Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL. (Skripsi) Oleh FERY EFATA ZEBUA

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

MATERI DAN METODE PENELITIAN

KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA KALKUN (Meleagris gallopavo sp.) JANTAN DAN BETINA DEWASA

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

KARAKTERISTIK DAN PERILAKU MERPATI JANTAN DAN BETINA LOKAL. (Skripsi) Oleh MOHAMAD HAEKHAL MAHESSA KADRI

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra

Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati

Analisis Usaha Pemanfaatan Sisa Panen Tanaman Pisang Sebagai Pengganti Rumput Dalam Pakan Komplit Berbentuk Pelet Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatf Pada Kalkun... Fauzy Eka Ferianto

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan yang semakin luas,

THE EFFECT OF LIGHT COLOR ON FEED INTAKE, EGG PRODUCTION, AND FEED CONVERSION OF JAPANESE QUAIL (Coturnix-coturnix japonica) ABSTRACT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah deskriptif,

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN WARNA KERABANG TERHADAP KUALITAS INTERNAL TELUR AYAM RAS

Pengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan.

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF PUYUH MALON BETINA DEWASA

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR HALAMAN SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

ANALISIS MORFOMETRIK DAN SIFAT KUALITATIF WARNA BULU PADA PUYUH LIAR

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

KARAKTERISASI TIGA GENOTIPE NENAS cv. QUEEN (Ananas comosus L. Merr) DI KECAMATAN TAMBANG

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

JUMLAH DAN BOBQT MASSA LARVA KUMBANG Tenebrio molitor PADA MEDIA BERTELUR YANG BEqEDA

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

EFEKTIVITAS PEMBERIAN ASTAXANTHIN PADA PENINGKATAN KECERAHAN WARNA IKAN BADUT (Amphiprion ocellaris) ABSTRAK

STUDI KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN LASALIMU KABUPATEN BUTON

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PERBANDINGAN KUALITAS EKSTERNAL TELUR AYAM RAS STRAIN ISA BROWN DAN LOHMANN BROWN

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

PENGAMATAN PENYEBARAN DAN SIFAT KUALITATIF PADA TERNAK KUDA (Equuscaballus) DI SUMATERA UTARA

METRI. arcuata) DAN javanica) SKRIPSI. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

PENGGUNAAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN FISIK, KIMIA, BIOLOGI DAN KOMBINASINYA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG

KARAKTERISTIK FENOTIP SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KAMBING KACANG DI KABUPATEN MUNA BARAT. ABSTRAK

(COLUMBA LIVIA) JANTAN YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

THE EFFECT OF CROSSES HAMSTER CAMPBELL NORMAL WITH HAMSTER CAMPBELL PANDA AND PARENT AGE WHEN MATED TO THE APPEARANCE OF CHILDRENS PRODUCTION

Transkripsi:

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL Different Characteristics of The Male Body and Columba Livia Local Male Fery Efata Zebua a, Riyanti b, Tintin Kurtini b a The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University b The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 e-mail : jipt_universitaslampung@yahoo.com ABSTRACT This study aims to 1) describe the different characteristics of racing pigeons and doves male high (eye color, fur color, head shape, and the shape of the body). 2) identifying differences in the characteristics of high male pigeons and racing pigeons male). The research was conducted in December 215 in captivity and pigeon racing pigeons high on the road abdinegara number 43 Sumur Batu, Teluk Betung and Pagar Alam road number 49, Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. This study used survey method with the observation of qualitative and quantitative characteristics. The results showed qualitative characteristics at high male pigeons dominated by the color of the yellow, the color of feathers tritis, rounded head shape and body shape banana. As for the male pigeon racing is dominated by the color of the iris yellow, Prumpung coat color, head shape turtledove, and body shape banana. High pigeon males have an average length of beak 2,53 ±,5 cm longer and shorter body weight ie 331,32 ± 15,36 gr compared to males racing pigeons which have a longer half-life 2.46 ±,5 cm and weight 444,3 ± 55,31 gr and wide flutter higher saayap namely 28,93 ± 1,8 cm compared to the racing pigeons 25.16 ±,79 cm and length leg lower 8,46 ± 1,3 cm than racing pigeons cm 14.93 ±,86 cm. Keywords: Characteristics, Qualitative and Quantitative, Columba Livia Local Male PENDAHULUAN Perkembangan budidaya di Bandar Lampung cukup pesat, ditandai dengan banyaknya tempat penjualan burung. Berdasarkan fenomena tersebut minat masyarakat terhadap burung cukup tinggi. Dengan adanya pasar tersebut, penggemar burung dengan sangat mudah mendapatkan burung yang diinginkan. Burung yang dipelihara umumnya adalah burung tinggi dan burung balap. Burung tinggi merupakan burung yamg mampu terbang mencapai 15 meter di atas permukaan tanah, sedangkan burung balap adalah burung yang mampu terbang 2-3 meter di atas permukaan tanah. Saat ini burung tinggi lebih banyak dilombakan daripada burung balap, hal ini karena nilai seni akrobat burung tinggi lebih baik, contohnya burung tinggi harus masuk ke dalam kolongan, sementara burung balap khusus hanya untuk burung balap dengan mengendalikan kecepatan. Merpati balap termasuk golongan burung pintar, terbukti dari kejinakan dan kemampuannya untuk mengenali kandang dan daerah sekitarnya. Kelebihan lain dibandingkan dengan tinggi, yaitu mampu mengenali pasangan, pemilik, atau pelatihnya dari jarak yang cukup jauh. Secara kasat mata tidak ada perbedaan karakteristik antara tinggi dan balap, namun setelah dilihat secara seksama banyak sekali perbedaan seperti dari bentuk kepala, bentuk paruh, bentuk mata dan warna iris, bentuk dada, warna bulu, bentuk sayap, dan bentuk ekor. Dalam hal ini, tampak bahwa penting untuk mengetahui dan mengerti karakteristik burung sebagai landasan untuk usaha budidaya burung balap maupun burung tinggi. Memilih burung merapati tinggi maupun burung balap tidaklah mudah, oleh sebab itu dibutuhkan informasi yang jelas tentang karakteristik burung. Dengan mengetahui tentang karakteristik burung tinggi dan burung balap kita dapat menentukan tinggi dan balap 244

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 yang unggul. Penelitian ini penting dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui perbedaan karakteristik burung tinggi maupun balap. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 7-15 Desember 215 di penangkaran balap di daerah Korpri dan tinggi di daerah Sukarame, Bandar Lampung. Penelitian menggunakan 3 burung balap jantan dan 3 burung tinggi jantan dengan umur antara 1-2 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pengamatan karakteristik kualitatif dan kuantitatif terhadap sampel yang dipelihara di peternakan di Bandar Lampung. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kualitatif Merpati Tinggi Jantan dan Balap Jantan Karakteristik kualitatif pada tinggi jantan dan balap jantan meliputi warna iris mata, warna bulu, bentuk kepala, dan bentuk badan. 1. Warna mata Karakteristik warna mata pada tinggi lokal terdiri dari empat tipe warna mata meliputi mata merah, putih, kuning, dan selewah. Frekuensi warna iris mata dapat dilihat pada Gambar 1. 1 8 6 4 2 56,67 26,67 1 6,6 tinggi Gambar 1. Frekuensi warna mata Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa frekuensi warna mata tinggi jantan lokal didominasi oleh warna kuning 56,67%, dan merah 26,67 %, sedangkan warna mata pada balap jantan lokal didominasi dengan mata warna kuning yaitu sebanyak 9 %. Mata burung memiliki dua macam reseptor cahaya, reserptor cahaya batang dan reseptor cahaya kerucut. Reseptor cahaya yang berisi pigmen penglihatan rhodopsin lebih baik untuk penglihatan malam hari. Reseptor cahaya kerucut mampu mendeteksi warna tertentu (panjang gelombang cahaya). 9 6,663,33 balap kuning merah putih 6 5 4 3 2 1 53,34 23,33 23,33 2 16,66 6,67 6,67 6,67 merpat tinggi balap tritis perumpung lampik gambir belantong megan blorok Gambar 2. Frekuensi warna bulu Burung memiliki pigmen tambahan yaitu pentrakromatik. Pentrakromatik dapat dijelaskan dimana retina memiliki lima sel kerucut yang memiliki kemampuan menyerap spektrum yang berbeda. Burung termasuk gelombang panjang iodopsin, yang menyerap panjang gelombang sekitar 57 nm, yaitu warna mata kuning dan pigmen ini mendominasi sensitivitas penglihatan warna burung (Standsfield, 1983). 2. Warna bulu Warna bulu pada terdiri dari berbagai macam antara lain : gambir, prumpung, megan, tritis, hitam, lampik, blorok, dan blantong. Frekuensi warna bulu dapat dilihat pada Gambar 2. 245

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 Berdasarkan Gambar 2 frekuensi warna bulu pada tinggi jantan dan balap jantan lokal, memiliki warna bulu yang beragam, yaitu warna bulu gambir, perumpung, megan, tritis, hitam, lampik, blorok dan blantong. Pada penelitian ini warna bulu pada tinggi (MT) yang terbanyak adalah adalah warna bulu tritis (23,33%) sementara untuk balap jantan lokal (MB) adalah warna bulu perumpung (53,34%). Dari hasil pengamatan ini, warna bulu prumpung lebih dominan pada balap, sedangkan pada balap yaitu warna bulu tritis. Warna bulu hanya sebagai penentu nilai ekstrinsik atau nilai kesukaan konsumen ( Salis, 23). 3. Bentuk kepala Bentuk kepala pada terdiri dari berbagai macam antara lain : jenong, perkutut, bulat, dan kotak. Karakteristik bentuk kepala dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil pengamatan pada Gambar 3, menunjukkan bahwa tinggi didominasi bentuk kepala bulat (4%). Bentuk kepala bulat merupakan tipe kepala yang dapat terbang tinggi dan lebih mudah untuk menentukan jalan pulang. 5 4 4 36,67 46,67 4 3 2 1 2 3,33 tinggi balap bulat jenong perkutut kotak Gambar 3. Frekuensi bentuk kepala Hal ini sesuai dengan pernyataan Tanubrata (24) yang menyatakan bahwa mampu melihat dan mengenali dengan baik setiap bentang alam yang mereka lewati. Dari situ, dapat memprediksikan lokasi relatif mereka terhadap rumah atau tempat asalnya. Keahlian ini juga dilengkapi dengan kemampuan mengasosiasikan suatu lokasi dengan aroma dan kondisi angin di tempat itu. Kemampuan itu sangat berguna bagi untuk mengingat suatu tempat yang baru pertama kali dilalui. Selain itu, juga memiliki sistem kompas internal. Merpati memiliki kemampuan untuk mengetahui arah berdasarkan posisi matahari diduga bahwa juga memiliki sistem kompas lainnya yang bisa mendeteksi posisi berdasarkan medan magnet bumi. Terdapat beberapa titik dalam tubuh yang disinyalir mengandung komponen magnetis sehingga mereka mampu mendeteksi dan menghitung posisi berdasarkan medan magnet bumi. Jadi, hal ini yang menyebabkan dapat mengingat jalan pulang dan salah satu faktor lainnya yaitu yang memiliki tipe kepala bulat. Bentuk kepala bulat memiliki volume otak yang lebih besar sehingga lebih cepat untuk dilatih dan dilombakan segingga tidak cepat hilang. Sementara pada burung balap yang paling dominan adalah bentuk kepala perkutut (46,67%) hal ini sesuai dengan pernyataan Tanubrata (24) yang menyatakan bahwa tipe bentuk kepala perkutut biasanya identik dengan burung balap. 4. Bentuk badan Bentuk badan pada terdiri dari berbagai macam antara lain : jantung pisang, bola, dan kapal. Frekuensi bentuk badan dapat dilihat pada Gambar 4. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa bentuk tubuh jantung pisang (6%) lebih dominan, hal ini karena bentuk tubuh jantung pisang merupakan tipe bentuk ideal pada (Rasyaf, 1993). Pada tinggi diperoleh bentuk badan jantung pisang sebanyak 6% sedangkan pada balap yaitu 76,67%. Untuk bentuk tubuh bola tinggi diperoleh sebanyak % sedangkan untuk balap tidak ada, hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat 246

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 balap yang memiliki bentuk tubuh jantung pisang sedangkan benuk kapal yaitu 26,67% untuk tinggi dan balap yaitu 23,33 %. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 6 76,67 26,67 23,33 tinggi Gambar 4. Frekuensi bentuk badan Menurut Sucahyo (25), bentuk tubuh pada merupakan acuan pada ketika melakukan pendaratan sehngga bentuk tubuh merupakan komponen utama dalam menentukan kualitas. Bentuk badan pada burung balap jantan dan tinggi jantan didominasi oleh bentuk badan jantung pisang karena bentuk badan jantung pisang memiliki bentuk badan yang proposional yang berarti berpenampilan gagah dan jika dalam keadaan berdiri dadanya membusung serta tatapannya tajam dan tubuh yang sehat dan kekar tidak sama dengan yang gemuk kaena bila di angkat, bobot badannya tidak terlalu berat tetapi padat sehingga dapat melakukan pendaratan dengan sempurna. Karakteristik Kuantitatif burung tinggi jantan dan burung balap jantan Karakteristik kuantitafif pada penelitian ini meliputi panjang paruh, panjang kaki, bobot tubuh dan lebar kepakan sayap baik pada burung balap jantan dan burung tinggi jantan. Pengamatan dilakukan pada 3 burung jantan balap dan 3 burung tinggi jantan. Karakteristik kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 1 Rata-rata panjang paruh pada tinggi jantan yaitu 2,53 ±,5 cm dan pada balap jantan rata-rata panjang paruh pada yaitu 2,46 ±,5 cm. Panjang paruh tidak menentukan kualitas dari tinggi maupun balap (Sucahyo, 25). Merpati adalah satu-satunya unggas yang balap jantung pisang kapal bola memiliki kemampuan untuk minum secara terus menerus tanpa harus mengangkat atau mendongakan kepalanya untuk dapat menelan air. Paruh sangat unik, memiliki banyak fungsi dan salah satu fungsinya adalah sebagai" sedotan" yang memudahkan mereka dalam minum dan menelan air serta paruh burung tinggi jantan dan balap jantan memiliki paruh yang pendek yang berguna untuk memakan biji-bijian seperti jagung dan beras merah yang merupakan makanan burung. Tabel 1. Rata-rata peubah kuantitatif burung tinggi jantan dan burung balap jantan Burung Merpati tinggi Merpati balap Panjang paruh 2,53±,5 (19,54%) 2,46±,5 (2,55%) Lebar kepakan sayap 28,93±1,8 (3,6%) 25,16±,79 (3,14%) Panjang kaki 8,46±1,3 (15,41%) 14,93±,86 (,16%) Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman Bobot tubuh 331,32±1 5,36 (4,63%) Rata-rata lebar kepakan sayap pada tinggi jantan yaitu 28,93 ± 1,8 cm. dan pada balap memiliki rata-rata 25,16 ±,79 cm. Hal ini karena selar pada burung balap lebih rapat dan runcing sehingga udara sedikit yang masuk dan mengakibatkan sulit terbang tinggi sedangkan burung tinggi memiliki selar yang lebih lebar sehingga udara yang masuk dapat melalui sela-sela sayap yang lebar sehingga burung bisa terbang tinggi (Sucahyo, 25). Panjang kaki pada balap, yaitu 14,93 ±,86 cm dan rata-rata pada tinggi yaitu 8,46 ± 1,3 cm. Hal ini disebabkan karena untuk menopang tubuhnya lebih kuat ketika burung tinggi melakukan pendaratan, sementara pada balap tidak dapat terbang tinggi dan pengaruh dari genetiknya dan bobot tubuh lebih berat(djanah, 1986). Rata-rata bobot tubuh pada burung tinggi jantan 331,32 ± 15,36 cm lebih rendah daripada rata-rata bobot tubuh burung balap karena balap yang diutamakan kekuatan sayap (Yonathan, 23). Hatmono (21), menyatakan bahwa bobot tubuh tinggi lebih ringan dikarnkan faktor latihan dan jarak tempuh tinggi lebih jauh dan lebih lama di udara hal ini yang menyebabkan bobot tubuh lebih ringan 444,3 ±55,31 (12,45%) 247

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 dibandingkan balap yang jarak tempuhnya hanya beberapa meter saja. Koefisien keragaman sifat-sifat kuantitatif yang diamati pada tinggi jantan adalah lebar kepakan sayap (3,6 %), bobot tubuh (4,63%), panjang kaki (15,41), dan panjang paruh (19,54%). Hal ini menandakan bahwa pada saat seleksi peternak lebih memperhatikan pada lebar kepakan sayap, bobot tubuh, panjang kaki, dan panjang paruh. Pada balap jantan adalah panjang kaki (,16%), lebar kepakan sayap (3,14%), bobot tubuh (4,63%), dan panjang paruh (2,55%). Hal ini membuat bahawa peternak pada saat seleksi yang pertama dilihat adalah panjang kaki, lebar kepakan sayap, bobot tubuh, dan panjang paruh. Standsfield, W. D. 1983. Theory and Problems of Genetics. 2nd Edit. Departement of Biological Science California Polytechnic State University at San Luis Obispo. McGraw-Hill Book Company, United State of America Sucahyo. 25. Karakteristik burung tinggi. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tanubrata, H dan U. S. R. Syammkard. 24. Menghasilkan Merpati Balap Sprint Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Yonathan, E. 23. Merawat dan Melatih Merpati Balap. Agromedia pustaka. Jakarta. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik kualitatif pada burung tinggi jantan didominasi oleh warna iris mata kuning, warna bulu tritis, bentuk kepala bulat,dan bentuk badan jantung pisang. Adapun pada balap jantan didominasi oleh warna mata kuning, warna bulu prumpung, bentuk kepala perkutut dan bentuk badan jantung pisang. Merpati tinggi jantan mempunyai rata-rata panjang paruh (2,53 ±,5) cm yang lebih panjang dan bobot tubuh yang lebih pendek yaitu (331,32 ± 15,36) cm dibandingkan dengan balap jantan yang memiliki panjang paruh (2,46 ±,5) cm dan bobot tubuh (444,3 ± 55,31) cm, serta lebar kepakan saayap yang lebih tinggi yaitu (28,93 ± 1,8) cm dibandingkan pada balap (25,16 ±,79 ) cm dan panjang kaki yang lebih rendah (8,46 ± 1,3) cm dibandingkan balap (14,93 ±,86) cm. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan cara menerbangkan burung balap jantan dan tinggi jantan untuk mengetahui kecepatannya. DAFTAR PUSTAKA Djanah. D dan Sulistyani. 1986. Beternak Merpati. CV Simplek. Jakarta. Hatmono, H. 21. Beternak Burung Merpati. Penebar Swadaya. Jakarta. Salis, R. 22. Studi Fenotipe Burung Merpati Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 248