BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Terkait dalam peningkatan jumlah penduduk, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

I. PENDAHULUAN. penyedia bahan baku untuk industri kayu nasional dan peningkatan. ketahanan pangan masyarakat di desa sekitar hutan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan. Tanaman ini mempunyai kualitas kayu yang sangat bagus, sangat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang mahal di pasar internasional US$ 640/m 3 untuk kayu papan jati Jawa tahun

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting berdampingan dengan sektor lainnya. Walaupun sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

Sugeng Pudjiono 1, Hamdan Adma Adinugraha 1 dan Mahfudz 2 ABSTRACT ABSTRAK. Pembangunan Kebun Pangkas Jati Sugeng P., Hamdan A.A.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dibudidayakan secara intensif dalam pembangunan Hutan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous

Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hutan. Kegiatan budidaya tersebut diperkirakan akan dapat membawa keuntungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis )

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA. usaha-usaha pariwisata di daerah digolongkan atas : 1. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang dikelompokkan atas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan prinsip pengelolaan hutan lestari baik dari segi ekonomi, ekologi, dan social. Produk utama yang dikelola Perum Perhutani adalah jati, bisa dilihat dari total 2.426.206 Ha hutan yang dikelola Perum Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). Menurut Miranda (2011) jati (Tectona grandis L.f) merupakan salah satu jenis kayu tropis yang paling berharga dan paling dikenal oleh masyarakat untuk digunakan dalam pembuatan kapal, peralatan outdoor, furniture dan pertukangan umum. Kayu jati ini cukup keras dan berat, mudah mengering serta memiliki sifat pengerjaan yang mudah. Hal ini berharga terutama untuk daya tahan alam dan stabilitas dimensi yg berkaitan dengan nilai estetika yang tinggi. Karena nilai estetika dan kualitas kayu yang unggul, jati menarik minat yang lebih besar dikalangan masyarakat umum daripada kayu keras tropis lainnya. Saat ini kebutuhan akan kayu jati terus meningkat. Akan tetapi, jati konvensional memiliki daur yang panjang sehingga bahan baku menjadi kurang terpenuhi. Hal ini menjadi peluang dan tantangan tersendiri bagi Perum Perhutani selaku pengelola hutan tanaman jati. Inilah yang mendorong Perhutani untuk 1

2 melakukan sebuah terobosan untuk terus meningkatkan produktivitas kayu jati guna memenuhi permintaan pasar yang selalu meningkat. Dalam hal ini Perhutani telah mengembangkan sebuah produk yang diberi nama Jati Plus Perhutani (Forest Trends, 2015). Pengembangan produk yang dilakukan Perum Perhutani ini merupakan salah satu metode untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas hutan jati (Tectona grandis) yang disebut dengan pemuliaan pohon. Menurut Na iem (2005), pemuliaan pohon ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk melalui perpaduan genetik, slivikultur yang tepat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Adanya keterpaduan antara kedua hal ini dinamakan teknik silvikultur intensif. Jati plus perhutani (JPP) adalah jati unggul produk Perhutani yang diperoleh dari program pemuliaan pohon. Pohon-pohon jati plus atau elit yang digunakan sebagai bibit yang dikloning untuk menghasilkan jati unggul ini merupakan hasil seleksi Perum Perhutani sejak tahun 1982 di Cepu, Jawa Timur. Dalam sejarahnya, jati plus atau elit yang menjadi cikal bakal jati unggul berasal dari 300 pohon plus yang diseleksi sebagai upaya peningkatan mutu genetik jati oleh Perum Perhutani yang kemudian ditanam sebagai bank klon dan kebun benih klonal. Hasilnya kemudian dijadikan sebagai sumber bibit melalui pembiakan vegetatif mikro (kultur jaringan) (Tini dan Amri, 2002). PHT I dan PHT II adalah dua klon unggulan hasil pemuliaan pohon Perhutani yang telah mendapatkan hak PVT dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Departemen Pertanian pada tahun 2009 (Perhutani, 2015).

3 Perum Perhutani melakukan pengembangan Jati Plus Perhutani (JPP) melalui dua cara yaitu pembiakan vegetatif (stek pucuk, kultur jaringan, dll) dan pembiakan generatif (kebun benih klon dan kebun benih semai). Penggunanaan istilah JPP ini digunakan untuk seluruh produk yang dihasilkan dari benih hasil perbanyakan vegetatif maupun generatif. Kelebihan Jati Plus Perhutani (JPP) dari jati konvensional antara lain adaptif di berbagai tempat tumbuh karena berasal dari proses seleksi sangat ketat. JPP dapat tumbuh lebih cepat dari jati biasa, baik di lahan kurus maupun lahan subur, tingkat keseragaman tinggi, batang relatif lurus dan silindris serta mempunyai nilai ekonomis tinggi (Perum Perhutani, 2012). JPP akan tumbuh optimal di lahan yang memiliki ketinggian sampai dengan 600 mdpl, curah hujan per tahun 1500-2500 mm, temperatur siang 36ºC dan malam 20-30ºC, perbedaan musim hujan dan musim kemarau yang tegas, tanah dengan drainase baik dan sedikit berkapur, ph tanah berkisar antara 6,5-7,5 dan hindari penanaman di lahan becek atau tergenang air, rawa, gambut, dan padang pasir (Perhutani, 2011). JPP telah berhasil dikembangkan mulai tahun 2002 dengan menyebar 10 juta bibit JPP Puslitbang SDH ke beberapa KPH. Pada awal penanamannya menggunakan bibit JPP dari perbanyakan generatif (Perhutani, 2012). Penanaman JPP dengan perbanyakan vegetatif (stek pucuk) baru ditanam khususnya di KPH Saradan mulai tahun 2009 sampai saat ini dengan jarak tanam 3x3. Menurut keterangan pengelola KPH Saradan, penanaman JPP asal benih stek pucuk di KPH Saradan dilakukan setelah penanaman di KPH Ngawi dan KPH Madiun. Tanaman JPP saat ini telah ditanam pada lahan seluas 190.000 ha. Terlebih lagi

4 Perhutani berencana melakukan penanaman JPP sebesar 70 % dari keseluruhan lahan Perhutani yang ada (Perhutani, 2012). Meskipun akan dilakukan penanaman berskala besar, tetapi refrensi mengenai Jati Plus Perhutani masih terbatas. Dalam rangka penyediaan refrensi mengenai Jati Plus Perhutani maka perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhannya. Pengamatan keberhasilan tanaman bisa dilihat dari pertumbuhannya. Pertumbuhan tanaman dapat diukur dari beberapa parameter yaitu diameter, tinggi, luas tajuk volume dan sebagainya (Bechtold, 2003). Menurut Thojib (1987), seiring dengan pertambahan usia maka parameter pertumbuhan tersebut akan mengalami pertambahan ukuran. Dengan demikian, ukuran individu pohon akan bertambah sehingga kebutuhan ruang tumbuh akan meningkat. Hal ini mengakibatkan tegakan semakin rapat dan memacu terjadinya kompetisi antar individu pohon. Menurut Sumadi (2011) kerapatan harus dikurangi untuk menyediakan ruang tumbuh bagi perkembangan tajuk dan daerah perakaran serta untuk memacu pertumbuhan lateral (diameter). Menurut Fraver (2014) interaksi kompetisi antar individu pohon pada umumnya ditunjukkan dengan adanya perbedaan ukuran antar individu pohon dimana ada yang lebih tertekan sehingga ukurannya lebih kecil dibanding individu di sekitarnya. Contreras (2011) menyebutkan jika kompetisi antar individu pohon bisa diakibatkan oleh adanya individu pohon lain di sekitarnya yang lebih mendominasi dalam mendapatkan sumber daya seperti cahaya, air, dan nutrisi. Intensitas kompetisi akan terus meningkat seiring pertambahan umur dan ukuran tanaman, misalnya kompetisi di bawah tanah terjadi karena adanya perebutan

5 unsur hara dan air sedangkan di atas tanah terjadi karena adanya perebutan cahaya dan udara. Tajuk merupakan salah satu parameter dalam kompetisi individu pohon. Tajuk yang tumpang tindih menimbulkan kompetisi dalam mendapatkan sinar matahari, mineral dan air dari tanah serta menjadikan ruang tumbuh berkurang. Semakin tinggi kompetisi antar individu pohon maka pertumbuhan tidak dapat optimal. Oleh karena itulah diperlukan referensi terkait pertumbuhan Jati Plus Perhutani stek pucuk yang nantinya dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan tegakan. 1.2 Rumusan Masalah Ruang tumbuh merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu pohon. Ruang tumbuh yang diperlukan setiap pohon berbeda tergantung dari ukuran tajuk pohon tersebut. Pertumbuhan individu pohon mengakibatkan terjadinya peningkatan ukuran tajuk sehingga tajuk semakin membesar. Peningkatan ukuran tajuk ini akan mengakibatkan antar tajuk pohon bersinggungan sehingga terjadi kompetisi antar pohon untuk mendapatkan sinar matahari, air, dan mineral dalam tanah. Tegakan yang terlalu rapat menimbulkan kompetisi yang tinggi sehingga pertumbuhan diameter pohon menjadi lambat. Dengan demikian, perlu dilakukan pengaturan jarak tanam, pemeliharaan, dan penjarangan agar diperoleh diameter pohon yang optimal. Berkaitan dengan masalah tersebut maka peranan tajuk sangat besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan pohon sehingga perlu dilakukan penelitian

6 mengenai tingkat kompetisi Jati Plus Perhutani dengan perbanyakan vegetatif (stek pucuk) pada umur 3 sampai 7 tahun. 1.3 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui referensi sudut buka pohon sampel dan nilai indeks kompetisi Jati Plus Perhutani stek pucuk pada umur 3 sampai 7 tahun di KPH Saradan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tingkat kompetisi tajuk Jati Plus Perhutani stek pucuk pada umur 3 sampai 7 tahun dan menjadi referensi dalam menentukan tindakan-tindakan silvikultur seperti penjarangan dan pengaturan jarak tanam. Selain itu berguna untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan, sebagai bahan referensi bagi civitas akademisi, untuk mendukung kegiatan operasional, pengelolaan, dan perencanaan hutan.