BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB III METODE PERENCANAAN START

Perkerasan kaku Beton semen

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan perkerasan jalan beton semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PROYEK JALAN

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga.

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

TINJAUAN ULANG PERHITUNGAN PERENCANAAN TEBALPERKERASAN KAKU(RIGID PAVEMENT) PROYEK

PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

4.3 URAIAN MATERI III : KARAKTERISTIK MATERIAL BETON PERKERASAN KAKU ( RIGIT PAVEMENT) JALAN

Study of Comparative Methods of Flexible Pavement and Rigid Pavement Alfikri 1), Hendra Taufik 2) 1)

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

ANALISIS KERUSAKAN DAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 (Studi Kasus: Jl. Raya Bojonegara Serdang KM 2)

UNIVERSITAS MEDAN AREA

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG.

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi :

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON

T:,#HllT,ffilI. Jil?fl ;lffit. (Rivicw [lcsign) nt) LEMBAGA PENELITIAN TINIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Yetfv Ririq Rotua Sarasi. ST" MT.

4.4 URAIAN MATERI : METODE ANALISIS PERKERASAN KAKU Metode Analisis Perkerasan Kaku Berbagai cara dan metode analisis yang digunakan pada

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA RUAS JALAN BATAS KOTA PADANG SIMPANG HARU

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

Study of Efficiency Level Road Rigid Pavement and Flexible Pavement Tara Febria 1), Rian Trikomara 2), Hendra Taufik 3) 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU

PERENCANAAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2003 DAN METODE BEAM ON ELASTIC FOUNDATION

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

BAB II DASAR TEORI. Lapisan pondasi bawah (subbase course) Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan permukaan / penutup (surface course)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC SKRIPSI

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA

ANALISIS RANCANGAN PERBANDINGAN METODE (BINA MARGA DAN AASHTO 1993) KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON DENGAN LAPIS TAMBAHAN PADA KONDISI EXISTING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN JALAN LINGKAR UTARA BREBES-TEGAL STA STA Abdullah, Purnomo, YI. Wicaksono *), Bagus Hario Setiadji *)

KOMPUTERISASI PENENTUAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE AASHTO 1993

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR DIPLOMA III. Disusun oleh : NIM : NIM :

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) BERDASARKAN METODE BINA MARGA 2002 DAN AASTHO 1993 PADA RUAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

Selamat Datang. Tak kenal maka tak sayang Sudah kenal maka tambah sayang

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU/RIGID PAVEMENT PADA PROYEK REKONSTRUKSI JALAN BATAS DELI SERDANG-PERBAUNGAN

PERENCANAAN KEMBALI PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS RUAS JALAN MAJA-CITERAS)

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

Jl. Jendral Sudirman KM.3 Kota Cilegon Banten Indonesia

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : RATNA FITRIANA NIM : D

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

Pelaksanaan Pembangunan Jalan Cisalatri Bandung

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU ( RIGID PAVEMENT ) PADA PROYEK PEMBANGUNAN FLY OVER JAMIN GINTING DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNI

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Gambar 2.1. Perkerasan Kaku Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis : - Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan. - Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan. - Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan. - Perkerasan beton semen pra-tegang. Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. II - 1

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut : - Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar. - Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat. - Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat. - Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan. Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan - lapisan di bawahnya. Beberapa pertimbangan mengenai waktu/kapan perlu perkerasan kaku bisa dipakai adalah sebagai berikut : - Bila presentasi lalu lintas berat relatif besar - Variasi dari daya dukung tanah besar. - Pilihan konstruksi tidak bertahap. - Pertimbangan ketersediaan biaya. II - 2

2.2. Penyaluran beban perkerasan jalan Setiap konstruksi yang menerima beban dari atas, akan menyalurkan atau menyebarkan beban tersebut ke bawah. Demikian juga dengan konstruksi perkerasan salah, satu fungsinya adalah meneruskan dan menyebarkan beban lalu lintas ke lapis dibawahnya (subgrade), baik untuk perkerasan kaku maupun lentur.karena penyebaran beban tersebut ke bawah yang makin meluas, akan meyebabkan berkurangnya tekanan, sehingga dapat dipikul oleh lapisan subgrade sesuai dengan kemampuannya (CBR). Pada perkerasan kaku dengan kekakuan atau nilai modulus elastisitas beton semen yang lebih besar dari perkerasan lentur (kira-kira 10x), akan mempuyai kemampuan penyebaran beban (ke bawah) lebih tinggi. Sehingga dengan demikian untuk beban dan tanah dasar yang sama, konstruksi perkerasan kaku memerlukan ketebalan konstruksi jauh lebih tipis dari perkerasan lentur. Gambar 2.2. Penyebaran beban perkerasan lentur (a) dan perkerasan kaku (b) II - 3

2.3. Ketentuan / Persyaratan Desain Untuk merencanakan perkerasan kaku, metode perencanaan didasarkan pada : - Perkiraan lalu - lintas dan komposisinya selama umur rencana. - Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dengan CBR (%). - Kekuatan beton yang digunakan - Jenis bahu jalan. - Jenis perkerasan. - Jenis penyaluran beban. 2.3.1. Tanah Dasar Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing - masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %. pondasi bawah dapat berupa : - Bahan berbutir. - Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete). - Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete). II - 4

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743- 1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.3. dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 2.4. Gambar 2.3. Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen II - 5

Gambar 2.4. CBR Tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah 2.4. Beton Semen Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3 5 MPa (30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5 5,5 MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat. II - 6

Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik - lentur beton dapat didekati dengan rumus berikut : fcf = K (fc )^0,50 dalam MPa atau..... (1) fcf = 3,13 K (fc )^0,50 dalam kg/cm2.. (2) Dengan pengertian : fc : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2) fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2) K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah. Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut : fcf = 1,37.fcs, dalam MPa atau.... (3) fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2......... (4) Dengan pengertian : fcs = kuat tarik belah beton 28 hari Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza tol, putaran dan perhentian bus. II - 7

Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m³. Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan. 2.5. Lalu lintas Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu - lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu - lintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir. Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut : - Sumbu tunggal roda tunggal (STRT). - Sumbu tunggal roda ganda (STRG). - Sumbu tandem roda ganda (STdRG). - Sumbu tridem roda ganda (STrRG). II - 8

2.5.1. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu - lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana 2.5.2. Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu - lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun. II - 9

2.5.3. Pertumbuhan Lalu lintas Volume lalu - lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai dengan faktor pertumbuhan lalu - lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut : R = ( ) (5) Dengan pengertian : R : Faktor pertumbuhan lalu lintas I : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %. UR : Umur rencana (tahun) Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R ) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 2.2. Tabel 2.2. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R) Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu-lintas tidak terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :. (6) II - 10

Dengan pengertian : R : Faktor pertumbuhan lalu lintas I : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %. URm : Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai. 2.5.4. Lalu lintas Rencana Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kn (1 ton) bila diambil dari survai beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut : JSKN = JSKNH x 365 x R x C. (7) Dengan pengertian : JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana. JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka. R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (5) atautabel 2.2. atau Rumus (6), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana. C : Koefisien distribusi kendaraan. II - 11

2.6. Faktor Keamanan Beban Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Faktor Keamanan Beban 2.7. Sambungan Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk : - Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu - lintas. - Memudahkan pelaksanaan. - Mengakomodasi gerakan pelat. II - 12

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain : - Sambungan memanjang - Sambungan melintang - Sambungan isolasi Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler). 2.7.1. Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (tie bars) Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3-4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU - 24 dan berdiameter 16 mm. Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : At = 204 x b x h dan L = (38,3 x φ) + 75 Dengan pengertian : At b = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2). = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m). h = Tebal pelat (m). II - 13

L φ = Panjang batang pengikat (mm). = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm). Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm. 2.7.2. Sambungan Melintang dengan dowel Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen. Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan sekitar 4-5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8-15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton. Tabel 2.4. Diameter ruji dengan tebal perkerasan / pelat beton II - 14

2.8. Prosedur Perencanaan Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model kerusakan yaitu : 1) Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat. 2) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan. Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai perkerasan bersambung yang dipasang ruji. Data lalu - lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan selama umur rencana. Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung berdasarkan komposisi lalu - lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%. II - 15

2.9. Perencanaan Tulangan Tujuan utama penulangan untuk : - Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan - Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan - Mengurangi biaya pemeliharaan Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut, sedangkan dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk mengurangi sambungan susut. 2.9.1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak. Bagian-bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola sambungan, maka pelat harus diberi tulangan. Penerapan tulangan umumnya dilaksanakan pada : a. Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs), Pelat disebut tidak lazim bila perbadingan antara panjang dengan lebar lebih besar dari 1,25, atau bila pola sambungan pada pelat tidak benar-benar berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. II - 16

b. Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints). c. Pelat berlubang (pits or structures). II - 17