BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PAJAK ATAS JASA BIDANG PERHOTELAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK RESTORAN DI KABUPATEN SLEMAN. Stefani Gita Cakti. Erly Suandy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munawir Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KONSEP, KONSTRUK, DAN VARIABEL PENELITIAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebagai berikut :

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. ini pemungutnya dilaksakan oleh Pemerintah Pusat khususnya Depertemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. reklame, dasar hukum pemungutan pajak reklame.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 8), Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar pada saat ini adalah bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan negara. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Mardiasmo, 2009:1). Undang-undang Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dalam pasal 1 mendifinisikan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat (Fitriandi, 2010:4). Berdasarkan definisi di atas, pajak adalah pungutan yang dilakukan pemerintah terhadap wajib pajak tertentu berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku tanpa harus memberikan imbalan secara langsung. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai unsur-unsur, meliputi: 9

1) Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2) Berdasarkan Undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) Tanpa jasa timbal balik secara langsung Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individu oleh pemerintah. 4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara Pajak digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2 Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui unsur-unsur pajak yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, maka terdapat dua fungsi pokok pajak menurut Mardiasmo (2009:1), yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulered). 1) Fungsi penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh: dimasukkan pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 10

2) Fungsi mengatur (Regulered) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh: dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman karas sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. 2.1.3 Teori Pemungutan Pajak Teori pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009:3) terbagi menjadi lima, yaitu teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori bakti, dan teori asas daya beli. 1) Teori asuransi Teori ini menjelaskan bahwa negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak kepada negara karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. 2) Teori kepentingan Teori ini menjelaskan mengenai pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan masing-masing individu. Semakin besar kepentingan individu terhadap negara maka semakin tinggi pajak yang harus dibayar. 3) Teori daya pikul Teori ini menjelaskan mengenai beban pajak untuk semua individu harus sama beratnya, dimana pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul 11

masing-masing individu tersebut. Teori daya pikul menggunakan dua unsur, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. 4) Teori bakti Teori ini menjelaskan mengenai kewajiban seorang warga negara yang baik, harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban. 5) Teori asas daya beli Teori ini menggambarkan mengenai akibat dari pemungutan pajak, maka negara yang menerima pajak dari warga negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka negara tempat pemungut pajak akan menyalurkan kembali pajak tersebut ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat dan untuk membiayai setiap pengeluaran negara. Dengan adanya teori pemungutan pajak ini, maka setiap warga akan menyadari mengenai alasan dilakukannya pemungutan pajak. 2.1.4 Jenis Pajak Pada dasarnya pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipungut memiliki kriteria sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Menurut Suandy (2011:35) pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan berdasarkan golongan, berdasarkan wewenang pemungut, dan berdasarkan sifat. 12

1) Berdasarkan golongan a) pajak langsung, adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, misalnya Pajak Penghasilan. b) pajak tidak langsung, adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain, misalnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2) Berdasarkan wewenang a) pajak pusat, adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak, misalnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Bea Materai. b) pajak daerah, adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, misalnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, dan Pajak Restoran. 3) Berdasarkan Sifat a) pajak subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya, misalnya Pajak Penghasilan. b) pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa 13

memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal, misalnya Pajak Pertambahan Nilai. 2.1.5 Asas Pemungutan Pajak Pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga dengan asas ini negara memberi hak kepada dirinya sendiri untuk memungut pajak dari penduduknya, yang pada hakekatnya memungut dengan paksa (berdasarkan undang-undang) sebagian dari harta yang dimiliki penduduknya. Asas pemungutan pajak menurut Devano (2006:38), yaitu asas domisili, asas kebangsaan, dan asas sumber. 1) Asas domisili Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili wajib pajak. Wajib pajak tinggal di suatu negara maka negara itulah yang berhak menggunakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan objek yang dimiliki wajib pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak. 2) Asas kebangsaan Merupakan cara pemungutan pajak yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara. 14

3) Asas sumber Merupakan cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber dimana objek pajak diperoleh. Jika diperoleh di suatu negara terdapat suatu sumber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. 2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan (Mardiasmo, 2009:2), maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2). Hal ini memberika jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 15

3) Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan uang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.1.7 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak merupakan suatu sistem yang mengatur pihak yang berwenang dalam menentukan dan memungut jumlah besarnya pajak. Terdapat tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan Witholding Assessment System (Resmi, 2005:10). 1) Official assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh pemerintah (fiskus), ciri-cirinya: 16

(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang terletak pada fiskus; (2) Wajib pajak bersifat pasif; dan (3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak. 2) Self assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, menyetor, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, ciricirinya: (1) Mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang terletak pada wajib pajak sendiri; (2) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; dan (3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) Witholding assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang besar pajak terutangnya dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini diantaranya adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah. Ciriciri yaitu wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga. Dengan demikian, yang berhak melakukan tanggung jawab pajak adalah pihak ketiga. 17

2.1.8 Pajak Daerah Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah mengindikasikan bahwa pemerintah tidak hanya memperhatikan pajak pusat tetapi juga memperhatikan pajak daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian yaitu: (1) Pajak Provinsi, terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. (2) Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; 18

h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2.1.9 Pengertian Pajak Hotel dan Restoran Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pajak Hotel, Pajak Hotel adalah pungutan daerah atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dan/atau tempat menginap lain yang sejenis. Hotel bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran atau yang seharusnya dibayar, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, termasuk rumah sewa/kos dan/atau yang diperuntukkan untuk itu kecuali pertokoan dan perkantoran. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pajak Restoran, Pajak Restoran adalah pungutan daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. 2.1.10 Subjek Pajak Hotel dan Restoran Subjek Pajak Hotel menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001 adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pembayaran 19

atas pelayanan hotel. Wajib Pajak Hotel orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Sedangkan subjek Pajak Restoran menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001 adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. 2.1.11 Objek Pajak Hotel dan Restoran Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001, objek Pajak Hotel adalah adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar di hotel atau yang diperuntukkan untuk itu. Yang termasuk obyek pajak antara lain : (1) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain ; Hotel Berbintang, Hotel Melati, gubuk wisata (cottage) motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kost/rumah sewa dan yang sejenisnya; (2) Fasilitas pelayanan penunjang antara lain : telepon, faximile, telex, restoran bar, pelayanan cuci, strika, dan seluruh transaksi sejenis lainnya; (3) Fasilitas olah raga dan hiburan antara lain : pusat kebugaran (fitness center), spa, kolam renang, tennis, golf, karaoke, pub, diskotek, dan lainlain yang disediakan atau dikelola hotel; (4) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel. Yang dikecualikan dari Obyek Pajak adalah : (1) Asrama dan Pesantren; 20

(2) Perkantoran, perbankan, dan pertokoan. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001, objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. 2.1.12 Dasar Pengenaan Pajak Hotel dan Restoran Dasar pengenaan Pajak Hotel dan Restoran menurut Peraturan Daerah Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 adalah jumlah pembayaran dan pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh konsumen kepada hotel dan restoran. Tarif pajak yang ditetapkan adalah 10 persen. Besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Pajak yang terutang dipungut di Daerah Kabupaten Badung. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan Kalender. 2.1.13 Kepatuhan Perpajakan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Devano, 2006:110) menyatakan, kepatuhan adalah tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Kepatuhan dalam perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ada dua macam kepatuhan (Supadmi, 2009:216), yaitu kepatuhan formal 21

dan kepatuhan material. 1) Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 2) Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara substantif atau hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Dalam hubungannya dengan Wajib Pajak Hotel dan Restoran, kepatuhan memiliki pengertian suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan/aturanaturan perpajakan, khususnya Pajak Hotel dan Restoran yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 yang wajib/harus dilaksanakan. Secara umum, kewajiban yang wajib/harus dilakukan oleh wajib pajak adalah menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Untuk menjaga agar wajib pajak tetap berada pada koridor perpajakan, maka Dinas Pendapatan melakukan penyuluhan intensif, pelayanan prima, dan pemeriksaan pajak. Menurut Pradnyan (2008:23) wajib pajak yang dianggap sebagai wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dalam dua tahun terakhir (baik melalui perpanjangan waktu maupun tidak), dimana SPTPD harus disampaikan paling lambat 15 hari setelah masa pajak berakhir. 22

2) Memenuhi pembayaran pajaknya tepat waktu, yaitu pajak yang terutang harus disetor setiap bulan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya dan harus dilunasi paling lama 30 hari sejak Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) diterima. 3) Tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur/menunda pembayaran. 4) Menyelesaikan pembukuan untuk setiap transaksi penjualan yang terjadi, baik dengan menggunakan cash rigister maupun secara manual. 5) Membuat laporan laba/rugi setiap bulan. 6) Memungut pembayaran PHR menggunakan nota pembayaran/bill dengan diberi nomor seri dan diporporasi oleh Dispenda Kabupaten Badung. 7) Salinan nota pembayaran/bill yang sudah dipergunakan, disimpan dalam waktu setahun sebagai bukti dasar perhitungan dalam pembuatan SPTPD. 2.1.14 Dasar Hukum dan Peraturan Pelaksanaan Pajak Hotel dan Restoran Dasar hukum pengenaan Pajak Hotel dan Restoran yang mengikat antara wajib pajak dengan pemerintah adalah: 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pajak Hotel. 3) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pajak Restoran. 23

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian sejenis sebagai bahan referensi antara lain penelitian yang dilakukan oleh Wirasanti (2004) berjudul Penilaian Tingkat Kepatuhan Atas Pemenuhan Kewajiban Pajak Hotel dan Restoran di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Tahun 2003. Wirasanti menemukan bahwa, Wajib Pajak Hotel dan Restoran di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng telah memenuhi peraturan perpajakan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 3 dan No. 4. Hal ini dapat dilihat dari sebanyak 45,45% responden berada pada kategori sangat patuh (SP), 45,45% berada dalam kategori patuh (P), dan 9,09% berada dalam kategori cukup patuh (CP). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wirasanti adalah sama-sama meneliti tingkat kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Wirasanti adalah terletak pada lokasi penelitian, dimensi waktu dan teknik analisis data. Penelitian ini mengambil lokasi pada hotel dan restoran di Kabupaten Badung sedangkan penelitian penelitian Wirasanti pada hotel dan restoran di Kecamatan Buleleng Kabupten Buleleng. Penelitian ini menganalisis tingkat kepatuhan tahun 2011, sedangkan penelitian Wirasanti menganalisis tingkat kepatuhan tahun 2003. Penelirian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif dan analisis faktor sedangkan penelitian Wirasanti hanya menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian yang dilakukan oleh Pradnyan (2008) berjudul Penilaian Tingkat Kepatuhan Atas Pemenuhan Kewajiban Pajak Hotel dan Restoran (PHR) di Kabupaten Badung Tahun 2007. Pradnyan menemukan bahwa, Wajib Pajak 24

Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung pada tahun 2007 sampai dengan September 2008 telah patuh dalam memenuhi kewajiban Pajak Hotel dan Restoran berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 20 dan 21 tahun 2001. Hal ini dapat dilihat dari total skor jawaban responden yaitu sebanyak 21.376, dimana total skor tersebut berada pada kategori patuh, yang memiliki rentang nilai antara 17.442 sampai 21.546. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Pradnyan adalah sama-sama meneliti tingkat kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran, menggunakan lokasi penelitian yang sama yaitu hotel dan restoran di Kabupaten Badung. Perbedaannya terletak pada dimensi waktu dan teknik analisis data. Penelitian ini menganalisis tingkat kepatuhan tahun 2011, sedangkan penelitian Pradnyan menganalisis tingkat kepatuhan tahun 2007. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kuantitatif dan analisis faktor sedangkan penelitian Pradnyan hanya menggunakan teknik analisis kuantitatif. Penelitian Ariasih (2009) yang berjudul Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Pemenuhan Kewajiban Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tabanan Tahun 2008. Kesimpulan yang diperoleh adalah Wajib Pajak Hotel dan Restoran yang ada di Kabupaten Tabanan telah patuh dalam memenuhi kewajiban Pajak Hotel dan Restoran sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan No.9 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran. Sebanyak 50% responden berada pada kriteria sangat patuh (SP), 28,57% responden berada pada kriteria patuh (P), 7,14% responden berada pada kriteria cukup patuh (CP), dan 14,29% responden masih berada pada kriteria kurang patuh (KP). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengambil 25

lokasi pada hotel dan restoran di Kabupaten Badung, sedangkan penelitian sebelumnya mengambil lokasi pada hotel dan restoran di Kabupaten Tabanan. Perbedaan lainnya meliputi dimensi waktu. Penelitian ini menganalisis tingkat kepatuhan tahun 2011 sedangkan penelitian sebelumnya menganalisis tingkat kepatuhan tahun 2008. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan analisis faktor sedangkan penelitian sebelumnya hanya menggunakan analisis kuantitatif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tingkat kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran. 26