I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA SEMUT DI KABUPATEN KULON PROGO

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pasar bagi sektor industri. Industrialisasi pertanian juga dikenal dengan nama

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Sektor pertanian tidak hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

Mengapa KSU Jatirogo ada?

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

LAPORAN BULANAN KOMODITAS PERKEBUNAN KOMODITAS TANAMAN TAHUNAN/KERAS

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

BAB I PENDAHULUAN. gula kelapa dan perencanaaan program agroindustri gula kelapa yang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

DRAFT LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENYUSUNAN NERACA PRODUK TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG, 24 NOVEMBER 2011

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap

I. PENDAHULUAN. Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan

CILACAP SURGANYA GULA KELAPA

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Buah naga merupakan buah yang berkhasiat bagi kesehatan. Beberapa khasiat

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

1.Pemberdayaan usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM),termasuk UMKM bidang pangan merupakan upaya strategis sekaligus merupakan barometer perekonomian

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia (Sujianto dalam Arifini dan Mustika, 2013 : 294-

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara (BPS Aceh 2012). penduduk. Areal tanaman kelapa di Provinsi Aceh pada tahun 2004 seluas

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. indikator perkembangan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

LUAS AREAL PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya sebagai sumber pendapatan petani dan penghasil bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di bagian barat dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bahan Rapat High Level Meeting TPID Provinsi Jawa Tengah 28 Januari 2015 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH

Produksi (Ton) Luas (Ha) Produksi (Ton) Karet , , , , , , ,01

BAB I PENDAHULUAN. kacang tanah. Ketela pohon merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia pada masa pra reformasi mengalami gangguan stabilitas nasional. Hal ini tidak hanya berakibat pada keadaan politik Indonesia, namun juga mempengaruhi stabilitas perekonomian negara. Hal ini membuktikan belum kuatnya sistem perekonomian kita pada masa itu. Tingkat inflasi meningkat drastis dan menyebabkan harga-harga melambung tinggi. Gangguan di sektor ekonomi ini mempengaruhi hampir seluruh aspek perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia kacau pada saat krisis moneter. Tetapi ada satu sektor yang masih dapat bertahan pada saat krisis, yaitu sektor industri kecil (UKM), sektor ini masih tetap bertahan hingga krisis berakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 5,78 persen, dengan sektor industri menyumbang sebesar 1,42 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 1,07 persen, serta sektor pengangkutan dan komunikasi berkontribusi sebesar 1,03 persen. Industri pengolahan menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia dengan menyerap tenaga kerja sebesar 14,88 juta orang (BPS, 2013). Berdasarkan keterangan Badan Pusat Statistik (BPS) di atas, sektor industri menjadi sektor yang penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sehingga diperlukan usaha yang maksimal dari sektor industri untuk meningkatkan perekonomian Indonesia khususnya industri kecil yang banyak menyerap tenaga kerja masyarakat. Banyaknya usaha kecil dan menengah menyebabkan adanya variasi penggunaan input produksi. Dari berbagai kombinasi input usaha, perlu diketahui masing-masing efisiensinya. Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Menurut Syafarudin Sabar dalam Huri dan Susilowati (2004), suatu perusahaan dapat dikatakan efisien apabila: (1) Mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit dibandingkan jumlah unit input yang digunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama, (2) Menggunakan jumlah unit input yang sama, tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar. 1

Gerak sektor industri kecil sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. Industri kecil cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Usaha kecil dan menengah (UKM) dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha yang lainnya, dan juga cukup terdiversifikasi serta memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan (Qomarudin, 2011). Sektor industri termasuk di dalamnya agroindustri dapat diandalkan sebagai penyerap utama lapangan kerja produktif, yang secara bertahap menggantikan peran sektor pertanian (Soekartawi,2000). Sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Bila pertumbuhan ekonomi diharapkan tetap 5,0% per tahun maka sektor pertanian diharapkan mampu tumbuh minimal 3,6% per tahun dan industri pengolahan hasil pertanian berkembang 8,5% per tahun (Soekartawi,1993). Sektor Industri pertanian merupakan suatu sistem pengelolaan secara terpadu antara sektor pertanian dan sektor industri guna mendapatkan nilai tambah dari hasil pertanian. Agroindustri merupakan usaha untuk meningkatkan efisiensi sektor pertanian hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi pertanian (Saragih, 2004). Dalam hal ini industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) sangat erat kaitannya dengan Indonesia yang merupakan negara agraris, sebagai penyedia bahan baku agroindustri yang berasal dari produk-produk hasil pertanian. Hasil dari pertanian on farm diolah menjadi produk-produk industri, baik tekstil, makanan, maupun industri lain. Sebagai contoh adalah pengolahan getah karet yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan ban, penggunaan kapas sebagai bahan baku pembuatan benang dan pakaian, serta produk-produk olahan pangan seperti gandum sebagai bahan baku pembuatan mie instan dan nira sebagai bahan baku pembuatan gula. Setiap daerah memiliki komoditas unggulan masing-masing yang digunakan sebagai bahan baku industri, disesuaikan dengan potensi lahan dan keadaan iklim di daerah tersebut. Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo memiliki banyak komoditas unggulan pertanian yang hampir sama, dikarenakan lokasi yang berdekatan dan topografi yang serupa. Terutama di dua kecamatan yang berbatasan langsung seperti Kecamatan Kokap dan Kecamatan Bagelen yang menjadi sentra produksi kelapa. 2

Tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo merupakan komoditas perkebunan unggulan dengan luas tanam, luas panen dan jumlah produksi terbesar dibandingkan dengan tanaman perkebunan lain yang dibudidayakan oleh masyarakat yaitu dengan luas tanam 18.179,92 ha, luas panen 16.579,96 ha dan total produksi 22.298,14 ton. Luas tanam, luas panen dan produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2013 Komoditas Luas tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Kakao 3.607,09 2.345,75 1.043,87 Kopi 1.469,08 906,17 706,81 Kelapa 18.179,92 16.576,96 22.298,14 Cengkeh 2.967,95 1.523,64 355,00 Gebang 58,17 49,77 82,87 Jambu Mete 74,50 35,71 1,61 Lada 19,99 15,60 6,07 Teh 144,00 87,14 330,60 Tembakau 2,00 2,00 2,80 Nilam 63,50 50,18 164,75 Sumber: Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2014 Komoditas perkebunan dengan jumlah produksi terbanyak di Kbupaten Kulon Progo adalah tanaman kelapa. Jumlah produksi tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo 5 tahun terakhir dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 cenderung meningkat, walaupun pada tahun 2013 jumlah produksinya menurun jika dibandingkan dengan tahun 2012, yang disebabkan buruknya kondisi cuaca. Peningkatan jumlah produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Kulon Progo dapat dari tahun 2009-2013 ditunjukkan pada Tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Produksi Tanaman Perkebunan dari Tahun 2011-2013 Uraian 2009 (ton) 2010 (ton) 2011 (ton) 2012 (ton) 2013 (ton) Kelapa 28.568,29 29.966,24 29.292,45 29.584,16 22.298,14 Cengkeh 381,92 346,15 388,31 1.039,74 355,00 Gebang 40,25 44,10 83,71 78,94 82,87 Jambu Mete 14,28 14,86 19,68 1,30 1,61 Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo Luas tanam, luas panen dan produksi kelapa di Kabupaten Kulon Progo 5 tahun terakhir dari tahun 2009-2013 cenderung meningkat. kecuali pada tahun 2011 3

dan 2013 produksinya sedikit menurun, dari 29.966,24 ton di tahun 2010 menjadi 29.292,45 ton dan dari 29.584,16 ton di tahun 2012 menjadi 22.298,14 ton pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan keadaan cuaca yang kurang baik pada tahun 2011 dan 2013 sehingga mempengaruhi jumlah produksi kelapa. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut: Tabel 1.3 Tabel Luas Tanam, Luas Panen, dan Produksi Kelapa di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009-2013 Tahun Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produksi (ton) 2009 17.741,36 14.864,88 28.568,29 2010 17.884,21 15.485,09 29.966,24 2011 17.995,49 15.479,50 29.292,45 2012 18.070,48 16.021,96 29.584,16 2013 18.179,92 16.576,96 22.298,14 Sumber: Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2014 Produksi kelapa di Kabupaten Kulon Progo yang melimpah menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo cocok dijadikan sebagai sentra produksi kelapa, baik buahnya maupun produk olahan lainnya seperti gula cetak dan gula semut. Munculnya industri pengolahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah dari tanaman kelapa yang dimiliki oleh masyarakat. Kabupaten Purworejo sebagai kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo memiliki komoditas pertanian dan perkebunan yang hampir sama. Dengan keadaan topografi dan iklim yang serupa, kabupaten Purworejo memiliki komoditas unggulan yang sama yaitu kelapa. Pada Tabel 1.4 berikut dapat diketahui bahwa tanaman kelapa baik kelapa dalam maupun kelapa deres, merupakan komoditas unggulan kabupaten Purworejo. Luas lahan yang ditanami serta produksinya yang meningkat dari tahun 2012 sebesar 22.909,5 Ha dengan produksi 24.966,84 ton. Kelapa deres juga menjadi komoditas utama dengan hasil produksi sebesar 18.650,17 ton pada tahun 2013. Kelapa memang telah menjadi ikon Kabupaten Purworejo, hal ini dapat dilihat saat memasuki gerbang Kabupaten Purworejo akan ditemukan sebuah monumen berbentuk kelapa sebagai ikon Kabupaten Purworejo. Selain itu wilayah Kabupaten Purworejo yang berbukit-bukit juga sangat mendukung untuk tumbuhnya pohon kelapa deres sebagai bahan baku gula semut yang organik. 4

Tabel 1.4 Luas tanam, luas panen, dan produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Purworejo tahun 2012 Komoditas Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produksi (ton) Aren 334,31 140,77 144,88 Cengkeh 2.264,20 1.416,36 532,02 Jambu Mete 11,85 8,44 3,27 Jarak Pagar 68,15 12,20 8,59 Kakao 213,94 126,82 145,00 Kapuk 9,29 6,53 0,49 Karet 740,93 66,30 106,08 Kelapa Dalam 22.909,50 18.109,42 25.317,12 Kelapa Deres 2.535,27 2.534,77 18.650,17 Kemukus 112,53 97,20 42,02 Kopi (Robusta) 562,41 424,05 133,67 Lada 24,54 16,15 8,16 Pala 63,00 3,00 0,38 Vanili 33,04 17,22 20,62 Ylang2/kenanga 30,00 4,00 0,45 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Purworejo Tahun 2013 Di daerah Kulon Progo dan Purworejo, gula semut menjadi komoditas unggulan yang bernilai ekonomis tinggi, hingga menembus pasar ekspor. Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten dengan luas lahan kelapa terbesar diantara lima kabupaten penghasil kelapa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan produksi kelapa Kabupaten Purworejo yang menjadikan kelapa sebagai komoditas unggulan. Hasil produksi kelapa yang melimpah di dua kabupaten ini mendorong masyarakat untuk mendapatkan nilai tambah dari kelapa tersebut dengan melakukan inovasi dan diferensiasi produk. Tanaman kelapa dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi berbagai produk walaupun masih dalam skala rumah tangga.beberapa produk hasil pengolahan tanaman kelapa diantaranya gula kelapa, wingko kelapa, minyak kelapa, dan pemanfaatan sabut kelapa. Jumlah unit usaha pengolahan hasil tanaman kelapa yang paling banyak di Kabupaten Kulon Progo adalah industri pengolahan gula kelapa. Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo lebih cenderung memanfaatkan potensi tanaman kelapanya dengan mengambil nira kelapa untuk digunakan sebagai bahan baku gula kelapa. Hal ini dianggap lebih menguntungkan karena nira kelapa bisa diambil setiap hari, berbeda dengan buah kelapa yang musiman, berbuah hanya pada waktu tertentu (Ningtyas dkk, 2012). 5

Gula kelapa di kalangan masyarakat pada awalnya merupakan gula kelapa yang berbentuk padat yang dicetak menggunakan tempurung kelapa atau bambu sehingga berbentuk cekung atau silinder. Dan masyarakat sering menyebutnya gula jawa atau gula merah karena warnanya yang coklat kemerahan. Seiring dengan perkembangan teknologi diciptakanlah gula merah serbuk atau yang sering disebut gula semut atau palm sugar,dengan proses pengolahan yang lebih lama dari pada gula merah. Bentuk gula semut yang serbuk menjadikan gula semut ini lebih praktis untuk digunakan. Pengolahan yang lebih panjang dibanding gula merah, membuat gula semut mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi. Menurut Anonim (2014), salah satu komoditas unggulan Kulon Progo adalah gula semut (brown sugar) yang dihasilkan dari nira kelapa. Gula ini dihasilkan dari beberapa industri rumah tangga yang dijalankan oleh masyarakat. Produksi rata-rata per hari gula semut di Kulon Progo mencapai 6 ton. Nira sebagai bahan baku gula semut dihasilkan dari penderes, yang jumlahnya antara 5-6 ribu jiwa dan sebagian besar termasuk masyarakat miskin. Petani di kabupaten Kulon Progo sebagian besar tergabung dalam kelompok kelompok usaha bersama (KUBE) untuk mengumpulkan hasil produksi dari industri rumah tangga petani sehingga produk gula semut dapat di standarisasi oleh kelompok yang memiliki rumah produksi. Kelompok juga berfungsi sebagai penghubung antara rumah tangga petani dengan para eksportir yang berada di luar wilayah Kulon Progo maupun Purworejo. Di kabupaten Kulon Progo terdapat 7 kelompok yang tercatat di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Kulon Progo sebagai berikut: Tabel 1.5 Kelompok Usaha Gula Semut di Kabupaten Kulon Progo Nama Kelompok Alamat Sumber Rejeki Anjir, Hargorejo, Kokap Jatisani Sekendal, Hargotirto, Kokap Tunas Harapan Mandiri Gunungrego 12/04, Hargorejo, Kokap Nyawiji Mulyo Gunungkukusan, Hargorejo, Kokap Tiwi Manunggal Tegiri II, Hargowilis, Kokap Gendis Manis Kalibuko II, RT 10/04, Kalirejo, Kokap KSU Jatirogo Turus, Tanjungharjo, Nanggulan Sumber: Data Disperindag Kabupaten Kulon Progo 2014 6

Kelompok usaha yang telah berkembang pesat dan terstruktur adalah koperasi Jatirogo. Para petani di Kulon Progo banyak yang bergabung dalam KSU Jatirogo sebagai perantara ekspor gula semut. Saat ini terdapat 2.024 kepala keluarga yang menjadi anggota KSU Jatirogo. Di mana anggota tersebut berasal kelompok tani yang tersebar di wilayah Kokap, Samigaluh dan Girimulyo. Harga gula semut per kilogramnya memang relatif sedikit lebih mahal dari gula biasa. Harga per kilogramnya dipatok Rp 11.000 Rp 12.500 di tingkat pengrajin. Sedangkan untuk wilayah Purworejo yang tergolong masih baru, belum ada kelompok usaha yang terstruktur. Pada saat ini, masih terbentuk kelompok-kelompok yang menjadi penjamin pasar para pengrajin, kelompok tersebut biasanya dibentuk oleh seorang pengepul untuk menjamin ketersediaan pasokan gula semutnya. Gula semut Purworejo dan Kulon Progo sudah memiliki label sertifikasi sebagai produk organik yang berstandar internasional. Dengan asistensi dari HIVOS, LSM asal Belanda, KSU Jatirogo mendapat sertifikat organik dari Control Union yang berpusat di negara Kincir Angin tersebut. Menurut Eko, dari HIVOS, sudah ada buku panduan Internal Control System (ICS) produk Gula Kelapa Organik yang mengacu pada EU Regulation, NOP-Standar Organik Amerika, dan JAS- Standar Organik Jepang. Gula semut yang telah bersertifikat organik menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen terutama para konsumen luar negeri yang mulai beralih pada produkproduk organik karena lebih baik bagi kesehatan. Keberadaan gula organik ini kini semakin diminati karena memiliki kandungan kolesterol yang rendah dan baik bagi tubuh manusia. Dan lebih sehat dibandingkan mengkonsumsi gula kristal putih yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. 2. Permasalahan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupeten Purworejo merupakan dua Kabupaten yang sedang mengembangkan industri pengolahan gula semut sebagai salah satu penyangga perekonomian masyarakat khususnya yang tinggal di perbukitan. Masyarakat di daerah ini sebagian besar berprofesi sebagai penyadap nira dan pembuat gula kelapa. Industri gula semut di dua kabupaten ini sedang dilirik oleh importir dari luar negeri. Terlebih setelah produk gula semut di daerah ini mendapatkan sertifikat 7

sebagai gula organic. Sejak saat itu banyak industri-industri rumah tangga yang bermunculan di dua kabupaten ini. Perkembangan usaha gula semut ini memiliki permasalahan tersendiri karena masing-masing usaha memiliki standar yang berbeda-beda dalam penggunaan input untuk memenuhi tingkat output yang diharapkan. Atau tiap usaha memiliki output yang berbeda walaupun dengan tingkat input yang sama. Berdasarkan fakta tersebut dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana tingkat efisiensi relative pada masing-masing industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo? b. Faktor-faktor apakah yang menjadi sumber inefisiensi pada masing-masing industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo? c. Bagaimana strategi pengembangan untuk mencapai efisiensi pada industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo yang belum efisien? 3. Tujuan a. Untuk mengetahui tingkat efisiensi relative pada masing-masing industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi sumber inefisien pada masingmasing industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo. c. Untuk mengetahui strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi pada industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo. 4. Kegunaan a. Bagi peneliti berguna untuk memperluas wawasan dan sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. b. Bagi masyarakat berguna sebagai informasi mengenai efisiensi industri pengolahan gula semut di Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo. c. Bagi pihak lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan wawasan yang bermanfaat. 8