commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

III. TEORI DASAR. kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 6): Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m 1 dan m 2.

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB II TEORI DASAR METODE GRAVITASI

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

III. TEORI DASAR. Dasar dari metode gayaberat adalah hukum Newton tentang gayaberat dan teori

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

BAB II METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

MODUL FISIKA BUMI METODE GAYA BERAT

PEMETAAN ANOMALI BOUGUER LENGKAP DAN TOPOGRAFI SERTA PENENTUAN DENSITAS BOUGUER BATUAN DAERAH PANAS BUMI PAMANCALAN

INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

III. TEORI DASAR. variasi medan gravitasi di permukaan bumi. Metode gayaberat dilandasi oleh

APLIKASI FILTER KONTINUASI KEATAS DAN ANALISA SPEKTRAL TERHADAP DATA MEDAN POTENSIAL Oleh: N. Avisena M.Si ABSTRACT

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB III METODE PENELITIAN

Pengolahan awal metode magnetik

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

III. TEORI DASAR. al, 1990). Dasar teori penggunaan metode gayaberat (gravity) adalah Hukum. Newton, dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

Koreksi-Koreksi pada Pengolahan Data Geofisika (Part II :Metode Magnetik)

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

PEMODELAN ANOMALI GRAVITASI MENGGUNAKAN METODE INVERSI 2D (DUA DIMENSI) PADA AREA PROSPEK PANAS BUMI LAPANGAN A

EKSPLORASI GAYA BERAT, oleh Muh Sarkowi Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Telp: ; Fax:

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA

KOREKSI-KOREKSI KONVERSI HARGA BACAAN KOREKSI PASANG SURUT KOREKSI DRIFT

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH KOMPTENSI APLIKASI METODE GAYABERAT MIKRO ANTAR WAKTU UNTUK PEMANTAUAN INTRUSI AIR LAUT DI KAWASAN SEMARANG UTARA

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion

Geodesi Fisis. Minggu II,III : Review Medan Gayaberat Bumi Metode Pengukuran Gayaberat. Isna Uswatun Khasanah

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

Pengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Intepretasi Reduksi Kutub

ANALISIS KETELITIAN PENGUKURAN GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE GRID TERATUR DAN GRID ACAK

MEKANIKA BENDA LANGIT MARIANO N., S.SI.

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

III. TEORI DASAR. menyatakan gaya tarik menarik F antara dua massa m 1 dan m 2 dengan dimensi

TUJUAN PERCOBAAN II. DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Pembahasan Soal Gravitasi Newton Fisika SMA Kelas X

Gravitymeter, alat ukur percepatan gravitasi (g).

KERJA DAN ENERGI. 4.1 Pendahuluan

Unnes Physics Journal

GRAVITASI B A B B A B

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Gambar 3.1. Daerah Penelitian (Sumber : Google Earth)

ANALISIS REDUKSI TOPOGRAFI DATA GAYABERAT DENGAN PENDEKATAN METODE LA FEHR DAN WHITMAN PADA PENENTUAN ANOMALI BOUGUER

TKS-4101: Fisika MENERAPKAN KONSEP USAHA DAN ENERGI J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENENTUAN KEDALAMAN OPTIMUM ANOMALI GAYA BERAT DENGAN METODE KORELASI ANTARA ANALISIS SPEKTRUM DAN CONTINUATION STUDI KASUS SEMARANG JAWA TENGAH

Identifikasi Zona Patahan di Sebelah Barat Gunung Api Seulawah Agam Berdasarkan Nilai Anomali Gravitasi

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Fisika

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s².

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Dasar Metode Gravitasi Metode gravitasi merupakan salah satu metode survei geofisika yang memanfaatkan sebaran densitas di permukaan bumi sebagai bahan studi untuk menggambarkan kondisi dibawah permukaan bumi baik secara lateral maupun vertikal dengan meninjau sinyal gravitasi yang dihasilkan oleh perbedaan densitas pada tiap titik di permukaan bumi (Jacoby & Smilde, 2009 ; Setiadi et al., 2010). Metode gravitasi didasarkan oleh teori fisika yang memuat prinsip gravitasi universal meliputi hukum Newton, percepatan gravitasi, dan potensial gravitasi. 2.1.1. Hukum Newton Hukum Newton menyatakan bahwa setiap partikel di dunia berinteraksi dengan partikel yang lain dengan gaya yang sebanding hasil kali dari massa keduanya dan berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antara keduanya (Serway & Jewett, 2004). Semakin jauh jarak dari kedua partikel tersebut, maka gaya yang bekerja pada kedua partikel akan semakin kecil. Jacoby & Smilde (2009) menuliskan secara matematis, jika dua buah massa dengan massa M dan m, pada posisi Q dan P, yang masing-masing berinteraksi satu sama lain melalui suatu ruang dengan gaya pusat F sepanjang jari-jari vektor r, maka gaya yang mempengaruhi m adalah : (2.1) Tanda negatif merupakan sebuah kesepakatan yang bergantung pada orientasi dari r, F adalah gaya pada m, r merupakan vektor satuan yang arahnya dari M menuju m, r merupakan jarak yang memisahkan antara M dengan m, dan G merupakan konstanta gravitasi universal. Dalam satuan internasional (SI) nilai dari konstanta gravitasi adalah 6,672x10-11 N m 2 /kg 2 sedangkan dalam satuan cgs adalah 6,672x10-8 dyne cm 2 / g 2 (Telford et al., 1990). 5

6 2.1.2. Percepatan Gravitasi Pada hukum Newton II percepatan yang dialami oleh sebuah benda dengan massa m yang diberikan gaya F dinyatakan sebagai gaya yang dialami oleh benda dibagi dengan massa dari benda tersebut (Octonovrilna & Pudja, 2009). Secara matematis pernyataan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : (2.2) Dengan meninjau Persamaan 2.2, maka percepatan yang dialami m karena adanya M dapat diperoleh dengan membagi nilai F dengan m pada Persamaan 2.1 sehingga percepatan gravitasi dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : (2.3) Telford et al. (1990) menyatakan bahwa percepatan g sebanding dengan gaya gravitasi per satuan massa karena pengaruh M. Jika M merupakan massa dari bumi Me. Maka g merupakan percepatan gravitasi dan dinyatakan sebagai : (2.4) Dengan Re menyatakan jari-jari dari bumi. Mengingat bentuk bumi yang tidak bulat sempurna, serta bentuk topografi yang berbeda-beda pada permukaan bumi, maka percepatan gravitasi pada suatu titik di permukaan bumi akan memiliki perbedaan nilai di titik yang lain karena pengaruh jari-jari bumi. Selain itu percepatan gravitasi juga akan dipengaruhi oleh rapat massa daerah terukur, dimana semakin besar nilai densitas pada suatu daerah akan sebanding dengan nilai percepatan gravitasi di daerah tersebut. 2.1.3. Potensial Gravitasi Potensial gravitasi Ug yang dinyatakan pada hukum Newton, lebih mudah untuk digambarkan sebagai sebuah elemen massa tunggal m pada radius rm yang berinteraksi dengan sebuah unit massa pada suatu titik P dengan radius r p (Jacoby & Smilde, 2009). Sehingga dari pernyataan tersebut dirumuskan persamaan sebagai berikut : (2.5)

7 Blakely (1996) menjelaskan bahwa percepatan gravitasi merupakan medan potensial, dan dapat didefinisikan sebagai gradien dari sebuah potensial skalar. Pada buku lain percepatan gravitasi juga didefinisikan sebagai negatif gradien dari sebuah potensial skalar, akan tetapi perbedaan definisi tersebut dijelaskan oleh Kellogg (1929) yaitu pada dasarnya tanda negatif maupun positif tetap mengikuti kesepakatan bahwa potensial gravitasi adalah kerja yang dilakukan oleh medan pada suatu partikel uji dan tanda negatif berasal dari energi potensial partikel. Sehingga potensial gravitasi dapat dinyatakan sebagai berikut : (2.6) Dengan, = Potensial gravitasi r 0 r p = Jarak titik pusat bumi = Jarak titik observasi = Massa bumi (5,9726x kg) 2.2. Struktur Bumi Nilai percepatan gravitasi pada Persamaan 2.4 sebanding dengan massa dari bumi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari bumi. Secara teoritis percepatan gravitasi bumi akan konstan pada permukaan bumi, akan tetapi realitanya percepatan gravitasi pada permukaan bumi bervariasi pada titik yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan oleh rotasi bumi yang menyebabkan garis ekuator bumi (6378 km) memiliki jari-jari yang lebih besar 21 km dibandingkan jari-jari pusat bumi terhadap kutub geografisnya (6357 km) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Reynolds, 1997 ; Blakely, 1996).

8 Gambar 2. 1. Bentuk elips bumi karena rotasi bumi (Reynolds, 1997). Santoso (2002) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari 3 bagian berdasarkan lapisan penyusunnya yaitu inti bumi, mantel bumi, dan kerak bumi. Masing-masing lapisan memiliki nilai densitas yang berbeda-beda. Pengaruh suhu yang sebanding dengan kedalaman bumi menyebabkan material penyusun yang memiliki kedalaman lebih besar, akan memiliki densitas yang lebih besar. Namun, adanya pergerakan lempeng benua maupun samudra akan menyebabkan material penyusun pada lapisan paling luar berpindah ke lapisan yang lebih dalam atau sebaliknya. Pergerakan lempeng tersebut turut berkontribusi pada sebaran densitas di permukaan bumi yang menyebabkan adanya perubahan percepatan gravitasi untuk tiap titik di permukaan bumi. 2.3. Metode Gravitasi Reynolds (1997) menjelaskan bahwa metode gravitasi bergantung pada dua Hukum Gravitasi Universal yang dijabarkan oleh Sir Isaac Newton dalam Principla Mathematica (1687). Hukum Newton I yang dinyatakan pada Persamaan 2.1 menunjukkan bahwa gaya tarik menarik antara dua benda akan sebanding dengan hasil perkalian kedua massa benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak keduanya. Sedangkan Hukum Newton II tentang keadaan bergerak yang dinyatakan

9 pada Persamaan 2.2 menunjukkan bahwa gaya F sebanding dengan massa m dikalikan dengan percepatan a. Keadaan geologi bumi yang tidak beraturan akibat pengaruh rotasi bumi yang menyebabkan perbedaan jari-jari bumi pada garis ekuator dengan kutub gravitasinya, maupun pergerakan lempeng benua dan samudra yang menyebabkan timbulnya sebaran densitas pada keadaan geologi di bawah permukaan bumi menjadi alasan digunakannya metode gravitasi (Blakely, 1996 ; Jumransyah et al., 2014 ; Reynolds, 1997). 2.3.1. Prinsip Pengukuran Gravimeter La Coste Romberg. Gravimeter La Coste Romberg merupakan alat ukur gravitasi pertama yang menggunakan pegas zero length. Telford et al. (1990) menjelaskan bahwa pegas zero length memiliki nilai regangan yang sebanding dengan jarak pegas sebenarnya, dimana jika seluruh gaya eksternal diabaikan maka pegas akan kembali pada posisi semula dimana jarak pegas sama dengan nol (zero length). Pegas yang digunakan terbuat dari logam dengan konduktivitas tinggi, namun tidak dapat diisolasikan sempurna, sehingga untuk menghilangkan efek suhu pegas diletakkan permanen pada sebuah wadah tertutup dengan temperatur stabil yang dipertahankan dengan elemen thermostat (Reynolds, 1997). Gambar 2. 2. Skema pengukuran sensitivitas gravimeter La Coste Romberg (Telford et al., 1990).

10 Untuk menentukan sensitivitas gravimeter, regangan pada pegas dapat dituliskan sebagai k (s-c) saat panjangnya s dengan c adalah koreksi untuk keadaan sebenarnya dimana pegas tidak selalu tepat pada titik nol (Telford et al., 1990). Dengan meninjau Gambar 2.2., diketahui bahwa : (2.7) (2.8) Dari Persamaan 2.8 dapat ditentukan nilai percepatan gravitasi yang diperoleh sebagai berikut : (2.9) Dengan menggunakan hukum sinus, maka diperoleh persamaan sebagai berikut : (2.10) (2.11) (2.10) Persamaan 2.10 disubstitusikan ke Persamaan 2.9 sehingga diperoleh : (2.11) Nilai akan bertambah seiring dengan bertambahnya, dan s akan bertambah seiring dengan bertambahnya, sehingga Persamaan 2.11 dapat ditulis ke dalam persamaan berikut : (2.12) Gambar 2. 3. Skema kalibrasi gravimeter La Coste Romberg (Reynolds, 1997).

11 Kalibrasi alat gravimeter dilakukan dengan meninjau Gambar 2.3. Reynolds (1997) menjelaskan bahwa untuk mengkalibrasikan alat gravimeter, pengamat melihat skala melalui sebuah lensa, dimana cahaya dipantulkan dari cermin pada batang saat keadaan diam. Untuk mengembalikan posisi batang pada keadaan semula, mikrometer diluar wadah diputar sehingga skrup dapat menyesuaikan posisi batang. 2.4. Faktor Koreksi dalam Gravitasi Dalam pengukuran nilai percepatan gravitasi di permukaan bumi, nilai yang diperoleh pada suatu titik akan memiliki selisih atau perbedaan di titik yang lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi nilai dari percepatan gravitasi meliputi pengaruh medan di sekitar titik akuisisi, kedudukan bumi terhadap bulan, matahari, dan benda langit yang lain, serta perubahan kondisi alat gravimeter. Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi untuk menentukan nilai percepatan gravitasi yang dikehendaki. Adapun koreksi-koreksi yang dilakukan dalam sebuah pengolahan data gravitasi meliputi beberapa koreksi sebagai berikut : a. Koreksi Apungan Alat (Drift Correction). b. Koreksi Pasang Surut (Tide Correction). c. Koreksi Gravitasi Normal / Koreksi Lintang (Lattitude Correction). d. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction). e. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction). f. Koreksi Medan (Terrain Correction). 2.4.1. Koreksi Apungan Alat (Drift Correction) Saat melakukan pengukuran pada suatu tempat, nilai percepatan gravitasi yang terukur memiliki kemungkinan berubah pada saat diukur pada waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya gaya luar yang mempengaruhi pegas pada alat ukur gravimeter saat melakukan akuisisi data sehingga berpengaruh terhadap data percepatan gravitasi yang diperoleh. Koreksi apungan dimaksudkan untuk mengurangi pergeseran pembacaan alat tersebut, yaitu dengan melakukan

12 pengukuran kembali pada stasiun yang sama (base-station) dengan waktu yang berbeda, biasanya setiap 1-2 jam (Reynolds, 1997). Secara matematis, koreksi drift dinyatakan sebagai berikut : (2.13) Dimana, = Koreksi drift stasiun ke-n = Waktu pembacaan stasiun ke-n = Waktu pembacaan stasiun base (base camp) pada awal loop = Waktu pembacaan stasiun base (base camp) pada akhir loop = Nilai pembacaan stasiun base (base camp) pada awal loop = Nilai pembacaan stasiun base (base camp) pada akhir loop 2.4.2. Koreksi Pasang Surut (Tide Correction) Koreksi pasang surut (koreksi tidal) dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh benda langit terhadap nilai percepatan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Adanya gaya tarik-menarik antara bumi dengan bulan dan matahari akan menyebabkan perubahan nilai medan gravitasi di permukaan bumi secara periodik (Octonovrilna & Pudja, 2009). Instrumen gravimeter cukup sensitif terhadap perubahan percepatan gravitasi karena pergerakan bulan dan matahari dengan rentang 0,3 mgal (Telford et al., 1990 ; Jacoby & Smilde, 2009). Longman (1959) mengkomputasikan formula untuk percepatan tidal yang dikarenakan oleh bulan dan matahari dengan waktu tertentu pada sebuah titik di permukaan bumi. Formula untuk percepatan tidal dinyatakan sebagai berikut : (2.14) (2.15) Dengan : gm g s ra = Komponen tegak pasang surut akibat bulan = Komponen tegak pasang surut akibat matahari = Jarak pusat bumi dan bulan s = Jarak pusat bumi dan matahari

13 G = Konstanta gravitasi universal M m M s = Massa bulan = Massa matahari = Sudut zenith bulan = Sudut zenith matahari Sudut zenith bulan dirumuskan sebagai berikut : (2.16) Adapun sudut zenith matahari dirumuskan adalah : (2.17) Dengan : = Bujur tempat pengamatan = Inklinasi Matahari = Inklinasi Bulan = Bujur orbit Matahari = Bujur orbit Bulan = right ascention Dengan demikian, percepatan tidal total adalah : (2.18) 2.4.3. Koreksi Gravitasi Normal / Koreksi Lintang (Lattitude Correction) Bentuk bumi cenderung menggembung pada garis ekuator dan termampatkan pada kutub geografisnya. Hal ini disebabkan karena rotasi bumi dimana percepatan sentrifugal memiliki nilai maksimum pada garis equator dan bernilai minimum atau sama dengan nol pada kutub geografisnya (Telford et al.,1990). Nilai percepatan gravitasi yang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara massa bumi dengan massa pada suatu titik observasi menunjukkan bahwa nilai percepatan gravitasi akan bernilai lebih kecil pada garis ekuator dibandingkan pada kutub geografisnya. Dengan demikian nilai percepatan gravitasi dipengaruhi oleh posisi lintang. International Association of Geodesy (IAG) mengadopsi Geodetic Reference System pada 1980, yang kemudian digunakan sebagai medan referensi World

14 Geodetic System 1984 (WGS84) dengan bentuk rumusan yang lebih sempurna (Blakely, 1996). (2.19) 2.4.4. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction) Reynolds (1997) mendefinisikan koreksi udara bebas sebagai perbedaan antara nilai gravitasi yang diukur pada muka air laut rata-rata dengan nilai gravitasi yang terukur pada ketinggian h meter tanpa ada batuan di antaranya. Nilai dari koreksi udara bebas adalah sebesar 0,3086 mgal/m, bernilai positif jika ketinggian di atas muka air laut rata-rata dan bernilai negatif jika di bawahnya sehingga koreksi udara bebas ditambahkan dalam pembacaan medan jika kedudukan pengukuran di atas bidang datum dan dikurangi jika di bawahnya (Telford et al., 1990). 2.4.5. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction) Pada koreksi udara bebas, massa di antara titik observasi dengan muka air laut diabaikan, akan tetapi dalam koreksi Bouguer massa di antara titik observasi dengan muka air laut ikut diperhitungkan (Blakely 1996). Koreksi Bouguer menghitung gaya tarik gravitasi yang disebabkan oleh lempeng batuan dengan ketebalan h dalam meter dan rata-rata densitas (Mg/m 3 ) (Reynolds, 1997). Nilai koreksi Bouguer pada pengukuran darat dinyatakan dalam persamaan berikut : (2.20) Dengan, G = Konstanta Gravitasi (6,67 x 10-8 m 3 Mg -1 s -2 ) = Densitas (Mg/m 3 ) h = Ketinggian (m) Sedangkan untuk pengukuran pada kapal atau pengukuran di laut, persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : (2.21) Dengan, = Densitas Batuan (Mg/m 3 )

15 = Densitas Air (Mg/m 3 ) = Kedalaman Air (m) 2.4.6. Koreksi Medan (Terrain Correction) Keadaan topografi pada medan observasi akan mempengaruhi nilai percepatan gravitasi yang terukur pada gravimeter. Permukaan bumi yang memiliki bentuk tidak beraturan menyebabkan perbedaan percepatan gravitasi pada titik yang berbeda. Nilai percepatan gravitasi yang diperoleh pada pengukuran yang dilakukan pada daerah yang dekat dengan lereng bukit maupun lembah akan dipengaruhi oleh gaya tarik yang ditimbulkan oleh massa topografi di sekitar titik pengukuran (Jumransyah et al., 2014). Adanya pengaruh topografi tersebut, selanjutnya dikoreksi dengan menggunakan koreksi medan (terrain correction). Hammer (1939) mengajukan sistem pengukuran koreksi medan dengan membagi medan pengukuran kedalam beberapa segmen cincin konsentrik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. dan biasa dikenal sebagai Hammer chart. Gambar 2. 4. Hammer chart (Hammer, 1939).

16 Koreksi medan yang dilakukan didasarkan pada penentuan nilai percepatan gravitasi pada pusat cincin konsentrik dengan beda elevasi z, jari-jari luar R L, dan jari-jari dalam R D (Reynolds, 1997). Dasar pengukuran koreksi medan dinyatakan ke dalam persamaan sebagai berikut : (2.22) Dengan, A = Jumlah segmen = Densitas batuan 2.5. Anomali Parameter-parameter yang diperoleh pada survei geofisika akan merepresentasikan keadaan geologi bawah permukaan. Untuk survei gravitasi, parameter yang terukur berupa percepatan gravitasi. Nilai percepatan gravitasi pada suatu medan observasi akan bervariasi bergantung pada sebaran densitas atau rapat massa pada medan. Dengan mengetahui parameter yang terukur, serta karakteristiknya maka anomali yang terdapat pada medan akan dapat diamati. Dalam survei gravitasi terdapat tiga anomali yang biasa dikenal yaitu anomali bouguer, anomali regional, dan anomali residual. 2.5.1. Anomali Bouguer Anomali Bouguer didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai gravitasi observasi yang telah terkoreksi dengan nilai gravitasi yang diperoleh pada titik acuan (base station) (Reynolds, 1997). Perumusan untuk anomali Bouguer ditunjukkan oleh persamaan berikut : (2.23) Dengan, (2.24) Dimana indeks subscript menunjukkan koreksi-koreksi yang dilakukan sebagai berikut : = Koreksi gravitasi normal

17 = Koreksi udara bebas = Koreksi Bouguer = Koreksi Medan Jacoby & Smilde (2009) menjelaskan bahwa anomali Bouguer dibagi kedalam dua bagian yaitu anomali Bouguer sederhana (simple Bouguer anomaly) dan anomali Bouguer sempurna (complete Bouguer anomaly). Dengan meninjau Persamaan 2.23, anomali Bouguer sederhana didefinisikan sebagai anomali Bouguer saat koreksi medan diabaikan. Sedangkan anomali Bouguer sempurna akan diperoleh dengan menambahkan koreksi medan pada koreksi percepatan gravitasi. 2.5.2. Anomali Regional-Residual Medan gravitasi merupakan superposisi dari anomali yang dihasilkan oleh perubahan densitas pada kedalaman yang bervariasi. Beberapa anomali massa pada daerah observasi menempati daerah dengan kedalaman yang besar, namun sebagian menempati lapisan yang dangkal. Efek massa dangkal (gangguan dekat permukaan) biasanya digambarkan sebagai panjang gelombang pendek yang dapat dihilangkan dengan proses filtering anomali panjang gelombang pendek (Telford et al., 1990). Anomali dengan panjang gelombang yang lebih besar disebabkan oleh efek anomali massa yang lebih dalam dan disebut sebagai anomali regional. Adapun anomali dengan panjang gelombang pendek yang disebabkan oleh fitur geologi yang dangkal akan saling tumpang tindih dengan anomali regional dan disebut sebagai anomali residual (Reynolds, 1997). 2.6. Analisis Spektrum Analisis spektrum merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menganalisis data pada domain waktu maupun domain spasial (Likkason, 2011). Pada data gravitasi, analisis spektrum dapat digunakan untuk memperkirakan kedalaman rata-rata anomali regional dan residual serta memperkirakan lebar window yang optimal untuk digunakan dalam pemisahan anomali regional residual metode moving average (Rizka, 2011; Setiadi et al., 2010). Spektrum dari data gravitasi yang disebabkan oleh sumber anomali akan dipisahkan ke dalam beberapa

18 bagian dalam domain frekuensi menggunakan transformasi fourier agar dapat di interpretasikan (Ya Xu et al., 2009; Chamoli et al., 2010). Transformasi Fourier secara umum dapat direpresentasikan dalam sebuah fungsi penjumlahan dari bagian real dan imajiner seperti persamaan berikut (Likkason, 2011) : (2.25) Atau dapat ditulis dalam fungsi perkalian antara bagian real dengan bagian kompleks (Riyanto et al., 2009) : (2.26) Dimana merupakan amplitude spectrum dan dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut : (2.27) Blakely (1995) menjelaskan transformasi fourier dari sebuah potensial gravitasi yang teramati pada lintasan horizontal dengan z = z0 dan disebabkan oleh sebuah titik massa di bawah lintasan secara sederhana dapat dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut : (2.25) (2.28) Dengan, U = Potensial Gravitasi G = Konstanta Gravitasi µ = Respon frekuensi dari kontras densitas Adapun transformasi fourier anomali medan gravitasi yang disebabkan oleh titik massa sepanjang lintasan observasi dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut : (2.00) (2.00) (2.29)

19 Dengan, k = bilangan gelombang z = kedalaman bidang batas Indriana (2008) menjelaskan bahwa persamaan 2.29 juga menunjukkan hubungan anomali medan gravitasi dengan distribusi densitas pada sebuah lintasan dalam kawasan frekuensi. Jika distribusi densitas bersifat random atau acak, maka respon frekuensi dari kontras densitas akan sama dengan satu (µ=1). Dengan demikian persamaan 2.29 dapat digunakan untuk menentukan power spectrum sesuai dengan persamaan berikut (Ya Xu et al., 2009; Indriana, 2008; Likkason, 2011) : (2.30) Power spectrum ( merupakan kuadrat dari amplitude spectrum ( ), sehingga dari persamaan 2.30 dapat diubah ke persamaan lain sebagai berikut : (2.00) (2.31) Kedua ruas pada persamaan 2.31 selanjutnya diberikan operator logaritma naturial (ln) : (2.00) (2.32) Persamaan 2.32 menunjukkan bahwa ln dari amplitude spectrum berbanding lurus dengan bilangan gelombang. Jika persamaan 2.32 dianalogikan dengan persamaan linier, maka hubungan antara ln amplitude spectrum ( ) dengan bilangan gelombang (k) akan menghasilkan gradien yang menunjukkan perkiraan kedalaman anomali (z) (Chamoli et al, 2010). Gambar 2.5 menunjukkan grafik hubungan antara ln A n terhadap k dengan dua garis regresi linier yang menunjukkan zona regional dan zona residual. Berdasarkan Gambar 2.5 tampak bahwa power spectrum akan berkurang secara eksponensial bersamaan dengan meningkatnya bilangan gelombang (Blakely, 1995).

20 Gambar 2. 5. Grafik hubungan ln A dengan k (Indriana, 2008). 2.7. Pemisahan Anomali Regional-Residual Anomali Bouguer yang diperoleh dari pengukuran data gravitasi pada daerah observasi merupakan gabungan dari anomali regional dan residual. Untuk dapat memperoleh informasi di bawah permukaan geologi, maka perlu dilakukan pemisahan anomali regional-residual. Ada berbagai macam metode pemisahan anomali regional residual yang dapat digunakan, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan pemisahan dibatasi hanya pada metode moving average dan metode upward continuation. 2.7.1. Metode Moving Average Metode Moving Average atau rataan bergerak merupakan salah satu metode pemisahan anomali regional-residual yang dilakukan dengan melakukan rata-rata terhadap nilai anomali yang diperoleh. Nilai rata-rata yang diperoleh melalui metode ini berupa nilai rata-rata anomali regionalnya, sehingga nilai anomali residual dapat diperoleh dengan mereduksi nilai anomali bouguer dengan anomali regional (Reynolds, 1997). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : (2.33) Setiadi et al. (2010) menjelaskan bahwa dalam metode moving average penentuan lebar jendela yang tepat merupakan hal yang penting, penentuan lebar jendela dapat

21 diperoleh melalui proses analisis spektrum. Dari proses analisis spektrum akan diperoleh bilangan gelombang Cutoff (kc) yang merupakan perpotongan antara gradien anomali regional dan residual seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Blakely (1996) menjelaskan hubungan antara panjang gelombang dengan bilangan gelombang sebagai berikut : (2.34) Persamaan 2.34 selanjutnya digunakan untuk estimasi lebar window yang optimal (Indriana, 2008; Setiadi, et al., 2010) : (2.34) (2.35) Dengan, kc = Bilangan Gelombang Cutoff = Panjang gelombang N = Lebar window = Interval percontohan Purnomo et al. (2013) menuliskan secara matematis persamaan metode moving average untuk 2D adalah sebagai berikut : (2.36) Dimana, n =, dengan N bilangan ganjil = Besarnya anomali Bouguer = Besarnya anomali regional 2.7.2. Metode Upward Continuation Blakely (1996) menjelaskan bahwa metode Upward Continuation mengubah medan potensial yang terukur pada suatu level permukaan tertentu ke dalam medan lain yang terletak pada level permukaan yang lebih tinggi. Pengangkatan yang dilakukan menyebabkan medan pada level permukaan yang lebih tinggi cenderung menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan oleh sumber densitas yang lebih dalam,

22 sehingga hasil dari Upward Continuation merupakan anomali regional. Anomali Bouguer merupakan gabungan dari anomali regional dan residual, sehingga untuk menentukan anomali residualnya dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara anomali Bouguer dengan anomali regional. Adapun perumusan dari metode Upward Continuation oleh Blakely (1996) ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut : (2.37) Dengan, = nilai medan potensial pada hasil kontinuasi = nilai medan potensial pada bidang observasi sebenarnya = Ketinggian pengangkatan