Abstrak. Kata kunci: pengajuan kasasi, pertimbangan hakim, tindak pidana penganiayaan. Abtract

dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penulisan Hukum (Skripsi)

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015)

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

Narulita Putri Kusmira Kristiyadi. Abstrak. Kata Kunci : Pembuktian, Visum et Repertum, Persetubuhan terhadap Anak. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penulisan Hukum (Skripsi)

KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh: Stenli Sompotan 2

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

Hangga Tri Aditya. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Abstrak. Abstract. exhibit would be a consideration for the Judex Juris in accepting the cassation.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

Penulisan Hukum (Skripsi)

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

Penulisan Hukum (Skripsi)

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Penulisan Hukum (Skripsi)

Imanunggal Adhi Saputro. Abstrak. Abstract

ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM ATAS PENGABAIAN KETERANGAN SAKSI DAN VISUM ET REPERTUM

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

Transkripsi:

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan ahli forensik dalam pembuatan alat bukti surat yang berbentuk Visum Et Repertum dalamperkara penganiayaan yang memnyebabkan matinya orang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 791K/PID/2014. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatif yang memberikan preskriptif mengenai kesesuaian alasan pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum serta bagaimana pertimbangan Majelis Hakim. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi dokumen untuk mengumpulkan bahan hukum dengan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen resmi maupun literatur yang berhubungan dengan masalah yang sedang dikaji oleh penulis. Teknik analisis bahan hukum dilakukan secara silogisme deduktif yang berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis yang didapat maka dapat ditarik sebuah kesimpulan yang berkaitan dengan perkara tersebut. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa alasan hukum pengajuan kasasi Judex Factie dalam perkara penganiayaan yang menyebabkan matinya orang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 791K/ PID/2014 sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP. Berkaitan dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, Majelis Hakim memutus berdasarkan fakta di dalam persidangan atas pertimbangan yang bersifat yuridis maupun pertimbangan yang bersifat non yuridis atas rasa keadilan yang berlaku di masyarakat. Kata kunci: pengajuan kasasi, pertimbangan hakim, tindak pidana penganiayaan Abtract This study aims to determine how the strength of evidence statements forensic specialists in the manufacture of documentary evidence in the form of a post mortem dalamperkara memnyebabkan normative law research that provides prescriptive regarding the suitability of the reasons the appeal by the public prosecutor as well as how the consideration of the judges in examining and deciding in the case of persecution that caused the death of people. Mechanical collection of legal materials do with the related to the issues being studied by the author. Mechanical analysis of legal materials carried deductive syllogism stemming from the submission of the major premise then forwards the minor premise, from the second premise of this research, a conclusion can be drawn with regard to the case. The results obtained from this study that the legal grounds the appeal Judex factie in the case of the judges in the hearing and deciding the case, the judges decide based on the facts in court on consideration of juridical and non juridical judgment on sense of justice in society. keywords : appeals, consideration of the judge, the crime of persecution Pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara yang dibenarkan oleh Undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwa kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuanketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan 164 Verstek Volume 4 No. 1 April 2016

yang didakwakan (M.Yahya Harahap,2010:793). Proses pembuktian memegang peran yang sangat penting dalam penyelesaian suatu tindak pidana dimuka persidangan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana. Dalam usaha untuk memperoleh alat bukti yang diperlukan seringkali penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah. Proses pembuktian atau membuktikan mengandung arti untuk dapat menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu : 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa. Sebagai bentuk dalam upaya mencari, menemukan kebenaran mengenai suatu perbuatan tindak pidana kejahatan yang menyebabkan luka, terganggunya kesehatan dan matinya seseorang, jelas ilmu pengetahuan hukum tidak bisa mengungkap permasalahan itu secara detail, karena hal tersebut diluar jangkauannya. maka diperlukan adanya bantuan dari disiplin ilmu lain, yaitu Ilmu Kedokteran Kehakiman. Ilmu Kedokteran Kehakiman berperan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara sesuatu perbuatan dengan akibat yang ditimbulkannya dari perbuatan tersebut, baik yang menimbulkan akibat luka pada tubuh atau yang menimbulkan gangguan kesehatan, atau yang menimbulkan matinya seseorang, dimana terdapat akibat-akibat tersebut patut diduga telah terjadi tindak pidana. Berdasarkan hasil pemeriksaan ahli forensik inilah selanjutnya dapat diketahui apakah luka, tidak sehat atau matinya seseorang tersebut diakibatkan oleh tindak pidana atau tidak. Hasil pemeriksaan ahli forensik dimaksud adalah Visum et Repertum yang menceritakan tentang kejadian-kejadian tindak pidana yang dapat menjadi alat bukti dalam pengusutan selanjutnya. Visum et Repertum sangat penting gunanya dan peranannya dalam bidang pengadilan akan sangat membantu bagi hakim dalam usahanya membuat terang suatu perkara. Visum et Repertum merupakan keterangan dokter ahli, di luar kemampuan pengetahuan penyidik (polisi) maupun hakim. Bagi pengadilan, hakim tetap dijamin kebebasannya oleh undangundang, artinya hakim sekali-kali tidak wajib menurut pendapat ahli jika bertentangan dengan keyakinannya. Hal ini jarang terjadi, sehingga umumnya keterangan dokter ahli dalam Visum ET Repertum, dibuat berdasarkan objektivitas dan hasilnya sangat mendekati kebenaran. Visum et Repertum merupakan pengganti korban dalam sidang pengadilan. Penulis dalam hal ini ingin mengkaji kasus tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Terdakwa Lulu Mohungo alias Lulu putusan Mahkamah Agung Nomor 791 K/PID/2014 dimana penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh tentang suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya. Kasus tersebut membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan Penyidik. Maka dari itu, penyidik berwenang untuk meminta agar seorang ahli forensik memeriksa korban guna kepentingan peradilan. Lembaga hukum tersebut berwenang meminta keterangan yang dibuat oleh dokter dan keterangan yang biasanya dibuat oleh ahli forensik. Pada Pasal 7 ayat (1) huruf (h) KUHAP dapat dilihat pentingnya peranan Visum et Repertum itu sendiri dalam hal ini pejabat polisi negara Republik Indonesia serta pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang karena kewajibannya mempunyai wewenang mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih jauh apa yang dimaksud dengan Visum et Repertum, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu Bagaimanakah penilaian Hakim terhadap keterangan ahli secara tertulis dalam bentuk Visum Et Repertum sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana kekuatan pembuktian Visum et Repertum sebagai alat bukti dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 791 K/PID/2014 dan bagaimana analisis terhadap hasil Visum et Repertum Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pohuwoto Nomor : Verstek Volume 4 No. 1 April 2016 165

045.2/VER/RSUD-PHWT/53/VIII/2013 tanggal 5 November 2013. Sedangkan manfaat penelitian ini yaitu : secara teoritis dan secara praktis. Secara Teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan pembuktian dalam hukum Acara Pidana. Secara Praktis hasil penelitian yang berfokus pada kekuatan pembuktian diharapkan dapat menjadi masukan bagi praktisi hukum sehingga dapat penegak hukum. B. Metode Penelitian Penelitian tentang kekuatan pembuktian Visum et Repertum sebagai alat bukti menurut KUHAP tergolong kedalam jenis penelitian hukum normatif. Dalam hal ini penulis menganalisa berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 791 K/PID/2014. Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun dotkrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi sehingg diperoleh argumentasi teori atau konsep baru sebagai deskripsi dalam menyelesaikan masalah hukum ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : pendekatan perundangundangan dan pendekatan kasus. Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua Undang- Undang dan regulasi yang berkaitan sedangkan pendekatan kasus akan dilakukan dengan cara melakukan telaah mendalam terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 791 K/PID/2014 dengan hasil Visum et Repertum Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pohuwoto Nomor : 045.2/VER/ RSUD-PHWT/53/VIII/2013 tanggal 5 November 2013. Bahan hukum primer penelitian ini meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoinesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Putusan Mahkamah Agung Nomor 791K/PID/2014. Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi meliputi buku hukum, kamus hukum, jurnal hukum dan putusan pengadilan. Metode pengumpulan bahan hukum yakni dengan memperoleh studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan jenis bahan hukum sekunder yang berasal dari sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen resmi maupun literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Dari bahan hukum primer dan sekunder tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan di dalam penulisan hukum ini. Teknik analisis bahan hukum yang dilakukan oleh penulis adalah mempergunakan metode silogisme deduktif yaitu dengan cara berfikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti guna menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.pola berfikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar kemudian penelitian tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif menurut ajaran Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis mayor.kemudian diajukan premis minor dari kedua premis ini dikemudian ditarik kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki,2011:45-46). bentuk Visum Et Repertum sesuai dengan Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Penegak hukum mengartikan visum et repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai benda bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di bagian 166 Verstek Volume 4 No. 1 April 2016

Kesimpulan. Bila Visum Et Repertum belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang- Undang yaitu Pasal 120, Pasal 179, dan Pasal 133 ayat 1 KUHAP, maka dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana, sepanjang Visum Et Repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses pengadilan. D e n g a n d e m i k i a n Vi s u m E t Repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca Visum Et Repertum dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh atau jiwa manusia. Sehubungan dengan peran Visum Et Repertum yang semakin penting dalam pengungkapan suatu kasus penganiayaan misalnya, Jika korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban untuk melapor ke polisi. Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan Visum Et Repertum nya. Sebagai dokter klinis, pemeriksa bertugas menegakkan diagnosis dan melakukan pengobatan. Maka sebagai dokter forensik mempunyai tugas untuk memeriksa dan mengumpulkan berbagai, bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik seperti yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan Visum Et Repertum. Maka dari itu keterangan ahli berupa Visum Et Repertum tersebut akan menjadi sangat penting dalam pembuktian, sehingga Visum Et Repertum akan menjadi alat bukti yang sah karena berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan, sehingga akan membantu para petugas kepolisian kejaksaan, dan kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana Berkenaan dengan kedudukan suatu keterangan ahli, pada Pasal 306 ayat (1) HIR diberikan ketentuan bahwa, Berita orang ahli yang diangkat karena jabatan untuk menyatakan pertimbangan dan pendapatnya tentang hal ihwal atau keadaan sesuatu perkara, hanya boleh dipakai untuk memberi keterangan kepada hakim. Sementara itu, untuk masalah permintaan bantuan seorang saksi ahli hanya dapat diajukan secara tertulis dengan menyebutkan jenis bantuan atau pemeriksaaan yang dikehendaki. Misalnya, terjadi kasus tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 791K/PID/2014 dengan Terdakwa Lulu Mohungo alias Lulu, permintaan bantuan terhadap saksi ahli dalam hal ini saksi ahli forensik harus diperjelas. Maksud diperjelas adalah sebatas bantuan apa yang diperlukan untuk sebagai barang bukti tertulis atau lisan, apakah pemeriksaan yang dilakukan oleh saksi ahli forensik hanya sebatas pemeriksaan luar dan dalam (autopsi). Keterangan saksi ahli yang dapat disebut sebagai alat bukti yang sah dalam Pengadilan dapat berupa : 1. Secara Tertulis (Visum et Repertum) 2. Secara lisan Dalam proses pembuktian persidangan, keterangan saksi ahli dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam antara lain : 1. Sebagai alat bukti yang terbagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu surat dan keterangan ahli. 2. Sebagai keterangan yang disamakan nilainya dengan alat bukti. 3. Sebagai keterangan yang hanya menguatkan keyakinan Hakim. 4. Sebagai keterangan yang tidak berfungsi apa-apa. Pasal 179 ayat (1) KUHAP menyatakan: Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Penjelasan pasal 133 ayat (2) menyatakan: Keterangan ahli yang diberikan oleh ahli kedokteran Verstek Volume 4 No. 1 April 2016 167

kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan dan pasal 187 huruf c menyatakan bahwa salah satu alat bukti surat adalah: surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya. Penjelasan di atas dapat dikelompokkan 2 (dua) bentuk alat bukti yang berasal dari keterangan ahli, yaitu: 1. Alat bukti surat (Visum Et Repertum) 2. Alat bukti keterangan ahli Pe rk a ra p id a na, s e ca ra f o rmi l kekuatan pembuktian keterangan ahli tidak mengikat hakim. Hal ini sejalan dengan sistem pembuktian yang dianut dalam peradilan pidana, yaitu pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepada keterangan ahli. Demikian juga keterangan seorang ahli yang menjadi alat bukti surat (Visum Et Repertum). Dalam konteks visum et repertum, kedudukannya dalam proses peradilan pidana adalah sebagai alat bukti surat, sesuai dengan penegasan Pasal 184 ayat (1) huruf c jo Pasal 187 huruf c KUHAP dan sebagai alat bukti keterangan ahli, sesuai dengan penegasan Pasal 1 Stb. 1937-350 jo Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP. Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus penganiayaan dan pembunuhan. Kasus kejahatan terhadap jiwa yaitu dengan merusak kesehatan ataupun menghilangkan nyawa seseorang baik dengan menggunakan senjata tajam atau benda tumpul, dibunuh ataupun bunuh diri, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu penganiayaan dan pembunuhan. Berlakunya sistem HIR, keterangan seorang ahli di depan pengadilan hanyalah berkedudukan sebagai pemberi keterangan terhadap hakim. Keterangan ahli ini tidak berkedudukan sebagai salah satu alat bukti. Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP secara tegas menunjuk keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti yang sah. Tetapi, sekalipun keterangan ahli telah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan dalam sistem HIR, menurut pendapat M. Yahya Harahap seorang Hakim tidaklah secara mutlak terikat pada suatu keterangan ahli nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrij bewijskracht. Di dalam dirinya tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Terserah pada penilaian Hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Tidak ada keharusan bagi Hakim untuk mesti menerima kebenaran keterangan ahli dimaksud. Membantu Proses Pembuktian Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada proses persidangan begitu juga halnya terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan luka tubuh manusia, untuk menentukan kapan saat terjadi luka dan apakah luka tersebut disebabkan oleh tindak kejahatan diperlukan alat bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Cara yang dapat dilakukan untuk pembuktian perkara pidana antara lain adalah meminta bantuan dokter sebagai saksi yang dapat membuat keterangan tertulis dalam bentuk visum et repertum dan memberikan keterangan dipersidangan sebagai saksi ahli. Artinya, bahwa ilmu pengetahuan kedokteran sangat berperan dalam membantu penyidik, kejaksaan, dan hakim dalam hal yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu kedokteran. Selanjutnya ilmu kedokteran juga mempunyai peranan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara suatu perbuatan dengan akibat yang akan ditimbulkannya dari perbutan tersebut, baik yang menimbulkan akibat luka pada tubuh, atau yang menimbulkan matinya seseorang, dimana terdapat akibat-akibat tersebut patut diduga telah terjadi tindak pidana. Berdasarkan hasil pemeriksaan ahli forensik inilah selanjutnya dapat diketahui apakah luka seseorang, tidak sehatnya seseorang tersebut diakibatkan oleh tindak pidana atau tidak. Dokter ahli forensik dapat memberikan 168 Verstek Volume 4 No. 1 April 2016

bantuannya dalam hubungannya dengan proses peradilan dalam hal : a. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara, ini biasanya dimintakan oleh pihak yang berwajib dalam hal dijumpai seseorang yang dalam keadaan meninggal dunia. Pemeriksaan yang oleh ahli forensik ini akan sangat penting dalam hal menentukan jenis kematian dan sekaligus untuk mengetahui sebabsebab dari kematiannya tersebut, sangat berguna bagi pihak yang berwajib untuk memproses atau tidaknya menurut hukum. Dalam hal ini dokter akan membuat Visum Et Repertum sebelum mayat dikuburkan. b. Pemeriksaan terhadap korban yang luka oleh ahli forensik dimaksudkan untuk mengetahui: 1) Ada atau tidaknya penganiayaan 2) Menentukan ada atau tidaknya kejahatan atau pelanggaran kesusilaan 3) Untuk mengetahui umur seseorang 4) Untuk menentukan kepastian seorang bayi yang meninggal dalam kandungan seorang ibu. D. Simpulan dan Saran Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 butir 28 KUHP yaitu keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara tindak pidana. Dalam hal kejahatan terhadap tubuh atau jiwa manusia dokter mempunyai peranan yang sangat penting sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dibidang tubuh manusia. Apabila hakim ragu terhadap suatu tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh atau jiwa manusia, hakim dapat menghadirkan seorang dipersidangan sebagai saksi ahli sehingga membuat terang tindak pidana yang terjadi. Visum Et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan ditemukan barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan, yang juga merupakan pendapat dari seorang ahli ataupun kesaksian (ahli) secara tertulis, sebagaimana yang tertuang dalam bagian pemberitaan (hasil pemeriksaan). Hal ini berbeda dengan kedudukan keterangan ahli yang disampaikan secara lisan (alat bukti keterangan ahli) dengan keterangan ahli yang diberikan dalam bentuk surat (sebagai alat bukti surat) di peradilan pidana seorang Hakim tidaklah secara mutlak terikat pada suatu keterangan ahli nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrij bewijskracht hakim boleh menentukkan hukuman apa yang sekiranya adil atas perbuatan Terdakwa berdasarkan keyakinan hakim sendiri. Dokter forensik sangat berperan dalam membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana yang terjadi mulai dari tingkat penyidikan samapai pada tahap pengadilan terhadap kasus yang berhubungan dengan tubuh atau jiwa manusia, sehingga membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi Dalam pembuktian perkara pidana yang berkaitan dengan tubuh atau jiwa manusia dokter foresik mempunyai peranan yang sangat penting untuk membantu Hakim dalam mengungkap peristiwa pidana, untuk itu harus ada ketentuan yang tegas mengatur tentang kedudukan dokter sebagai saksi ahli, selanjutnya hakim juga harus bijak menilai alat-alat bukti yang diajukan oleh dokter baik secara tertulis secara lisan dengan demikian diharapkan kebenaran materil dapat terwujud. Disamping itu koordinasi antar aparat penegak hukum dan dokter harus ditingkatkan terutama terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh atau jiwa manusia. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan jurnal hukum ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan terutama kepada : 1. Allah SWT yang memberi kemudahan dalam menyelesaikan penulisan 2. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu memotivasi 3. Bapak Prof.Supanto S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Verstek Volume 4 No. 1 April 2016 169

4. Bapak Dr. Soehartono S.H.,M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret 5. Ibu Sri Wahyuningsih Yulianti S.H.,MH selaku Pembimbing Akademik 6. Ibu Zaky Adlhiyati,S.H.,M.H., selaku Ketua Pengelola Jurnal Verstek Hukum Acara 7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret 8. Teman-teman angkatan 2012 yang selalu membantu Buku: Abdul Mun im.2009. Kedokteran Forensik Andi Hamzah.2008.Hukum Acara Pidana Edisi Kedua. Jakarta: Sinar. 2 0 1 0. P e m b a h a s a n Permasalahan dan Penerapan KUHP :.2011.Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP.Jakarta: M. Ya h y a H a r a h a p. 2 0 1 2. P e m b a h a s a n Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Peter Mahmud Marzuki.2014.Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup R. Soeparmono.1989. Keterangan ahli dan Visum et Repertum dalam aspek hukum acara pidana. Semarang : Satya Wacana Tolib Setiady.2009. Kehakiman. Alfabeta:Bandung Waluyadi. 2007. Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran.Djambatan:Jakarta Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Undang-Undang Nomor 39 Tahun2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Alamat Korespondensi Yesi Puji Astutiningrum Mahasiswa Fakultas Hukum UNS NIM.E0012400 Yessipuji@yahoo.co.id Sri Wahyuningsih Yulianti,SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UNS NIP. 196107211988032001 Sw.yuli_klt@yahoo.com 170 Verstek Volume 4 No. 1 April 2016