BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan karangan Mardiasmo (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dilaksanakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang dapat langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (h1) Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat. Jadi menurut pendapat penulis, pajak merupakan iuran yang diberikan oleh rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, yang tidak mendapatkan 10

2 kontraprestasi secara langsung yang bertujuan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan negara. II.1.2 Fungsi dan Asas Pengenaan Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka menurut Mardiasmo (2011), pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: a. Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. b. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang pertumbuhan ekonomi. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya: dalam rangka untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia, pemerintah membuat tarif ekspor sebesar 0%. 11

3 II.1.3 Asas Pengenaan Pajak Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Menurut Mardiasmo dalam buku Perpajakan (2011), terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah: a. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept). 12

4 b. Asas sumber, negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumbersumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia. c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income. II.1.4 Pembagian Jenis Pajak Mardiasmo (2011) menjelaskan secara umum pajak yang diberlakukan di Indonesia dapat dibedakan dengan klarifikasi sebagai berikut: 13

5 1) Menurut golongannya a. Pajak langsung adalah pajak yang yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Hotel, Pajak Hiburan dan Pajak Restoran. 2) Menurut sifatnya a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3) Menurut lembaga pemungutnya Dwiarso, Yulita dan Agung (2011) menjelaskan secara kewilayahan pajak terbagi menjadi dua katagori, yaitu: a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Bea Materai. b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. i. Pajak provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor. ii. Pajak kabupaten atau kota, contoh: pajak hotel. (h5) 14

6 II.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Mardiasmo (2011) menjalaskan bahwa sistem pemungutan pajak dapat dibagi atas 3 (tiga) macam yaitu: a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2. Wajib Pajak bersifat pasif. 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System adalah suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 15

7 Ciri-cirinya: 1. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak lain selain fiskus dan Wajib Pajak. (h7) II.1.6 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Mardiasmo (2011) menjelaskan bahwa utang pajak timbul karena Surat Ketetapan Pajak (ajaran formal), ajaran ini diterapkan pada official assessment system. Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa utang pajak timbul karena undang-undang. Ajaran ini diterapkan pada self assessement system. Penghapusan utang pajak dapat disebabkan beberapa hal : 1. Pembayaran Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke Kas Negara. 2. Kompensasi Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang. 3. Daluwarsa Dalam hal ini daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini memberi kepastian hukum 16

8 kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa. 4. Pembebasan dan Penghapusan Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi. Sedangkan penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya kepada keadaan keuangan Wajib Pajak.(h8) II.2 Pemahaman Mengenai Otonomi Daerah dan Pajak Daerah II.2.1. Otonomi Daerah Adrian Sutedi (2009) menjelaskan bahwa otonomi daerah secara istilah merupakan wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan amanat yang diberikan oleh pemerintahan pusat kepada daerah yang telah memiliki otonomi daerah maka diperlukan pendanaan yang tidak sedikit. Pemerintahan pusat memberikan dana kepada setiap daerah untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan melalui perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah adalah suatu system pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan 17

9 penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dikarenakan dana yang diberikan oleh pemerintah tidak mencukupi maka daerah didorong untuk mencari sumber penerimaan sendiri agar penyelenggaraan urusan pemerintahaan berjalan lancar, efektif, dan efisien. Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah bahwa sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok sebagaimana dibawah ini: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan, meliputi: a) Pajak daerah; b) Restribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah; c) Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan, d) Lain-lain PAD yang sah. 2. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sumber penerimaan daerah yang kedua, yaitu pembiayaan yang bersumber dari : 18

10 1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah; 2. Penerimaan peminjaman daerah; 3. Dana cadangan daerah; dan 4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. (H19) II.2.2 Pengertian Pajak Daerah Mardiasmo (2011) Undang-Undang Pajak Daerah No.28 Tahun 2009 mendefinisikan, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pripadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah terbagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten atau kota yang bersangkutan. (h12) 1. Pajak provinsi terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari : a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; 19

11 d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. II.3 Pemahaman Mengenai Pajak Daerah II.3.1 Pajak Hotel Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel Siahaan (2010) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan yang dimaksud hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan pungutan bayaran, yang mencakup jasa motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Dasar Hukum pemungutan pajak hotel pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; 20

12 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; 4. Peraturan daerah kabupaten atau kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2011 yang mengatur tentang Pajak Hotel; 5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Dearah tentang Pajak Hotel pada kabupaten atau kota dimaksud. (h299) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Pajak Hotel Siahaan (2010) subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak hotel adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan dan pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. (h303) Objek dan Bukan Objek Pajak Hotel 1. Objek Pajak Siahaan (2010) menjelaskan yang menjadi objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang bersifat memberikan kemudahan dan kenyamanan, 21

13 termasuk fasilitas yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. 2. Dikecualikan sebagai Objek Pajak Dikecualikan sebagai objek pajak hotel adalah : 1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah; 2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya didasarkan atas izin usahanya; 3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan; 4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yag sejenis; 5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum. (h301) Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hotel 1. Dasar Pengenaan Pajak Hotel Siahaan (2010) Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. 2. Tarif Pajak Hotel Zuraida (2012) tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten atau 22

14 kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah kabupaten atau kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten atau kota diberi kewenangan untuk menempatkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten atau kota lainya, asalkan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen). (h54) 3. Perhitungan Pajak Hotel Terutang Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hotel adalah sesuai dengan rumus berikut. Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran atau yang Seharusnya Dibayar Kepada Hotel (h304) II.3.2 Pajak Restoran Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran Siahaan (2010) menjelaskan bahwa pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pajak restoran pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; 23

15 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; 4. Peraturan daerah kabupaten atau kota Cilegon Nomor 1 Tahun 2011 yang mengatur tentang Pajak Restoran; 5. Keputusan bupati atau walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Dearah tentang Pajak Restoran pada kabupaten atau kota dimaksud. (h329) Objek Pajak Restoran 1. Objek Pajak Restoran Siahaan (2010) menjelaskan bahwa Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Termasuk dalam objek Pajak Restoran adalah rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. 2. Bukan Objek Pajak Restoran Pada Pajak Restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oleh restoran atau rumah makan dikenakan pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 37 ayat 3 disebutkan bahwa yang tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (h329) 24

16 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran Siahaan (2010) Subjek Pajak Restoran, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran. Sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dalam bidang rumah makan. (h330) Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran 1. Dasar Pengenaan Pajak Restoran Siahaan (2010) Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pembelian makanan dan atau minuman. 2. Tarif Pajak Restoran Zuraida (2012) tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menempatkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainya, asalkan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen). (h56) 25

17 3. Cara Perhitungan Pajak Restoran Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Restoran adalah sesuai dengan rumus berikut. Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang Diterima Restoran II.3.3 Pajak Hiburan Dasar Hukum Pengenaan Pajak Hiburan Siahaan (2010) Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yangg terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hiburan pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; 4. Peraturan Daerah kabupaten atau kota yang mengatur tentang Pajak Hiburan; 5. Keputusan bupati atau walikota yang mengatur tentang Pajak Hiburan sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hiburan pada kabupaten/kota dimaksud. (h355) 26

18 Objek Pajak Hiburan 1. Objek Pajak Hiburan Siahaan (2010) Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Hiburan yang atas jasa penyelenggaraannya ditentukan menjadi objek adalah: 1. Tontonan film; 2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan atau busana; 3. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; 4. Pameran; 5. Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya; 6. Sirkus, akrobat, dan sulap; 7. Permainan bilyar, golf, dan boling; 8. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; 9. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitnes center); dan 10. Pertandingan olahraga. 2. Bukan Objek Pajak Hiburan Pada pajak hiburan tidak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 42 Ayat 3, penyelengaraan hiburan yang merupakan objek Pajak Hiburan dapat dikecualikan dengan peraturan daerah. Pengecualian ini misalnya saja dapat diberikan terhadap penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, dan kegiatan keagamaan. (h356) 27

19 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hiburan Siahaan (2010) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak hiburan adalah konsumen yang menukmati hiburan. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan hiburan. (h357) Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hiburan 1. Dasar Pengenaan Pajak Hiburan Siahaan (2010) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Jumlah uang yang seharusnya diterima termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan. 2. Tarif Pajak Hiburan Zuraida (2012) objek Pajak Hiburan meliputi berbagai jenis hiburan, pemerintah kabupaten/kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk masing-masing jenis hiburan, yang biasanya berbeda antar jenis hiburan. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% ( tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap / spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat atau tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). (h58) 28

20 3. Perhitungan Pajak Hiburan Besaran pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Hiburan adalah sesuai dengan rumus berikut: Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Uang yang Diterima oleh Penyelenggara Hiburan (h358) 29

21 II.4 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah tabel penelitian terdahulu: Tabel II.1 Daftar Penelitian Terdahulu No. Nama Judul Penelitian 1. Tahta Alfina Analisis Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Sebagai Sumber Pendapatan Asli Kota Batu Dalam Era Otonomi Daerah 2. Harvi Novirianto Evaluasi Pemungutan Pajak Hiburan Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kediri 3. Betty Rahayu Analisi Potensi Pajak Hotel Terhadap Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Gunung Kidul Variabel Variabel Yang Digunakan Realisasi Pendapatan Pajak Hotel dan Pajak Restoran, Tingkat Inflasi, Jumlah Wisatawan, Realisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Realisasi Pendapatan Pajak Hiburan, Potensi Pendapatan Pajak Hiburan, Realisasi Pendapatan Pajak Hiburan. Realisasi Penerimaan Pajak Hotel, Potensi Pajak Hotel Hasil Penelitian a. Tingkat efektifitas pajak hotel dan restorant di Kabupaten Kota Baru kurang baik rata-rata 46%. b. Tingkat efisiensi pajak hotel dan restoran di Kabupaten Kota Baru yaitu naik turun antara 24,66%-27,29%. a. Kontribusi Pajak Hiburan Kabupaten Kediri sejak tahun 1999/2000 sampai dengan 2006/2007 rata-rata sebesar 0.32%. b. Tingkat PAD Kabupaten Kediri dimana kontobusinya meningkat rata-rata sebesar 0.008%. a. Pajak Hotel yang nilainya selalu menurun dari tahun selama tahun bahkan nilai yang ada tidak lebih dari 5% setiap tahunnya. 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, negara berkewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya baik dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli antara lain: a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut P.J.A Andiani dalam Diana Sari (2013: 33), adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang penduduknya sangat padat, dimana setiap warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk membayar pajak secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak secara umum 2.1.1. Pengertian pajak Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pasal 1 angka 18, Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran dari rakyat kepada pemerintah yang bersifat wajib

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak telah berubah menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang merupakan perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Permasalahan dalam pajak erat kaitannya dengan negara yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2014 Nomor : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6). BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN. TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN www.inilah.com I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang melakukan berbagai pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Perpajakan No 16 Tahun 2009, tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode )

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode ) Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode 2010-2014) Disusun Oleh: Januardi 2011110028 Dosen Pembimbing: 1).

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi ketentuan

Lebih terperinci

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN 1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH KHUSUSNYA PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan daerah perlu dijalankan atau dikembangkan sebagai salah satu upaya penting untuk mewujudkan kehendak otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Hiburan merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Efektifitas Istilah efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Menurut Soemitro (1988) pengertian pajak adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Menurut Soemitro (1988) pengertian pajak adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH PERATURAN BUPATI KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK HIBURAN DISUSUN OLEH BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DINAS PENDAPATAN DAERAH w t a -r-x-r x-i-k A nrv-ttmvt T^Tl KT~\ A TV T

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar pada saat ini adalah bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya dikenal 2 fungsi pajak yaitu, budgetair dan regulerend. Budgetair

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya dikenal 2 fungsi pajak yaitu, budgetair dan regulerend. Budgetair BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak adalah : Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak Pajak adalah Iuran wajib berupa uang atau barang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,. Menimbang : a. bahwa kebijakan pajak daerah dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 12 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Pada era baru kini untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu diberikan kewenangan yang seluas-luasnya

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 16 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa pajak hiburan merupakan sumber pendapatan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah menetapkan

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta DPPKA dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Hiburan merupakan sumber pendapatan daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Sigi menjadi daerah otonom

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senatiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAPORAN TRANSAKSI PAJAK DAERAH YANG DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK SECARA ONLINE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut : 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi atau pengertian Pajak menurut Undang-Undang pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Definisi pajak oleh beberapa ahli: Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SISTEM SECARA ONLINE ATAS DATA TRANSAKSI USAHA WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PENGAWASAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa Pajak Hiburan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada kas negara.definisi pajak menurut beberapa ahli adalah : 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Susunan Dalam Satu Naskah Udang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra Prestasi)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 3 Tahun 2011 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 3 Tahun 2011 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 3 Tahun 2011 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan Sumber Pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa untuk menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi dari setiap pengertian mempunyai tujuan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak hiburan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

b. Perda Nomor 03 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah c. Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah.

b. Perda Nomor 03 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah c. Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah. b. Perda Nomor 03 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. c. Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah. d. Perda Nomor 07 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan. e. Perda Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA f SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang telah digulirkan dengan landasan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, diikuti dengan hadirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PUSTAKA 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan

BAB II LANDASAN PUSTAKA 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan BAB II LANDASAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PAJAK Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Negara mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Menurut Rochmat Soemintro dalam Erly Suandy (2011:7). Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada didalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 43 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat mengatasi masalah pembiayaan dalam pembangunan tersebut,

BAB II LANDASAN TEORI. dapat mengatasi masalah pembiayaan dalam pembangunan tersebut, BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ruang Lingkup Pajak a. Definisi Pajak Dalam melaksanakan pembangunan nasional pemerintah harus dapat mengatasi masalah pembiayaan dalam pembangunan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2017 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2017 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Abdul Halim (2004:94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1. Dasar Hukum Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan pada tatanan hukum, oleh karena itu segala sesuatu diatur dengan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam bukunya Mardiasmo (2011),pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang

Lebih terperinci

BUPATI TELUK WONDAMA

BUPATI TELUK WONDAMA BUPATI TELUK WONDAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK WONDAMA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TELUK WONDAMA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA TAHUN : 2014

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA TAHUN : 2014 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 175 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG F HASIL PEMBAHAN 21 NOPEMBER 2013) PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan dengan efektif, maka pemerintah perlu mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Perkembangan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan. Seiring berkembangnya masyarakat maka kepentingan dan kebutuhan masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Pengertian Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hubungan antara Pajak dengan Pendapatan Dalam beberapa jenis pajak kita mengenal ada yang disebut dengan pajak proporsional, pajak progresif, dan pajak

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Hotel merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas, nyata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung. 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Lebih terperinci