LEMBAR PENGESAHAN. Semarang, 18 April 2014 NIM NIM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

03. Bentangalam Struktural

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

ANALISA BENTANG ALAM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

07. Bentangalam Fluvial

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Landforms of Fluvial Processes. Oleh : Upi Supriatna,S.Pd

Ringkasan Materi Pelajaran

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut,

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi

Geologi Daerah Tumpuktengah dan Sekitarnya, Kecamatan Talawi, Kotamadya Sawahlunto, Sumatera Barat BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. geologi khususnya mempelajari tentang batuan sebagai objek utama, prosesproses

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS GEOMORFOLOGI DAN APLIKASINYA UNTUK TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

LAPORAN MENGHITUNG DAN MENGGAMBAR PETA KONTUR SERTA PETA LERENG

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktikum Geomorfologi, acara: Bentang Alam Struktural yang disusun oleh M.Taufiqurrahman, yang disahkan pada : hari : Jumat tanggal : 18 April 2014 pukul : sebagai tugas laporan praktikum mata kuliah Geomorfologi. Asisten Acara, Semarang, 18 April 2014 Praktikan, Rachdian Eko Suprapto M.Taufiqurrahman NIM. 21100112120005 NIM. 21100113130116 1

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud... 3 1.2 Tujuan... 3 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan... 3 BAB II PERHITUNGAN MORFOMETRI 2.1 Kontur Rapat... 9 2.2 Kontur Renggang... 10 2.3 Satuan Fluvial... BAB III PEMBAHASAN 3.1 Satuan Kontur Rapat... 12 3.2 Satuan Kontur Renggang... 14 3.3 Satuan Fluvial 3.4 Korelasi Kontur Renggang, Rapat dan Fluvial... 15 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan... 17 4.2 Saran... 17 DAFTAR PUSTAKA... 18 LAMPIRAN... 19 2

1.1 Maksud BAB I PENDAHULUAN Memahami bentang alam struktural dan ciri-cirinya Membuat deliniasi bentang alam struktural,sungai dan jalan pada peta topografi Menginterpretasikan kenampakan bentang alam struktural pada peta topografi dan pola pengalirannya. 1.2 Tujuan Dapat menjelaskan bentang alam struktural dan ciri-cirinya Dapat membuat deliniasi bentang alam struktural, sungai dan jalan pada peta topografi Mampu menginterpretasikan kenampakan bentang alam struktural pada peta topografi dan jenis pola pengalirannya. 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu : 18.30-selesai WIB Hari/Tanggal : Selasa,8 April 2014 Tempat Praktikum: Gedung Pertamina Sukowati 301 Teknik Geologi UNDIP 3

BAB II MORFOMETRI Perhitungan morfometri dimaksudkan untuk menghitung %kelererengan dan beda tinggi suatu daerah berdasarkan klasifikasi yang sudah ditetapkan. Klasifikasi yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah klasifikasi Van Zuidam. Klasifikasi Relief Kelerengan Beda Tinggi Datar 0-2 <5 Bergelombang landai 3-7 5-50 Bergelombang miring 8-13 25-75 Berbukit bergelombang 14-20 50-200 Berbukitterjal 21-55 200-500 Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000 Pegunungan sangat curam >140 >1000 2.1 Satuan Kontur Rapat Rumus : Tabel 2.1 Klasifikasi Van Zuidam(1983) h = n kontur x IK h = 5 12,5 = 62,5 d 1,2,3,4,5 =jarak/panjang sayatan pada peta d (sebnarnya )= d 1,2,3,4,5 x skala a. d 1 = 0,2cm x 25000 cm = 50 m b. d 2 = 0,3 cm x 25000 cm = 75 m c. d 3 = 0,5 cm x 25000 cm = 125 m d. d 4 = 0,6 cm x 25000 cm = 150 m e. d 5 = 0,9 cm x 25000 cm = 225 m 4

Rata rata %lereng 125+83,3+50+41,6+27,7 = 65,5% -Klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal(van zuidam,1983) Beda tinggi 706-201 =505 m Daerah pegunungan sangat terjal (van zuidam,1983) Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi diatas daerah ini termasuk dalam klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal (van zuidam,1983) 2.2 Satuan Kontur Renggang Rumus : h = n kontur x IK h = 5 12,5 = 62,5 d 1,2,3,4,5 =jarak/panjang sayatan pada peta d (sebnarnya )= d 1,2,3,4,5 x skala a. d 1 = 1,4cm x 25000 cm = 350 m b. d 2 = 2 cm x 25000 cm = 500 m c. d 3 = 1,9 cm x 25000 cm = 475 m d. d 4 = 3,6 cm x 25000 cm = 900 m e. d 5 = 1,3 cm x 25000 cm = 325 m 5

Rata rata %lereng 17,8+12,5+13,1+6,9+19,2 = 13,9% -Klasifikasi daerah bergelombang miring(van zuidam,1983) Beda tinggi 238-130 = 108 m -Klasifikasi daerah berbukit bergelombang (van zuidam,1983) Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi daerah ini (satuan daerah berkontur renggang) termasuk dalam klasifikasi daerah berbukit bergelombang sampai bergelombang miring(van zuidam,1983) 2.3 Satuan Daerah Fluvial Rumus : h = n kontur x IK h = 1 12,5 = 12,5 d 1,2,3,4,5 =jarak/panjang sayatan pada peta d (sebnarnya )= d 1,2,3,4,5 x skala a. d 1 = 0,5 cm x 25000 cm= 125 m b. d 2 = 1,5 cm x 25000 cm= 375 m c. d 3 = 0,4 cm x 25000 cm = 100 m d. d 4 = 0,2 cm x 25000 cm= 50 m e. d 5 = 0,7 cm x 25000 cm= 175 m 6

Rata rata %lereng = 11,5 % -Klasifikasi daerah bergelombang miring(van zuidam,1983) 7

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Bentang Alam Struktural Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh struktur geologi daerah. Struktur geologi terbagi 2 yaitu struktur primer dan sekunder. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder,yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada. Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam struktural adalah : a. Pola pengaliran. Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi struktur geologi dan litologi pada daerah tersebut. b. Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan lain-lain. c. Bentuk-bentuk bukit, lembah dll. d. Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar, sesar atau lipatan. Pada praktikum kali ini praktikan menggunakan peta topografi Daerah Istimewa Yogyakarta kabupaten Gunung kidul kecamatan wonosari. Pada praktikum kali ini,praktikan wajib memiliki 3 kertas kalkir tang ditempelkan pada peta sisi topografi sedemikian hingga tidak saling bertabrakan saat kita ingin membuka kertas kalkir tersebut satu dengan lainnnya. Kertas kalkir 1 digunakan pertama untuk membuat aliran sungai besar(bentang alam fluvial) lalu delinesi warna kontur rapat dengan ungu tua dan satuan delineasi kontur renggang dengan warna ungu muda kemudian profil exsagrasi yang mencakup delineasi satuan kontur rapat,renggang,dan fluvial. Aliran sungai besar dibuat terlebih dahulu agar warna yang terbentuk tidak tertutup oleh warna satuan delineasi kontur rapat dan renggang. Dalam interpretasi peta topografi ini,praktikan melakukan prosedur umum yang dilakukan adalah: 8

1. Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament /kelurusan; 2. Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta; 3. Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis. Pada poin 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini. Pada poin 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai merupakan pencerminankeadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut. Pada poin 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif yaitu denga melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitun persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara bedatinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri. Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai. a. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas. b. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya. c. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras. d. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada 9

pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungaisungai itu sendiri). Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai. 3.2 Satuan Kontur Rapat Untuk satuan delineasi kontur rapat yang dibuat pertama kali adalh membatasi daerah mana saja yang termasuk daerah strtural rapat dengan mewarnai satuan tersebut dengan pensil warna ungu tua pada kertas kalkir 1. Selanjutnya buat profik eksagrasi yang melewati 3 satuan delineasi tadi. Kemudai abuat piola aliran dan pola aliran pada kertasa kalkir 2, warna biru tua untuk sungai besar dan biru muda untuk sungai keci dan merah untuk pola jalan. Setelah di warnai maka tampaklah unsure khas dari suatu struktur pada peta topografi untuk memperkuat data dibuatlah perhitungan morfometri berupa 5 sayatan yang melewati 5 garis konturdan dihitung berdasarkan klasifikasi van zuidam. Kemudian tentukan daerah pelurusan yang mengndikasikan adanya struktur lalu buat perhitungan strike /dip pada sebanyak 5 kali di tempat yang random atau acak. Pada pembuatan morfometri, praktikan membuat sayatan berjumlah 5 sayatan pada peta topografi(kalkir 1) untuk bentang alam struktural rapat yang panjang sayatannya melewati 5 garis kontur dan kemudian data dihitung menggunakan rumus %lereng. Berdasarkan perhitungan morfometri satuan delineasi kontur rapat memiliki %lereng sebesar 61,6% dan termasuk ke dalam klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal (van zuidam, 1983). Sedangkan untuk beda tinggi daerah di dapat hasil sebesar 290 m yang menurut van zuidam( 1983) termasuk klasifikasi daerah berbukit terjal.berdasarkan perhitungan morfometri,dapat disimpulkan bahwa satuan delineasi daerah berkontur rapat termasuk kedalam klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal sampai daerah berbukit terjal(van zuidam,1983) 10

Berdasarkan hasil morfometri,daerah berkontur rapat tergolong daerah berbukit terjal (%lereng) dan berbukit gelombang (beda tinggi),. Kelas lereng ini mengindikasikan bahwa didaerah tersebut banyak terjadi gerakan tanah dan erosi. Hal ini berakibat pada sering terjadinya longsoran.pada bentang alam ini memiliki proses geomorfik erosi, transportasi dan pelapukan. Pada satuan kontur rapat peta topgrafi DIY kabupaten gunung kidul,kecamatan Wonosari ini terdapat beberapa indikasi struktur yakni lipatan antiklin,dan struktur patahan berupa sesar serta bentukan HogBack. Indikasi adanya lipatan antiklin ditandai dengan adanya foreslope(antidip) yang saling berhadapan pada daerah pelurusan Gunung Lawang sampai Gunung Djebing. Arah strike di sekitar daerah lipatan(daerah Gunung Lawang sampai Gunung Djebing) yakni 220-240 barat daya Pada daerah ini juga dijumpai daerah HogBack yakni di daerah Gunung Keruk yang arah strike nya 77-78 ke arah timur. Hal ini dibuktikan dengan adanya suatu bentuk morfologi perbukitan dimana pada salah satu lereng bukitnya landai (kerapatan kontur jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal, maka ditafsirkan kemiringan (arah dip ) lapisan tersebut ke arah bermorfologi lereng yang landai, morfologi yang demikian dikenal sebagai Hog back. Untuk indikasi adanya sesar dicirikan dengan kontur yang rapat di daerah Gunung Lawang tiba tiba renggang didaerah Ragerwukun kemudian rapat lagi pada daerah Gunung Keruk.Adanya perbedaan kerapatan kontur yang mencolok ini dapat ditafsirkan bahwa pada batas-batas perbedaan kontur tadi merupakan akibat pensesaran dan umumnya fenomena ini diakibatkan oleh sesar normal. Perlu pula diperhatikan fenomena tersebut dapat saja terjadi akibat perubahan sifat fisik batuan. Dilihat dari pola alirannya,stadia sungai yang terbentuk pada daerah ini adalah stadia muda yang menembus zona lemah pada daerah berkontur rapat dengan erosi vertical yang dibuktikan dengan tidak adanya cabang sungai dan belum terdapat meander. Pola jalan yang terbentuk pada daerah berkontur rapat kebanyakan sejajar dengan kontur yang ada.ada beberapa kenampakan yang khas dari satuan delineasi kontur rapat yakni terdapat pola aliran sungai yang 11

tiba tiba berbelok di daerah Gunung Gebang dan daerah Glompong. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh 2 faktor yakni tingkat resistensi batuan yang kompak dan keras atau adanya struktur yang bekerja pada daerah tersebut sehingga sungai menjadi berbelok mengikuti pengaruh dari struktur tersebut. Berdasarkan data strike /dip yang didapat pada perhitungan morfometri besar sudut strike pada daerah sungai yang berbelok tadi mengikuti gaya struktur pensesaran sebesar 77-78 kearah barat daya. 3.3 Satuan Kontur Renggang Untuk satuan delineasi kontur renggang yang dibuat pertama kali adalah membatasi daerah mana saja yang termasuk daerah strtural renggang dengan mewarnai satuan tersebut dengan pensil warna ungu muda pada kertas kalkir 1. Selanjutnya buat profil eksagrasi yang melewati 3 satuan delineasi(rapat.renggang,fluvial) tadi. Kemudian buat pola aliran dan pola jalan pada kertasa kalkir 2, warna biru tua untuk sungai besar dan biru muda untuk sungai keci dan merah untuk pola jalan. Setelah di warnai maka tampaklah unsure khas dari suatu struktur pada peta topografi untuk memperkuat data dibuatlah perhitungan morfometri berupa 5 sayatan yang melewati 5 garis konturdan dihitung berdasarkan klasifikasi van zuidam. Pada daerah satuan delineasi renggang pengaruh gaya tektonik(struktur) sudah mulai berkurang. Praktikan hanya menemukan satu struktur yang masih diragukan kebenaranya yakni di daerah Nglorok,disana terdapat pelurusan namun tidak telalu signifkan,arah strike nya 51 timur laut. Berdasarkan perhitungan morfometri satuan delineasi berkontur renggang memiliki %lereng sebesar 10,38% dan termasuk ke dalam klasifikasi daerah bergelombang miring (van zuidam, 1983). Sedangkan untuk beda tinggi daerah, di dapat hasil sebesar 95 m yang menurut van zuidam( 1983) termasuk daerah berbukit bergelombang. Berdasarkan perhitungan morfometri,dapat disimpulkan bahwa satuan delineasi bentang alam struktural renggang termasuk kedalam klasifikasi daerah berbukit bergelombang sampai bergelombang miring 12

Pola aliran yang terbentuk berupa pola aliran dendritik yang diakibatkan oleh litologi batuan yang mulai seragam. stadia sungai yakni stadia dewasa dicirikan dengan kemiringan dasar sungai yang lebih kecil, erosi dan deposisi relaif kecil dari material sedimen yang dibawa, erosi lateral efektif, penampang melintang sungai berbentuk seperti huruf U, mulai membentuk meander (kelokan sungai), cabang-cabang sungai sudah mulai banyak, dan dataran banjir sudah mulai meluas. Aktivitas manusia mulai berkembang dibuktikan dengan padatnya pola jalan. Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan penyusunnya dapat berupa aluvium atau sedimen lainnya yang mempunyai kemiringan bidang lapisan relatif horizontal. Kondisi ini umumnya menunjukan bahwa umur batuan masih muda dan relatif belum mengalami derformasi akibat tektonik (lipatan dan sesar belum berkembang). 3.4 Satuan Daerah Fluvial Untuk bentang alam fluvial satuan delineasi diberi warna hijau(pada kakir 1) di sepanjang alur pola aliran air Kali Ojo dan percabangannya. Namun dalam pengarsiran warna alur sungai di buat agak lebar dari ukuran sungai yang sebenarnya(pada peta) untuk mengidentifikasi adanya dataran banjir,endapan hasil transportasi di pingiran sungai,chanel bar,point bar dan lain lain. Dari hasil gambar pada kertas kalkir dapat kita lihat bahwa stadia pola aliran yang terbentuk adaah stadia sungai muda pada daerah satuan kontur rapat dan semakin rendah konturnya semakin menuju stadia dewasa. Naming secara keseluruhan stadia yang terbentuk adalah stadia dewasa terutama pada daerah daerah yang mempunyai ketinggian kontur hampir rata sehingga proses erosi yng dominan adalah erosi lateral yang mengakibatkan timbunya dataran banjir,chanel bar,poin bar dan meander. Pola pengaliran yang terbentuk secara keseluruhan adalah pola aliran dendritik. Hal ini dapat kita interpretasikan akibat litologi batuan yang 13

dilalui oleh pola aliran cukup seragamtingkat resistnsinya dan tidak terlalu kompleks sehingga fluida mampu mengalir ke segala arah seperti cabang pohon. Kondisi geologi daerah ini termasuk ke dalam daerah yang rawan mengalami longsoran akibat arus fluida pada saat musim hujan ataupun banjir yang membawa material ke daratan.berdasarkan kaitannya dengan jenis pola pengalirannya Litologi yang dominan adalah batuan sedimen hasil transportasi yang umumnya memiliki. Pada pembuatan morfometri, praktikan membuat sayatan berjumlah 5 sayatan pada peta topografi(kalkir 1) untuk bentang alam fluvial yang panjang sayatannya diambil dari titik terluar badan sungai dengan garis kontur terdekat dan dihitung menggunakan rumus %lereng dengan n kontur sebesar 1. Berdasarkan perhitungan morfometri satua delineasi fluvial memiliki %lereng sebesar 12% dan termasuk ke dalam klasifikasi daerah bergelombang miring (van zuidam, 1983). Bentang alam fluvial tergolong daerah bergelombang miring hal ini mengindikasikan bahwa didaerah ini, gerakan tanah terjadi namun dalam kecepatan yang rendah.pada bentang alam ini memiliki proses geomorfik yang terjadi adalah erosi, transportasi dan pelapukan, namun yang paling dominan adalah proses erosi dan transportasi serta pengendapan material di sepanjang dataran banjir. 14

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan - Kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran suatu struktur adalah Pola pengaliran,kelurusan(punggungan,puncak bukit,lereng dll) dan perubahan aliran sunga secara tiba tiba - Terdapat beberapa indikasi struktur pada satuan daerah berkontur rapat yakni lipatan antiklin,dan struktur patahan berupa sesar serta bentukan HogBack. - Morfometri satuan delineasi kontur rapat termasuk daerah pegunungan sangat terjal sampai berbukit terjal. - Satuan daerah berkontur renggang memiliki ciri stadia sungai dewasa bermeander,dataran banjir,berpola dendritik dengan litologi seragam,banyak terdapat aktivitas manusia berupa pola jalan - Satuan daerah fluvial tergolong daerah bergelombang miring dengan pola aliran sungai dendritik berstadia dewasa proses geomorfik dominan yang terjadi adalah erosi dan transportasi lateral 4.2 Saran - Lahan di satuan daerah kontur rapat sebaiknya jangan dibangun perumahan atau jalan karena rawan lonsor dan slope yang ekstrem dan terjadi kontrol struktural yang menyebabkan rawan pergerakan tanah - Satuan daerah berkontur renggang baik untuk pembangunan jalan dan sarana irigasi karean kontrol struktur sudah mulai berkurang - Sungai di daerah satuan kontur renggang baik digunakan sebagai saluran irigasi dan keperluan air penduduk 15

DAFTAR PUSTAKA Asisten Geomorfologi 2011. 2011. Panduan Praktikum Geomorfologi dan Geoogi Foto. Semarang : Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Noor,djauhari.2010.Penafsiran Peta Topografi.Bogor: Universitas pakuan http://www.geoenviron.blogspot.com.htmlpeta topografi (Diakses pada tanggal 17 April 2013 pukul 12.08 WIB) 16

LAMPIRAN 17