IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu

PEMANFAATAN ARANG AKTIF SEBAGAI CARRIER UNSUR HARA MIKRO DALAM PEMBUATAN PUPUK LAMBAT TERSEDIA DINA ALVA PRASTIWI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air bersih merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia.

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN. Berat Sampel (gram) W 1 (gram)

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR ZnCl 2 TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KULIT UBI KAYU UNTUK PENYERAPAN LOGAM BERAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

POTENSI ARANG AKTIF DARI TULANG SAPI SEBAGAI ADSORBEN ION BESI, TEMBAGA, SULFAT DAN SIANIDA DALAM LARUTAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

JKK,Tahun 2014,Volum 3(3), halaman 7-13 ISSN

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

4 Hasil dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

III. BAHAN DAN METODE

Penentuan Kadar Besi selama Fase Pematangan Padi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Rendemen (%) Kadar Air (%) Kadar Zat Terbang (%) Kadar Abu (%) Kadar Karbon Terikat (%) Daya Adsorb thd Iodium (mg/g) Daya Adsorb thd MB (mg/g) AB - 6,16 16,56 6,53 76,91 256 3,89 B1 79,04 1,59 10,90 6,86 82,24 446 18,70 B2 74,64 2,14 8,95 5,67 85,38 734 21,99 ATK - 7,27 23,69 7,34 68,97 466 23,26 T1 85,22 2,12 14,26 2,04 83,70 648 24,94 T2 81,33 1,62 13,78 3,22 83,00 760 49,63 SNI 06-3730-1995 tdk dipersyaratkan max. 5 max. 25 max. 10 min. 65 Keterangan: AB = Arang bambu B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600 o C dengan uap air 90 menit B2 = Arang aktif bambu aktivasi 700 o C dengan uap air 90 menit ATK = Arang tempurung kelapa T1 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 600 o C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700 o C dengan uap air 90 menit min. 750 min. 120 Berdasarkan data pada Tabel 7, diketahui bahwa rendemen arang menjadi arang aktif, baik pada bambu maupun tempurung kelapa, menurun dengan meningkatnya suhu aktivasi. Rendahnya rendemen pada pembuatan arang aktif disebabkan oleh senyawa karbon yang terbentuk dari hasil penguraian selulosa dan lignin mengalami reaksi pemurnian dengan uap air yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang melekat pada permukaan arang. Sejalan dengan meningkatnya suhu aktivasi, maka karbon yang bereaksi menjadi CO 2 dan H 2 O juga semakin banyak dan sebaliknya C yang dihasilkan semakin sedikit, sehingga rendemen arang aktif yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Kadar air mengalami penurunan setelah proses aktivasi. Akan tetapi pada arang aktif bambu, hasil aktivasi dengan suhu yang lebih tinggi memiliki kadar air yang lebih tinggi, sedangkan hal sebaliknya terjadi pada arang aktif tempurung kelapa. Menurut Hendaway (2003), kadar air arang aktif dipengaruhi oleh sifat higroskopis arang aktif, jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan,

penggilingan dan pengayakan karena preparasi sampel arang aktif dilakukan di ruang terbuka. Kadar zat terbang arang mengalami penurunan setelah proses aktivasi dan menurun dengan meningkatnya suhu aktivasi. Hal ini terjadi karena pada suhu tinggi, penguraian senyawa non karbon seperti CO 2, CO, CH 4 dan H 2 dapat berlangsung sempurna (Kuriyama 1961 dalam Sudrajat et al., 2005). Kadar abu pada arang bambu dan arang bambu yang telah diaktivasi tidak berbeda secara signifikan, sedangkan pada arang tempurung kelapa, kadar abu menurun setelah proses aktivasi. Kadar abu dalam arang aktif dapat mempengaruhi daya adsorb karena pori arang aktif akan terisi oleh kation-kation seperti K, Na, Ca dan Mg. Kadar karbon terikat pada arang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan arang. Kadar karbon terikat sangat dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu. Semakin tinggi nilai kadar zat terbang dan abu, maka kadar karbon terikat semakin rendah. Nilai kadar karbon terikat berbanding lurus dengan daya adsorb arang aktif tersebut, sehingga semakin besar kadar karbon terikat, maka kemampuan arang aktif untuk mengadsorb gas atau larutan akan menjadi lebih besar pula (Sudrajat et al., 2005). Hal ini terlihat dari daya adsorb arang aktif terhadap iodium dan metilena biru. Arang aktif memiliki daya adsorb terhadap iodium yang lebih tinggi dibandingkan dengan arang. Daya adsorb arang bambu terhadap iodium yaitu 256 mg/g, sedangkan daya adsorb arang aktif bambu yaitu 446 mg/g pada suhu aktivasi 600 o C dan 734 mg/g dengan suhu aktivasi 700 o C. Daya adsorb arang tempurung kelapa terhadap iodium yaitu 466 mg/g, sedangkan daya adsorb arang aktif tempurung kelapa yaitu 648 mg/g pada suhu aktivasi 600 o C dan 760 mg/g pada suhu aktivasi 700 o C. Peningkatan daya adsorb ini memperlihatkan bahwa atom karbon yang membentuk kristalit heksagonal semakin banyak sehingga celah atau pori yang terbentuk di antara lapisan kristalit juga semakin besar. Daya adsorb arang aktif terhadap metilena biru lebih tinggi dibandingkan dengan arang. Tingginya daya adsorb arang aktif terhadap metilena biru menunjukkan bahwa senyawa hidrokarbon yang terdapat pada permukaan arang yang diaktivasi telah banyak menjadi aktif dan ikatan antara hidrogen dan karbon terlepas dengan

sempurna, sehingga semakin luas permukaan yang aktif (Pari et al. 2006). Akan tetapi daya adsorb yang dihasilkan masih di bawah SNI, kecuali daya adsorb T2 terhadap iodium. Rendahnya daya adsorb terhadap iodium dan metilena biru menunjukkan bahwa perlakuan aktivasi terhadap bahan belum cukup untuk membuka pori-pori bahan. Daya adsorb arang aktif dapat ditingkatkan dengan meningkatkan suhu atau waktu aktivasi. 4. 2 Hasil Analisis Pupuk Lambat Tersedia Kondisi optimum arang aktif dalam mengadsorb unsur hara belum diketahui, oleh karena itu dilakukan percobaan dengan mengkombinasikan konsentrasi larutan pupuk dan perbandingan arang dengan larutan pupuk. Pupuk bubuk kering yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan SEM untuk mengetahui topografi permukaan arang, arang aktif dan arang aktif yang telah diberi perlakuan perendaman. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Topografi Permukaan Arang Bambu (a), Arang Aktif Bambu (b), Arang Aktif Bambu+Cu (c), Arang Aktif Bambu+Fe (d), dan Arang Aktif Bambu+Zn (e) dengan pembesaran 1000x (e)

(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 3. Topografi Permukaan Arang Tempurung Kelapa (a), Arang Aktif Tempurung Kelapa (b), Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu (c), Arang Aktif Tempurung Kelapa+Fe (d) dan Arang Aktif Tempurung Kelapa+Zn (e) dengan pembesaran 1000x Pemanasan bahan baku hingga suhu 500 o C menyebabkan terdegradasinya komponen holoselulosa dan lignin yang menghasilkan produk gas (antara lain CO 2, H 2, CO, CH 4 dan benzena), produk cair (tar, hidrokarbon dengan bobot molekul tinggi dan air) dan produk padatan berupa arang (Vigouroux, 2001 dalam Lempang, 2009). Proses karbonisasi menghasilkan lebih banyak karbon, akan tetapi pada arang masih terdapat senyawa hidrokarbon yang menutupi pori dan permukaan arang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2(a) dan Gambar 3(a). Proses aktivasi menyebabkan penyusutan pada arang karena semakin banyak bahan volatil yang terlepas. Hal ini terlihat juga pada kadar zat terbang arang aktif yang lebih rendah dibandingkan arang (Tabel 7). Aktivasi menyebabkan terbentuknya mikropori baru dan kerusakan dinding pori mikro, sehingga diameternya menjadi bertambah besar. Gambar 2(b), 2(c), 2(d) dan 2(e) memperlihatkan bahwa pori-pori yang semula kosong pada arang aktif menjadi terisi setelah diberi perlakuan perendaman. Hasil yang sama ditemukan pada Gambar 3(b), 3(c), 3(d), dan 3(e), hanya saja ukuran pori pada arang aktif

tempurung kelapa terlihat relatif lebih kecil dibandingkan dengan arang aktif bambu. Walaupun telah diketahui bahwa pori arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang akrif tersebut. Pengujian dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. (a) (b) (c) (d) Gambar 4. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Bambu (a), Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam dengan CuSO 4 (b) Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam dengan FeSO 4 (c), dan Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam dengan ZnSO 4 (d) Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa Cu, Fe dan Zn ditemukan pada arang aktif bambu yang telah direndam dengan larutan CuSO 4, FeSO 4, dan ZnSO 4 yang kemudian dicuci dan dikeringkan. Analisis kualitatif juga dilakukan pada arang aktif tempurung kelapa dan arang aktif tempurung kelapa yang diberi

perlakuan perendaman. Gambar 5 menunjukkan bahwa Cu, Fe dan Zn ditemukan pada arang aktif tempurung kelapa yang telah direndam dengan larutan CuSO 4, FeSO 4 dan ZnSO 4. (a) (b) (c) Gambar 5. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Tempurung Kelapa (a), Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam dengan CuSO 4 (b) Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam dengan FeSO 4 (c), dan Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam dengan ZnSO 4 (d) Setelah diketahui bahwa unsur Cu, Fe dan Zn ditemukan pada arang aktif yang telah diberi perlakuan perendaman, selanjutnya dilakukan pengamatan untuk mengetahui distribusi unsur-unsur tersebut di dalam arang aktif. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6-10. (d)

= C = O = Cu Gambar 6. Hasil Pengamatan Distribusi Cu pada Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam Larutan CuSO 4 = C = O = Si = Fe Gambar 7. Hasil Pengamatan Distribusi Fe pada Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam Larutan FeSO 4 = C = O = Si = Zn Gambar 8. Hasil Pengamatan Distribusi Zn pada Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam Larutan ZnSO 4

= C = O = Cu Gambar 9. Hasil Pengamatan Distribusi Cu pada Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam Larutan CuSO 4 = C = O = Fe Gambar 10. Hasil Pengamatan Distribusi Fe pada Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam Larutan FeSO 4 = C = O = Zn Gambar 11. Hasil Pengamatan Distribusi Zn pada Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam Larutan ZnSO 4

Hasil pengamatan distribusi unsur Cu, Fe dan Zn menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut tersebar secara tidak merata pada permukaan arang aktif. Unsur-unsur tersebut tersembunyi di dalam pori arang aktif, sehingga ketika diamati, yang tampak di permukaan hanya sedikit dan terdapat di titik-titik tertentu saja. Posisi unsur-unsur di dalam arang aktif dapat diketahui dengan menghitung lebar, tinggi dan jumlah lapisan aromatik melalui analisis dengan XRD. Analisis XRD dilakukan pada bahan baku, arang, arang aktif, dan arang aktif yang diberi perlakuan perendaman. Difraktogram XRD pada bambu, arang dan arang aktif bambu disajikan pada Gambar 12, sedangkan difraktogram XRD tempurung kelapa, arang dan arang aktif tempurung kelapa disajikan pada Gambar 13. Gambar 12. Difraktogram XRD pada Bambu (merah), Arang Bambu (biru), Arang Aktif Bambu (ungu)

Gambar 13. Difraktogram XRD pada Tempurung Kelapa (merah), Arang Tempurung Kelapa (biru), dan Arang Aktif Tempurung Kelapa (ungu) Berdasarkan Gambar 12 dan Gambar 13, dapat dilihat bahwa proses pengarangan telah mengubah struktur bahan. Komponen utama bambu dan tempurung kelapa terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Pada umumnya lignin dan hemiselulosa memiliki struktur amorf, sedangkan selulosa sendiri hanya memiliki sebagian struktur yang kristalin. Pada bahan baku, struktur kristalin berada pada struktur selulosa, sedangkan pada arang struktur kristalin terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal. Pengamatan dengan XRD juga dilakukan terhadap arang aktif yang telah diberi perlakuan perendaman. Difraktogram yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14 dan Gambar 15. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), lebar (L a ), tinggi (L c ), dan jumlah (N) lapisan aromatik pada bahan baku, arang, arang aktif dan arang aktif yang telah diberi perlakuan. Hasil perhitungan dicantumkan pada Tabel 11.

Gambar 14. Difraktogram XRD pada Arang Aktif Bambu (merah), Arang Aktif Bambu+Cu (biru), Arang Aktif Bambu+Fe (ungu), dan Arang Aktif Bambu+Zn (hijau) Gambar 15. Difraktogram XRD pada Arang Aktif Tempurung Kelapa (merah), Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu (biru), Arang Aktif Tempurung Kelapa+Fe (ungu), dan Arang Aktif Tempurung Kelapa+Zn (hijau) Difraktogram XRD pada arang aktif dan arang aktif yang telah diberi perlakuan (Gambar 14 dan 15) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman arang

aktif di dalam larutan CuSO 4, FeSO 4 dan ZnSO 4 tidak mengubah struktur karbon pada arang aktif. Akan tetapi, perubahan lain dapat diamati dari hasil perhitungan pada Tabel 8. Tabel 8. Derajat Kristalinitas (X), Sudut Difraksi (θ), Jarak Antar Lapisan (d), Lebar (L a ), Tinggi (L c ), dan Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Bahan Baku, Arang, Arang Aktif dan Arang Aktif yang Telah Diberi Perlakuan Perendaman Contoh X (%) θ (002) ( o ) d (nm) θ (100) ( o ) D (nm) La (nm) Lc (nm) N B 26,33 22,50 0,3948 - - - - - AB 27,26 23,88 0,3723 44,75 0,2023 7,804 1,259 3,38 AAB 27,99 23,75 0,3743 43,75 0,2067 6,666 1,396 3,73 AAB+Cu 29,22 22,63 0,3925 44,00 0,2056 7,374 1,377 3,51 AAB+Fe 30,17 23,88 0,3723 44,00 0,2056 6,841 1,427 3,83 AAB+Zn 33,85 24,00 0,3704 44,00 0,2056 8,481 1,460 3,94 TK 26,04 22,50 0,3948 - - - - - ATK 27,98 24,00 0,3704 43,00 0,2101 9,308 1,338 3,61 AATK 35,46 24,13 0,3685 43,75 0,2067 6,999 1,412 3,83 AATK+Cu 38,56 22,63 0,3925 44,13 0,2050 8,019 1,472 3,75 AATK+Fe 37,82 22,50 0,3948 44,00 0,2056 6,523 1,525 3,25 AATK+Zn 38,99 23,88 0,3723 44,00 0,2056 7,784 1,446 3,89 Keterangan: B = Bambu AB = Arang Bambu AAB = Arang Aktif Bambu TK = Tempurung Kelapa ATK = Arang Tempurung Kelapa AATK = Arang Aktif Tempurung Kelapa Derajat kristalinitas arang bambu maupun arang tempurung kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakunya. Pada arang bambu, perubahan terjadi karena adanya pergeseran intensitas sudut difraksi dari θ 22,50 menjadi θ 23,88 dan terbentuknya sudut baru di θ 44,75. Pada arang tempurung kelapa, perubahan terjadi karena adanya pergeseran intensitas sudut difraksi dari θ 22,50 menjadi θ 24,00 dan terbentuknya sudut baru di θ 43,00. Pergeseran dan terbentuknya sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa struktur kristalin bahan baku berbeda dari arangnya. Kristalinitas suatu bahan terinduksi dengan sejumlah cara, antara lain pendinginan leburan polimer, evaporasi larutan polimer atau pemanasan suatu polimer dalam kondisi hampa udara atau suatu atmosfer yang lembam (untuk

mencegah oksidasi) pada suhu tertentu (Stevens, 2007). Tabel 8 menunjukkan bahwa derajat kistalinitas arang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan arang. Proses aktivasi menyebabkan derajat kristalinitas meningkat dengan adanya penyusunan struktur kristalit dari arang ke arang aktif ke arah yang semakin teratur. Keteraturan tersebut terjadi karena adanya pergeseran pada stuktur kristalit yang ditunjukkan dengan penyempitan lebar lapisan aromatik dan peningkatan tinggi lapisan aromatik setelah arang diaktivasi. Arang aktif yang telah diberi perlakuan memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif. Adapun perlakuan perendaman arang aktif bambu di dalam larutan CuSO 4, FeSO 4 dan ZnSO 4 menambah lebar lapisan aromatik. Perlakuan perendaman arang aktif bambu di dalam FeSO 4 dan ZnSO 4 menambah tinggi lapisan aromatik tetapi tidak demikian dengan perendaman arang aktif bambu di dalam larutan CuSO 4. Unsur Fe dan Zn yang ditambahkan pada arang aktif bambu berada pada bidang yang memotong sumbu a dan searah dengan sumbu b dan sumbu c, selain itu juga menempati bidang yang memotong sumbu c dan searah dengan sumbu a dan sumbu b, sedangkan Cu yang ditambahkan pada arang aktif bambu hanya menempati bidang yang memotong sumbu a dan searah dengan sumbu b dan sumbu c. Perlakuan perendaman arang aktif tempurung kelapa di dalam larutan CuSO 4, FeSO 4, dan ZnSO 4 menambah tinggi lapisan aromatik, tetapi hanya perendaman arang aktif tempurung kelapa di dalam larutan CuSO 4 dan ZnSO 4 saja yang meningkatkan lebar lapisan aromatik. Unsur Cu dan Zn yang ditambahkan pada arang aktif tempurung kelapa berada pada bidang yang memotong sumbu a dan searah dengan sumbu b dan sumbu c, selain itu juga menempati bidang yang memotong sumbu c dan searah dengan sumbu a dan sumbu b, sedangkan Fe yang ditambahkan pada arang aktif tempurung kelapa hanya menempati bidang yang memotong sumbu c dan searah dengan sumbu a dan sumbu b. Hal ini menunjukkan bahwa Cu, Fe dan Zn yang dimasukkan berada di dalam lapisan aromatik, sehingga mempengaruhi lebar dan tinggi lapisan aromatik. Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif arang aktif yang telah diberi perlakuan. Analisis dilakukan dengan metode pengabuan basah menggunakan

aqua regia. Hasil pengabuan kemudian diukur kadar Cu, Fe, dan Zn total dengan menggunakan AAS. Hasil analisis dicantumkan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisis Arang Aktif setelah Direndam dalam Larutan CuSO 4 Perlakuan (arang : larutan B1 B2 T1 T2 (b/v)) Kadar air (%) Kadar abu (%) Cu total (ppm) Tanpa perendaman 1,59 6,86 96 CuSO 4 1N (1 : 3) 0,38 6,41 11.443 CuSO 4 1N (1 : 5) 0,85 6,45 8.749 CuSO 4 1N (1 : 7) 0,76 6,47 7.850 CuSO 4 2N (1 : 3) 1,75 6,43 9.002 CuSO 4 2N (1 : 5) 1,68 6,28 6.866 CuSO 4 2N (1 : 7) 1,12 6,38 6.109 Tanpa perendaman 2,14 5,67 104 CuSO 4 1N (1 : 3) 0,80 6,59 9.501 CuSO 4 1N (1 : 5) 0,93 6,80 8.530 CuSO 4 1N (1 : 7) 0,82 6,79 6.845 CuSO 4 2N (1 : 3) 1,61 6,91 8.541 CuSO 4 2N (1 : 5) 1,06 6,57 6.293 CuSO 4 2N (1 : 7) 1,65 6,32 5.951 Tanpa perendaman 0,51 2,04 36 CuSO 4 1N (1 : 3) 2,33 2,61 4.260 CuSO 4 1N (1 : 5) 5,21 2,41 3.206 CuSO 4 1N (1 : 7) 6,90 2,83 4.064 CuSO 4 2N (1 : 3) 0,33 3,01 4.880 CuSO 4 2N (1 : 5) 0,60 2,84 4.062 CuSO 4 2N (1 : 7) 1,26 2,45 3.509 Tanpa perendaman 4,49 3,22 91 CuSO 4 1N (1 : 3) 4,10 2,95 7.435 CuSO 4 1N (1 : 5) 0,85 3,01 7.741 CuSO 4 1N (1 : 7) 1,11 3,29 10.775 CuSO 4 2N (1 : 3) 0,36 3,32 3.558 CuSO 4 2N (1 : 5) 0,45 3,02 5.513 CuSO 4 2N (1 : 7) 0,41 3,17 5.968 Keterangan: B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600 o C dengan uap air 90 menit B2 = Arang aktif bambu aktivasi 700 o C dengan uap air 90 menit T1 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 600 o C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700 o C dengan uap air 90 menit Pada B1 dan B2, kadar Cu total pada B1 dan B2 yang direndam di dalam larutan CuSO 4 1N relatif lebih tinggi dibandingkan dengan B1 yang direndam di dalam larutan CuSO 4 2N. Hal ini dikarenakan ukuran dan bentuk pori pada arang aktif bambu yang didominasi oleh makropori, sehingga walaupun jumlah Cu yang

ditambahkan lebih banyak, tetapi dapat terbawa keluar pori pada proses pencucian. Adsorbsi Cu oleh B1 dan B2 pada perbandingan 1 : 3 lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan 1 : 5, dan 1 : 7, hal ini dikarenakan walaupun jumlah Cu ditambahkan lebih banyak, namun konsentrasi arang aktif berbanding larutan menjadi semakin rendah, dengan kemampuan adsorb arang aktif yang terbatas, jumlah Cu yang diadsorb menjadi lebih sedikit karena di dalam larutan, Cu juga berikatan dengan molekul air. Pada T1, kadar Cu total yang diadsorb relatif tidak berbeda, yaitu pada kisaran 3.206 4.880 ppm. Jumlah Cu yang diadsorb menunjukkan kapasitas arang aktif dalam mengadsorb Cu. Walaupun jumlah Cu yang ditambahkan lebih banyak, tetapi banyaknya Cu yang diadsorb tidak akan melebihi daya adsorbnya. Selain itu, diketahui juga bahwa pada T1, proses pencucian arang aktif setelah direndam tidak menyebabkan Cu di dalam arang aktif kembali keluar. Pada T2, kadar Cu total pada T2 yang direndam larutan CuSO 4 1N (7.435 10.775 ppm) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan T2 yang direndam dalam CuSO 4 2N (3.558 5.968 ppm). Peningkatan jumlah Cu yang ditambahkan pada T2 ternyata menurunkan banyaknya Cu yang diadsorb arang aktif. Data ini memperlihatkan bahwa penambahan jumlah adsorbat tidak selalu meningkatkan jumlah adsorbat yang dapat diadsorb adsorben. Akan tetapi, berbeda dengan arang aktif bambu, pada arang aktif tempurung kelapa, penurunan perbandingan arang aktif dengan larutan mengakibatkan Cu yang diadsorb semakin banyak. Proses adsorbsi yang terjadi pada arang aktif terjadi dengan tahapan sebagai berikut: 1. Perpindahan massa adsorbat dari cairan ke permukaan butir arang aktif. 2. Difusi adsorbat dari permukaan butir ke dalam arang aktif melalui pori. 3. Adsorbsi zat terlarut pada dinding pori arang aktif. Selain proses yang telah dijelaskan, diketahui juga bahwa arang aktif memiliki muatan net negatif di permukaannya, sehingga arang aktif dapat berikatan dengan kation yang berada di sekitarnya. Berdasarkan data pada Tabel 9 diketahui bahwa secara umum, kadar Cu total dalam B1 (6.109 11.443 ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Cu dalam B2 (5.951 9.501 ppm), sedangkan kadar Cu dalam T2 (3.508 10.775

ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Cu dalam T1 (3.206 4.880 ppm). Menurut data pada Tabel 7, daya adsorb B2 terhadap iodium (734 mg/g) lebih tinggi dibandingkan dengan B1 (446 mg/g), artinya B2 memiliki pori yang lebih banyak. Akan tetapi, karena arang aktif bambu didominasi oleh makropori, maka Cu 2+ yang awalnya telah berhasil masuk ke dalam pori dapat hilang karena tercuci pada saat arang dibersihkan. Pada arang aktif tempurung kelapa, daya adsorb T2 (760 mg/g) lebih tinggi daripada T1 (648 mg/g), sehingga Cu yang teradsorb lebih banyak. Kombinasi perlakuan yang optimal untuk masing-masing bahan baku yaitu perendaman B1 dalam CuSO 4 1N (1 : 3) dengan kadar Cu total yaitu 11.443 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk C1 dan perendaman T2 dalam CuSO 4 1N (1 : 7) dengan kadar Cu total 10.775 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk C2. Berdasarkan data yang diperoleh lebih dulu, dapat dikatakan bahwa konsentrasi larutan dan perbandingan arang aktif dengan larutan tidak bisa disamakan begitu saja karena kedua bahan baku memiliki karakter yang berbeda dalam mengadsorb kation yang ditambahkan. Beberapa sifat yang mempengaruhi adsorbsi arang aktif yaitu sifat fisik kimia adsorben seperti ukuran pori, kehalusan dan komposisi kimia permukaan arang aktif, sifat fisik kimia adsorbat seperti ukuran dan polaritas molekul, sifat fase cair seperti ph dan suhu serta lamanya proses adsorbsi berlangsung. Pada percobaan ini dilakukan juga perendaman di dalam FeSO 4 dan ZnSO 4 yang memiliki ukuran molekul yang berbeda dengan CuSO 4. Adapun radius atom Cu yaitu 1,32 Å, radius atom Fe yaitu 1,52 Å, dan radius atom Zn yaitu 1,22 Å. Percobaan perendaman arang aktif di dalam FeSO 4 dan ZnSO 4 dilakukan pada B1 dan T2 karena berdasarkan data pada Tabel 9, daya adsorb terhadap Cu pada kedua bahan lebih tinggi dibandingkan pada B2 dan T1. Hasil analisis arang aktif yang direndam dalam FeSO 4 dan ZnSO 4 disajikan pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10. Hasil Analisis Arang Aktif setelah Direndam dalam Larutan FeSO 4 Perlakuan (arang : larutan B1 T2 (b/v)) Kadar air (%) Kadar abu (%) Fe Total (ppm) Tanpa perendaman 1,59 6,86 303 FeSO 4 1N (1 : 3) 0,94 6,13 2.034 FeSO 4 1N (1 : 5) 1,37 6,30 2.499 FeSO 4 1N (1 : 7) 1,06 6,16 3.797 FeSO 4 2N (1 : 3) 1,55 6,28 4.241 FeSO 4 2N (1 : 5) 2,31 5,93 5.476 FeSO 4 2N (1 : 7) 2,47 6,15 4.748 Tanpa perendaman 4,49 3,22 294 FeSO 4 1N (1 : 3) 1,68 2,54 1.266 FeSO 4 1N (1 : 5) 1,69 2,34 5.448 FeSO 4 1N (1 : 7) 1,85 2,40 4.775 FeSO 4 2N (1 : 3) 1,98 2,65 6.581 FeSO 4 2N (1 : 5) 1,80 3,20 7.611 FeSO 4 2N (1 : 7) 2,03 3,22 7.051 Keterangan: B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600 o C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700 o C dengan uap air 90 menit Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pada kedua bahan baku, kadar Fe yang diadsorb arang aktif pada perendaman arang aktif di dalam larutan FeSO 4 1N lebih tinggi dibandingkan perendaman arang aktif di dalam larutan FeSO 4 2N. Selain itu, diketahui juga tidak terdapat pola yang tetap untuk menjelaskan hubungan perbandingan arang aktif dan larutan dengan kadar Fe yang diadsorb arang aktif. Berdasarkan data pada Tabel 10, kombinasi perlakuan yang optimal untuk masing-masing bahan baku yaitu perendaman B1 dalam FeSO 4 2N (1 : 5) dengan kadar Fe total yaitu 5.476 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk F1 dan perendaman T2 dalam FeSO 4 2N (1 : 5) dengan kadar Fe total yaitu 7.611 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk F2. Jumlah Fe yang teradsorb arang aktif relatif lebih rendah dibandingkan dengan penyerapan Cu, hal ini dikarenakan radius atom Fe berukuran lebih besar daripada atom Cu.

Tabel 11. Hasil Analisis Arang Aktif setelah Direndam dalam larutan ZnSO 4 Perlakuan (arang : larutan Kadar abu Kadar air (%) (b/v)) (%) Zn total (ppm) Tanpa perendaman 1,59 6,86 23 ZnSO 4 1N (1 : 3) 1,97 6,00 6.603 ZnSO 4 1N (1 : 5) 1,74 5,94 4.648 ZnSO 4 1N (1 : 7) 1,85 6,18 3.879 ZnSO 4 2N (1 : 3) 2,36 6,09 4.290 ZnSO 4 2N (1 : 5) 1,87 6,24 2.873 ZnSO 4 2N (1 : 7) 2,14 6,15 2.856 Tanpa perendaman 4,49 3,22 8 ZnSO 4 1N (1 : 3) 1,96 2,60 6.343 ZnSO 4 1N (1 : 5) 1,79 2,81 4.443 ZnSO 4 1N (1 : 7) 1,60 2,96 2.638 ZnSO 4 2N (1 : 3) 1,78 3,07 4.441 ZnSO 4 2N (1 : 5) 1,93 2,60 2.205 ZnSO 4 2N (1 : 7) 1,75 2,77 1.900 B1 T2 Keterangan: B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600 o C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700 o C dengan uap air 90 menit Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa kadar Zn teradsorb arang aktif pada kedua bahan lebih tinggi pada perendaman arang aktif di dalam larutan ZnSO 4 1N, dan kadar Zn yang diadsorb pada konsentrasi arang aktif yang lebih pekat (perbandingan 1 : 3) merupakan kadar Zn tertinggi dibandingkan dengan dua kombinasi perbandingan yang lain. Kombinasi perlakuan yang optimal untuk masing-masing bahan baku yaitu perendaman B1 dalam ZnSO 4 1N (1 : 3) dengan kadar Zn total sebesar 6.603 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk Z1 dan perendaman T2 dalam ZnSO 4 1N (1 : 3) dengan kadar Zn total sebesar 6.343 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk Z2. Jumlah Zn yang teradsorb arang aktif relatif lebih rendah dibandingkan dengan Cu, hal ini dikarenakan radius atom Zn berukuran lebih kecil daripada atom Cu sehingga walaupun atom Zn dapat diadsorb oleh arang aktif, tetapi juga dapat hilang pada saat proses pencucian. Setelah diketahui berbagai karakteristik dari pupuk lambat tersedia yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan pengujian daya pelepasan hara dalam pupuk lambat tersedia.

4. 3 Hasil Pengujian Daya Pelepasan Hara dalam Pupuk Lambat Tersedia Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui daya pelepasan Cu 2+, Fe 2+, dan Zn 2+ dalam pupuk lambat tersedia. Pengujian dilakukan dengan mengekstrak pupuk dengan aquades dan asam sitrat 2% pada waktu pengekstrakan 0, 15, 30, 45, dan 60 menit. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 12 Tabel 17. Tabel 12. Hasil Ekstraksi Pupuk Cu dengan Aquades Pupuk Kadar Cu (ppm) pada pengocokkan Kadar Cu 0' 15' 30' 45' 60' total (ppm) C1 61 67 67 85 104 11.443 C2 33 41 36 46 76 10.775 Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa Cu 2+ telah dapat terlarut di dalam aquades walaupun tanpa pengocokan. Kadar Cu 2+ terekstrak aquades pada C1 lebih tinggi dibandingkan dengan C2, maka Cu 2+ lebih mudah terekstrak aquades pada pupuk C1. Tabel 13. Hasil Ekstraksi Pupuk Fe dengan Aquades Pupuk Kadar Fe (ppm) pada pengocokkan Kadar Fe 0' 15' 30' 45' 60' total (ppm) F1 0 1 1 1 7 5.476 F2 2 1 1 2 2 7.611 Berdasarkan data pada Tabel 13, kadar Fe 2+ yang terekstrak sangat rendah. Hal ini dikarenakan pada saat proses pengeringan, Fe 2+ teroksidasi menjadi Fe 3+ yang lebih stabil dan sulit terlarut dalam aquades. Hasil ekstraksi pupuk dengan aquades menunjukkan jumlah unsur yang tersedia pada tanah dengan kondisi netral yang dapat segera diadsorb oleh tanaman. Kadar Cu 2+, Fe 2+ dan Zn 2+ yang terekstrak aquades jauh lebih rendah dibandingkan dengan total unsur-unsur tersebut di dalam arang aktif setelah perendaman, data ini memperlihatkan bahwa pelepasan hara terjadi secara perlahan. Tabel 14. Hasil Ekstraksi Pupuk Zn dengan Aquades Pupuk Kadar Zn (ppm) pada pengocokkan Kadar Zn 0' 15' 30' 45' 60' total (ppm) Z1 36 36 45 50 50 6.603 Z2 45 63 55 52 74 6.343

Tabel 15. Hasil Ekstraksi Pupuk Cu dengan Asam Sitrat 2% Pupuk Kadar Cu (ppm) pada pengocokkan Kadar Cu 0' 15' 30' 45' 60' total (ppm) C1 7.834 8.985 9.080 9.656 10.176 11.443 C2 6.219 8.418 8.134 8.513 8.692 10.775 Asam sitrat memiliki kemampuan untuk mengkelat ion logam dan mempertahankannya tetap berada dalam larutan pada kondisi ph dimana seharusnya logam-logam tersebut mengendap. Hasil ekstraksi dengan asam sitrat menunjukkan bahwa Cu 2+ baru akan tersedia seluruhnya setelah dikocok selama 60 menit. Tabel 16. Hasil Ekstraksi Pupuk Fe dengan Asam Sitrat 2% Pupuk Kadar Fe (ppm) pada pengocokkan Kadar Fe total 0' 15' 30' 45' 60' (ppm) F1 1.220 2.121 2.176 2.230 2.548 5.476 F2 1.653 2.283 2.476 2.571 2.450 7.611 Asam sitrat membentuk kelat yang lebih stabil dengan Fe 3+. Walaupun begitu, jumlah Fe yang terekstrak dengan asam sitrat cenderung jauh lebih rendah dibandingkan dengan total Fe dalam pupuk. Tabel 17. Hasil Ekstraksi Pupuk Zn dengan Asam Sitrat 2% Pupuk Kadar Zn (ppm) pada pengocokkan Kadar Zn total 0' 15' 30' 45' 60' (ppm) Z1 5.699 6.058 6.195 6.162 6.330 6.603 Z2 5.964 5.911 5.960 6.221 6.483 6.343 Hasil ekstraksi pupuk Zn dengan asam sitrat menunjukkan bahwa tanpa pengocokkan pun Zn 2+ yang terekstrak mendekati kadar Zn total dalam pupuk. Hasil pengujian ini sepertinya kurang tepat untuk menunjukkan ketersediaan ketiga unsur yang ditambahkan terutama Zn, karena ekstraksi dengan asam sitrat biasanya digunakan untuk menetapkan kadar fosfat tersedia di dalam pupuk. Selain itu, jumlah unsur logam yang terukur melalui ekstraksi ini tidak hanya logam yang tersedia pada ph di lingkungan perakaran di dalam tanah, tetapi juga logam yang dikelat oleh asam sitrat yang ditambahkan. Pada kondisi alami, sebenanya tidak akan ditemui lingkungan perakaran dengan konsentrasi asam

organik hingga mencapai konsentrasi asam sitrat yang digunakan pada percobaan ini. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan bahan pengekstrak lain yang lebih tepat untuk mengekstrak unsur mikro, seperti HCl 0,01 N atau HCl 0,05N. Selanjutnya dilakukan juga uji untuk mengetahui mudah atau tidaknya unsur hara di dalam arang aktif hilang karena pencucian. Pengujian dilakukan dengan mencuci pupuk arang aktif tempurung kelapa+cu (C2) sebanyak 25x, selanjutnya pupuk dikeringkan dan diamati dengan EDX (Gambar 16). Gambar 16. Hasil Pengamatan EDX pada C2 yang dicuci 25x Dari Gambar 16 diketahui bahwa unsur Cu masih ditemukan di dalam arang aktif walaupun telah dicuci sebanyak 25x. Hal ini menggambarkan bahwa Cu diadsorb kuat dalam arang aktif dan tidak mudah lepas. Pengujian tidak dilakukan pada pupuk lainnya karena data ekstraksi masing-masing pupuk dengan aquadest menunjukkan hasil yang hampir sama, yaitu sangat sedikit sekali unsur yang terekstrak dibandingkan dengan kadar total unsur di dalam pupuk. 4. 4 Hasil Pengujian Pengaruh Penambahan Pupuk Lambat Tersedia terhadap Serapan Hara Tanaman Pengujian ini dilakukan untuk menunjukkan ada tidaknya perbedaan pada hara yang diserap tanaman dengan penambahan pupuk lambat tersedia. Media yang digunakan adalah tanah gambut. Sebelum penanaman dilakukan penetapan kadar air dan kadar Cu, Fe dan Zn tersedia yang diekstrak dengan larutan DTPA 0,005M. Hasil pengukuran menunjukkan tanah gambut yang digunakan pada

penelitian memiliki kadar air 220,45%, kadar Cu tersedia 0,74 ppm, Fe tersedia 46,59 ppm, dan Zn tersedia 2,48 ppm. Percobaan dilakukan sebanyak 3 perlakuan, yaitu perlakuan media tanpa penambahan pupuk sebagai kontrol, perlakuan media dengan penambahan pupuk C1, F1, dan Z1, dan perlakuan media dengan penambahan pupuk C2, F2, dan Z2. Pengamatan dilakukan pada akar untuk mengetahui secara kualitatif hara yang terdapat di dalam akar sesuai dengan yang diserap tanaman. Hasil pengamatan akar tanaman yang ditanam pada media dengan penambahan pupuk kemudian dibandingkan dengan akar tanaman kontrol. Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 17 Gambar 19. Gambar 17. Hasil Pengamatan EDX pada Akar Bibit Acacia crassicarpa Tanpa Penambahan Pupuk

Gambar 18. Hasil Pengamatan EDX pada Akar Bibit Acacia crassicarpa dengan Penambahan Pupuk C1, F1, dan Z1 Gambar 19. Hasil Pengamatan EDX pada Akar Bibit Acacia crassicarpa dengan Penambahan Pupuk C2, F2, dan Z2

Percobaan ini menguji ada tidaknya penyerapan tanaman akan unsur yang terkandung dalam pupuk yang ditambahkan (Cu, Fe, dan Zn). Pada tanaman kontrol (Gambar 17), diketahui bahwa Fe sudah ditemukan pada akar tanaman kontrol, tetapi tidak demikian dengan Cu dan Zn. Fe merupakan unsur mikro yang terdapat dalam jumlah relatif banyak di dalam tanah dibandingkan dengan unsur hara mikro lainnya. Adanya unsur Fe pada akar tanaman kontrol menunjukkan bahwa tanaman sudah menyerap Fe walaupun media tidak ditambahkan pupuk. Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan adanya Cu dan Zn yang sebelumnya tidak ditemukan pada tanaman kontrol. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa pada masa tanam yang relatif singkat pun (3 minggu), sudah terjadi penyerapan hara dari pupuk yang ditambahkan. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan pada parameter tumbuh tanaman karena masa penanaman yang singkat. Oleh karena itu diharapkan ada penelitian lanjutan yang mengamati pengaruh penambahan pupuk lambat tersedia yang dihasilkan dari penelitian ini terhadap pertumbuhan tanaman yang dilakukan pada masa tanam yang lebih lama (minimal 3 bulan).