PENGENDALIAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) LINGKUNGAN KERJA BERDASARKAN METODE ISBB

dokumen-dokumen yang mirip
Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan.

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin,

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikis terhadap tenaga kerja (Tarwaka, 2014). Dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

IV-138 DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU no. 1/

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.51/MEN/1999 T E N T A N G NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan

Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat

ANALISIS TINGKAT IKLIM KERJA DI DALAM RUANG KERJA PT. KHARISMA RANCANG ABADI KECAMATAN SAMBUTAN. Oleh : KHIKIE PRATIWI NIM.

ANALISIS TEKANAN PANAS DAN KELUHAN SUBJEKTIF AKIBAT PAJANAN TEKANAN PANAS PADA PEKERJA DI AREA PT UNITED TRACTORS TBK TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015).

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI BENGKEL KONSTRUKSI POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di

TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEMPERATUR EKSTRIM. Heat transfer. Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONSIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : KEP 51/MEN/I999 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehat anda untuk jangka panjang (kecuali dalam kondisi tertentu ketika tekanan darah

PENGARUH IKLIM KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEMBUATAN KAPAL FIBER (STUDI KASUS: PT. FIBERBOAT INDONESIA)

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

RANCANGAN FASILITAS KERJA AKIBAT PANAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DI PABRIK TAHU. William NIM

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana variabel

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HEAT STRAIN PADA TENAGA KERJA YANG TERPAPAR PANAS DI PT. ANEKA BOGA MAKMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Awaluddin Muharom,2013

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA UNTUK MENGURANGI STRESS PADA DEPARTEMEN QUALITY CONTROL PT PACIFIC PALMINDO INDUSTRI

PENGARUH IKLIM TENAGA KERJA. Tbk, Disusun Oleh : J PROGRAM FAKULTAS

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi penggunaan

ABSTRACT. Conclusion: Suggested to use mask and gloves and also have consumption of isotonic water every minutes after drink mineral water.

KEDARURATAN LINGKUNGAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

LINGKUNGAN KERJA TEKANAN PANAS/ HEAT STRESS

ABSTRACT. Keyword: subjective complaints, heat stress, fish curing, WBGT

PENGARUH TEKANAN PANAS TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA DI INDUSTRI PEMBUATAN BATU BATAA DS. SUKOREJO SRAGEN SKRIPSI

Tata Udara, Penerangan dan Bising dalam Pabrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI SYLVIA ANJANI NIM. D

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor.

HUBUNGAN ANTARA IKLIM KERJA PANAS DENGAN TINGKAT DEHIDRASI PADA TENAGA KERJA DI UNIT KANTIN PT. INDOACIDATAMA. Tbk. KEMIRI, KEBAKRAMAT, KARANGANYAR.

AUDIT THERMAL LINGKUNGAN KERJA OPERATOR PEELER UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DI PT.MAHAKARYA INTI BUANA TESIS. Oleh WILLY TAMBUNAN NIM.

REKAP SAMPLING HEAT STRESS Tgl 23 juni 2008 PT. MULTISTRADA ARAH SARANA. 1 Line A Dekat Mesin BOM A

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi per Kapita Seminggu pada Makanan Tahu dan Tempe Jenin Bahan Makanan

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

PENGARUH IKLIM KERJA PANAS TERHADAP KELELAHAN TENAGA KERJA DI BAGIAN PELEBURAN LOGAM KOPERASI BATUR JAYA CEPER KLATEN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan.

Transkripsi:

PENGENDALIAN TEKANAN PANAS (HEAT STRESS) LINGKUNGAN KERJA BERDASARKAN METODE ISBB Mufrida Meri 1), Hendra Risda Eka Putra 2) 1) Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Padang Jalan Raya Lubuk Begalung Padang 2) Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Padang Jalan Raya Lubuk Begalung Padang email : mufridameri@upiyptk.ac.id 1), hendrarisda@gmail.com 2) Abstrak Survei awal dilakukan pada pekerja industri kerupuk dibagian penggorengan dan pengukusan, dimana pekerja terpapar panas dalam waktu yang lama dan pada suhu yang cukup tinggi serta belum dilakukan upaya pengendalian akibat tekanan panas (heat stress) tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah iklim kerja di industri kerupuk sudah sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Tansmigrasi dengan menggunakan parameter Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) serta upaya pengendaliannya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi paparan tekanan panas di bagian pengukusan tinggi yaitu 27,61 C dan hal yang sama juga terdapat pada area penggorengan yaitu 28,79 C, kedua area ini telah melebihi NAB, di mana berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang Nilai Ambang Batas faktor fisik ditempat kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang yang bekerja secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,7 C. Sedangkan untuk kelembaban di area pengukusan dan penggorengan masih di dalam rentang Nilai Ambang Batas yakni rata-rata kelembaban relatif di area pengukusan dan penggorengan berada pada nilai 87,09 % dan 92,84 % dengan Nilai Ambang Batas berada pada kisaran 60-95%. Untuk itu perlu dilakukan upaya pengendalian panas dilingkungan kerja dengan mengevaluasi design bangunan pabrik, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang yang dilakukan. Kata Kunci:Indeks Suhu Basah dan Bola, heat stress, Perbaikan lingkungan kerja 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperature luar jika perubahan temperature luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh (Sedarmayanti, 2011). Menurut Grantham dalam (Tarwaka, Dkk : 2004) reaksi fisiologis akibat paparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sederhana sampai dengan terjadinya penyakit. Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah mengeluarkan kebijakannya melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Tapi pada kenyataannya masih banyak para pelaku usaha terutama usaha menengah tidak terlalu memperhatikan hal ini. Penyebabnya mungkin karena kurangnya pengertian tenaga kerja maupun pengelola industri terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. Survei awal yang dilakukan pada pekerja industri kerupuk di bagian penggorengan dan pengukusan, diketahui bahwa pekerja terpapar panas dalam waktu yang lama dan pada suhu yang cukup tinggi serta belum dilakukan upaya pengendalian akibat tekanan panas ( heat stress) tersebut. Pekerja berada di dalam satu ruangan berukuran 8 meter x 6 meter, di mana terdapat 4 tungku pembakaran yang diletakkan di beberapa titik dalam lingkungan pabrik secara memanjang. Akibat suhu panas, para pekerja di tempat tersebut menghasilkan keringat yang cukup banyak, akibatnya para pekerja menjadi banyak minum untuk mengatasi kelelahan. Jika hal ini diabaikan akan menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas kerja. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah iklim kerja di tempat tersebut sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan pemerintah atau tidak, dan bagaimana 266

upaya pengendalian heat stress pada pekerja industri kerupuk Palembang Jaya yang berada di Desa Kampung Guci Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung. Salah satu parameter pengukuran suhu lingkungan panas adalah dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Standar pengukuran iklim kerja panas dengan parameter indeks suhu basah dan bola mencakup prinsip pengukuran, peralatan, prosedur kerja, penentuan titik pengukuran dan perhitungan yang terdiri dari parameter suhu udara kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi. Standar pengukuran ini merupakan cara pemantauan tempat kerja yang mempunyai potensi bahaya bagi tenaga kerja yang bersumber dari iklim kerja panas. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah iklim kerja di industri kerupuk Palembang Jaya sudah sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Tansmigrasi dengan menggunakan parameter Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). 2. Bagaimana upaya pengendalian Heat Stress melalui evaluasi iklim lingkungan kerja panas melalui dan perancangan lingkungan kerja yang mempertimbangkan kaitan antara manusia dengan lingkungan kerjanya. 1.3 Batasan Masalah Ruang lingkup pada penelitian ini adalah: 1. Suhu panas yang diterapkan pada responden menggunakan nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011. 2. Penelitian dilakukan pada dua titik yaitu pada area penggorengan, dan area pengukusan. Meliputi pengukuran suhu termometer bola, suhu basah alami, suhu kering dan sebagai pertimbangan lainnya dilakukan pengukuran tingkat kelembaban diarea tersebut. 3. Kuisioner disebar pada pekerja yang sudah mengalami proses aklimatisasi, dimana pekerja yang baru di lingkungan kerja panas butuh waktu untuk beraklimatisasi minimal 2 minggu kerja. 4. Kuisioner diberikan kepada semua pekerja pada bagian penggorengan dan pengukusan dengan jumlah 7 orang yang sudah memenuhi kriteria diatas. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi masalah-masalah ergonomi yang berkaitan dengan iklim di lingkungan kerja. 2. Mengetahui apakah iklim kerja diindustri kerupuk Palembang Jaya sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 3. Mencari alternatif pemecahan masalah dalam upaya mengurangi resiko akibat iklim dilingkungan kerja panas. 2. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas. Reaksi fisiologis yang belebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampi dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagi berikut : 1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain. 2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu gejala kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan tubuh yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh <1,5% gejalanya tidak Nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering. 3. Heat rash, yakni keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit yang selalu basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat. 4. Heat cramps merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. 5. Heat syncope atau fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak culup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi. 267

6. Heat exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejala mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya bayak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas. 2.2 Penilaian Lingkungan Kerja Panas Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai. Berikut, menurut Suma mur dalam (Hikmah Ridah :2008) : 1. Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme. 2. Indeks suhu basah bola (Wet Bulb Globe Temperature Index). 3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (= predicated-4-hour sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan gerakan udara serta panas radiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaanpekerjaan. 4. Indeks Belding-Hatch, dihubungkan dengan kemampuan berkeringat dari orang standard. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran suhu kering dan basah, suhu globe termometer, kecepatan aliran udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan. Salah satu parameter pengukuran suhu lingkungan panas adalah dengan menilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang terdiri dari parameter suhu udara kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi. Indeks Suhu Bola Basah digunakan untuk mencegah kerumitan prosedur dalam menentukan Indeks Suhu Efektif atau Effective Temperature Index (ET) yang merupakan indeks empiris yang berasal dari serangkaian penelitian laboratorium sejak tahun 1920 yang menjadi metode yang diguakan untuk mengevaluasi heat stress. Dengan pertimbangan dari beberapa parameter yang ada, maka dipilih Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) atau Wet Bulb Globe Temprature (WBGT), adapaun pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut : a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, yang mana NAB ini membatasi pemaparan panas lingkungan kerja 8 jam per-hari terhadap tenaga kerja dengan mempertimbangkan katagori beban kerja dan pembagian waktu kerja istirahat. b. Semua faktor yang mempengaruhi sudah diperhitungkan didalamnya termasuk (suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara, radiasi dan tingkat metabolisme). Perhitungan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) menggunakan rumus atau dengan membaca monogram yang tersedia, namun kebanyakan para praktisi menggunakan rumus. Tekanan panas dipengaruhi oleh tingkat radiasi, sehingga dalam perhitungan ada dua jenis rumus Indeks Suhu Basa dan Bola (ISBB) atau Wet Bulb Globe Temprature (WBGT), yaitu : a. Rumus yang di gunakan dalam outdoor, yaitu dengan memperhitungkan radiasi sinar matahari (outdoor), umumnya pengukuran dilakukan diluar gedung, dengan rumus : b. Rumus yang di gunakan dalam gedung (indoor), rumusnya adalah sebagai berikut : Keterangan : ISBB : Indeks Suhu Basah Dan Bola, dalam C (derajat Celcius) : Suhu Basah Alami, dalam C (derajat Celcius) : Suhu Globe/Bola, dalam C (derajat Celcius) : Suhu Kering, dalam C (derajat Celcius) Adanya pekerja dimana, selama bekerja terpapar pada tingkat tekanan panas yang berbeda-beda, karena harus berpindah lokasi kerja selama jam kerja. Maka ditetapkan tingkat tekanan panas rata-rata yang diterima pekerja selama jam kerja (ISBB rata-rata), rumusnya sebagai berikut : = Keterangan : : tingkat tekanan panas yang diterima rata-rata selama waktu tertentu 268

: tingkat tekanan panas pada lokasi-1 : tingkat tekanan panas pada lokasi-2 : tingkat tekanan panas pada lokasi-n : lama waktu pemaparan pada lokasi-1 : lama waktu pemaparan pada lokasi-2 : lama waktu pemaparan pada lokasi-n Sesuai dengan faktor-faktor yang memepengaruhi maka diperlukan suatu unit peralatan secara manual, yang terdiri dari : a. Termometer Basah Alami, adalah alat pengukur suhu basah alami yang terdiri dari termometer gelas yang lambungnya dibalut dengan kantun yang bagian bawahnya selalu terendam air suling yang ditempatkan didalam tabung yang mempunyai isi 125 ml. Cara penggunannya adalah, peralatan yang sudah dirangkai dipaparkan pada lingkungan yang akan diukur selama 30-60 menit, kemudian air raksa pada kolom dibaca sebagai suhu basah alami (SBA) Gambar 2.1 Welt Bulb Thermometer b. Termometer Globe/Bola Termometer Globe/Bola, adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu bola/globe, alat ini terdiri dari bola berongga dengan diameter 15 cm dibuat dari tembaga serta termometer gelas yang dalam rangkaiannya menempatkan lambung pada titik pusat bola tersebut. Cara penggunannya adalah, Alat yang telah dirangkai, kemudian dipaparkan pada tempat kerja yang akan diukur pemaparan selama 20-30 menit, kemudian air raksa pada kolom thermometer dibaca selama suhu globe/bola. Gambar 2.2 thermometer globe c. Termometer suhu kering, digunakan untuk mengukur suhu kering, cara penggunaannya adalah Cara penggunannya adalah, termometer dipaparkan pada lingkungan yang akan diukur selama 30-60 menit, kemudian air raksa pada kolom dibaca sebagai suhu kering. Gambar 2.3 dry bulb thermometer Tabel 2.1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia dengan parameter Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB C) Pengaturan waktu kerja tiap jam ISBB ( C ) Beban Kerja Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat bekerja terus menerus(8 jam/hari) 30.0 26.7 25.0 75% kerja 25% istirahat 30.6 28.0 25.9 50% kerja 50% kerja 31.4 29.4 27.9 25% kerja 75% kerja 32.2 31.1 30.0 269

3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode kuntitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara pengukurang suhu termal secara langsung kelapangan meliputi pengukuran suhu basah alami, suhu globe (bola), suhu kering, dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengukuran ini dilakukan perhitungan kelembaban udara di area pabrik tersebut. Sedangkan metode kualitatif menggunakan kuesioner panas termal yang diberikan kepada pekerja yang berada di area penggorengan dan pengukusan dengan instrument yang meliputi data pribadi pekerja dan beberapa pertanyaan yang menyangkut panas termal di tempat kerja. 4. Hasil dan Pembahasan Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan juga produktivitas Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rata-Rata ISBB dan Kelembaban Pengukuran Area Pengukusan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5 NAB ISBB C 27.67 28.02 27.16 27.60 27.56 26.7 C Kelembaban % 86.91 94.76 91.09 97.18 93.05 40-60% Pengukuran Area Penggorengan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5 NAB ISBB C 28.76 28.90 28.23 28.89 29.19 26.7 C Kelembaban % 89.54 91.50 89.21 87.80 77.40 40-60% Dari tabel di atas menggambarkan kondisi paparan tekanan panas di bagian pengukusan tinggi yaitu 27,61 C dan hal yang sama juga terdapat pada area penggorengan yaitu 28,79 C, dan kedua area ini telah melebihi NAB, di mana berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang di mana bekerja secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,7 C. Sedangkan untuk kelembaban di area pengukusan dan penggorengan juga sudah melewati rentang Nilai Ambang Batas yakni rata-rata kelembaban relatif di area pengukusan dan penggorengan berada pada nilai 87,09 % dan 92,84 % dengan Nilai Ambang Batas berada pada kisaran 40-60%. Hasil penilaian kuesioner terhadap 7 orang pekerja pada bagian penggorengan dan pengukusan di industri kerupuk Palembang Jaya dapat diketahui bahwa, persepsi yang dirasakan responden tentang tekanan panas dilingkungan kerjanya adalah Tabel 4.2 Persepsi Responden terhadap Tekanan Panas Kondisi Ruangan + + % + % - % Suhu 3 42.86 4 57.14 0 0.00 aliran Udara 4 57.14 3 42.86 0 0.00 Keterangan : ++ : Sangat panas(suhu), Kurang (aliran udara) + : Panas (suhu), Cukup (aliran udara) - : Nyaman Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang merasakan suhu ruangan sangat panas adalah sebesar 42.86%, dan untuk suhu ruangan panas responden memilih sebayak 57.14 %. Sedangkan untuk kondisi alarn udara responden yang memilih untuk jawaba kurang adalah sebesar 57,14% dan untuk jawaban cukup sebesar 2,86%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan, sama dengan persepsi yag responden rasakan bahwa kondisi ruangan kerja mereka kurang baik. Berdasarkan hal tersebut secara keseluruhan responden merasa bahwa tekanan panas ( heat stress) di tempat kerja sangat mengganggu aktivitas pekerja, seprti yang terlihat tabel berikut : Tabel 4.3 Keluhan Responden Terhadap Tekanan Panas Keluhan + + % + % - % Kelelahan 2 28.57 5 71.43 0 Kebiasan Minum 2 28.57 5 71.43 0 Pengeluaran Keringat 2 28.57 5 71.43 0 Keterangan : 270

++ : ya (kelelahan), sangat banyak (Keringat,kebiasaan minum) + : kadang-kadang (kelelahan), banyak (Keringat,kebiasaan minum) - : tidak (kelelahan), sedikit (Keringat,kebiasaan minum) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelelahan yang berlebihan oleh responden adalah sebesar 28,57%, kebiasaan minum yang sangat banyak sebesar 28,57% dan keringat yang sangat banyak oleh responden adalah sebesar 28,57. Heat stress dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, keluar keringat yang berlebihan, dan kehausan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pusat Hiperkes Depnaker dalam (Hikmah Rida : 2008) terhadap 35 perusahaan dengan tekanan panas lebih besar dari Nilai Ambang Batas, mencatat gejala gangguan kesehatan yaitu : rasa haus 90%, cepat lelah 80%, kulit selalu basah 100%, rasa tidak nyaman selama bekerja 80%, dan gatal-gatal pada kulit 1%, serta keluhan kaku/kram otot lengan atau tungkai 7,5%. Secara ringkas teknik pengendalian terhadap pemaparan panas dapat dijelaskan sebagi berikut (Tarwaka,Dkk:2004) : a. Evaluasi Terhadap Kebiasaan Pekerja Melalui kuesioner termal yang telah diberikan, terdapat beberapa kebiasaan responden yang dapat memperburuk kondisi mereka jika terjadi secara terus-menerus. berikut uraiannya : 1. Hanya sebanyak 28,57 % pekerja yang memilih jawaban sangat banyak untuk pertanyaan kebiasaan minum saat bekerja. hal ini disebabkan karena pekerja belum membiasakan diri untuk minum air secara teratur dan lebih kepada kebiasaan minum air hanya ketika pekerja merasa haus, ditambah lagi tidak adanya sumber air minum yang tersedia di dalam ruangan pabrik. Untuk itu, dengan menekankan pada pekerja untuk meminum air secara teratur, sangat membantu pekerja untuk menggatikan keringat yang keluar secara berlebihan saat bekerja. 2. Selain itu, kebiasaan pekerja yang merokok saat bekerja juga berpengaruh terhadap kondisi ruangan saat ini, untuk itu perlu diberikanan penekenan dan pembatasan bagi pekerja untuk tidak merokok pada saat bekerja dan hanya merokok pada saat istirahat saja. b. Mengurangi Beban Beban Panas Radian Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas atau merelokasi proses kerja yang menghasilkan panas. Selain itu, langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui penambahan ventilasi atau dengan menggunakan pendingin secara mekanik. Cara ini terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan(tarwaka,dkk:2000). Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa, kondisi yang harus dipertimbangkan dalam setiap design dan redesign sebuah pabrik adalah sistem ventilasi yang memadai, untuk menjamin sirkulasi udara yang baik. Pengendalian udara dalam lingkungan kerja industri diperlukan untuk menjaga agar kualitas udara memenuhi standar kualitas yang ditetapkan bagi kesehatan pekerja, dan memenuhi syarat kondisi udara yang sesuai bagi proses produksi. Disamping itu faktor pakaian dan pemberian air minum juga harus dipertimbangkan dalam mengatasi masalah lingkungan. Berikut adalah redesign pabrik baru industri kerupuk Palembang Jaya untuk mengevaluasi efek panas termal di tempat kerja. Gambar 4.1 Usulan Perbaikan Fisik Pabrik 271

Gambar 4.2 Usulan Perbaikan Layout Pabrik Analisa perbandingan antara bangunan sekarang dengan usulan dilihat dari beberapa faktor, perbandingan tersebut dapat diuraikan pada penjelasan berikut ini : a. Bentuk Fisik Pabrik 1. Agar asap tidak terperangkap pada bagian atap pabrik, perbaikan yang diusulkan adalah dengan memberi kawat berlobang seperti ventilasi pada bagian atap pabrik. 2. Menambah ventilasi pada bagian Barat dan Timur, karena pada siang hari angin berhembus dari Timur ke Barat dan pada malam hari ke arah sebaliknya (Sulham Utama :2009). Selain itu, ventilasi di letakan pada ketinggian 3 meter, satu setengah meter lebih tinggi dari sebelumnya untuk memastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik. 3. Penambahan jalur material handling, agar proses produksi berjalan dengan baik b. Layout Pabrik 1. Semua proses yang menghasilkan panas disusun pada satu area yang sama, agar kegiatannya tidak terlalu mengganggu kegiatan produksi yang lain, dan akan member ruang lebih untuk aktivitas lain. 2. Memposisikan kegiatan yang lebih berat yang membutuhkan banyak energi jauh dari sumber panas begitu sebaliknya. 3. Menyediakan area kusus untuk istirahat bagi pekerja dengan meletakkan sumber air mainum pada area tersebut. c. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas denga cara 1. ISBB rata-rata adalah 28,2 C dan diketahui beban kerja adalah sedang, maka diketahui bahwa waktu kerja berada berada pada 75-100% dan waktu istirahat pada 0-25%. Dengan melakukan interpolasi terhadap hasil pengukuran ISBB terhadap nilai yang diberikan Kementrian Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, maka dapat diketahui nilainya sebagai berikut : 0,7115 Maka diketahui waktu kerja seharusnya adalah 71.15% atau sekitar (5,69 6) jam dan waktu istirahat adalah 28.85% atau sekitar 2 jam. Jika dibandingkan dengan jam kerja aktual di pabrik adalah sekitar 8-11 jam sehari dengan waktu istirahat yang tidak teratur, maka dapat disimpulkan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan rekomedasi yang ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011. 2. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari. Hal ini dapat dilakukan jika industri kerupuk Palembang Jaya menyediakan stok kerupuk yang sudah dikeringkan bada hari sebelumnya, sehingga pada proses penggorengan pada hari berikutnya, dapat dilkukan tanpa harus menunggu kerupuk yang diproduksi hari ini kering dan hal ii tidak akan menggangu proses produksi setiap hariya. 5. Kesimpulan dan Saran 1. Hasil pengukuran dari komponen iklim kerja dan kuesioner termal yang telah dikumpulkan pada industri kerupuk Palembang Jaya adalah sebagai berikut : a. Dari hasil pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola didapati bahwa kondisi paparan tekanan panas di bagian pengukusan cukup tinggi yaitu 27,61 C dan hal yang sama juga terdapat pada area penggorengan yaitu 28,79 C, dan kedua area ini telah melebihi NAB, di mana berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang di mana bekerja secara terusmenerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,7 C. b. Untuk kelembaban di area pengukusan dan penggorengan sudah melewati Nilai Ambang Batas yakni rata-rata kelembaban relatif di area pengukusan dan penggorengan berada pada nilai 87,09 % dan 92,84 % dengan Nilai Ambang Batas berada pada kisaran 40-60%. c. Hasil penilaian kuesioner terhadap 7 orang pekerja pada bagian penggorengan dan pengukusan di industri kerupuk Palembang Jaya dapat diketahui bahwa, persepsi yang dirasakan responden tentang tekanan panas dilingkungan kerjanya adalah sama dengan hasil pengukuran yang dilakukan, dimana kondisi ruangan kerja mereka kurang baik. 2. Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan beberapa evaluasi terhadap masalah tersebut diantaranya : a. Evaluasi Terhadap Kebiasaan Pekerja 1. menekankan pada pekerja untuk meminum air secara teratur, sangat membantu pekerja untuk menggatikan keringat yang keluar secara berlebihan saat bekerja. 2. Memberikanan penekenan dan pembatasan bagi pekerja untuk tidak merokok pada saat bekerja dan hanya merokok pada saat istirahat saja. 272

b. Evaluasi Terhadap Bangunan Pabrik, Pengendalian udara dalam lingkungan kerja industri diperlukan untuk menjaga agar kualitas udara memenuhi standar kualitas yang ditetapkan bagi kesehatan pekerja, dan memenuhi syarat kondisi udara yang sesuai bagi proses produksi. c. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas denga cara 1. Mengatur waktu kerja istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB. Diketahui waktu kerja seharusnya adalah 71.15% atau sekitar (5,69 6) jam dan waktu istirahat adalah 28.85% atau sekitar 2 jam. Jika dibandingkan dengan jam kerja aktual di pabrik adalah sekitar 8-11 jam sehari dengan waktu istirahat yang tidak teratur, maka dapat disimpulkan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan rekomedasi yang ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja No.PER. 13/MEN/X/2011. 2. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari. Hal ini dapat dilakukan jika industri kerupuk Palembang Jaya menyediakan stok kerupuk yang sudah dikeringkan bada hari sebelumnya, sehingga pada proses penggorengan pada hari berikutnya, dapat dilkukan tanpa harus menunggu kerupuk yang diproduksi hari ini kering dan hal ii tidak akan menggangu proses produksi setiap hariya. Saran 1. Pelaku usaha perlu meningkatkan perhatian terhadap kondisi lingkungan kerja di industri mereka untuk memperoleh kenyamanan timbal balik antara pelaku usaha dengan pekerjanya. 2. Penerapan lingkungan kerja yang baik sangat perlu diperhatikan untuk memberikan kenyaman dan keamanan bagi pekerja 3. Pelaku usaha perlu menanamkan kesadaran kepada seluruh pekerja untuk dapat ikut serta dalam peningkatan keamanan dan kenyaman bagi diri sendiri dan bagi pelaku usaha itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA [1] Bambang Suhardi,Dkk.2014.Evaluasi Kenyamanan Termal Ruang Kelas Mahasiswa. Jurnal: FTI Unversitas Negeri Surakarta. [2] Imam Fadhilah Mukti,Dkk.2013.Desain Perbaikan lingungan Kerja Guna Mereduksi Paparan Panas Kerja Operator Di Pt.XYZ.Jurnal :FTI Universitas Sumatera Utara. [3] Megasari,Ashitra dan Anda iviana Juniati.2005.Penerapan Indek Suhu Basah dan Bola (ISBB)Sebagai Upaya mencegah Terjadinya Heat Strain akibat Heat stress(tinjauan Kesesuaian Standar Adopsi ACGIH). Jurnal :Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [4] Nurul Huda, Listiani.2012.Kajian Termal Akibat Tekanan Panas dan Perbaikan Lingkungan Kerja. Jurnal : FTI Universitas Sumatera Utara. [5] Putri Handitia,Iftitah.2012.Analisis Pengaruh Suhu Tinggi Lingkungan dan Beban Kerja Terhadap Konsentrasi Kerja. Depok :Universitas Indonesia. [6] Ridha Siregar,Hikmah.2008.Upaya Pengendalian Efek Fisiologis Akibat Heat Stress Pada Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara. Skripsi.Medan: Univesitas Sumatera Utara. [7] Sedarmayanti, M.Pd. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Siregar,Syofyan.2012.Statistika Deskriptif Untuk Penelitian.Jakarta :PT. Raja Grafinda Persada. [8] Syukron, Amin dan M. Kholil. 2013. Pengantar Teknik Industri. Jakarta: Graha Ilmu. [9] Tarwaka,Dkk.2009.Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press Biodata Penulis Mufrida Meri. Z, memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST), Program Studi Teknik Industri [UPI YPTK Padang], lulus tahun 2005. Tahun 2011 memperoleh gelar Magister Komputer (M.Kom) dari Program Ilmu Komputer [ UPI YPTK Padang].. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan/Prodi Teknik Industri [UPI YPTK Padang]. 273