BAB I PENDAHULUAN. serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 28

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppres

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN DIVERSI OLEH PENUNTUT UMUM ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Abstrak

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats),

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

KEBIJAKAN PELAKSANAAN DIVERSI SEBAGAI PERLINDUNGAN BAGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM PADA TINGKAT PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI KUDUS.

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak.

KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda *

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

Kebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap. Anak yang Berkonflik dengan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 11

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI DIVERSI DALAM PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEBELUM BERLAKUNYA

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak Sebagai Pelaku... (Bambang Purnomo) Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 13. No. 1 Maret 2018

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK MELALUI DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

I. PENDAHULUAN. Anak adalah bagian warga Negara yang harus dilindungi karena mereka

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Efektivitas Penerapan Diversi Terhadap Penanganan...

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK PECANDU NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Yonna Diangrani Fandinia. Abdul Majid, SH.,MH. Milda Istiqomah, SH.,MTCP. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

DIVERSI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Oleh: Sri Rahayu 1

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat. menyimpulkan:

Perlindungan Anak Menurut KHA Dan UU No.23 Th.2002

BAB III PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama

KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

Kata Kunci: Penanganan, Anak, Berkonflik Dengan Hukum

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

BAB II ASAS ULTIMUM REMEDIUM/THE LAST RESORT PRINCIPLE DI DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR TENTANG ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan Umum Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus

PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KERUSUHAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang

Al Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016 ISSN ELEKTRONIK

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- Anak secara terintegrasi, terpadu, dan holistik, perlu dilakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilakukan oleh Menteri dan Komisi. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM 3.1. KETENTUAN UMUM TENTANG DIVERSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

SKRIPSI. SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan)

DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN DI POLRESTA DENPASAR. Oleh: GEDE DICKA PRASMINDA. I Wayan Tangun Susila. I Wayan Bela Siki Layang

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Beby Suryani Fithri M. Hamdan Madiasa Ablisar Jelly Leviza. Abstract

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari Negara Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia. Hal ini tertuang di dalam alinea ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Melindungi segenap bangsa Indonesia yakni juga melindungi hak-hak asasi setiap manusia. Salah satu bentuk hak asasi manusia (HAM) adalah hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, yang tertuang dalam Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 subyek yang dilindungi adalah anak, karena anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa. 1 Setiap anak telah mempunyai hak-haknya tanpa diminta terlebih dahulu, seperti yang tertuang di dalam Convention on the Rights of the Child kemudian diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak) dituangkan ke dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan 1 Konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235). 1

2 Lembaran Negara Nomor 3143, dan untuk selanjutnya disingkat UU Kesejahteraan Anak) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Nomor 297, dan untuk selanjutnya disingkat UU Perlindungan Anak). Anak sebagai generus penerus bangsa tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju. Namun, karena pengaruh kemajuan teknologi dan informasi serta lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak, sehingga menyebabkan anak melakukan kejahatan. Oleh sebab itu, perlu mendapatkan suatu penanganan yang khusus. Penanganan yang khusus tersebut tertuang di dalam Pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Anak yang berbunyi: Pemerintah, Pemerintah Daerah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak. Salah satu bentuknya adalah perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk mendapatkan pengertian mengenai anak yang berhadapan dengan hukum, maka melalui Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Tahun 5332, dan untuk selanjutnya disingkat UU SPPA) berbunyi: Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Ketika seorang anak berhadapan dengan hukum, maka wajib

3 diupayakan diversi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3) UU SPPA berbunyi: Dalam sistem peradilan pidana anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b wajib diupayakan diversi. 2 Selanjutnya, pengaturan diversi diatur di dalam peraturan internasional dan peraturan nasional. Diversi yang diatur dalam peraturan Internasional yaitu United Nations Standard Minimum Rules for Administration of Juvenile Justice (SMRJJ) atau The Beijing Rules yang diadopsi oleh Resolusi PBB 40/33 tanggal 29 November 1985 memberikan pedoman mengenai diversi. Diversi diatur dalam Rule 11 dan Rule 17.4 The Beijing Rules. Isi dari Rule 11 dan Rule 17.4 The Beijing Rules yakni: 11.1 Consideration shall be given, wherever appropriate, to dealing with juvenile offenders without resorting to formal trial by the competent authority, referred to in rule 14.1 below. 11.2 The police, the prosecution or other agencies dealing with juvenile cases shall be empowered to dispose of such cases, at their discretion without recourse to formal hearings, in accordance with the criteria laid down for that purpose in the respective legal system and also in accordance with the principles contained in these rules. 11.3 Any diversion involving referral to appropriate community or other services shall require the consent of the juvenile, or her or his parents or guardian, provided that such decision to refer a case shall be subject to review by a competent authority, upon application. 11.4 In order to facilitate the discretionary disposition of juvenile cases, efforts shall be made to provide for community programmes, such as temporary supervision and guidance, restitution and compensation of victims. Diversi yang diatur pada The Beijing Rules menekankan adanya diskresi yang diberikan kepada aparat penegak hukum dalam menangani perkara anak. 2 Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Tahun 5332)

4 Kewenangan yang diberikan tertuang dalam ketentuan Rule 6.1, Rule 11.2 dan Rule 17.4 The Beijing Rules. Rule 6.1 in view of varying special needs of juveniles as well as the variety of measures available, appropriate scope for discretion shall be allowed at all stages of proceedings and at the different levels of juvenile justice administration, including investigation, prosecution, adjudication and the follow-up of dispositions. Rule 17.4 the competent authority shall have the power to discontinue the proceedings at any time. Diversi yang diatur dalam The Beijing Rules memberikan diskresi bagi pejabat yang berwenang untuk tidak melanjutkan proses kapanpun (have the power to discontinue the proceeding at any time). Kekuasaan pejabat mempunyai kewenangan ini didasarkan pada ciri atau karakteristik yang melekat di dalam menangani pelanggar anak (a characteristic inherent in the handling of juvenile offenders), yang berbeda dengan pemeriksaan terhadap pelanggar dewasa. 3 Pada setiap saat, keadaan-keadaan tertentu dapat diketahui oleh pihak berwenang secara hukum yang akan membuat penghentian sepenuhnya dari intervensi sebagai pernyataan keputusan yang terbaik terhadap perkara itu. 4 Sedangkan untuk peraturan Nasional, diversi diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 UU SPPA yang uraiannya adalah sebagai berikut: Diversi wajib diupayakan pada tingkat penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri. 5 Untuk kategori tindak pidana yang dilakukan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni kategori tindak pidana tanpa korban dan kategori tindak pidana dengan adanya korban. Untuk kategori tindak pidana tanpa korban meliputi tindak pidana berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban atau nilai 3 Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, h. 69. 4 Ibid., h. 70. 5 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Tahun 5332).

5 kerugiaan korban tindak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. Kategori tindak pidana tanpa korban ini dapat dilakukan oleh penyidik anak bersama dengan pelaku dan/atau keluargnya. 6 Sedangkan untuk jenis kategori tindak pidana adanya korban ini dalam UU SPPA tidak menjelaskannya secara spesifik. Kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya. 7 Berdasarkan uraian mengenai pengaturan diversi dalam The Beijing Rules dan juga dalam UU SPPA, maka isu hukum yang hendak diteliti oleh penulis adalah bahwa diversi pada UU SPPA tidak memberikan diskresi bagi Penuntut Umum dan Hakim. Diskresi yang ada hanya diberikan kepada penyidik untuk kategori tindak pidana tanpa korban. Tidak adanya diskresi yang dimiliki oleh aparat penegak hukum, maka anak dapat dilanjutkan kepada proses selanjutnya dan tidak menutup kemungkinan anak masuk ke dalam sistem peradilan pidana anak yang akibatnya anak bisa saja menjalani pidana penjara. Sedangkan untuk kategori tindak pidana dengan adanya korban yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) tidak sesuai dengan asas Nemo Judex Indoneus in Propria yang artinya tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri. Selain itu, Pasal 9 ayat (2) UU SPPA memberikan kewenangan yang besar kepada korban dan/atau keluarga anak korban terhadap kesepakatan diversi. Hal ini didasarkan pada frase harus disini bersifat memerintah dan mengharuskan. Penulis berargumen bahwa korban mempunyai posisi penting sehingga dapat memberatkan pelaku anak karena ketika korban tidak setuju 6 Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Tahun 5332). 7 Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Tahun 5332).

6 dengan kesepakatan ini, maka diversi dinilai gagal dan anak akan melanjutkan ke tahap selanjutnya. Sehingga posisi seperti ini tidak seimbang antara korban dan pelaku dilihat dari prinsip kepentingan terbaik anak. Kepentingan terbaik anak (The best interest of the child) terkandung di dalam ketentuan Pasal 3 (ayat) 1 Konvensi Hak Anak yang berbunyi : Dalam semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari anak-anak harus menjadi pertimbangan utama. Untuk membuat sebuah keputusan bagi anak, maka kepentingan terbaik anak (anak pelaku maupun anak korban) harus menjadi pertimbangan utama. Keputusan yang dibuat oleh Pemerintah maupun badan legislatif harus memperhatikan hak-hak anak yang salah satunya adalah hak untuk tumbuh dan berkembang. Jika seorang anak dijatuhkan pidana penjara, maka secara nyata akan membatasi hak anak sebagai seorang individu untuk melangsungkan hidup, hak untuk berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk berpartisipasi serta hak untuk mendapatkan pendidikan. 8 Sehingga dari isu hukum yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pengaturan diversi dalam UU SPPA seharusnya mencerminkan adanya diskresi bagi aparat penegak hukum berdasarkan perspektif kepentingan terbaik bagi anak. Sebelum Penulis beranjak ke rumusan masalah dari penelitian ini, maka Penulis akan mengemukakan alasan-alasan Penulis melakukan penelitian ini : 8 Ni Made Martini Putri, Keputusan Hakum Dalam Perkara Anak yang Melanggar Hukum, Jurnal Kriminologi Universitas Indonesia, Vol.6 No.1 April 2010, h. 60.

7 1. Anak merupakan generasi muda yang mempunyai hak untuk bertumbuh dan berkembang. Namun, karena pengaruh kemajuan teknologi dan informasi, lingkungan yang tidak kondusif serta kurangnya perhatian dari orang tua maka anak terlibat dalam kenakalan serta menyebabkan anak sebagai pelaku kejahatan. Padahal, jika ditelaah lagi anak yang berstatus sebagai pelaku juga merupakan korban. Korban dari dampak negatif yang diterima oleh anak (pelaku). Oleh sebab itu, perlu suatu penanganan yang khusus terhadap anak untuk dapat memperoleh perlindungan. 2. Adanya terobasan baru yang dilakukan oleh legislator bersama dengan Presiden dengan terbentuknya UU SPPA yang berdasarkan prinsip restorative justice. Bentuk dari restorative justice adalah diversi. Diversi ini mulai berlaku sejak tahun 2014. Keberlakukan diversi ini menjadi terobasan baru untuk menangani perkara anak yang berhadapan dengan hukum. 3. Menurut Peraturan Internasional, diversi diatur dalam The Beijing Rules. Pengaturan diversi dalam The Beijing Rules ini dapat membaharui peraturan diversi di Indonesia, karena menurut Penulis ada beberapa pengaturan diversi dalam UU SPPA ini belum mencerminkan kepentingan terbaik bagi anak. Dengan demikian, alasan-alasan inilah yang menjadi dasar Penulis untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi tentang Pengaturan Diversi Menurut UU SPPA Dalam Perspektif Kepentingan Terbaik Anak. B. Rumusan Masalah

8 Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi obyek penelitian adalah : 1. Bagaimana seharusnya UU SPPA mengatur diversi dengan mengakomodasikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan The Beijing Rules? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah memberikan deskripsi secara kompresensif mengenai pengaturan diversi yang seharusnya di dalam UU SPPA dengan mencerminkan prinsip kepentingan terbaik dengan adanya diskresi yang dimiliki oleh aparat penegak hukum. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini baik manfaat secara teoritis maupun manfaat segi praktis. Manfaat secara teoritis adalah untuk dapat menerapkan pengaturan diversi yang mencerminkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang pada tataran praktisnya akan membantu aparat penegak hukum dalam menggunakan kebijakannya menangani perkara anak yang berhadapan dengan hukum berdasarkan prinsip kepentingan terbaik anak. E. Metode Penelitian

9 Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan penelitian hukum (legal research) menggunakan beberapa pendekatan yakni pendekatan undangundang dan pendekatan konseptual. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani baik itu peraturan internasional yang berkaitan dengan diversi maupun peraturan nasional. 9 Sedangkan untuk pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. 10 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, 2010, h.133. 10 Ibid., hal 135.