9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur (Gambar 1). Gambar 1. Peta Kawasan lindung Sungai Lesan. 3.2 Alat dan Bahan Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah keanekaragaman amfibi di kawasan lidung Sungai Lesan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
10 Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian No. Alat Penggunaan A. Pembuatan transek pengamatan 1. Meteran (50m) Pengukuran panjang transek 2. Kompas Pengukuran arah transek 3. Alat GPS Pembuatan transek dan titik lokasi 4. Tali rafia Penandaan transek pengamatan 5. Peta Penentuan lokasi pembuatan transek B. Pengumpulan spesimen 1. Headlamp dan baterai Alat penerang survey malam 2. Kantong spesimen Tempat pengumpulan spesimen sementara 3. Spidol permanen Penulisan label 4. Jam tangan/stop watch Pengukur waktu 5. Alat tulis Pencatatan data lapangan 6. Buku panduan identifikasi jenis amfibi identifikasi jenis amfibi 7. Kaliper Pengukuran panjang tubuh amfibi (SVL) 8. Timbangan/neraca pegas (5, 10, 100, 250 gr) Pengukuran berat tubuh amfibi 9. Tabung sampel Tempat penyimpanan spesimen 10. Kapas Pembuatan spesimen 11. Alat suntik Pengawetan spesimen 12. Kertas label dan benang Label spesimen 13. Kaca pembesar Pengamatan ciri amfibi C. Pengukuran faktor lingkungan 1. Termometer Pengukuran suhu udara dan air 2. Higrometer Pengukuran kelembaban udara 3. ph meter Pengukuran kemasaman air D. Alat Dokumentasi 1. Kamera, film dan baterai Pengambilan foto Bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% yang digunakan untuk pengawetan spesimen. 3.3 Pengumpualan Data 3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan Adapun jenis-jenis data yang dikumpulkan yaitu : 1. Data satwa amfibi, meliputi : jenis, jumlah individu tiap jenis, ukuran snout-vent length yaitu panjang tubuh dari moncong hingga kloaka tiap jenis, waktu saat ditemukan, perilaku dan posisi satwa di lingkungan habitatnya. Gambar 2 Ukuran SVL (Snout Vent Length) pada katak (garis hitam : a - b).
11 2. Data habitat berdasarkan checklist Heyer et al. (1994), meliputi: tanggal dan waktu pengambilan data, nama lokasi, substrat/lingkungan tempat ditemukan, tipe vegetasi dan ketinggian, posisi horisontal terhadap badan air, posisi vertikal terhadap permukaan air, suhu udara, suhu air, kelembaban udara dan ph air. 3. Data sekunder yang diperlukan adalah informasi tentang amfibi yang pernah ditemukan dan studi literatur tentang amfibi pada habitatnya. Selain itu, curah hujan dan iklim dari stasiun klimatologi setempat juga diperlukan untuk menunjang data habitat. 3.3.2 Teknik pengumpulan data Metode yang digunakan dalam pengambilan data keanekaragaman amfibi yaitu Survei Penjumpaan Visual (Visual Encounter Survey) (Heyer et al. 1994) dan time search selama 2 jam. Teknik pelaksanaan metode di lapangan yaitu : 1) Orientasi lapangan dan penjelajahan sebagai langkah awal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik habitat di setiap lokasi penelitian sehingga mempermudah penentuan lokasi. 2) Penetapan lokasi survei. Setiap plot pengamatan dibuat dua jalur yaitu akuatik dan terestrial kemudian dilakukan dua kali ulangan untuk setiap jalurnya. Jalur pengamatan (akuatik & terestrial) dibuat lurus sepanjang ±400 meter, dan menandai jalur untuk setiap 10 m. Sedangkan lebar jalur dibuat sejauh 5 m pada kanan dan kiri jalur, hal ini dilakukan untuk mempermudah pencarian. Untuk metode time search dilakukan pencarian selama 2 jam tidak tergantung pada panjang dan lebar jalur. 3) Penangkapan dan pengumpulan sampel dilakukan dengan mendatangi jalur pengamatan pada malam hari selama dua kali ulangan untuk setiap jalur. Pengamatan malam hari dilakukan pada pukul 19.00-22.00. Pencarian amfibi dilakukan dengan bantuan senter. Pengamatan dimulai saat di titik nol pada jalur dan difokuskan pada tempat-tempat yang diperkirakan menjadi sarang atau tempat persembunyian amfibi, seperti ranting pohon, di bawah kayu lapuk, diantara akar-akar pohon, di celah celah batu, di lubang bawah tanah, di bawah tumpukan serasah, atau di tepi sungai. Setiap individu amfibi yang terlihat akan ditangkap lalu
12 dimasukan ke dalam kantong plastik untuk kemudian dicatat waktu ditemukan, aktivitas/perilaku, posisi horizontal dan vertikal, tipe subtrat, dan informasi lain (Heyer et al. 1994). 4) Pengawetan spesimen amfibi yang belum teridentifikasi. Jenis-jenis yang sudah diketahui namanya dilepas kembali ke habitat semula. Sementara untuk jenis-jenis yang belum teridentifikasi dibuat spesimen. Amfibi yang diawetkan hanya diambil maksimal dua individu untuk setiap jenis. Sementara untuk jenis yang umum dan sudah teridentifikasi hanya diambil gambarnya secara menyeluruh. Tata cara preservasi yaitu : - Terlebih dahulu identifikasi terhadap ciri umum dan ambil gambar pada saat spesimen masih hidup. Lalu menyiapkan alat dan bahan preservasi. - Sebelum dimatikan, spesimen dibuat pingsan dengan cara memasukan ke dalam air yang sudah dicampur dengan MS222. Setelah itu, amfibi dimatikan dengan cara menyuntik amfibi dengan alkohol 70% dibagian bawah tengkorak. - Setelah mati, spesimen disuntik dengan alkohol 70% ke dalam bagian tubuh seperti perut, femur, tibia, tarsus dan bisep. - Sebelum spesimen kaku, mulut spesimen dimasukan kapas untuk memudahkan identifikasi dan diberi kertas label yang berisi keterangan spesimen tesebut. - Untuk sementara spesimen tersebut dimasukkan ke dalam kotak yang telah beralaskan kapas yang sudah dibasahi alkohol 70%. Bentuk spesimen diatur supaya mudah untuk keperluan identifikasi. - Spesimen kemudian dipindahkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70% sampai terendam. 5). Setelah spesimen dipreservasi kemudian akan diidentifikasi. Identifikasi jenis amfibi dengan menggunakan buku panduan identifikasi amfibi Frogs of Borneo (Inger & Stuebing, 1997) dan buku panduan lapangan amfibi & reptil di areal Mawas Provinsi Kalimantan Tengah (Mistar 2008) dengan penamaan spesies mengikuti Iskandar dan Colijn (2000). Jenis anura yang ditemukan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok anura seperti: anura terestrial, akuatik dan arboreal. Pengelompokan jenis
anura ini berdasarkan hasil temuan di lapangan serta studi literatur yang menggunakan literatur Inger & Stuebing (1997). Adapun data habitat yang diambil berupa data suhu dan kelembaban hanya diambil di satu titik lokasi karena posisi lokasi yang dekat sehingga diasumsikan bahwa mempunyai nilai suhu dan kelembaban yang sama, hal ini dinyatakan oleh Handoko (1995) bahwa suhu di permukaan bumi akan berubah dan makin rendah dengan bertambahnya lintang. Suhu, kelembaban serta cuaca diambil setiap kali kegiatan pengamatan dilakukan. Komponen habitat yang diamati meliputi kondisi cuaca, suhu udara, kelembaban udara, suhu air, ph air, rata-rata lebar badan air, rata-rata kedalaman badan air, substrat dasar perairan, jenis dan komposisi vegetasi 3.4. Analisis Data 1. Keanekaragaman jenis amfibi Untuk mengetahui keanekaragaman jenis digunakan Indeks Shannon-Wiener (Brower & Zar 1997). Nilai ini kemudian akan digunakan untuk membandingkan kenekaragaman amfibi berdasarkan habitatnya. Keterangan: n H' N i ni ln N H = Indeks keanekaragaman Shannon-Weiner n i = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah individu seluruh jenis 2. Kemerataan jenis amfibi Kemerataan jenis (Evenness) dihitung untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada lokasi penelitian (Bower & Zar 1977). E Keterangan: H' lns E = Indeks kemerataan jenis H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis yang ditemukan 13
14 3. Frekuensi jenis Frekuensi jenis dan frekuensi relatif dapat dihitung untuk mengetahui jenis yang paling sering ditemukan di lokasi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Frekuensi Jenis Jumlah plot ditemukan jenis Jumlah total plot pengamatan