1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan berwawasan kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap orang demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 2006). Pencapaian kesehatan yang optimal didukung pula dengan tercapainya kesehatan reproduksi, sesuai misi Program Keluarga Berencana Nasional, yaitu mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sejak dimulainya proses pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, dkk, 2009,p.1). Hak reproduksi berlaku bagi setiap manusia termasuk juga remaja. Hak remaja atas kesehatan reproduksi mulai diakui secara internasional melalui kesepakatan mengenai hak-hak reproduksi dalam International Conference on Population and Development (Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan) di Kairo tahun 1994 (Widyastuti, dkk.,2009,p.1). 1
2 Menurut Narendra,dkk. (2002,p.138) masa remaja (adolesensi) adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO dalam Soetjiningsih (2007, p. 1) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Menurut data BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 jumlah remaja putri usia 10-19 tahun di Jawa Tengah adalah 2.675.483 juta jiwa. Menurut Wiknjosastro (2007,p. 103) usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi pada usia 11-13 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan ada pula remaja dibawah 11 tahun sudah mengalami haid (BKKBN, 2010, p. 32). Hal ini juga disampaikan oleh Wiknjosastro (2007,p. 92) bahwa usia menarche biasanya terjadi pada usia 11-13 tahun. Perbedaan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh baiknya nutrisi kesehatan. Menarche terjadi di tengah-tengah masa pubertas, yaitu masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Sesudah masa pubertas, wanita memasuki masa reproduksi, yaitu masa dimana ia dapat memperoleh keturunan (Wiknjosastro, 2007,p. 103).
3 Pada masa remaja terjadi perubahan organobiologik yang cepat dan tidak seimbang dengan perubahan mental emosional (kejiwaan). Remaja bingung dalam keadaan seperti ini. Oleh karena itu perlu pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun psikososial (Pinem, 2009,p.302). Menurut Arisman (2004, p.63) di negara maju pertumbuhan remaja putri tidak berlangsung lama, biasanya selesai pada usia 17 tahun. Namun di negara tengah berkembang (miskin), pendewasaan fisik berjalan lebih lama dan biasanya baru terselesaikan setelah berusia 19 tahun. Akibatnya menarche muncul lebih larut. Sedangkan di negara maju (masyarakat yang berkecukupan) perbaikan gizi mendewasakan fisik anak laki-laki dan perempuan lebih dini. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Pekalongan adalah 309.884 jiwa, jumlah penduduk perempuan usia 5-14 tahun sebanyak 26.126 jiwa dan usia 15-44 tahun sebanyak 82.621 jiwa. Remaja perempuan di Kota Pekalongan lebih banyak dibanding remaja laki-laki. WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun (Narendra, dkk., 2001,p. 138 ). Cakupan pemeriksaan kesehatan remaja di Kota Pekalongan pada tahun 2009 sebesar 94,89% menurun dari tahun 2008 sebesar 98,25%, dan jumlah tersebut sudah mampu memenuhi target Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2010 yaitu sebesar 80% (DKK Pekalongan, 2010,p. 79).
4 SMP Negeri 2 Pekalongan terletak di Kelurahan Kandang Panjang Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan. SMP tersebut memiliki ruang kelas dengan jumlah total peserta didik 444 siswa. Jumlah siswa laki-laki kelas VII 62 siswa, kelas VIII 57 siswa, dan kelas IX 55 siswa. Sedangkan untuk siswa perempuan kelas VII sebanyak 98 siswa, kelas VIII 91 siswa, dan kelas IX 81 siswa. Pada observasi pendahuluan terdapat 15 responden yang diberi pertanyaan tentang menarche mereka dan hasil yang diperoleh hanya 2 responden yang belum mengalami menarche. Mengalami menarche saat kelas 5 SD sebanyak 3 responden dan 4 respoden kelas 6 SD. Sisanya 6 responden mengalami menstruasi pertama saat kelas VII SMP. Setelah menggunakan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dari 15 responden tersebut, didapatkan hasil 2 siswi yang belum menarche dengan gizi kurang. Dari 7 responden yang mengalami menarche di SD terdapat 1 responden dengan gizi kurang. Dan dari 6 responden yang mengalami menarche di SMP dengan gizi baik. Didukung pula data-data dari penelitian sebelumnya yaitu tentang menarche pada siswi SLTP di kota Semarang dan diperoleh hasil ada perbedaan usia menarche siswi SLTP di tengah kota dan di pinggir kota Semarang dimana pada siswi SLTP di tengah kota rata-rata usia menarche 11,6 tahun sedangkan di pinggir kota 12,1 tahun, begitu juga status gizinya dimana siswi SLTP di tengah kota mempunyai rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih tinggi yaitu 20,3 kg/m 2 sedangkan rata-rata IMT siswi di pinggir kota 18,1 kg/m 2. Atas dasar tersebut, maka peneliti
5 berminat untuk mengadakan penelitian tentang hubungan status gizi remaja putri dengan menarche di SMPN 2 Pekalongan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah Adakah hubungan status gizi remaja putri dengan usia menarche di SMPN 2 Pekalongan tahun 2011? C. TUJUAN 1. Tujuan umum: Mengetahui hubungan status gizi remaja putri dengan usia menstruasi pertama (menarche) di SMPN 2 Pekalongan. 2. Tujuan khusus: a. Mendeskripsikan gizi pada remaja putri di SMPN 2 Pekalongan. b. Mendeskripsikan usia menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri di SMPN 2 Pekalongan. c. Menganalisis hubungan status gizi dengan usia menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri di SMP N 2 Pekalongan. D. MANFAAT 1. Bagi Dinas Kesehatan: Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang pentingnya gizi remaja agar remaja putri di Jawa Tengah khususnya
6 Kota Pekalongan lebih memperhatikan asupan gizi dan kesehatan reproduksinya. 2. Bagi organisasi profesi: Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi fungsi bidan dalam memberikan pelayanan dan penyuluhan tentang gizi yang penting bagi pertumbuhan remaja putri dan agar masyarakat lebih memperhatikan asupan gizi pada remaja putri. 3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan: a. Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu yang khususnya berhubungan dengan menarche. b. Sebagai referensi di perpustakaan yang dapat digunakan oleh peneliti yang akan melakukan penelitian tentang menarche. c. Sebagai sumber wawasan bagi mahasiswi tentang kebutuhan gizi dan kesehatan reproduksi remaja. 4. Bagi masyarakat: Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana pentingnya gizi pada remaja putri dan kejadian menarche sehingga masyarakat lebih memperhatikan asupan gizi remaja putri agar kesehatan reproduksinya selalu terjaga. 5. Bagi peneliti: Dapat mengetahui hubungan status gizi remaja putri dengan menarche sehingga peneliti dapat membantu pelayanan kesehatan agar remaja putri lebih memperhatikan kesehatan reproduksinya.
7 E. KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.1 Keaslian Peneliti No. Judul, Nama, Tahun Sasaran Variasi yang diteliti Metode Hasil 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang menarche pada remaja putri di SMP Negeri 9 Semarang Madyapuspita Danis Ajeng, 2010 Populasi: siswi SMPN 9 Semarang Independen: pengetahuan tentang menarche Dependen: faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang menarche cross sectional Ada hubungan antara pengetahuan tentang menarche dengan paparan media masa, informasi dari ibu, informasi dari teman sebaya dan pendapatan perkapita. 2. Usia menarche, indeks masa tubuh, frekuensi konsumsi, dan status sosial ekonomi orang tua pada siswi SLTP di pinggir dan pusat kota, kota Semarang Astuti Rahayu, 2009 Populasi: Siswi SLTP di pinggir kota dan di pusat kota Sampel: 180 siswi Independen: Wilayah yaitu pinggir kota dan tengah kota Semarang. Dependen: Usia menarche, indeks masa tubuh, frekuensi konsumsi dan status sosial ekonomi orang tua. cross sectional Terdapat perbedaan usia menarche, indeks masa tubuh, frekuensi konsumsi daging, uang jajan, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan tidak ada perbedaan kesukaan berolah raga pada siswi SLTP di pinggir dan di pusat kota Semarang tahun 2009 3. Hubungan status berat badan dengan menarche pada siswi MTs. Negeri Bawu Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara tahun 2009 Dewi Riska Septiana, 2009 Populasi: siswi kelas I SLTPN 2 Pemalang tahun 2005 Independen: Berat badan Dependen: Menarche cross sectional Terdapat hubungan antara berat badan dengan menarche pada siswi MTs. Negeri Bawu Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara tahun 2009 7
8