4.26. Gambar 4.23 dan 4.24 merupakan hasil pemodelan dinamika laut pada bulan Juli 2011. Gambar 4.23 menggambarkan pola pergerakan arus pada saat surut, sedangkan Gambar 4.24 menggambarkan pola pergerakan arus pada pasang. Gambar 4.25 dan 4.26 merupakan hasil dari pemodelan dinamika laut pada bulan Januari 2012. Gambar 4.25 menggambarkan pola pergerakan arus pada saat surut, sedangkan Gambar 4.26 menggambarkan kondisi pergerakan arus pada pasang. Dari pemodelan yang telah dilakukan pada dua musim berbeda, dapat kita lihat bahwa pada saat pasang, arus bergerak dari arah timur ke barat sedangkan pada saat surut arus bergerak dari arah barat ke timur. 35

Gambar 4.23. Pola Arus pada saat Surut (28 Juli 2011) Gambar 4.24. Pola Arus pada saat Pasang (28 Juli 2011) 36

Gambar 4.25. Pola Arus pada saat Surut (24 Januari 2012) Gambar 4.26. Pola Arus pada saat Pasang (24 Januari 2012) 37

IV.4 Analisis Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi Tabel 4.2. Indeks Kerentanan Pantai (Windupranata dkk, 2011 dengan modifikasi) No Variabel Klasifikasi 1 2 3 4 1 Tunggang Pasut Maksimum (m) <0,5 0,5-1,29 1,30-1,99 >2,00 2 Kecepatan Arus (m/s) <0,1 0,1-0,29 0,30-0,49 >0,5 3 Tinggi Gelombang Signifikan (m) <0,5 0,5-1,29 1,30-1,99 >2,00 4 Sudut Datang Gelombang ( ) 80-90 0-20 atau 20-35 atau 70-80 55-70 35-55 5 Kemiringan Topografi (%) <5 5-10 10-15 >15 Batu Batu Pasir Pasir 6 Jenis Sedimen Halus/ Keras Kasar Halus Lumpur 7 Tutupan Lahan Vegetasi Kawasan Terbangun Tanah Perairan 8 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) <50 50-99 100-199 >200 9 Kecepatan Angin Rata-rata (m/s) <3 4-6 7-9 >10 Keterangan dari nilai klasifikasi Tabel 4.2 : 1=aman 2 = kurang rentan 3 = rentan 4 = sangat rentan Tabel 4.2 merupakan tabel yang berisi indeks kerentanan pantai. Dari tabel tersebut dapat kita lihat ketahui bahwa nilai kecepatan arus dan tunggang pasut maksimum yang aman untuk wilayah pesisir adalah <0,1 m/s untuk kecepatan arus dan <0,5 m untuk tunggang pasut maksimum. Kecepatan arus dan tunggang pasut berpengaruh terhadap terjadinya abrasi. Semakin besar kecepatan arus dan tunggang pasut, maka potensi terjadinya abrasi semakin besar. Untuk mengetahui kerentanan wilayah pesisir Indramayu, terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap tunggang pasut maksimum dan kecepatan arus maksimum di masing-masing titik pengamatan dalam pemodelan. Karakteristik pasut dan arus di masing-masing titik pengamatan mewakili karakteristik perairan di sekitar kecamatan pesisir Indramayu. Tabel 4.3 merupakan tabel kecamatan beserta titik pengamatan terdekatnya. 38

Tabel 4.3. Kecamatan Pesisir dan Titik Pengamatan Terdekat Kecamatan Patrol Kandanghaur Losarang Cantigi Pasekan Indramayu Balongan Juntinyuat Titik Terdekat T1 T2, T3 T4 T5, T6, T7 T8 T9, T10, T11, T12, T13, T14 T15 T16, T17, T18 Setelah dilakukan simulasi dua musim, diperoleh tunggang pasut maksimum dan kecepatan arus maksimum di setiap titik pengamatan. Kecepatan arus dan tunggang pasut yang diperoleh tersebut kemudian dibandingkan terhadap tabel indeks kerentanan (Tabel 4.2) untuk mengetahui indeks kerentanan dari masingmasing titik pengamatan. Indeks kerentanan dari seluruh pengamatan dalam pemodelan dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Indeks Kerentanan Seluruh Titik Pengamatan Titik Tunggang Indeks Arus (m/s) Pasut (m) Kerentanan Pengamatan Juli Januari Juli Januari Arus Pasut T1 0-0,24 0-0,28 0,8 0,79 2 2 T2 0-0,22 0-0,24 0,8 0,79 2 2 T3 0-0,15 0-0,17 0,85 0,79 2 2 T4 0-0,21 0-0,10 0,83 0,78 2 2 T5 0-0,42 0-0,46 0,79 0,78 3 2 T6 0-0,45 0-0,45 0,78 0,77 3 2 T7 0-0,41 0-0,42 0,78 0,77 3 2 T8 0-0,40 0-0,40 0,78 0,76 3 2 T9 0-0,38 0-0,39 0,77 0,76 3 2 T10 0-0,38 0-0,40 0,76 0,76 3 2 T11 0-0,53 0-0,54 0,76 0,76 4 2 T12 0-0,47 0-0,48 0,76 0,75 3 2 T13 0-0,39 0-0,39 0,76 0,74 3 2 T14 0-0,33 0-0,34 0,76 0,74 3 2 T15 0-0,28 0-0,29 0,76 0,74 2 2 T16 0-0,32 0-0,31 0,76 0,74 3 2 T17 0-0,30 0-0,30 0,76 0,74 3 2 T18 0-0,31 0-0,31 0,75 0,74 3 2 Setelah diperoleh indeks kerentanan dari masing-masing titik pengamatan, lalu dilakukan pembobotan untuk menentukan nilai IKPA. Setelah diperoleh indeks 39

IKPA, maka tingkat kerentanan dari masing-masing titik pengamatan dapat ditentukan. Tabel 4.5 merupakan tabel yang berisi tingkat kerentanan dari masingmasing titik pengamatan setelah dilakukan pembobotan. Tabel 4.5. Indeks Kerentanan dari Seluruh Titik Pengamatan setelah Dilakukan Pembobotan Tunggang Indeks Titik Arus (m/s) Pasut (m) Kerentanan Pengamatan Juli Januari Juli Januari Arus Pasut Nilai IKPA Kerentanan T1 0-0,24 0-0,28 0,8 0,79 2 2 2 kurang rentan T2 0-0,22 0-0,24 0,8 0,79 2 2 2 kurang rentan T3 0-0,15 0-0,17 0,85 0,79 2 2 2 kurang rentan T4 0-0,21 0-0,10 0,83 0,78 2 2 2 kurang rentan T5 0-0,42 0-0,46 0,79 0,78 3 2 2,65 rentan T6 0-0,45 0-0,45 0,78 0,77 3 2 2,65 rentan T7 0-0,41 0-0,42 0,78 0,77 3 2 2,65 rentan T8 0-0,40 0-0,40 0,78 0,76 3 2 2,65 rentan T9 0-0,38 0-0,39 0,77 0,76 3 2 2,65 rentan T10 0-0,38 0-0,40 0,76 0,76 3 2 2,65 rentan T11 0-0,53 0-0,54 0,76 0,76 4 2 3,3 rentan T12 0-0,47 0-0,48 0,76 0,75 3 2 2,65 rentan T13 0-0,39 0-0,39 0,76 0,74 3 2 2,65 rentan T14 0-0,33 0-0,34 0,76 0,74 3 2 2,65 rentan T15 0-0,28 0-0,29 0,76 0,74 2 2 2 kurang rentan T16 0-0,32 0-0,31 0,76 0,74 3 2 2,65 rentan T17 0-0,30 0-0,30 0,76 0,74 3 2 2,65 rentan T18 0-0,31 0-0,31 0,75 0,74 3 2 2,65 rentan (Keterangan : Peta Kecepatan Arus Maksimum dilampirkan di lampiran 5 dan 6). Setelah tingkat kerentanan dari setiap titik pengamatan diketahui, maka tingkat kerentanan dari masing-masing kecamatan pun dapat diketahui. Tingkat kerentanan dari setiap kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.6. 40

Tabel 4.6. Tabel Kerentanan Kecamatan Pesisir Indramayu terhadap Abrasi Kecamatan Titik Terdekat Kerentanan Patrol T1 kurang rentan Kandanghaur T2, T3 kurang rentan Losarang T4 kurang rentan Cantigi T5, T6, T7 rentan Pasekan T8 rentan Indramayu T9, T10, T11, T12, T13, T14 rentan Balongan T15 kurang rentan Juntinyuat T16, T17, T18 rentan Dari tabel 4.6 dapat diperhatikan bahwa sebagian besar kecamatan pesisir Indramayu berada pada kondisi rentan terhadap abrasi. Terdapat empat kecamatan pesisir yang berada pada kondisi rentan terhadap terjadinya abrasi, yaitu Cantigi, Pasekan, Indramayu, dan Juntinyuat, sedangkan empat kecamatan lainnya (Patrol, Kandanghaur, Losarang, dan Balongan) berada pada kondisi kurang rentan terhadap abrasi. Setelah diperolah informasi mengenai tingkat kerentanan dari masing-masing kecamatan pesisir Indramayu, maka peta kerentanan wilayah pesisir Indramayu terhadap abrasi pun dapat dibuat (Gambar 4.27). Gambar 4.27. Peta Kerentanan Wilayah Pesisir Indramayu terhadap Abrasi 41