BAB I PENDAHULUAN. kendala utama dalam kegiatan pengelolaannya. Dalam rangka memudahkan. pengelolaan DAS maka dikembangkan Model DAS Mikro menggunakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan karakteristik kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BUKU RENCANA MANAJEMEN PLAN SUB DAS GOPGOPAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Hutan. Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang memiliki

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20/KPTS-II/2001 TENTANG POLA UMUM DAN STANDAR SERTA KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

STANDAR DAN KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN I. BATASAN SISTEM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Sistem Perencanaan Kehutanan Sebagai Pendukung Perencanaan Pengelolaan DAS (Studi di DAS Serang)

KESIMPULAN DAN SARAN

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

commit to user BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA TANAMAN KAYUPUTIH DI MIKRO DAS GUBAH, NGLIPAR, KAB.GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Oleh : Ugro Hari Murtiono

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pengelolaan DAS pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan lingkungan dengan kegiatan manusia agar fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat meningkat (Asdak, 2004). Luasan DAS yang terlalu besar menjadi suatu kendala utama dalam kegiatan pengelolaannya. Dalam rangka memudahkan pengelolaan DAS maka dikembangkan Model DAS Mikro menggunakan satuan analisis setingkat Sub sub DAS. Model DAS Mikro (MDM) adalah suatu contoh pengelolaan DAS dalam skala lapangan dengan luas kurang dari 5.000 ha yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan proses partisipatif pengelolaan sumberdaya alam, rehabilitasi hutan dan lahan, teknikteknik konservasi tanah dan air, sistem usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan masyarakat (Departemen kehutanan, 2009). Dengan luasan DAS Mikro yang lebih kecil dari DAS diharapkan kinerja suatu DAS dapat berjalan secara optimal. Optimalisasi kinerja suatu DAS secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor alami dan intervensi manusia. Proses-proses biofisik hidrologis merupakan proses alami dari suatu daur hidrologi atau siklus air. Kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi 1

masyarakat. Intervensi masyarakat dalam suatu DAS untuk berbagai keperluan dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif dapat ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya adalah penurunan kuantitas dan kualitas lingkungan DAS (Departemen Kehutanan, 2009). Masing-masing komponen dalam DAS saling berkaitan dan tidak bisa berdiri sendiri. Aktivitas suatu komponen dalam DAS selalu memberi pengaruh pada komponen DAS yang lainnya. Untuk menjaga kondisi DAS agar dapat memberikan manfaat secara optimal dan berkelanjutan diperlukan keterpaduan dalam hubungan timbal-balik antar komponen DAS. Manusia merupakan salah satu komponen yang penting dalam pengelolaan DAS. Partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan pengelolaan DAS. Kegiatan pengelolaan DAS tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat. Dengan pengembangan model DAS Mikro diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan obyektif pengelolaan DAS secara lestari yang mencakup aspek biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan DAS, kelembagaan diperlukan untuk memantau keberhasilan dan permasalahan yang timbul dalam kegiatan pengelolaan DAS serta pengaruhnya pada kinerja DAS (Departemen kehutanan, 2009). Dengan demikian pengelolaan DAS tidak hanya ditinjau dari faktor fisik namun keberhasilan pengelolaannya juga dipengaruhi oleh faktor kelembagaan. 2

Lembaga adalah wadah sekumpulan orang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama, dan yang berfungsi mengatur akan kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama (Awang dkk, 2008). Kelembagaan merupakan suatu perangkat peraturan dan organisasi yang membuat serta mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dalam suatu hubungan yang teratur di antara orang-orang yang menentukan hakhaknya mengenai suatu sistem pengorganisasian dan pengawasan terhadap pemakaian sumberdaya (Departemen kehutanan, 1992). Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas (Awang dkk., 2008). Telah banyak penelitian yang dilakukan di areal DAS baik penelitian pada faktor fisik, sosial-ekonomi serta kelembagaan. Beberapa contoh penelitian yang telah dilakukan sebelumya diantaranya adalah sebagai berikut: Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya No Peneliti dan Tahun Publikasi Judul Kajian 1 Rafi, 2003 Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Zona Pemanfaatan Tradisional (Studi kausus di Taman nasional Kerinci Seblat Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi) Persepsi masyarakat terhadap nilai-nilai dan norma organisasi/lembaga masyarakat yang ada dalam program ZPT TNKS 3

2 Kurniawan, 2004 Studi Kelembagaan Masyarakat di Hutan Bambu ( Desa Sumberagung, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang) Bentuk dan aktivitas kelembagaan masyarakat lokal dan upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan bambu dimasa mendatang. 3 Sakti, 2004 Tinjauan Aspek Sosial ekonomi Masyarakat dan Lingkungan dalam Perencanaan Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus Pada Sub-sub DAS Plemahan, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah) Kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi lingkungan yang didekati dari tingkat bahaya erosi, prioritas penanganan ditinjau dari aspek sosial ekonomi lingkungan di wilayah Subsub DAS Plemahan 4 Bonapartei, 2009 5 Joewono, 2009 6 Mahmud, 2009 Evaluasi Konservasi Tanah dan Air Dalam Rangka penataan Penggunaan lahan Pertanian di Daerah Aliran Sungai Katingan Kalimantan Tengah Analisis Kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Wilayah Kabupaten Gunung Kidul Penilaian Status daerah Aliran Sungai (Studi Kasus Pelaksanaan Konservasi Tanah dan Air Sub DAS Serang) Identifikasi upaya konservasi tanah dan air yang telah dilakukan oleh masyarakat, mengkaji besarnya kehilangan tanah permukaan (erosi) dan memberikan rekomendasi tata guna lahan pertanian anjuran Peran kelompok tani di wilayah Kabupaten Gunungkidul berdasarkan peran kelembagaan kelompok tani hutan bagi anggotanya dan peran kelompok tani kawasan hutan yang secara langsung dikelolanya. Status pengelolaan sub-das Serang atas pelaksanaan konservasi tanah dan air berdasarkan parameter hidrologi, lahan dan sosial ekonomi. 7 Aini, 2011 Analisis Kelembagaan Dalam Pembudidayaan Tanaman Porang di Desa Klangon, RPH Klangon, BKPH Pajaran, KPH Saradan Sisitem kelembagaan dan upaya-upaya pengembangan kelembagaan masyarakat dalam pembudidayaan tanaman porang 4

8 Lutfi, 2011 Analisis Kelembagaan Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat (Kasus di Desa Katongan, Kec. Nglipar, Kab. Gunung Kidul) Dinamika kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan hutan, aktivitasaktivitas lembaga masyarakat, dan upaya-upayayang harus dilakukan dalam pengembangan kelembagaan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan rakyat Berdasarkan data penelitian terdahulu terlihat bahwa di areal DAS fokus penelitiannya lebih banyak mengarah pada aspek fisik dan sosial ekonomi. Aspek kelembagaan merupakan salah satu faktor penting penentu keberhasilan dalam pengelolaan DAS, namun penelitian pada aspek ini belum banyak memperoleh perhatian. Saat ini penelitian pada aspek kelembagaan dalam pengelolaan DAS masih sangat terbatas. Dengan mengoptimalkan peran serta lembaga masyarakat di sekitar areal DAS dalam pengelolaannya diharapkan mampu meningkatkan kinerja DAS sehingga masyarakat dalam memanfaatkan DAS tidak merusak fungsinya. Dengan demikian selain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, DAS juga dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. 1.2. Rumusan Masalah Pengelolaan DAS terpadu sebagai sistem penyangga kehidupan melalui Model DAS Mikro dibangun di Kabupaten Gunungkidul. Salah satu kunci keberhasilan pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan peran lembaga masyarakat. Pengelolaan kelembagaan 5

dapat dirumuskan secara bersama dengan kesadaran akan pentingnya kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Lembaga masyarakat di MDM Watugede berada di tingkat kecamatan, desa maupun dusun. Saat ini belum terdapat informasi yang pasti lembaga masyarakat apa saja yang telah melaksanakan kegiatan konservasi di MDM Watugede. Diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui tingkat perkembangan kelembagaan yang telah melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air di MDM Watugede dan sasaran prioritas pengembangan kelembagaan untuk mendukung pengelolaan DAS. Beberapa pertanyaan penelitian yang bisa diajukan adalah : 1. Bagaimana tingkat perkembangan kelembagaan masyarakat yang melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air di MDM Watugede? 2. Bagaimana prioritas pengembangan kelembagaan untuk mendukung pengelolaan DAS? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat perkembangan kelembagaan masyarakat yang melaksanakan kegiatan KTA di MDM Watugede. 2. Mengetahui prioritas pengembangan kelembagaan masyarakat. 6

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis. Penelitian tentang kelembagaan masyarakat di areal DAS saat ini masih sangat terbatas. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan sebagai sumber informasi/bahan pustaka khususnya pada aspek kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Di MDM Watugede belum terdapat informasi pasti tentang kelembagaan masyarakat yang melaksanakan kegiatan konservasi tanah dan air. Hasil penelitian ini, secara praktis diharapkan dapat digunakan dalam upaya peningkatan efektivitas pengelolaan di masa mendatang. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak pengambil kebijakan dalam perumusan konsep kelembagaan dalam pengelolaan DAS sehingga terbentuk kelembagaan yang mantap di MDM Watugede. 7