6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

2. LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa point penting

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X

Bab 2. Literature Review

BAB V PENUTUP. keluarga terhadap konflik pekerjaan keluarga dan kepuasan kerja. Dari hasil

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen Sumber Daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

PENGARUH KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA DAN STRATEGI SELEKSI, OPTIMASI, DAN KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA MANAJER

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawabnya di rumah sakit perawat harus dihadapkan pada pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan faktor sentral serta memiliki peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. motif perilaku seseorang (Gibson et al., 1994). Teori atribusi mengacu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work)

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Terdapat berbagai macam pekerjaan dan profesi yang dipilih seseorang untuk

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek

KINERJA DITINJAU DARI STRES KERJA PADA KARYAWAN STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA. Ariana Sumekar

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua unsur yang paling penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI

3. METODE PENELITIAN

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB 6 PEMBAHASAN. kepemilikan saham bebas secara bersama-sama menunjukkan hasil nilai F sebesar 3,829

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

LAMPIRAN 1. Kuesioner

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

Ada beberapa hal yang menjadi alasan peneliti yaitu : a) Peneliti melihat para responden dihadapi dengan tugas dan tanggung jawab sebagai perawat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda. Kepuasan itu terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

V. KARAKTERISTIK, MOTIVASI KERJA, DAN PRESTASI KERJA RESPONDEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang YB. Mangunwijaya (Alm)

BAB I PENDAHULUAN. daripada apakah mereka tinggal (Allen dan Meyer, 1990). Maksudnya

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci utama dari sekian banyak

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI. kuliner skala UKM. Setelah dilakukan analisis pada bab empat, dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER. Pengaruh Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi Tentang Suatu Keinginan Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Setiap manusia tentu memiliki kesibukan dan kegiatan yang berbeda-beda,

BAB V PENUTUP. di perusahaan dan juga kaitannya dengan aspek penelitian.

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Berdasarkan pandangan teori resource based view (RBV), organisasi

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi sekarang ini persaingan semakin ketat di setiap aspek

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya suatu instansi maka akan semakin sulit pula perencanaan dan

BAB II LANDASAN TEORITIS. & Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik mengenai kepuasan kerja pada karyawan operasional tempat billiard

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

Transkripsi:

56 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian, dan saran bagi penelitian di masa mendatang. 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, peneliti menarik tiga kesimpulan, yaitu : 1. Jenis konflik pekerjaan-keluarga mempengaruhi kepuasan kerja manajer secara bermakna, dimana manajer yang memiliki jenis konflik strain-based mempunyai kepuasan kerja tertinggi, diikuti dengan manajer dengan jenis konflik behaviour-based, dan time-based. 2. Tingkat penggunaan strategi Seleksi, Optimasi, dan Kompensasi (SOK) mempengaruhi kepuasan kerja manajer secara bermakna, dimana semakin tinggi tingkat penggunaan strategi Seleksi, Optimasi, dan Kompensasi yang dipakai manajer, maka semakin tinggi kepuasan kerja manajer. 3. Interaksi antara tingkat penggunaan strategi Seleksi, Optimasi, dan Kompensasi dengan jenis konflik pekerjaan-keluarga mempengaruhi kepuasan kerja manajer secara bermakna, dimana tingkat kepuasan kerja manajer yang berjenis konflik strain-based memiliki tingkat kepuasan kerja tertinggi dibandingkan dengan dua jenis konflik lainnya, apabila manajer mempunyai level SOK yang tinggi. Namun, apabila manajer memiliki tingkat penggunaan SOK yang rendah, maka manajer dengan konflik strain-based akan mempunyai tingkat kepuasan kerja terendah dibandingkan dengan kedua jenis konflik lainnya. Dengan demikian, Ha1, Ha2, dan Ha3 diterima. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis tambahan adalah: a Ditemukan interaksi yang bermakna dari jenis konflik pekerjaan-keluarga dengan tingkat penggunaan strategi SOK terhadap seluruh aspek kepuasan kerja. b Dari rata-rata skor kepuasan kerja manajer berdasarkan data demografis, ditemukan perbedaan kepuasan kerja yang bermakna berdasarkan usia, lama kerja, dan jabatan manajerial responden. Namun demikian, tidak ditemukan perbedaan kepuasan kerja yang bermakna berdasarkan gender, jenis perusahaan, lama pernikahan, jumlah anak, dan usia anak terkecil.

57 c Pada analisis kualitatif terhadap jenis konflik yang dialami manajer, diketahui waktu merupakan jenis konflik pekerjaan-keluarga terbanyak yang dialami manajer, diikuti dengan tingginya tingkat stres di kantor atau di rumah, masalah keuangan, dan masalah ketidaksesuaian perilaku di rumah dan di pekerjaan. 6.2 Diskusi Responden di dalam penelitian ini adalah mereka yang bekerja dengan level penyelia/ supervisor, manajer madya, dan manajer eksekutif. Pengambilan sampel dilakukan di tiga jenis perusahaan (swasta, BUMN/BUMD, dan institusi pemerintah) berbeda yang tersebar di wilayah Jakarta. Sibuknya aktivitas pekerjaan manajer serta ketidakhadiran manajer di kantor karena adanya tugas di luar kantor mengakibatkan dari 250 kuesioner yang disebarkan, peneliti hanya menerima 187 kuesioner (74,8%), dan untuk selanjutnya hanya 143 (57,2%) kuesioner yang dapat diolah. Berdasarkan analisis hasil terhadap 143 kuesioner akhir yang diperoleh, peneliti mendapatkan gambaran mengenai pemakaian strategi Seleksi, Optimasi, dan Kompensasi (SOK), dengan sebagian besar manajer memiliki nilai SOK yang tinggi. Selain itu, responden memiliki gambaran yang baik mengenai tingkat kepuasan kerja yang dimiliki secara keseluruhan (global), maupun terkait dengan faset-faset dari kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan dengan adanya skor kepuasan kerja manajer yang tinggi pada aspek gaji, kesempatan promosi, atasan, tunjangan, rekan kerja, sifat pekerjaan, dan komunikasi. Sebaliknya, kepuasan terhadap aspek atasan, penghargaan serta prosedur dan peraturan kerja manajer tergolong rendah. Tingkat kepuasan kerja manajer yang rendah terhadap penghargaan sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Cox (1991). Dengan posisinya, manajer mengakui bahwa mereka adalah penggerak utama organisasi dengan gaji, kekuasaan dan reputasi yang lebih tinggi daripada manajer non-manajer. Dengan demikian, hasil ini mengandung implikasi bahwa untuk mencapai tingkat kepuasan kerja yang tinggi terhadap penghargaan, seorang manajer perlu diberikan penghargaan atau apresiasi yang lebih konkret dan diberikan secara berkala daripada karyawan non-manajer. Sebagai contoh, manajer dapat diberikan umpan balik atas hasil kerjanya yang baik di dalam rapat terbuka. Selain itu, manajer dapat diberikan hadiah berupa kesempatan promosi lebih banyak, pelatihan-pelatihan yang penting untuk pengembangan karir manajer, dan bonus materil lainnya sebagai apresiasi

58 organisasi terhadap kinerja manajer yang mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, rendahnya kepuasan kerja manajer terhadap prosedur dan peraturan dapat dijelaskan dengan salah satu tugas utama yang diemban manajer yaitu, membuat keputusan mengenai kebijakan dan strategi perusahaan yang umumnya mempengaruhi elemen yang terlibat di dalam organisasi atau perusahaan. Sayangnya, keputusan-keputusan manajer tidak selalu mendapatkan dukungan yang baik dari atasan (jajaran direksi) dan khususnya para pemegang saham (Kasper, Meyer, & Schmidt, 2004). Hal ini jugalah yang memungkinkan manajer di dalam penelitian ini memiliki kepuasan kerja yang rendah terhadap atasan. Selain itu, adanya sistem atau kebijakan perusahaan terkadang menyulitkan manajer merealisasikan keputusan yang telah dibuat oleh mereka, antara lain adanya sumber daya manusia atau produksi (Cox, 1991). Oleh karena itu, sejalan dengan manajer di dalam penelitian ini, mereka cenderung merasa tidak puas dengan peraturan dan prosedur di organisasi tempat mereka bekerja. Hasil analisis utama di dalam penelitian ini menemukan adanya pengaruh interaksi yang bermakna dari jenis konflik pekerjaan-keluarga dengan strategi SOK terhadap kepuasan kerja manajer. Selain memperkuat hasil-hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini juga bertujuan untuk memperluas pembahasan mengenai jenis konflik yang paling berperan dalam menentukan kepuasan kerja manajer, mengingat beberapa penelitian sebelumnya lebih berfokus melihat konflik pekerjaan-keluarga secara keseluruhan (Carlson, Kacmar, & Williams, 1992; Grandey, Cordeiro, & Crouter, 2005). Artinya, skor pada konflik jenis strain-based, time-based, dan behaviour-based yang dimiliki seseorang dijumlahkan seluruhnya untuk memperoleh skor total konflik pekerjaan-keluarga. Selain itu, pembahasan mengenai strategi SOK sebagai strategi yang efektif dalam menangani konflik pekerjaan-keluarga juga menjadi tema penelitian baru di Indonesia, sehingga dapat memperkaya literatur di dalam lingkup Psikologi Industri Organisasi. Dalam penelitian ini, kepuasan kerja merupakan variabel bebas yang dipengaruhi oleh dua anteseden lingkungannya, yaitu konflik pekerjaan-keluarga dan strategi SOK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis konflik pekerjaan-keluarga yang dimiliki manajer turut mempengaruhi kepuasan kerja manajer secara bermakna. Manajer dengan jenis konflik time-based memiliki kepuasan kerja terendah jika dibandingkan dengan manajer yang memiliki jenis konflik behaviour-based dan strain-based. Temuan ini dapat dikatakan penting karena masih terbatasnya literatur mengenai pengaruh jenis konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja. Dilihat dari sumber konflik munculnya konflik time-based, rendahnya kepuasan

59 manajer dengan jenis konflik ini dapat disebabkan oleh adanya interaksi tuntutan pekerjaan dan keluarga yang lebih kompleks dibandingkan dengan kedua jenis konflik lainnya. Tidak adanya jadwal kerja yang fleksibel, perjalanan yang memakan waktu lama dari rumah-tempat kerja, tingginya serta frekuensi lembur serta penggunaan waktu libur untuk bekerja agaknya merupakan hal-hal yang lebih sulit disesuaikan atau diubah dibandingkan dengan jenis konflik strain-based dan behaviour-based, karena berkaitan dengan kebijakan organisasi yang formal dan kaku. Adanya perbedaan yang bermakna antara skor kepuasan kerja manajer yang memiliki tingkat penggunaan strategi SOK yang tinggi dengan mereka yang ber-sok rendah juga ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa apapun jenis konflik yang dimiliki manajer, ia akan merasakan tingkat kepuasan kerja yang tinggi apabila tingkat penggunaan strategi SOK juga tinggi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini memperkuat penelitian dari Abraham dan Hansson (1995) yang melihat pengaruh langsung penggunaan strategi SOK terhadap kepuasan kerja manajer, sekaligus merupakan temuan penting mengenai keefektifitasan penggunaan strategi SOK di Indonesia. Dengan demikian, strategi SOK menjadi salah satu anteseden yang penting dalam menentukan puas tidaknya manajer terhadap pekerjannya. Terakhir, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang bermakna antara level SOK dan jenis konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja manajer. Dengan kata lain, tinggi-rendahnya strategi SOK yang dimiliki manajer menentukan pengaruh jenis konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja. Seorang manajer yang memiliki pemakaian strategi SOK yang tinggi dan memiliki jenis konflik strain-based, mempunyai kepuasan kerja tertinggi dibandingkan dengan mereka dengan jenis time-based dan behaviour-based. Namun demikian, apabila level SOK yang dimiliki manajer rendah, maka manajer dengan jenis strain-based akan mempunyai kepuasan kerja yang paling rendah dibandingkan dengan dua jenis konflik yang lain. Kondisi yang sama ditemukan juga pada manajer dengan jenis konfik behaviour-based, manajer yang memiliki level SOK tinggi memiliki kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan manajer dengan SOK rendah. Oleh karena itu, agar manajer yang berjenis konflik strain-based dan behaviour-based memiliki kepuasan kerja yang tinggi, manajer harus mempunyai level SOK yang tinggi. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada manajer dengan jenis konflik time-based, mereka yang mempunyai

60 level SOK rendah memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada mereka dengan level SOK tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik jenis strain-based merupakan jenis konflik yang paling dipengaruhi oleh tingkat penggunaan strategi SOK dalam menentukan kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena karakteristik pekerjaaan manajerial berkontribusi terhadap munculnya persepsi akan tidak adanya dukungan psikologis dari anggota keluarga, adanya emosi negatif yang terbawa dari tempat kerja ke lingkungan rumah atau sebaliknya, serta habisnya energi yang untuk menjalani peran di dalam keluarga akibat stres atau ketegangan di kantor. Oleh karena itu, strategi SOK kemudian menjadi sangat efektif bagi manajer yang memiliki jenis konflk strain-based karena memungkinkan manajer mengelola sumber dayanya dengan baik dalam memenuhi semua tuntuan baik di dalam pekerjaan dan keluarga. Sebagai contoh, manajer dapat memprioritaskan tugas-tugas kantor yang membutuhkan kontribusi individu yang besar terdahulu, dibandingkan dengan pekerjaan yang dapat dilakukan dengan kontribusi rekan kerja yang lain. Selanjutnya, dalam menerapkan strategi optimasi, individu mengoptimalkan pekerjaannya tersebut dengan meningkatkan kemampuan organisasi (misalnya, public speaking atau kemampuan negosiasi) yang dibutuhkan untuk memaksimalkan tugas individu tersebut, baik dengan usaha sendiri maupun melibatkan bantuan pihak lain. Terakhir, manajer dapat mengurangi beban pekerjaan manajerialnya dengan mendelegasikan lebih banyak tugas kepada bawahannya. Tidak ditemukannya pengaruh level strategi SOK terhadap jenis konfik time-based dalam menentukan tingkat kepuasan kerja manajer merupakan temuan penting di dalam penelitian ini. Kebanyakan penelitian mengenai SOK menyatakan bahwa strategi ini bermanfaat bagi individu yang mengalami keterbatasan sumber daya (kapasitas mental, energi, dukungan sosial dan waktu) yang tinggi, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan dalam menjalankan perannya di keluarga dan pekerjaan. (Freund & Baltes, 2002; Baltes, 1997; Baltes & Baltes, 1990). Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa manajer dengan jenis konflik time-based telah kehilangan hampir seluruh sumber daya internal dan eksternalnya (tidak adanya family-friend policy seperti adanya waktu kerja yang fleksibel di kantor) sehingga tidak lagi bisa mencapai tujuannya untuk menyeimbangkan karir dan keluarga untuk mendapatkan kepuasan kerja yang tinggi. Dengan kata lain, sesuai dengan strategi kompensasi yang dianjurkan SOK, seseorang harus mengganti profesi yang lebih sesuai untuk mencapai keseimbangan kedua peran tersebut. Namun

61 sayangnya, cara tersebut sulit dilaksanakan karena sulitnya mencari pekerjaan baru, dengan gaji, promosi, tunjangan, rekan kerja, sifat pekerjaan, dan komunikasi yang sesuai dengan posisinya sekarang. Oleh karena itu, manajer lebih memilih menggunakan strategi non-sok, dimana mereka cenderung melakukan pola wait and see dan segala sesuatunya menjadi baik dengan sendirinya, dalam menghadapi ketidakseimbangan tuntutan peran pekerjaan-keluarga untuk mendapatkan kepuasan kerja yang tinggi. Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara interaksi strategi SOK dan jenis konflik pekerjaan-keluarga pada seluruh aspek kepuasan kerja. Kepuasan kerja tertinggi didapatkan di manajer dengan jenis konflik strain-based dan memiliki level SOK yang tinggi pada aspek kepuasan manajer terhadap gaji, rekan kerja, dan sifat pekerjaan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian awal yang melihat bahwa konflik pekerjaankeluarga dan strategi SOK akan mempengaruhi kepuasan manajer terhadap sifat pekerjaan yang kompleks. Sebagian besar manajer yang berada pada rentang usia middle adulthood memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan manajer yang berada pada rentang usia young adulthood (20-40 tahun). Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Carlson, Deer, dan Wadsworth (2003), bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan manajer. Hal ini terjadi karena manajer dengan usia lebih tua merasakan lebih banyak kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang diterimanya (Spector, 1996). Sebagai hasilnya, kepuasan kerja yang dipersepsi oleh manajer yang berusia lebih tua cenderung tinggi. Selain itu, sejalan dengan hasil sebelumnya, ditemukan pula perbedaan yang bermakna antara kepuasan kerja manajer berdasarkan masa kerja. Manajer dengan masa kerja terlama (>10 tahun) memiliki kepuasan kerja tertinggi, dibandingkan dengan dua kelompok manajer dengan masa kerja lebih singkat (Sousa-Poza dan Sousa-Poza, 2000). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat kepuasan kerja tertinggi dimiliki oleh manajer eksekutif, diikuti dengan manajer madya, dan penyelia/supervisor. Hal ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Cox (2001), bahwa manajer eksekutif memiliki kendali yang lebih tinggi dibandingkan dengan manajer madya dan penyelia/ supervisor, sehingga memungkinkannya untuk mengelola segala aspek pekerjaanya dengan lebih fleksibel (Cox, 2001). Sebagai salah satu anteseden dari kepuasan kerja, semakin tinggi kendali yang dimiliki manajer, maka semakin tinggi kepuasan kerja yang diperoleh. Dengan demikian, dapat ditarik

62 kesimpulan bahwa manajer dengan masa usia terlama (> 10 tahun) dengan tingkat jabatan tertinggi (Manajer Eksekutif) dan berada pada rentang usia middle adulthood, merupakan manajer dengan kepuasan kerja tertinggi, dibandingkan dengan manajer dengan rentang usia young adulthood, dengan level penyelia/supervisor, dan masa usia kerja tersingkat. Tidak ditemukannya perbedaaan yang bermakna antara gender dengan rata-rata skor kepuasan kerja mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Witt dan Nye (1992, Spector, 1997), bahwa tingkat kepuasan kerja yang dirasakan manajer wanita dan pria tidak berbeda. Hal ini berarti, di organisasi atau perusahaan tempat mereka bekerja, sebagian besar aspek yang turut mempengaruhi kepuasan kerja seperti gaji, kesempatan promosi, ataupun prosedur dan peraturan di dalam pekerjaan, dirasakan adil baik oleh manajer pria atau wanita. Selain itu, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kepuasan kerja manajer dengan jenis perusahaan tempat responden bekerja, jumlah anak, masa pernikahan, dan usia anak terkecil. Temuan pertama mengindikasikan bahwa manajer yang bekerja baik di perusahaan swasta, BUMN/BUMD, instansi pemerintah, maupun di perusahaan lain memiliki kepuasan kerja yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan anteseden lingkungan berupa karakteristik pekerjaan (Spector, 1997), hal ini mungkin terjadi karena keempat jenis organisasi tersebut memberikan kesempatan yang sama pada manajer untuk menggunakan keterampilan dan kemampuannya, menawarkan variasi tugas, kemandirian, dan umpan balik atas pekerjaan yang mereka lakukan. Tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna pada kepuasan kerja berdasarkan lama pernikahan, jumlah anak, dan usia anak terkecil mengindikasikan bahwa ketiga variabel keluarga ini memiliki kontribusi yang kecil dalam menentukan kepuasan kerja manajer. Namun demikian, penelitian dari Young, Baltes & Pratt (2007) menunjukkan bahwa ketiga variabel ini berperan dalam menentukan anteseden kepuasan kerja, yaitu konflik pekerjaan-keluarga. Oleh karena itu, tidak adanya perbedaan kepuasan kerja pada lama pernikahan, jumlah anak, dan usia anak terkecil dikarenakan pengaruh yang tidak langsungnya dalam menentukan kepuasan kerja manajer. Terakhir, analisis kualitatif tambahan terhadap konflik pekerjan-keluarga yang dipersepsi manajer menunjukkan temuan penting. Mayoritas responden mengemukakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga muncul karena adanya ketidaksesuaian antara waktu, yang diikuti dengan konflik karena stres di dalam pekerjaan atau keluarga, masalah keuangan, serta perilaku yang tidak sesuai antara tempat kerja dan kehidupan rumah tangga. Temuan ini berbeda dengan hasil

63 analisis utama dimana konflik akibat ketidaksesuaian perilaku dalam melaksanakan peran di rumah dan di pekerjaan adalah jenis konflik yang paling banyak dialami manajer. Namun demikian, jumlah responden yang menyatakan tidak mengalami konflik pekerjaan-keluarga ditemukan tinggi, sementara hasil analisis utama menunjukkan seluruh responden memiliki jenis konflik pekerjaan-keluarga. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lanjutan berkaitan dengan konflik pekerjaan-keluarga yang dimiliki manajer. Selain itu, munculnya konflik pekerjaan-keluarga yang dipicu oleh masalah keuangan merupakan hal baru yang ditemukan di luar kategori jenis konflik yang diutarakan Greenhaus & Beutel (1985). Hal ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan manajer akan gaji, bonus, dan tunjangan yang didapat, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Adanya konflik keuangan ini kemudian dirasakan manajer dapat menyebabkan stres tertentu sehingga adakalanya menyebabkan pertengkaran di dalam rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Chou dan Chi (2002) mengemukakan bahwa pada pekerja tua di Taiwan, adanya konflik keuangan dapat berkontribusi pada rendahnya kesejahteraan hidup secara umum (life satisfaction), serta meningkatkan gejala-gejala depresi. Beberapa hasil penelitian bahkan mengungkapkan bahwa rendahnya kesejahteraan hidup ini berkontribusi terhadap rendahnya kepuasan kerja manajer (Baltes & Freund, 2002). 6.3 Saran 6.3.1 Saran Metodologis 1. Penelitian ini hanya melibatkan responden yang berada pada level manajer. Ada baiknya apabila penelitian mendatang juga melihat pengaruh pemakaian strategi SOK dan jenis konflik yang dimiliki terhadap kepuasan kerja karyawan yang berada pada level staf (atau level di bawah manajer). Jika ditemukan pengaruh yang bermakna antara interaksi jenis konflik pekerjaan-keluarga dan strategi SOK pada karyawan level staf dari berbagai jenis perusahaan yang berbeda, maka hasil penelitian dapat lebih digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas. 2. Hasil penelitian utama menunjukkan adanya hasil yang bermakna antara pemakaian strategi SOK dengan kepuasan kerja. Namun demikian, peneliti hanya melihat pengaruh strategi SOK secara keseluruhan. Untuk itu, pada penelitian selanjutnya, akan lebih baik

64 apabila pengaruh masing-masing dimensi SOK terhadap kepuasan kerja juga dapat diteliti, sehingga literatur dan wawasan mengenai strategi SOK menjadi lebih luas. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas jenis konflik pekerjaan-keluarga yang dialami responden di dalam analisis tambahan berbeda dengan hasil analisis utama. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui penyebab perbedaan hasil tersebut, salah satunya adalah dengan menggunakan metode wawancara mendalam. 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah keuangan di dalam keluarga merupakan hal yang dapat memicu terjadinya konflik pekerjaan-keluargan pada manajer yang bekerja di wilayah Jakarta. Dengan demikian, konflik jenis ini patut diteliti lebih jauh pada penelitian selanjutnya, mengingat pengklasifikasian jenis konflik yang ada hanya menyebutkan tiga jenis konflik, yaitu time-based, behaviour-based, dan strain-based (Greenhaus & Beutell, 1985). 5. Mengingat penelitian mengenai SOK masih terbatas di Indonesia, maka pada penelitian selanjutnya, dapat dilihat pengaruh SOK terhadap bidang Psikologi Industri dan Organisasi yang lebih luas, seperti pada kinerja atau komitmen organisasi manajer. 6.3.2 Saran Praktis 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis konflik strain-based dan behaviour-based dipengaruhi oleh tingkat penggunaan strategi SOK dalam menentukan kepuasan kerja manajer. Hal ini mengandung implikasi bahwa teori serta literatur yang berkaitan dengan strategi SOK dapat dipakai sebagai landasan untuk membuat suatu pelatihan tentang penggunaan strategi SOK, sehingga organisasi atau perusahaan memiliki manajermanajer dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis konflik pekerjaan-keluarga mempengaruhi kepuasan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya identifikasi dini terhadap jenis konflik pekerjaan-keluarga yang dimiliki manajer serta penentuan strategi penanganan yang tepat dalam menangani konflik. Dengan demikian, konsekuensi negatif dari adanya konflik pekerjaan-keluarga terhadap kinerja manajer dapat dikurangi. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, tingkat kepuasan manajer terhadap aspek penghargaan serta prosedur dan peraturan kerja tergolong rendah. Untuk itu, agar kepuasan kerja manajer terhadap penghargaan tinggi, maka perusahan atau

65 organisasi dapat memberikan penghargaan atau apresiasi yang lebih konkret dan sifatnya berkala. Misalnya, manajer dapat diberikan feedback terbuka atas kinerja yang baik ke dalam forum umum, ataupun pemberian hadiah seperti program pemberdayaan manajer, pelatihan untuk meningkatkan keahlian tertentu, atau bonus tunjangan sebagai bentuk penghargaan organisasi terhadap kinerja manajer. Adapun untuk meningkatkan kepuasan manajer terhadap prosedur dan peraturan kerja, organisasi atau perusahaan dapat memberikan peluang yang lebih bebas kepada manajer untuk melaksanakan keputusannnya tanpa harus melalui birokrasi yang rumit. 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi SOK tidak mempengaruhi manajer berjenis konflik time-based untuk memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Oleh karena itu, sebagai jenis konflik yang menyebabkan kepuasan kerja terendah pada manajer, disarankan agar organisasi dapat menerapkan family-friend policies, terutama berkaitan dengan masalah waktu yang dibutuhkan dalam menjalankan peran manajer di organisasi. Sebagai contoh, dapat diterapkan flexible working hours, dimana manajer dapat mengatur waktu kerjanya sendiri asalkan memenuhi kuota waktu kerja formal organisasi, ataupun work from/at home, dimana manajer dapat menjalankan peran manajerialnya tanpa harus pergi ke kantor. Hal ini tidak hanya memperbanyak waktu berkumpul bersama keluarga, namun juga mengurangi stres akibat lamanya waktu tempuh perjalanan dari rumah ke kantor, dan sebaliknya.