TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Areal pertanaman jagung di Kalimantan Selatan cukup luas terutama pada lahan tadah hujan. Pertanaman jagung di Kabupaten Tanah Laut didominasi oleh jagung hibrida yang harga benihnya mahal dan memberatkan petani. Oleh karena itu perlu adanya jagung komposit yang harga benihnya lebih murah. Total luasan tanaman jagung di Kabupaten Tanah Laut mencapai 6.000 ha, terkonsentrasi pada musim hujan dan sebagian besar lahan telah ditanami jagung hibrida. Penelitian ini bertujuan memasyarakatkan teknologi penanganan produksi dan kegiatan pascapanen jagung agar di kelompok tani dapat menyediakan benih jagung komposit Sukmaraga dalam upaya membantu petani memenuhi kebutuhan benihnya terutama di musim kemarau. Kegiatan produksi benih mencakup penanaman hasil benih yang dihasilkan siap dalam kemasan. Varietas yang diproduksi benihnya adalah Sukmaraga yang toleran lahan masam. Keragaan pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman 229 cm, tinggi tongkol 120 cm, diameter tongkol 16 cm, panjang 17 cm, bobot tongkol 191 g pada kadar air 26,5%. Hasil benih pada kadar air benih + 11% adalah 5,22 ton/ha dan siap untuk dikemas sebagai benih dan hasil samping untuk konsumsi. Kata Kunci : Jagung, sukmaraga, benih, produkstivitas. PENDAHULUAN Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian tanaman pangan (Abdurachman et al. 2008). Pengembangan jagung pada areal baru akan banyak memanfaatkan lahan-lahan kering yang kurang subur dan masyarakatnya bermodal lemah. Pengembangan varietas jagung unggul komposit akan lebih menjamin keberhasilan program peningkatan produksi jagung pada daerah-daerah marjinal, sebab perluasan areal tanam akan lebih cepat terwujud karena benih jagung komposit relatif lebih mudah diproduksi dan harganya lebih murah dibandingkan hibrida, sehingga mudah diakses petani (Sania at al. 2006). Pengembangan jagung di Kalimantan Selatan memiliki peluang yang sangat besar untuk jagung komposit maupun hibrida dengan adanya program pemerintah daerah setempat. Pengembangan jagung hibrida yang luas arealnya mencapai 600 ha pada musim tanam I (MH) 2007 cukup berhasil walaupun ada kendala tenaga kerja dan pengeringan. Hasil yang diperoleh diperkirakan mencapai 8-10 ton biji pipilan kering dengan menggunakan teknologi sederhana dan biaya usahatani berkisar 4 5 juta/ha yaitu tanpa olah tanah dan hanya dipupuk dengan urea sekitar 200 kg/ha. Hasil 7 ton pipilan kering juga tidak sulit dicapai petani jika tanahnya diolah sempurna dan menggunakan pupuk kandang sebanyak 135 zak pupuk kotoran ayam/ha (2 ton/ha) ditambah urea 300 kg/ha dengan pemberian secara dibenam. Penelitian ini bertujuan memasyarakatkan teknologi penanganan produksi dan kegiatan pascapanen jagung agar di kelompok tani dapat menyediakan benih jagung komposit Sukmaraga dalam upaya membantu petani memenuhi kebutuhan benihnya terutama di musim kemarau. 307
BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di desa Ambungan, Kecamatan Plaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penanaman dilakukan pada 8 Januari 2007 dan dipanen pada 25 April 2007. Sebelum tanam dilakukan penyemprotan herbisida roundup dengan takaran 4 liter/ha, dan tiga hari kemudian tanah dibajak dengan traktor. Penanaman Isolasi jarak dengan tanaman jagung varietas lain dilakukan pada radius 300 meter, dan isolasi waktu 21 hari pada lahan tanamanan yang berdampingan antara varietas yang diproduksi dengan tanaman jagung yang ada di lapangan untuk mencegah terjadinya penyerbukan dengan varietas lain. Untuk menghasilkan benih yang berkualitas dilakukan seleksi tanaman di lapangan mulai dari awal pertumbuhan sampai panen. Penanaman dengan cara ditugal dengan jarak tanam 75 x 40 cm (2 biji/ lubang) dan ditutup dengan pupuk kandang. Kebutuhan benih 20 kg/ha dengan ketentuan tiap lubangnya 2 biji. Pemupukan Pemberian pupuk I sebanyak 100 kg Urea + 200 kg SP36 + 100 kg KCl/ha dicampur merata sebelum diaplikasikan yang dilakukan pada 7-10 hari setelah tanam (hst). Pupuk diberikan dalam lubang yang dibuat dengan tugal dengan jarak 7-10 cm di samping tanaman dan ditutup dengan tanah untuk mengurangi penguapan akibat suhu tinggi pada siang hari. Pemberian pupuk II pada takaran 150 kg urea/ha pada 28-30 hst diberikan dalam lubang dengan cara di tugal (10-15 cm di samping tanaman) dan ditutup dengan tanah. Pemberian pupuk III pada 40-45 hst dengan takaran 100 kg urea/ha diberikan dalam lubang dengan cara di tugal (10-15 cm di samping tanaman) dan ditutup dengan tanah. Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan I dilakukan pada 20-25 hst (sebelum pemupukan II) dengan menggunakan herbisida kontak dengan takaran 4 liter/ha, disemprotkan di antara barisan tanaman agar tanaman terhindar dari percikan herbisida. Sedang penyiangan II dilakukan pada 30 35 hst sebelum pemupukan III, penyiangan dilakukan dengan menggunakan herbisida kontak. Penyemprotan dilakukan antar-barisan tanaman, kemudian dilakukan pembubunan pada sekitar baris tanaman yang sekaligus dapat mematikan gulma yang tidak terkena herbisida. Penyiangan dengan herbisida menghemat tenaga dan waktu, sehingga penyiangan dapat diselesaikan lebih cepat untuk menghemat biaya tenaga kerja. Pengendalian hama Pemberian insektisida Karbofuran 20 dan 40 hst melalui pucuk (3-5 butir), untuk mencegah serangan penggerek batang dan tongkol. Penggerek batang atau tongkol dapat menurunkan produksi sehingga perlu dilakukan pengendalian, di samping hama lain seperti tikus. Untuk hama tikus pengendaliannya dengan memberikan racun tikus (klerat) pada daerah yang sering dilewati tikus pada pertanaman jagung. 308
Pencabutan tanaman menyimpang (roguing) Roguing I dilaksanakan pada umur 2 minggu dengan membuang tanaman yang menyimpang dari yang dikehendaki, demikian pula tanaman kultur. Untuk mempertahankan kualitas genetis, dilakukan roguing terhadap tanaman dari bunga yang menyimpang dari yang seharusnya dengan cara memotong bunga betina dan jantan serta pemotomgan dan pencabutan tanaman yang menyimpang ataupun tanaman yang kurang sehat/sempurna. Pelaksanaan roguing mengundang ketua dan anggota kelompok tani setempat serta kelompok tani di sekitarnya. Kemudian diadakan diskusi di lapangan antara pemulia tanaman dan beberapa anggota kelompok tani. Dengan demikian diharapkan kelompok tani dapat memahami dan mandiri dalam penangkaran benih. Cara Panen dan Prosesing Panen dilakukan sekitar 7 15 hari setelah masak fisiologis atau kelobot telah mengering berwarna kecoklatan (biji telah mengeras dan telah mulai membentuk lapisan hitam/black layer minimal 50% di setiap barisan biji). Pada saat itu biasanya kadar air biji telah mencapai kurang dari 30%. Tongkol dibiarkan mengering di pertanaman sampai kadar air mencapai sekitar 18-19% jika tidak ada hujan. Pemanenan dilakukan dengan cara dikupas langsung ditanaman dan dikumpulkan di sekitarnya kemudian dimasukkan ke dalam karung. Setelah selesai panen, maka karung-karung yang telah berisi tongkol dikumpulkan dan diangkut ke gudang atau lantai jemur. Pada proses pemanenan curah hujan masih tinggi sehingga terjadi kerusakan fisik dan biologis. Untuk mengatasi kendalam kerusakan tersebut tongkol jagung yang dipanen secepatnya dijemur diterik matahari/alat pengering (Gambar 2) sampai kering sambil dilakukan seleksi tongkol. Tongkol yang memenuhi kriteria diproses lebih lanjut untuk dijadikan benih. Tongkol yang terpilih untuk benih adalah normal, tidak berjamur dan tidak cacat fisik. Penjemuran/pengeringan tongkol dilakukan sampai kadar air biji mencapai sekitar 15-16% (Gambar 2), selanjutnya dipipil. Setelah biji terpipil, dilakukan sortasi biji dengan menggunakan saringan/ayakan Ø 7 mm (Gambar 3), biji-biji yang tidak lolos saringan/ayakan dijadikan sebagai benih (Gambar 4). Biji-biji yang terpilih dijemur kembali diterik matahari atau dikeringkan dengan alat pengering untuk mempercepat proses pengeringan sampai kadar air mencapai + 11% seperti pada Gambar 3. Uji daya berkecambah dilakukan oleh BPSB sebelum dikemas dalam wadah kemasan plastik. Secepatnya benih dikemas ke dalam kemasan plastik putih buram (bukan transparan) dengan ketebalan 0,2 mm agar kadar air tidak naik lagi dan dipres serta diusahakan udara dalam plastik seminimal mungkin dengan cara memadatkan ruang udara dalam kemasan. Kemudian kemasan-kemasan benih diberi label yang diperoleh dari BPSB (nama varietas, tanggal panen, kadar air benih waktu dikemas, daya berkecambah) dan disimpan dalam gudang atau ruang ber - AC (agar benih dapat lama bertahan). 309
Gambar 1. Penampilan tongkol jagung varietas Sukmaraga siap panen di Desa Ambungan, Kecamatan Plaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 2007 Gambar 2. Alat pengering jagung dan tongkol siap dikeringkan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 2007 Gambar 3. Pemipil/ayak jagung Balitsereal-PJM1, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 2007 310
Gambar 4. Biji yang telah disortasi untuk benih, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 2007. Pengamatan meliputi tinggi letak tongkol (cm), tinggi tanaman (cm), kerebahan (%), lingkar tongkol (cm), panjang tongkol (cm), bobot tongkol (g/tongkol), bobot biji/tongkol (g), rendemen biji ka. 26,5 (%), bobot tongkol kupas pada ka. 26,5% (t/ha), bobot biji pada ka. 26,5% (t/ha), bobot biji pada ka. 17% (t/ha) dan bobot benih setelah disortir dan dijemur pada k.a 11%. HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen pertumbuhan pertanaman yaitu tinggi tanaman rata-rata 230 cm dan tinggi tongkol 120 cm kondisi pertanaman tersebut tumbuh normal dengan tersedianya unsur hara dan terpenuhinya kebutuhan air untuk pertanaman selama pertumbuhan. Diameter tongkol rata-rata 16,7 cm, panjang 17,9 cm, bobot tongkol 224 g, bobot per tongkol 191 g pada kadar air 26,5%. Hasil panen tongkol 8,02 ton/ha dengan kadar air 26,5%. Untuk menghasilkan benih yang baik dilakukan seleksi tongkol dan sortasi biji. Seleksi tongkol dilakukan sebelum pengeringan tongkol yaitu memiisahkan tongkol berjamur atau tongkol pecah/rusak dengan tongkol utuh. Tongkol yang utuh dikeringkan sampai kadar air 17% kemudian dipipil dan sortasi biji dengan alat pemipilan jagung Balitsereal-PJM1 (Gambar 3). Hasil sortasi biji dikeringkan sampai 11% dan siap untuk dikemas sebanyak 5,22 ton/ha sebagai benih seperti pada Tabel 1. 311
Tabel 1. Hasil biji dan benih serta komponen pertumbuhan dan komponen hasil di Desa Ambungan, Kec. Plaihari, Kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 2007. No. Jenis Pengamatan Nilai Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tinggi tongkol (cm) Tinggi tanaman (cm) Tingkat kerebahan (%) Lingkar tongkol (cm) Panjang tongkol (cm) Bobot tongkol (g/tongkol) Bobot biji/tongkol (g) Rendemen biji ka. 26,5 (%) Bobot tongkol kupas pada ka. 26,5% (t/ha) Bobot benih setelah disortir dan dijemur pada k.a 11% (t/ha) 120 230 35,0 16,7 17,9 224 191 77 8,02 5,22 KESIMPULAN Penanganan produksi benih terkendala terutama pada saat panen musim hujan sehingga jagung dari pertanaman ada yang mengalami kerusakan fisik dan fisiologis, dan diperlukan alat pengering untuk mempercepat penurunan kadar air. Adopsi varietas unggul baru berjalan lambat antara lain disebabkan karena rantai pendistribusian yang terlalu panjang, iklim yang tidak menentu terutama saat prosesing, dan pengadaan benih yang tidak tepat waktu. Hasil produksi yang dicapai untuk benih adalah 5,22 ton/ha biji kering dengan kadar air 11%. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman,A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang Pertanian 27(2) : 44. BPS dan Ditjen Produksi Tanaman Pangan, 2005. www.deptan.go.id. Kasryno, F. 2002. Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunia selama empat dekade yang lalu dan implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis jagung di Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang Pertanian. Nugraha dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi budi daya dan industri benih. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan, Bogor, 24 Juni 2002. Sania S., Rahmawati, Sudjak S., Syafruddin, A. Burhanuddin, Fauziah Koes, Suwardi dan Oom Komalasari. 2006. Pembentukan dan Pemantapan Produksi Benih Berkualitas Mendukung Industri Benih Berbasis Komunal. 312