BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 127

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PERSEBARAN KONSENTRASI MUATAN PADATAN TERSUSPENSI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DI SELAT MADURA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PENELITIAN PEMANFAATAN LUMPUR SIDOARJO SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SEMEN PORTLAND

PENAFSIRAN DAN ANALISIS CEPAT (Quick Interpretation and Analysis) Citra Satelit CRISP

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

Bencana Baru di Kali Porong

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Sosial Ekonomi Lumpur Lapindo

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) C-130

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

kebutuhannya, masyarakat merambah hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Konversi hutan dan lahan juga dilakukan oleh kegiatan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur menjadi sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 112

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

ANALISA SEDIMEN TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI PERAIRAN TIMUR SIDOARJO MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SPOT

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PERHITUNGAN VOLUME DAN SEBARAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN CITRA IKONOS MULTI TEMPORAL 2011

MENGUNJUNGI LOKASI KAWAH LUSI MUD VOLCANO PADA HUTNYA DAN TERDEKAT DENGAN TERBENTUKNYA PUNGGUNGAN OKSIGEN

2.2 Lokasi Kerja Jalan Gayung Kebonsari No.50 Surabaya Telp Fax

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami.

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran air menjadi masalah yang cukup. kebersihan lingkungan, terutama air sangatlah kurang.

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi dan transportasi material dari proses yang sebelumnya terjadi mulai dari hulu hingga ke hilir sebuah DAS. Pada dasarnya, sedimentasi memiliki keuntungan dan kelebihan. Salah satu keuntungannya adalah dapat meningkatkan kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di bagian hilir. Akan tetapi, sedimentasi yang berlebihan dapat mengakibatkan pendangkalan muara sungai. Jika ditinjau dari aspek pengelolaan DAS, kerugian akibat dampak banyaknya sedimentasi di daerah muara sungai cenderung lebih besar daripada manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini menjadi dasar perlu dilakukannya pemodelan sedimentasi agar sedimen yang ada di daerah muara dapat terkontrol dengan baik. Salah satunya yang terdapat pada muara Kali Porong, Sidoarjo. Bencana yang terjadi akibat pengeboran yang dilakukan oleh PT Minarak Lapindo Jaya mengakibatkan terjadinya luapan lumpur panas yang menyembur hingga saat ini. Bencana ini telah terjadi selama lebih dari sepuluh tahun sejak 26 Mei 2006 di sekitar Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Akibat bencana ini, daerah disekitarnya tenggelam oleh lumpur yang terus-menerus keluar dari perut bumi. Minyak dan gas bumi didalamnya menerobos keluar juga mengakibatkan terjadinya subsidence atau amblesan tanah. Bencana ini juga telah masuk dalam daftar bencana berskala nasional karena telah merugikan banyak pihak meskipun belum menimbulkan korban jiwa. Akan tetapi, masyarakat sekitar banyak dirugikan secara fisik dan sosial. Hal ini tentu menjadi suatu peristiwa yang perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Selain secara sosial, kejadian tersebut juga berdampak secara ekologis. Peristiwa pengeboran tersebut menghasilkan semburan lumpur panas yang terus keluar secara periodik. Beberapa waktu berlalu, semburan tersebut masih terus 1

keluar dan telah memenuhi bendungan yang dibangun. Hasil dari proses luapan lumpur Lapindo tersebut membutuhkan ruang yang semakin luas untuk proses alirannya agar tidak semakin menggusur dan menenggelamkan daerah disekitarnya. Sebagai akibatnya, sebagian dari aliran lumpur tersebut dialirkan melalui pipa menuju Kali Porong melalui saluran khusus pembuangan lumpur. Akan tetapi, hal ini menimbulkan dampak tersendiri pada proses hilir sungai, yaitu bertambahnya jumlah sedimentasi yang mengalir ke muara Kali Porong. Terdapat berbagai permasalahan lingkungan yang timbul sebagai dampak terjadinya semburan lumpur Lapindo, seperti deformasi geologi yang mengakibatkan turunnya muka tanah pada jalan arteri Siring Porong, bengkoknya rel kereta api, pecahnya pipa PDAM, pecahnya pipa Pertamina, dan putusnya jembatan jalan tol (BPLS, 2009). Selain itu, permasalahan lain yang timbul sebagai dampaknya adalah terbentuknya delta-delta baru di muara Kali Porong. Sedimentasi memiliki peran tersendiri bagi ekologi sebuah muara. Jumlah sedimentasi yang banyak di sebuah muara akan membentuk delta, dan sebuah delta yang aktif adalah delta yang terus berkembang akibat adanya pasokan sedimen yang terus-menerus. Proses sedimentasi tersebut dapat mengakibatkan tidak terkontrolnya proses ekologi yang ada di muara sungai. Hal ini dapat menyebabkan kerugian jika terus terjadi secara berlebihan, baik bagi manusia maupun lingkungan di sekitarnya. Volume material lumpur Lapindo yang dialirkan ke Kali Porong terusmenerus menyebabkan materi banyak yang mengendap di muara sungai. Banyaknya sedimentasi mempengaruhi morfologi muara Kali Porong. Sedimen yang mengendap terus-menerus tidak diketahui batasnya sehingga membutuhkan pengamatan secara periodik untuk mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi. Pengamatan dan pemodelan perkembangan sedimentasi di muara Kali Porong sangat dibutuhkan untuk memprediksi perubahan dan penanganan/pengelolaan yang tepat agar dampak yang ditimbulkan tidak merugikan lebih banyak. Selain itu, perubahan muara Kali Porong disebabkan oleh beberapa faktor sehingga perlu diketahui dan dianalisis agar dapat mencari 2

solusinya. Hal-hal tersebut yang menjadi latar belakang dibutuhkannya pemodelan terhadap sedimen lumpur Lapindo di Kali Porong. Pemodelan terhadap luapan lumpur Lapindo pernah dilakukan sebelumnya, sesaat setelah lumpur Lapindo pertama kali meluap (Batubara, 2012). Akan tetapi, dinamika semburan yang terus berubah seiring berjalannya waktu membutuhkan pemodelan yang terus diperbaharui seiring bertambahnya luapan lumpur dan perubahan morfologi serta ekologi muara sungai. Perkembangan pemodelan dilakukan untuk mengamati pola sedimen yang terus berkembang sebagai masukan dalam perencanaan hilir DAS agar ke depannya dapat dilakukan dengan baik. Penginderaan jauh merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk fungsi pemetaan dan monitoring. Citra penginderaan jauh memiliki synoptical view yang baik dan kemampuan untuk diterjemahkan ke dalam informasi geospasial sehingga bermanfaat dalam fungsi monitoring perubahan suatu objek tanpa perlu kontak langsung dengan objek yang dimaksud. Selain fungsi monitoring, data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai input untuk mengetahui kecenderungan yang akan berkembang dari suatu objek. Kolaborasi antara penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) yang memiliki fungsi dalam pengolahan beragam data spasial dapat digunakan dalam membangun model dari data-data tersebut. Salah satu fungsi integrasi kedua teknologi tersebut adalah pemodelan sedimentasi yang akan dilakukan di muara Kali Porong. Monitoring tipe, jumlah, dan distribusi spasial dari mineral sedimen merupakan hal yang sangat penting. Sedimen dapat mempengaruhi kualitas air dan kesesuaiannya untuk tujuan bahan baku air minum, wisata, dan industri. Sedimen terlarut (suspended sediment concentrations atau SSC) dapat menghalangi transmisi radiasi matahari dan mengurangi fotosintesis vegetasi di bawah permukaan air dan fitoplankton di bawahnya. Padahal vegetasi dalam air dan fitoplankton berperan dalam rantai makanan ekosistem akuatik (Jensen, 2014). Hal itulah yang juga menjadi alasan penelitian mengenai sedimentasi ini dilakukan. 3

Landsat 8 OLI/TIRS (Operational Land Imager and Thermal Infrared Sensor) sendiri merupakan jenis terbaru yang dikeluarkan oleh USGS dari produk seri Landsat. Gabungan antara informasi citra Landsat 5 TM (Thematic Mapper), Landsat 7 ETM+ (Enhanced Thematic Mapper Plus) dan Landsat 8 OLI/TIRS diharapkan mampu untuk memberikan informasi yang lebih baik untuk monitoring dan modeling sedimentasi di muara Kali Porong. Salah satunya dengan menggunakan band baru dari Landsat 8 OLI/TIRS yang memiliki kepekaan spektral yang lebih untuk objek tubuh air, dalam hal ini sedimen. Penelitian mengenai sedimentasi menggunakan citra Landsat 8 OLI/TIRS dipadukan dengan pemodelan berbasis SIG belum terlalu banyak dilakukan di Indonesia, terutama dengan lokasi kajian di muara Kali Porong. Selain itu, adanya pengaruh input sedimen dari luar DAS akan menjadi objek yang menarik untuk dikaji, dalam hal ini berupa aliran luapan sedimentasi lumpur Lapindo. 1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Fenomena semburan lumpur panas yang terjadi di Kecamatan Porong telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Sejak pertama kali terjadi, tidak banyak pihak yang turut andil dalam penanganan kasus tersebut, terutama dari pihak PT Minarak Lapindo Jaya itu sendiri. Padahal, dampak yang ditimbulkan telah merambah ke berbagai sektor, seperti lingkungan, pertanian, kesehatan, dan sosial-ekonomi masyarakat. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang perlu digarisbawahi dan segera dicari penyelesaiannya karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain itu, lokasi yang sangat strategis di Jalur Pantura (Pantai Utara) yang dimiliki oleh Kecamatan Porong juga menjadi pertimbangan tersendiri mengapa permasalahan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Penginderaan jauh telah menjadi instrumen yang baik dalam beberapa aplikasi, salah satunya monitoring sedimentasi. Namun dalam penggunaannya di bidang kajian sedimentasi, belum banyak dilakukan sampai pada tahap pemodelan, terutama menggunakan citra Landsat 8 OLI/TIRS yang tergolong baru dan memiliki julat panjang gelombang yang berbeda dari seri Landsat sebelumnya. Selain itu, integrasi antara penginderaan jauh dan sistem informasi 4

geografis akan menjadi kolaborasi yang tepat apabila digunakan untuk tujuan penelitian ilmiah yang membutuhkan dimensi spasial terbaik. Pemodelan dari integrasi kedua bidang tersebut diharapkan mampu menjadi solusi atas hal tersebut. Hasil dari semburan lumpur Lapindo terus mengalami peningkatan jumlah. Apabila tidak dialirkan maka dapat menenggelamkan lebih banyak rumah disekitarnya dan mengakibatkan amblesan tanah dibawahnya. Hal ini menjadi alasan mengapa material lumpur Lapindo pada akhirnya dialirkan ke Kali Porong dan menjadi penyumbang sedimentasi di muara Kali Porong. Sedimentasi yang terus-menerus terjadi tidak terkontrol dan memungkinkan terjadinya perubahan morfologi pada muara Kali Porong. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana sebaran sedimen di Muara Kali Porong sebelum dan sesudah lumpur Lapindo? 2. Bagaimana model pola sebaran sedimen di muara Kali Porong dalam rentang waktu tahun 2000-2016? 3. Apakah masukan sedimen dari lumpur Lapindo berpengaruh terhadap ekosistem muara Kali Porong? 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui sebaran dan konsentrasi sedimen di Muara Kali Porong sebelum dan sesudah adanya lumpur Lapindo dengan menggunakan citra Landsat 5 TM, Landsat 7 ETM+, dan Landsat 8 OLI/TIRS 2. Memodelkan perubahan pola sebaran sedimen di muara Kali Porong dalam rentang waktu tahun 2000-2016 dengan menggunakan sistem informasi geografis 3. Mengetahui pengaruh masukan sedimen dari lumpur Lapindo terhadap ekosistem muara Kali Porong 5

1.4. Kegunaan Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi terkait perubahan jumlah/volume dan pola sebaran sedimen di Muara Kali Porong akibat lumpur Lapindo 2. Menemukan trend/memodelkan pola sebaran sedimen di muara Kali Porong dalam rentang waktu tahun 2000-2016 sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan DAS 3. Memberikan solusi terkait pengaruh masukan sedimen dari lumpur Lapindo terhadap ekosistem muara Kali Porong 6