BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit yang menjadi masalah di dunia adalah penyebaran penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency Syndrome). Perkembangan penyakit ini memperlihatkan trend yang semakin lama semakin mengkhawatirkan baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir saja, permasalahan HIV dan AIDS telah menjadi pandemik di hampir 190 negara. Hampir di setiap negara HIV/AIDS menjadi masalah nasional, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak (pemerintah, masyarakat, termasuklembaga Swadaya Masyarakat) (Depkes, 2009). Hingga saat ini HIV/AIDS tidak saja menjadi masalah kesehatan tetapi secara langsung sudah menjadi persoalan politik dan juga ekonomi yang sangat serius di negara-negara yang sedang berkembang dan dapat menyebabkan kemiskinan. (Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS, 2010). HIV adalah salah satu penyakit menular yang menakutkan umat manusia. Dapat dipastikan bahwa penderita HIV akan membawa kematian bagi penderita dan sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku, ras, agama,dll. HIV adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, dalam jumlah yang cukup dan berpotensi untuk menginfeksi orang lain.
Kasus HIV AIDS ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 dimana terinfeksi secara pandemic diperkirakan 65 juta orang teridap dan 25 juta orang mengalami kematian (Global HIV AIDS, Pandemic 2006), UNAIDS,2006.Menurut data daribadankesehatanduniapadatahun2009terjadipeningkatan yang sangatcepat, terdapat38 juta orang meninggalakibat AIDS,sebanyak60 jutajiwaterinfeksi HIVbaru dan sebanyak 50,3 jutajiwasebagai ODHA. Penderita ini lebih banyak di temukan di Sub- sahara dan Afrika dan caribia. Para penderita ini rata rata terkena melalui sex bebas dengan lebih dari satu pasangan, melalui obat obatan narkotika pada saat pemakain jarum suntik secara bersamaan.menurut laporan UNAIDS mengatakan bahwa lebih banyak penderitaditemukanpada kalangan remaja putri. Diperkirakan 7,3 juta pada wanita muda dan 39,4 juta pada pria muda.penderita HIV AIDS ini rata rata mengenai usia 15-24 tahun, setiap 14 detik terdapat satu terjangkit HIV AIDS di dunia, setiap hari sekitar 6000 orang remaja tercatat sebagai penderita baru HIV AIDS. 87 % penderita hidup di daerah miskin dan berkembang. Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, penyakit HIV/AIDS di Indonesia merupakan salah satu penyakit menular seksual yang menjadi permasalahan kesehatan yang harus mendapatkan perhatian yang lebih serius oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Indonesia termasuk salah satu Negara di Asia yang mengalami epidemik HIV/AIDS dengan prevalensi yang meningkat tajam dan belum menunjukkan penurunan meskipun upaya penanggulangannya telah dilaksanakan oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan swasta serta pemerintah.
Menurut laporan dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, padaawalabadke 21 peningkatanjumlahkasusdi Indonesia semakinmencemaskan.padaakhirtahun 2009jumlahkasus AIDS yang dilaporkanberjumlah 1.371 kasus, denganjumlahkasus HIV positifmenjadi 2.720 kasus.angka kasus HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan, sampaidesember 2010 terdapat 24.131 kasus HIV dan 17.998 kasus AIDS, dengan jumlah kematian 1.994 ODHA ( 37,8 % ). Proporsi kasus AIDS pada jenis kelamin laki-laki mencapai 62,7% dan perempuan adalah 37,3 %. Cara penularan kumulatif kasus HIV/AIDS yang lebih dominan melalui Heteroseksual sebanyak 78,22 %, IDU 16,30 %, Perinatal 2,6 %, Homoseksual 3,3 %. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 15-29 tahun (40,78%), kelompok umur 30-39 tahun (37,32%) dan kelompok umur 40-49 tahun (11,9%) (Dirjen P2M-PL, 2010). Ditinjau dari penyebaran kasus maka hampir semua Provinsi di Indonesia telah melaporkan adanya kasus AIDS, tahun 2010 dilaporkan bahwa kasus tertinggi adalah dari Provinsi DKI Jakarta sebanyak 5.905 jiwa, Jawa Timur sebanyak 2.482 jiwa, Papua sebanyak 1.826 jiwa, Bali sebanyak 1.361 jiwa, Jawa Barat sebanyak 1.294 jiwa, Sumatera Utara 1.195 jiwa, Sulawesi Selatan 1.046 jiwa, Daerah Istimewa Yogyakarta (1.015 jiwa) dan Jawa Tengah sebanyak 976 jiwa, (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2011). Namun angka tersebut bukanlah keadaan yang sebenarnya karena pada kasus HIV/AIDS yang merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah kasus
yang kelihatan lebih sedikit dari pada kasus yang tidak kelihatan. Bahaya yang ditimbulkan infeksi HIV ini memang tidak langsung terjadi dalam waktu singkat. Bahkan, orang yang terinfeksi bisa hidup normal dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun untuk sampai pada stadium munculnya gejala klinis. Penderita baru memeriksakan diri bila sudah timbul gejala-gejala klinis. Hal ini merupakan salah satu penyebab mengapa masih banyak kasus yang belum terdeteksi.seperti target Millennium Develovment Goals (MDGS), ada delapan tujuan yang ingin dicapai yang salah satunya memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya yang dituangkan dalam Inpres nomor 3 tahun 2010. Di Sumatera Utara, kasus HIV/ AIDS dari tahun ke tahun juga terus menunjukkan peningkatan. Hingga Desember tahun 2010 jumlah penderita orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebanyak 1.195 jiwa dan 2.917 jiwa terinfeksi HIV (+) yang baru. Kota Medan menduduki peringkat pertama dengan jumlah 931 jiwa ODHA dan 629 dengan HIV (+), Deli Serdang berada pada posisi kedua yaitu sebanyak 169 jiwa ODHA dan 114 jiwa dengan HIV (+). Penderita penyakit ini lebih dominan pada jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 642 jiwa dengan HIV (+) dan 947 jiwa ODHA. Umumnya penderita penyakit ini berasal dari usia produktif yang usia 20 hingga 39 tahun yaitu sebanyak 834 jiwa dengan HIV (+) dan 1.050 jiwa ODHA. Jumlah kasus HIV/AIDS yang meninggal sebanyak 56 jiwa ODHA. Sebagian besar kumulatif kasus AIDS ditemukan di Kabupaten Deli Serdang yaitu mencapai 242 kasus dengan pencapaian indikator sebesar (85,54
%). Kondisi ini menunjukkan perhatian terutama dari pengambilan kebijakan, mengingat prevalensi HIV yang merupakan kriteria keadaan epidemi AIDS yang sudah melewati angka 5% yaitu sebesar 5,85% pada Pekerja Seks Komersial, berdasarkan surveilans HIV tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS sudah menyebar pada sub populasi tertentu yaitu salah satunya adalah kelompok penjaja seks. Epidemi AIDS di Provinsi Sumatera Utara telah direspon dengan berbagai upaya pencegahan baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh kelompok masyarakat. Keberadaan peraturan daerah, diharapkan dapat mengendalikan peningkatan epidemi HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Utara termasuk Kabupaten Deli Serdang yang semakin berkembang. Keadaan ini diduga terjadi karena Kabupaten Deli Serdang khususnya Bandar Baru adalah daerah kecil yang terbuka, merupakan jalur lintas angkutan darat dengan cuaca yang cukup sejuk dan didukung dengan fasilitas transportasi dan penginapan yang memadai serta tingkat mobilitas (datang dan bepergian) yang relatif tinggi. Kondisi seperti ini dapat membuat daerah tersebut sangat rawan untuk terinfeksi HIV/AIDS (Renstra KPA Sumatera Utara, 2007-2009). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) SP2M yang selama ini memfasilitasi pemberian informasi tentang HIV/AIDS di BandarBaru mengatakan bahwa PSK pada tahun 2009 berjumlah 215 orang. Lokasi Bandarbaru terletak cukup jauh dari kota Medan dengan luas sekitar 10 hektare. Untuk menuju lokasi Bandarbaru tersebut dapat dicapai jalan darat dengan segala alat transportasi.
Berdasarkan hasil sero survey Dinas Kesehatan Kabupaten Deliserdang tahun 2009 di lokasi Bandarbaru, dari 170 sampel darah PSK yang pernah diperiksa ditemukan 10 kasus (6,9%) positif HIV dan 30 kasus (17,1%) IMS. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan insiden ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografi, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan tentang seksual kurang tersebar luas, kontrol HIV/AIDS belum dapat berjalan dengan baik (WHO, 2008). Cara penularan HIV/AIDS yang paling menonjol adalah melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional tahun 2010 mengemukakan bahwa pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000 270.000 orang (belum teridentifikasi keseluruhan). Jumlah orang yang diperkirakan rawan tertular HIV sebanyak 13-20 juta orang, kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya adalah penjaja seks (hetero/homo), dan pengguna Napza suntik. Penderita HIV pada wanita beresiko tinggi ini cukup tinggi. Untuk mencapai target pengendalian penyebaran dan penurunan angka prevalensi penyakit HIV/AIDS hingga tahun 2015 menjadi 0,2 %, dilaksanakan kegiatan antara lain mengembangkan infrastruktur pelayanan kesehatan,
pelayanan konseling dan testing secara sukarela melalui Voluntary Conselling Testing (VCT). Target sasaran layanan VCT sangat luas yaitu pada kelompok beresiko tertular dan kelompok rentan, yaitu kelompok masyarakat yang karena ruang lingkup pekerjaan, lingkungan, rendahnya ketahanan keluarga dan rendahnya kesejahteraan keluarga, status kesehatan, sehingga mudah tertular HIV. VCT merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV/AIDS karena merupakan screenning awal bagi pasangan yang tertular HIV/AIDS sehingga dapat menentukan intervensi. Akan tetapi, kendalanya adalah keengganan bagi pasangan memeriksakan diri dan layanan klinik VCT yang masih langka. Layanan ini dapat didirikan pemerintah seperti puskesmas maupun rumah sakit serta pihak swasta. Selain itu voluntary counselling and testing juga merupakan sarana untuk memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA. VCT juga merupakan salah satu model untuk memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk merubah perilaku beresiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Temuan kasus IMS termasuk HIV/AIDS sebenarnya akan terjadi jika PSK dan pelanggannya memiliki perilaku yang sehat dengan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan. Di kota Medan saat ini terdapat 6 klinik VCT yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di kota Medan dan dikembangkan juga ke berbagai puskesmas, salah satunya puskesmas Bandar Baru. Hingga di akhir tahun 2009 klinik VCT telah dikunjungi oleh 2.538 orang dan 865 orang dinyatakan positif HIV (DinKes Propinsi Sumatera Utara 2010)
Menurut hasilpenelitian Suzana (2008)tindakan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan dan unsur-unsur lain yang ada dalam diri individu), faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM). Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan PSK tentang pelayanan VCT dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Informasi tersebut bisa didapat dari dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM. Pengetahuantentang HIV danpencegahannyamerupakanprasyaratpentinguntukmenerapkanperilakusehat.seb agianbesargenerasimuda (usia 15-24 tahun) memilikipengetahuanyang komprehensiftentang HIV/AIDS sekitar 15,4 % laki-lakimenikahdan 11,9 % perempuanmenikah.padakelompok yang belummenikah, barusekitar 20,3 % lakilakidan 19,8 % padaperempuan yang memilikipengetahuan yang komprehensifdanbenar. Pengetahuankomprehensiftentang AIDS padalakilakidanperempuan yang telahmenikahdantinggal di perkotaanlebihtinggi (sebanyak 18,5 %) dibandingkandipedasaan. Dilihatdaritingkatpendidikan yang memberikanpengaruhkepadapengetahuan yang tamatdari SMTA keatassebanyak 28,8 %(SDKI dan SKRRI 2007). Perubahanperilakuseseorangdariberesikomenjadikurangberesikoterhadap kemungkinantertular memerlukanbantuanperubahanemosionaldanpengetahuan HIV yang mendorongnuranidanlogika yang membutuhkanpendekatan individual.konselingmerupakansalahsatupendekatan yang
harusdikembangkanuntukmengelolakejiwaandan proses menggunakanpikiransecaramandiri. Layanankonselingdan testing HIV/AIDS sukareladapatdilakukan di saranakesehatan yang diselenggarakanolehpemerintahdanmasyarakat.layanankonselingdan testing HIV/AIDS iniharusberlandaskanpedomankonselingdan testing sukarela agar muulayanandapatdipertanggungjawabkan. Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara bisa dapat lebih banyak lagi ditemukan jika setiap kabupaten/kota memiliki program VCT yang berjalan dengan baik. Sampai saat ini hanya ada beberapa klinik VCT yang bisa ditemukan di Sumatera Utara yang sebagian besar merupakan bantuan dari Global Fund yang dananya tidak terlalu besar. Harapan ke depan juga agar disetiap kabupaten/kota membuat VCT masing-masing, karena masalah kesehatan tersebut juga merupakan tanggung jawab masing-masing kabupaten/kota. Lokasi Bandarbaru yang merupakan daerah perbatasan antara Kecamatan Sibolangit dengan Kabupaten Tanah Karo merupakan lokasi yang cukup besar di Kabupaten Deli Serdang dan banyak mempekerjakan PSK yang jumlahnya setiap tahun terus meningkat. Tahun 2009 terdapat 85 orang PSK dan akhir Desember 2010 jumlah tersebut meningkat menjadi ±115 orang PSK. Tapi angka tersebut bukanlah suatu angka yang pasti, dikarenakan adanya kesulitan yang relatif tinggi untuk dapat mengumpulkan data yang tepat dan akurat Banyaknya tempat tempat mesum, rumah kitik kitik, atau juga kafe kafe yang beroperasi selama 24 jam
menambang peluang PSK untuk lebih bebas memilih tempat untuk melakukan hubungan yang aman dan nyaman. Peningkatan ini kemungkinan juga dikarenakan oleh semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi dan semakin kecilnya lapangan pekerjaan, sehingga membuat banyak orang menghalalkan segala cara dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti, PSK yang bekerja di Lokalisasi Bandar Baru sangat berpotensi terkena penyakit HIV/AIDS.Hal ini lebih besar berdampak pada PSK dan pelanggan yang tidak menggunakan kondom dengan alasan kepuasan. Di samping itu tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi pengetahuan mereka tentang penyakit HIV/AIDS. Hal ini terlihat dengan adanya anggapan bahwa penyakit HIV/AIDS hanya menular pada kaum homoseksual saja. Di samping itu PSK juga beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS timbul setelah adanya gejala-gejala seperti rasa sakit sewaktu buang air kecil, dan gatal-gatal pada kemaluan. Salah satu PSK juga mengakui bahwa pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan kondom sebagai alat pengaman, hal ini dimaksudkan agar pelanggan menjadi bertambah banyak dan merasa puas. Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Sibolangit merupakan salah satu puskesmas yang sudah memiliki klinik VCT yang lokasinya cukup jauh dari RSU.H. Adam Malik Medan. Namun masyarakat dan khususnya kelompok resiko tinggi terkena HIV/AIDS yang berada diwilayah kerja Puskesmas tersebut kurang
mengetahui keberadaan dan manfaat dari klinik tersebut, ini terlihat dari data yang disampaikan oleh petugas menunjukkan hanya 10 orang saja di tahun 2010 yang melakukan kunjungan ke VCT. Hal ini menggambarkan bahwa sipenderita tidak merasakan manfaat dari pelayanan klinik VCT tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka melalui tulisan ini akan dilakukan penelitian Hubungan faktorpendukung (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan,pengetahuan dan sikap) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan)pekerja Seks Komersial dalam memanfaatkan pelayanan VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang menjadi penting dilakukan, mengingat PSK sangat beresiko terhadap penularan penyakit HIV/AIDS. 1.2 Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya pemanfaatan klinik VCT oleh Pekerja Seks Komersial di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Faktor pendukung (umur, pendidikan, lama bekerja, pendapatan, pengetahuantentang penyakit HIV/AIDS, faktor resiko, pelayanan klinik VCT
dan sikap),faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan)pekerja seks komersil dengan pemanfaatan klinik VCT untuk mencegah HIV/AIDS di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 2. Hubungan Faktor pendukung (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan dan pengetahuan tentang penyakit, faktor resiko, pelayanan klinik VCT dan sikap ) pekerja seks komersildengan pemanfaatan pelayanan VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 3. Hubungan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan) pekerja seks komersildengan pemanfaatan pelayanan VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 1.4 Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan faktor pendukung(umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan, pengetahuan dan sikap) pekerja seks komersil dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.
2. Ada hubungan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari dan petugas kesehatan) pekerja seks komersil dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT di lokasi Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Sebagai informasi tambahan yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang khususnya Puskesmas Bandar Baru dalam upaya perencanaan dan evaluasi kebijakan kesehatan tentang pemanfaatan klinik VCT dalam mencegah penyakit menular seksual khususnya HIV/AIDS. 2. Bagi Masyarakat Sebagai informasi tambahan kepada masyarakat tentang penyakit menular seksual khususnya HIV/AIDS. 3. Bagi Peneliti Sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu analisis kebijakan kesehatan tentang hubungan faktor pendukung (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, lama bekerja, pendapatan, pengetahuan dan sikap) dan faktor penguat dengan memanfaatkan pelayanan klinik VCT, dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.