BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA

: SMA NEGERI 1 MANADO

PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA. Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Satuan Pendidikan : SMA / MA Kelas/Semester : X s/d XII / 1-2

BAB I PENDAHULUAN. tentang berbagai genre teks bahasa Indonesia sesuai dengan jenjang pendidikan. bahasa Indonesia (Permendikbud, No 60 tahun 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional memerankan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahirnya kurikulum 2013 sebagai penerapan kurikulum yang baru ternyata

I. PENDAHULUAN. penting dalam pendidikan, dan diajarkan mulai dari sekolah dasar hingga tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang mempunyai hubungan dengan proses berpikir serta keterampilan

PEMAHAMAN GURU TERHADAP KURIKULUM 2004 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMP NEGERI SE-KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bersastra. Pada kurikulum 2013, pelajaran bahasa Indonesia mengalami. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

42. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

2015 PENERAPAN METODE HYPNO-NLP (NEURO LINGUISTIC PROGRAMMING) DALAM MENGONVERSI TEKS ANEKDOT MENJADI TEKS PUISI

38. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah ( MA)

BAB I PENDAHULUAN. terampil dan berkepribadian serta siap berperan dalam pembangunan nasional. Pembelajaran

BAB 2 KERANGKA TEORI

38. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah ( MA)

BAB I PENDAHULUAN. peneliti untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), baik dari sudut

M 2015 PENERAPAN TEKNIK BBM (BERPIKIR-BERBICARA-MENULIS) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

40. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bagi manusia sangat begitu penting karena dapat meningkatkan kemampuan

PROGRAM SEMESTER. Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Satuan Pendidikan : SMA / MA Kelas /Semester : XII / 1. Nama Guru :... NIP/NIK :... Sekolah :...

Hakikat Pembelajaran Berbasis Teks

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

36. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang memegang peranan penting dalam

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SPEAKING DENGAN GAMBAR CERITA DAN PRESENTASI PADA SISWA KELAS XI IPA 3 SMAN 1 NGUNUT SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nita Solina, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya siswa menghadapi masalah dalam menggunakan bahasa

PENERAPAN MODEL CORE (CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI

40. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum sekolah keterampilan berbahasa biasanya mencakup empat segi,

37. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap orang yang belajar bahasa dituntut untuk menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan itu sendiri merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja dan

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMALB TUNANETRA

Budi Waluyo Rudi Adi Nugroho BAHASA INDONESIA. Tingkat Semenjana. untuk SMK Kelas X. Pusat Perbukuan. Departemen Pendidikan Nasional

I. PENDAHULUAN. kepada seseorang untuk mengembangkan potensi diri agar semua potensi yang

Pengajaran Berbasis Text. Nury Supriyanti, M.A S3 IPB PPs Universitas negeri Yogyakarta.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) PADA PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) SIKLUS I/SIKLUS II*)

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, atau pun

BAB I PENDAHULUAN. garis besar kegiatan belajar-mengajar dikatakan berhasil dan sukses dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013

38. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang memegang peranan penting dalam

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I (R P P)

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMALB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penilaian guru tidak dapat mengetahui kemampuan peserta didik menerima

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi manusia, jika ide pokok di dalam wacana tersebut tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA. Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Satuan Pendidikan : SMA / MA Kelas/Semester : XII / 1-2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa dimiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Betta Anugrah Setiani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual. Karena sangat penting penggunaan dan fungsinya

Oleh Ummi Kalsum Lubis Drs. Syamsul Arif, M.Pd. ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang pengumpulan datanya

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki keterampilan dalam berbahasa. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen keterampilan.

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 2014 MATERI PENDAMPINGAN IMPLEMENTAS KURIKULUM 2013 DIKMEN

Bahasa dan Sastra Indonesia 3

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berbahasa siswa baik lisan maupun tulisan. Pada semua jenjang pendidikan,

RENCANA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, berbagi pengalaman belajar, dan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menguatkan kedudukan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yakni,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 diimplementasikan di sekolah secara bertahap mulai tahun

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

36. Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia meliputi empat keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai

Suherni Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 7 Mataram

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

2015 PENERAPAN TEKNIK THINK-TALK-WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (CLASSROOM ACTION RESEARCH) OLEH

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang dalam mengaktuslisasikan dirinya sepenuhnya dan selengkapnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam penerapan pendekatan, metode, dan teknik dalam pengajaran

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memahami ide, gagasan, maupun pengalaman penulisnya.

BAB I PENDAHULUAN. tulisan. Keterampilan dan kemampuan berbahasa sangat berhubungan erat dengan

UNIT I Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Satuan Pendidikan : SMP : 8 (Delapan) Semester : 1. Listening (Mendengarkan) 1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kurikulum Bahasa Inggris 2004 Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang secara eksplisit menyebutkan tujuan pemelajaran bahasa Inggris di Indonesia adalah mencetak siswa yang mempunyai kompetensi berkomunikasi secara lisan dan tulisan yang mencapai tingkat literasi informasi (Depdiknas, 2004: 307). Literasi informasi merupakan suatu kemampuan mendayagunakan bahasa yang dikuasai untuk memperoleh pengetahuan yang diinginkan (Wells, 1987, dikutip dari Depdiknas, 2004: 307), sedangkan kompetensi berkomunikasi adalah kemampuan membagi ide, baik secara lisan maupun tulisan, yang berterima secara sosial-budaya, linguistik, aksi dan strategi (Celcia-Muria, et.al., 1995, dikutip dari Helena, 2006: 2). Hal ini menandakan ada kaitan erat antara kompetensi berkomunikasi yang disebutkan dalam kurikulum dengan kompetensi wacana. Wacana adalah suatu abstraksi komunikasi yang dapat berwujud pada teks lisan dan tulisan (Helena, 2006: 2). Kompetensi wacana yang baik menghasilkan teks yang berterima, sehingga komunikasi dapat terjadi. Pada implementasi kurikulum 2004 SMA di Indonesia, kompetensi wacana tulis tercapai jika siswa dapat membuat teks tertulis sesuai genre-genre yang dipelajari. Terdapat dua belas genre yang dipelajari di tingkat SMA, yaitu prosedur, deskriptif, recount, naratif, laporan, berita, eksposisi analisis, eksposisi hortatori, lelucon, penjelasan, diskusi, dan ulasan. Khusus siswa SMA yang mengambil program studi bahasa, selain kedua belas genre yang telah disebutkan di atas, diberikan pemelajaran satu tambahan genre lain, yaitu public speaking. Freez dan Joyce (2002, dikutip dari Helena, 2006: 2) merekomendasikan penggunaan ancangan genre pada kurikulum yang menekankan penguasaan ragam-ragam genre, seperti kurikulum Bahasa Inggris 2004 di Indonesia.

Ancangan genre yang digunakan dalam kurikulum 2004 merupakan ancangan yang mengkombinasikan pemelajaran bahasa dengan keberterimaannya secara sosial-budaya (Freeze and Joyce, 2002, dikutip dari Helena, 2006: 3). Ancangan ini merupakan ancangan yang direkomendasikan pada pemelajar bahasa tingkat rendah (low) hingga menengah (intermediate) untuk mempelajari kemahiran menulis (Kim, 2007: 38). Keunggulan ancangan genre dalam membantu pemelajaran menulis juga diakui oleh banyak peneliti lain (Badger dan White, 2000; Matsuo dan Bevan, 2002; Paltrige, 2004; Mali- Jali, 2006). Siswa SMA di Indonesia adalah pemelajar bahasa Inggris yang berada pada tingkat rendah hingga menengah, sehingga ancangan genre dapat digunakan untuk membantu siswa membuat tulisan yang berterima dalam konteks sosial-budaya. Menurut Hammond, et.al (1992, hal. 17, dikutip dari Helena, 2007: 5), ancangan genre mempunyai empat tahap prosedur pemelajaran, yaitu penjelasan mengenai isi teks, organisasi teks, dan tata bahasa suatu teks (building knowledge of the field/ BKOF), pemberian teks-teks model (modeling of the text/ MOT), pendiskusian dan penyusunan kerangka teks dalam kelompok (joint construction/ JC) dan pembuatan teks secara mandiri (independent construction/ IC). Pada tahap BKOF, siswa diberikan penjelasan mengenai konteks penulisan teks dan fungsi kebahasaan yang dibutuhkan. BKOF dilanjutkan dengan tahap MOT yang memberikan contoh penggunaan genre dalam teks. Selanjutnya, pemelajaran dilanjutkan dengan JC yang meminta siswa mendiskusikan teks tulis dalam suatu kelompok kerja. Pemelajaran ancangan genre ditutup dengan tahap IC yang meminta siswa untuk membuat teks tertulis secara individual. Keempat tahap tersebut ini merupakan prosedur pengajaran ancangan genre yang benar dan direkomendasikan oleh kurikulum 2004. Namun, tidak semua pengajar SMA di Indonesia menerapkan prosedur tersebut di kelas ( English dari situs www.happyuhamka.wordpress.com, 2008: 1). Kebanyakan pengajar cenderung tidak mengindahkan prosedur tersebut dan memilih menerangkan pelajaran berdasarkan apa yang tercetak dalam buku teks yang digunakan (page to page instruction) atau mengajar dengan menggunakan

metode Grammar Translation Method yang tidak mencerminkan kompetensi untuk berkomunikasi. Terlepas dari keunggulan yang dimilikinya, ancangan genre tetap mempunyai beberapa kelemahan yang berpotensi membuat pemelajaran menulis tidak berjalan efektif. Misalnya, ancangan genre tidak memasukkan kegiatan yang diperlukan untuk merevisi tulisan siswa dalam prosedur pengajarannya, sehingga pengajaran yang dilakukan terkesan menggampangkan proses penulisan yang yang dibutuhkan pada pembuatan suatu tulisan (Kim, 2007: 38). Anggapan ini dapat mematikan kreatifitas yang dimiliki siswa dan membuat tulisan yang dihasilkan siswa belum baik. Untuk mengatasi hal ini, para peneliti menyarankan penggabungan prosedur ancangan genre dengan ancangan proses (Badger dan White, 2002; Kim, 2007). Ancangan proses merupakan ancangan yang berpusat pada siswa dan sangat memperhatikan proses penulisan yang dibutuhkan untuk membuat suatu tulisan (Tribble, 1996: 38). Prosedur pengajaran menulis yang menggunakan ancangan proses melibatkan banyak revisi untuk memperbaiki tulisan yang dibuat. Revisi tulisan pada ancangan proses dapat diberikan melalui balikan sesama teman dan sistem kode. Namun, proses revisi yang dilakukan berlaku untuk semua teks yang dibuat. Misalnya, penulisan surat pribadi juga mendapatkan proses revisi yang sama dengan penulisan teks argumentasi. Hal ini membuat pemelajaran yang dilakukan kurang memperhatikan keberterimaan teks dalam konteks sosial, sehingga penggunaan ancangan ini menuai banyak kritik. Dengan mengambil kelebihan-kelebihan yang dimiliki kedua ancangan tersebut, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemahiran menulis dengan baik. Hal ini telah dilakukan oleh Badger dan White (2000) yang melakukan penelitian kemahiran menulis yang menggunakan gabungan ancangan proses genre, sehingga menjadi ancangan proses genre. Prosedur pengajaran ancangan proses genre dimulai dengan memberikan pengajaran menulis menggunakan prosedur pengajaran ancangan genre dan dilanjutkan dengan menggunakan prosedur pengajaran ancangan proses. Pada awal pemelajaran, siswa diberi penjelasan mengenai konteks sosial penggunaan teks. Hal ini mencakup

penjelasan mengenai isi, organisasi teks, dan struktur bahasa yang harus digunakan agar suatu teks berterima dalam konteks sosial. Ketika buram pertama selesai ditulis, buram tersebut mendapat revisi isi, organisasi teks, dan struktur bahasa. Proses revisi terjadi lebih dari satu kali dan proses ini melibatkan siswa dan pengajar. Revisi yang diberikan siswa adalah balikan sesama siswa, sedangkan revisi dari pengajar dapat dilakukan melalui sistem kode. Matsuo dan Bevan (2002) telah menggunakan ancangan proses genre pada pengajaran menulis esai akademis di kelasnya dan mendapatkan hasil peningkatan nilai yang signifikan. Siti (2008) juga menggunakan ancangan proses genre pada pengajaran menulis paragraf prosedur di kelas X MTsN 1 Kebumen dan mendapatkan peningkatan nilai rata-rata menulis di kelasnya. 1.2 Masalah Penelitian Ancangan genre telah digunakan dalam pengajaran menulis Bahasa Inggris oleh pengajar Bahasa Inggris di SMA di Indonesia, tak terkecuali pengajar Bahasa Inggris SMA Negeri 1 Seputih Mataram. Penggunaan ancangan genre di SMA tersebut telah berlangsung lebih dari empat tahun. Namun, penggunaan ancangan genre di SMA Negeri 1 Seputih Mataram belum dapat membantu siswa membuat tulisan dengan baik. Hal ini diketahui dari hasil wawancara informal yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2009 dengan para pengajar Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Seputih Mataram yang mengeluhkan kemampuan menulis siswa masih rendah meskipun telah diberikan pengajaran menulis teks sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh ancangan genre. Mereka mengatakan banyak siswa yang membuat kesalahan penulisan saat menulis teks genre yang diajarkan. Kesalahan penulisan teks pada tulisan yang dibuat siswa juga terlihat pada penelitian pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27 April 2009. Misalnya, siswa tidak menyertakan konflik dan tidak menggunakan kala lampau dengan baik dalam penulisan teks genre naratif. Salah satu cara yang mungkin digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa adalah dengan memadukan penggunaan ancangan genre dengan ancangan proses. Meski demikian, terdapat beberapa

kekhawatiran mengenai penggunaan ancangan proses genre di SMA di Indonesia. Misalnya, kendala waktu pengajaran di kelas yang terbatas untuk melakukan revisi pada tulisan yang dibuat siswa dan ada kekhawatiran bahwa siswa tidak mampu untuk memberikan balikan dan merevisi tulisan berdasarkan balikan sesama siswa yang digunakan dalam prosedur pengajaran ancangan proses genre. Untuk mengatasi kendala waktu pengajaran, proses revisi tulisan dilakukan di rumah, sedangkan untuk mengatasi kekhawatiran mengenai penggunaan balikan sesama siswa dilakukan penelitian pendahuluan mengenai penggunaan balikan sesama siswa. Penelitian pendahuluan mengenai penggunaan balikan sesama siswa dilakukan pada tanggal 29 April 2009 dan mendapat hasil 80% siswa kelas XI-IPA 1 SMA Negeri 1 Seputih Mataram dapat memberikan balikan dan merevisi tulisan berdasarkan balikan sesama siswa. Tingkat keberhasilan tersebut menandakan bahwa siswa mampu memberikan balikan dan melakukan revisi berdasarkan balikan sesama siswa, sehingga penelitian ini mengajukan penggunaan ancangan proses genre pada pengajaran kemahiran menulis di SMA Negeri 1 Seputih Mataram dan mengajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah implementasi ancangan proses genre dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa? 2. Apakah siswa mengganggap implementasi ancangan proses genre efektif untuk membantu pemelajaran menulis? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh implementasi ancangan proses genre pada tulisan siswa. Adanya penjelasan mengenai isi dan organisasi teks, penjelasan mengenai struktur bahasa, pemberian balikan, dan revisi tulisan dalam prosedur pengajaran ancangan proses genre diharapkan dapat memberikan pengaruh positif pada perkembangan kemampuan menulis siswa. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui tanggapan siswa mengenai keefektivan penggunaan ancangan proses genre pada pemelajaran menulis teks genre.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya pada pengajaran kemahiran menulis Bahasa Inggris di Indonesia yang sejak menggunakan Kurikulum 2004 semakin banyak memberikan perhatian pada perkembangan kemahiran menulis siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk perkembangan riset di bidang yang sama di masa yang akan datang. Penelitian ini juga dapat digunakan oleh pengajar Bahasa Inggris sebagai salah satu masukan untuk memperbaiki prosedur pengajaran kemahiran menulis teks Bahasa Inggris tanpa harus mengganti seluruh prosedur pengajaran kemahiran menulis yang telah digunakan dalam Kurikulum 2004. 1.5 Cakupan Penelitian Penelitian ini mengimplementasikan ancangan proses genre pada pengajaran menulis tiga macam genre yang dipelajari di semester I kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Seputih Mataram. Ketiga genre tersebut adalah naratif, eksposisi analitis, dan laporan. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Seputih Mataram, karena SMA tersebut belum pernah menggunakan ancangan proses genre pada pengajaran kemahiran menulis. Pilihan penggunaan kelas XI disesuaikan dengan izin yang diberikan pihak sekolah. Prosedur pengajaran menulis dengan menggunakan ancangan proses genre dilakukan selama 9 sesi dengan pembagian 3 sesi untuk tiap genre yang dipelajari.