15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepinding tanah mulai ditemukan pada tanaman padi pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) dengan kerapatan populasi 21 ekor per 200 rumpun atau 0.11 ekor per rumpun. Pada umur tanaman 4 MST mulai ditemukan telur dengan kerapatan 5 kelompok telur per 200 rumpun tanaman atau 0.03 kelompok telur per rumpun, selanjutnya pada umur tanaman 5 MST mulai ditemukan nimfa kecil dengan kerapatan populasi 34 ekor per 200 rumpun tanaman atau 0.17 ekor per rumpun dan umur tanaman 6 MST mulai ditemukan nimfa besar dengan kerapatan populasi 13 ekor per 200 rumpun tanaman atau 0.07 ekor per rumpun (Tabel 1). Populasi kelompok telur pada umur tanaman 6 MST dengan kerapatan 16 kelompok telur per 200 rumpun dan meningkat menjadi 21 kelompok telur per 200 rumpun pada umur tanaman 9 MST. Populasi nimfa kecil mencapai puncak pada umur tanaman 9 MST dengan kerapatan 83 ekor per 200 rumpun, dan nimfa besar mencapai puncak pada umur tanaman 10 MST. Secara umum populasi kepinding tanah mencapai puncak pada saat tanaman berumur 9 MST, yaitu setelah tanaman memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga dan terbentuknya malai. Kerapatan populasi kepinding tanah pada umur tanaman 9 MST mulai telur, nimfa kecil, nimfa besar, dan imago secara berturut-turut adalah 21, 83, 28, dan 77 ekor per 200 rumpun. Menurut Torres et al. (2010) populasi kepinding tanah lebih banyak ditemukan pada tanaman padi yang sudah bermalai dan masih banyak ditemukan pada jerami setelah padi dipanen.
16 Tabel 1 Perkembangan populasi kepinding tanah pada pertanaman padi Umur tanaman (MST) Populasi kepinding tanah (ekor/200 rumpun) Telur Nimfa kecil Nimfa besar Imago 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0 21 (0.11)* 4 5 (0.03) 0 0 23 (0.12) 5 4 (0.02) 34 (0.17) 0 31 (0.16) 6 16 (0.08) 33 (0.17) 13 (0.07) 49 (0.25) 7 11 (0.06) 43 (0.22) 16 (0.08) 58 (0.29) 8 9 (0.05) 32 (0.16) 29 (0.15) 59 (0.30) 9 21 (0.11) 83 (0.42) 28 (0.14) 77 (0.39) 10 9 (0.05) 67 (0.34) 57 (0.29) 60 (0.30) 11 21 (0.11) 76 (0.38) 38 (0.19) 77 (0.39) *Angka dalam kurung menunjukkan rataan populasi per rumpun Tabel 2 menyajikan proporsi kelimpahan populasi kepinding tanah di lahan pertanaman padi. Pada umur tanaman 3 dan 4 MST kepinding tanah yang ditemukan seluruhnya imago atau 100% imago, hal ini menunjukkan bahwa pada minggu tersebut baru mulai terjadi migrasi imago ke pertanaman padi. Selanjutnya imago tersebut bertelur dan telur mulai ditemukan pada umur tanaman 4 MST (Tabel 1). Saat tanaman berumur 5 MST nimfa kecil sudah ditemukan dengan proporsi 52%. Selanjutnya pada minggu ke-6 persebaran fase perkembangan dari kepinding tanah (nimfa kecil, nimfa besar, dan imago) sudah dapat ditemukan di lahan, dengan proporsi masing-masing sebesar 35%, 14%, 52%. Persebaran populasi kepinding tanah yang seimbang antara nimfa kecil, nimfa besar, dan imago terjadi pada saat tanaman berumur 10 MST, dengan proporsi sebesar 36%, 31%, 33%. Pada saat tanaman berumur 11 MST nimfa kecil masih ditemukan di lahan dengan proporsi 40%. Hal ini menunjukkan bahwa menjelang tanaman akan dipanen, masih banyak populasi nimfa kepinding tanah ditemukan di lahan.
17 Tabel 2 Proporsi nimfa kecil, nimfa besar, dan imago pada pertanaman padi Umur tanaman Proporsi populasi kepinding tanah (%) (MST) Nimfa kecil Nimfa besar Imago 1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 100 4 0 0 100 5 52 0 48 6 35 14 52 7 37 14 50 8 27 24 49 9 44 15 41 10 36 31 33 11 40 20 40 Berdasarkan data kerapatan populasi kepinding tanah pada tanaman padi (Tabel 1), maka rataan kelimpahan populasi kepinding tanah yang terdapat di lahan masih tergolong rendah. Heinrichs et al. (1986) menyatakan bahwa kerapatan populasi imago kepinding tanah, rata-rata 6 ekor/rumpun sudah mencapai ambang ekonomi (economic threshold) dan populasi 10 ekor imago/rumpun dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 35%. Telur Kepinding Tanah Telur kepinding tanah mulai ditemukan di lahan pada saat tanaman berumur 4 MST. Telur kepinding tanah yang ditemukan diletakkan secara berkelompok (Gambar 1a). Kelompok telur ini diletakkan pada bagian pangkal tanaman padi dekat dengan permukaan air. Bentuk telur seperti tong kecil dengan tinggi sekitar 1 mm tersusun rapi dalam barisan. Rata-rata jumlah butir telur per kelompok yang ditemukan di lahan pertanaman padi berkisar antara 20 sampai 70 butir. Kadang-kadang kelompok telur tersebut dilindungi oleh induk kepinding tanah sampai telur menetas (Gambar 1b).
18 a b Gambar 1 Kelompok telur kepinding tanah (a), imago dan kelompok telur kepinding tanah (b) Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah (Gambar 2) menunjukkan fluktuasi, tetapi secara umum meningkat setelah rumpun tanaman mulai rimbun. Puncak populasi kelompok telur terjadi pada 9 MST dimana kerapatan kelompok telur mencapai 21 kelompok telur per 200 tanaman. Sampai tanaman berumur 11 MST jumlah kelompok telur masih tinggi, hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi fase generatif akhir masih sesuai untuk tempat perkembangbiakan kepinding tanah. 40 Populasi telur (kelompok telur/200 rumpun) 30 20 10 Telur 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) Gambar 2 Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah di pertanaman padi
19 Nimfa Kepinding Tanah Nimfa kepinding tanah mulai ditemukan di lahan, pada saat tanaman berumur 5 MST yang merupakan fase nimfa kecil (Gambar 3a). Selanjutnya pada umur tanaman 6 MST mulai ditemukan nimfa besar (Gambar 3b). Nimfa kecil muncul seminggu setelah munculnya telur di lahan, menurut Suharto (2007) telur kepinding tanah menetas setelah 4 sampai 7 hari, sehingga dapat dipastikan nimfa yang muncul merupakan nimfa yang menetas dari telur yang ditemukan pada pengamatan sebelumnya. Nimfa kecil memiliki ciri-ciri berwarna oranye kecoklatan dengan ukuran panjang ± 1 sampai 2 mm dan memiliki sifat berkelompok bahkan kadang-kadang masih dilindungi oleh induknya, sedangkan nimfa besar memiliki ciri-ciri berwarna coklat muda dengan bercak hitam, dengan ukuran tubuh ± 4 sampai 6 mm, dan biasanya sudah tidak berkelompok lagi. (a) ± 1-2 mm (b) ± 4-6 mm Gambar 3 Nimfa kecil instar 1 sampai 2 (a), nimfa besar instar 3 sampai 5 (b)
20 Populasi Nimfa (ekor/200 rumpun) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Nimfa kecil Nimfa besar 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) Gambar 4 Perkembangan populasi nimfa kepinding tanah di pertanaman padi Perkembangan populasi nimfa, nimfa kecil dan nimfa besar tampak berfluktuasi setiap minggu (Gambar 4). Nimfa kecil yang terdapat di lahan pada umur tanaman 5 MST memiliki kerapatan populasi 34 ekor per 200 rumpun, sedangkan nimfa besar muncul setelah tanaman berumur 6 MST dengan kerapatan populasi 13 ekor per 200 rumpun. Puncak populasi dari nimfa kecil terjadi pada umur tanaman 9 MST dengan kerapatan mencapai 83 ekor per 200 rumpun. Sedangkan nimfa besar mengalami puncaknya pada umur tanaman 10 MST dengan kerapatan 57 ekor per 200 rumpun tanaman. Nimfa kecil yang ditemukan umumnya masih berkelompok, sehingga jumlah nimfa kecil per rumpun tanaman relatif lebih tinggi dari populasi nimfa besar. Hal ini juga dipengaruhi oleh perilaku nimfa besar yang lebih aktif dan mampu untuk berpindah ke rumpun tanaman lain di sekitarnya sehingga tidak hidup berkelompok lagi (Syam et al. 2011).
21 Imago Kepinding Tanah Hasil pengamatan perkembangan populasi imago (Gambar 5) menunjukkan bahwa kepinding tanah mulai menyerang tanaman padi setelah berumur 3 MST. Kepinding tanah yang menyerang pada 3 MST adalah fase imago. Imago ini diduga berasal dari tanaman padi di sekitarnya. Selain tanaman padi sebagai inang utama, kepinding tanah juga memiliki beberapa inang alternatif seperti jagung, gandum, tebu (Reissig et al 1985) dan beberapa jenis tanaman lain yakni Colocasia esculenta, Hibiscus esculentus, dan Scleria sumatrensis (Suharto 2007). Imago kepinding tanah yang ditemukan di lahan memiliki ciri berwarna coklat atau hitam dengan bercak kuning pada bagian toraks, panjangnya sekitar 8-9 mm. Imago umumnya berada pada bagian pangkal tanaman dekat permukaan air dan aktif pada malam hari. Gambar 5 Imago kepinding tanah pada petanaman padi Imago yang ditemukan pada 3 MST memiliki kerapatan populasi masih rendah yaitu 21 ekor per 200 rumpun tanaman (Gambar 6). Selanjutnya populasi imago di lahan terus meningkat sampai mencapai puncak pada 9 MST dengan kerapatan 77 ekor per 200 rumpun tanaman. Populasi kepinding tanah masih ditemukan sampai menjelang panen. Setelah padi dipanen imago dapat kembali ke fase dormannya atau berpindah ke pertanaman lain karena makanan tidak tersedia (Syam et al. 2011).
22 Populasi Imago (ekor/200 rumpun) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) Imago Gambar 6 Perkembangan populasi imago kepinding tanah di pertanaman padi Berdasarkan hasil pengamatan di lahan ditemukan gejala serangan pada tanaman padi yang disebabkan oleh kepinding tanah. Tanaman yang diserang oleh kepinding tanah menjadi berwarna kuning kecoklatan. Kepinding ini menghisap cairan tanaman yang mengakibatkan terjadinya pengurangan cairan sari makanan dari tanaman. Hal ini dapat mengurangi energi dan unsur hara yang seharusnya berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Reissig et al. (1985) nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada batang yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna coklat kemerahan atau kuning. Serangan pada awal musim atau fase vegetatif menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan rumpun yang menjadi kerdil. Menurut Gallagher (1991) kepinding tanah yang menyerang pada fase generatif mengakibatkan malai tidak berkembang sempurna dan bulir kosong (berwarna putih). Pada populasi yang tinggi tanaman yang terserang hama ini dapat mati atau mengalami bugburn, dengan gejala seperti hopperburn yang diakibatkan oleh wereng coklat (Syam et al. 2011). Strategi pengendalian yang sudah dilakukan yakni pergiliran tanaman, penanaman serempak, penggunaan perangkap cahaya, manajemen pengairan, penggunaan musuh alami, dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985). Pengendalian yang sering dilakukan di Filipina yakni dengan menggunakan
perangkap cahaya (Magsino 2009). Pengendalian menggunakan perangkap cahaya pada saat bulan purnama di Calamba Filipina mampu mengumpulkan 29 kantong kepinding tanah (Magsino 2009). Penggunaan bebek juga sebagai salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT) di Vietnam dan Cina. Bebek berperan sebagai pengendali populasi kepinding tanah di sawah, dalam satu jam mampu memakan lebih dari 100 ekor (Zahirul 2006). 23 Musuh Alami Kepinding Tanah Parasitoid Telur Hasil pengamatan parasitoid telur kepinding tanah yang dilakukan pada tiga fase (vegetatif awal, vegetatif akhir, dan generatif ) menunjukkan bahwa rataan tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah berturut-turut adalah 15%, 5%, dan 30%. Tingkat parasitisasi tertinggi terdapat pada fase perkembangan generatif dengan persentase parasitisasi sebesar 30% (Tabel 3). Tabel 3 Tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah Fase Perkembangan tanaman Banyaknya kelompok telur yang dikumpulkan % Kelompok telur terparasit Vegetatif awal 20 15 Vegetatif akhir 20 5 Generatif 20 30 Tabel 4 menyajikan analisis parasitisasi berdasarkan butir telur yang terparasit, banyaknya imago parasitoid yang muncul per kelompok telur, serta banyaknya nimfa kepinding tanah yang berhasil muncul dari kelompok telur yang terparasit. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi butir telur berkisar antara 16.17% hingga 35.71% dengan rataan 24.99%. Banyaknya imago parasitoid yang muncul berkisar antara 4% hingga 24% dengan rataan 13.89% per kelompok telur. Begitu pula banyaknya nimfa kepinding tanah yang berhasil muncul berkisar antara 38.23% hingga 65.38% dengan rataan 49.95% per kelompok telur. Tingkat parasitisasi dilihat dari persentase butir telur yang terparasit menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi masih tergolong rendah, karena rataan nimfa yang muncul lebih besar daripada telur yang terparasit.
24 Tabel 4 Tingkat parasitisasi telur kepinding tanah dan banyaknya kepinding tanah yang muncul perkelompok telur Fase Perkembanga n tanaman Banyaknya kelompok telur terparasit yang diperiksa % Butir telur terparasit %Rataan banyaknya imago parasitoid yang muncul per kelompok telur % Rataan nimfa kepinding tanah yang muncul Vegetatif awal 3 (136)* 16.17 13.24 38.23 Vegetatif akhir 1 (52) 23.08 4.26 65.38 Generatif 6 (294) 35.71 24.15 46.25 Rataan 24.99 13.89 49.95 * Angka di dalam kurung menunjukkan jumlah total telur dari kelompok telur yang terparasit Telur kepinding tanah yang terparasit memiliki ciri-ciri warna telur menjadi berwarna hitam, sedangkan telur yang tidak terparasit berwarna putih dengan tudung telur (Gambar 7a). Ciri lain dari telur yang terparasit yakni adanya lubang keluar yang tidak teratur. Hal ini terlihat jelas pada gambar 7b bahwa telur yang diparasit berbeda dengan telur yang menetas oleh hama itu sendiri. a b c Gambar 7 Kelompok telur yang terparasit (a), butir telur yang terparasit (b), imago Telenomus spp. (c) Berdasarkan hasil pemeriksaaan parasitoid yang muncul dari kelompok telur yang terparasit termasuk famili Scelionidae, dan setelah dilakukan identifikasi lebih lanjut parasitoid ini termasuk Telenomus spp. (Gambar 7c). Diketahui spesies Telenomus spp. merupakan parasitoid yang potensial secara ekonomi dalam menekan populasi hama secara alami (Shepard et al. 2011). Inang dari Telenomus spp. kebanyakan adalah dari famili Hemiptera dan Lepidoptera
25 (Johnson 1984). Parasitoid jenis Telenomus triptus dan T. cyrus adalah dua spesies yang diketahui sebagai parasitoid telur kepinding tanah di Jawa dan Malaysia (Nixon 1983). Saat pengamatan telur di laboratorium, terdapat telur-telur yang tidak menetas, hal ini disebabkan karena faktor fisiologi. Telur-telur yang tidak menetas ini mengalami kekeringan sehingga tampak pada gambar 8 telur menjadi keriput. Selain hasil pemeriksaan, sudah mengalami pertumbuhan bakal nimfa namun pertumbuhannya tidak sempurna sehingga tidak mampu menetas. Selain itu adanya keadaan lingkungan yang kurang optimal di laboratorium mempengaruhi tidak dapat menetasnya telur. a b Gambar 8 Kelompok telur yang tidak menetas (a), bakal nimfa kepinding tanah yang tidak sempurna (b) Populasi Predator Berdasarkan hasil pengamatan di lahan pertanaman padi, predator yang paling banyak ditemukan adalah dari golongan laba-laba (Araneae). Selain itu ditemukan juga predator lain dari famili Staphylinidae, Carabidae, dan Formicidae dengan populasi yang relatif rendah. Golongan laba-laba ini terdiri dari 4 famili yakni Lycosidae, Oxyopidae, Tetragnathidae, dan Salticidae (Gambar 9).
26 a b c d Gambar 9 Laba-laba famili Tetragnathidae (a), Salticidae (b), Oxyopidae (c), dan Lycosidae (d) 120 100 Populasi predator (ekor/rumpun) 80 60 40 20 Lycosidae Oxyopidae Tetragnathidae Salticidae 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur tanaman (MST) Gambar 10 Perkembangan populasi laba-laba (Araneae) di pertanaman padi Perkembangan predator ini pada umumnya berfluktuasi (Gambar 10). Predator yang paling banyak ditemukan dari famili Lycosidae yang populasinya berkisar antara 65 hingga 221 ekor/200 rumpun, sedangkan untuk famili Oxyopidae, Tetragnathidae, Salticidae secara berturut-turut berkisar antara 4
27 hingga 18, 6 hingga 15, 3 hingga 11 ekor/200 rumpun. Predator dari kelompok laba-laba ini banyak ditemukan di pertanaman padi, namun belum dapat dipastikan bahwa laba-laba ini apakah berperan sebagai predator kepinding tanah. Diketahui bahwa laba-laba merupakan predator yang bersifat polifag dan umum terdapat di pertanaman padi. Patogen Serangga Pada saat pengamatan selain ditemukan predator dan parasitoid, ditemukan pula cendawan patogen yang menyerang kepinding tanah. Kematian yang disebabkan oleh cendawan patogen ini mengakibatkan imago mati. Imago yang mati karena patogen ini selanjutnya dibawa ke laboratorium. Setelah diinkubasikan ditemukan bahwa penyebab kematian imago ini karena adanya infeksi oleh cendawan Metarhizium anisopliae. Cendawan M. anisopliae ditemukan pada imago kepinding tanah yang mati (Gambar 11). Gejala awal tumbuh hifa berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuh inang. Bila spora terbentuk, cendawan berubah menjadi hijau gelap atau berubah menjadi hijau muda. Cendawan ini tumbuh di dalam tubuh serangga inang. Spora yang berkembang dari inang yang mati akan tersebar ke inang lainya yang masih hidup dengan bantuan angin atau air. Menurut Susilo et al. (2005) beberapa cendawan patogen yang dapat menyerang kepinding tanah yakni Beauveria bassiana, M. anisopliae, dan Verticillium lecanii. Penggunaan V. lecanii dengan konsentrasi 10-25% mampu mematikan 4-10 ekor kepinding tanah dalam waktu 5-16 hari. Gambar 11 Imago kepinding tanah yang terserang cendawan M. anisopliae