BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit menular merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bakteri mycrobacterium tuberculosis. 1 Bakteri tersebut menyerang bagian

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tubercel bacillus dan dapat

PERANAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada millenium summit (pertemuan tingkat tinggi millenium) pada bulan september 2000. Pertemuan ini dihadiri oleh 189 negara yang menghasilkan millenium declaration yang mengandung 8 poin yang harus dicapai sebelum tahun 2015. Delapan poin MDGs yang disetujui tersebut salah satunya adalah pemberantasan atau perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, termasuk Tuberkulosis (TBC), dimana target ditahun 2015 adalah untuk menghentikan dan memulai pencegahan pengobatan dengan menurunkan angka prevalensi penyakit (United Nations Development Program [UNDP], 2009). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. TB paru yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit kronis (menahun) yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena menular (Depkes, 2008). Sekitar 75% penderita TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan

pendapatan tahunan keluarganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial karena stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (BTKLPP Medan, 2013). Berdasarkan Global Report WHO (2010), jumlah penderita TB paru di dunia sebanyak 14,4 juta kasus. Penderita TB paru terbanyak terdapat pada lima negara, yaitu : India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Di negara-negara miskin, tingkat kematian akibat penyakit TB atau case fatality rate (CFR) sebesar 25% dari seluruh jumlah kematian. Wilayah Asia Tenggara menanggung bagian terberat TB paru global yakni sekitar 38% dari kasus TB paru dunia. Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan dan merupakan nomor satu terbesar penyebab kematian dalam kelompok penyakit infeksi. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010). Pada tahun 2010 didapatkan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis sebesar 725 per 100.000 penduduk di Indonesia. Provinsi dengan prevalensi TB tertinggi yaitu Papua sebesar 1.441 per 100.000 penduduk diikuti oleh Banten sebesar 1.282 per 100.000

penduduk, dan Sulawesi Utara sebesar 1.221 per 100.000 penduduk. Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Lampung sebesar 270 per 100.000 penduduk, diikuti oleh Bali sebesar 306 per 100.000 penduduk, dan DI Yogyakarta sebesar 311 per 100.000 penduduk. Sampai saat ini, belum satupun negara di dunia yang terbebas dari TB Paru. Bahkan untuk negara maju yang pada mulanya angka tuberkulosis sudah menurun, belakangan naik lagi mengikuti peningkatan penderita HIV positif dan AIDS (Depkes, 2012). Berdasarkan jumlah penderita TB Paru di Indonesia tahun 2010, Sumatera Utara menempati urutan ke-7. Jumlah penderita TB Paru klinis di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 104.992 orang setelah dilakukan pemeriksaan dan yang diobati sebanyak 13.744 orang serta yang sembuh sebanyak 9.390 orang atau sekitar 68,32% (Dinkes Prov Sumatera Utara, 2011). Jumlah kasus TB paru meningkat pada tahun 2012, secara klinis sebanyak 123.790 orang setelah dilakukan pemeriksaan dan yang diobati sebanyak 16.392 orang serta yang sembuh sebanyak 12.154 orang atau sekitar 74,15%. Kabupaten/kota yang mempunyai prevalensi TB Paru tertinggi di Sumatera Utara antara lain yaitu kabupaten Tapanuli Selatan, Sibolga, Nias, Tanjung Balai, Madina, Padang Lawas, Pematang Siantar dan Gunungsitoli (Dinkes Prov Sumatera Utara, 2012). Kota Tanjung Balai merupakan salah satu kabupaten/kota yang mempunyai jumlah penderita terbanyak. Pada tahun 2010, Tanjung Balai menduduki peringkat empat. Salah satu kendala yang dihadapi adalah masyarakat penderita TB Paru belum menyadari pentingnya keteraturan berobat selama enam bulan dengan program

strategi Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) (BTKLPP Medan, 2013). Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai didapatkan bahwa jumlah penemuan pasien TB paru BTA positif dan mendapatkan pengobatan pada tahun 2011 sebanyak 184 pasien. Berdasarkan evaluasi pengobatan yang dilakukan diketahui bahwa jumlah pasien yang meninggal sebanyak 6 pasien (3,26%) dan yang drop out sebanyak 26 pasien (14,13%) (Dinas Kesatan Kota Tanjung Balai, 2012). Tahun 2012 jumlah penderita mengalami peningkatan menjadi 189 pasien dengan jumlah yang meninggal sebanyak 4 pasien (2,12%) dan yang drop out sebanyak 43 pasien (22,75%) dan tahun 2013 sebanyak 189 pasien. Penderita TB Paru yang mendapatkan pengobatan tersebut tersebar dalam 10 unit pelayanan kesehatan (UPK), yakni RSUD dr. T. Mansyur, Lapas Tanjung Balai, Puskesmas Datuk Bandar, Puskesmas Semula Jadi, Puskesmas Mayor Umar Damanik, Puskesmas Kampung Baru, Puskesmas Kampung Persatuan, Puskesmas Sei Tualang Raso, Puskesmas Sipori-pori, dan Puskesmas Teluk Nibung (Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai, 2014). Faktor-faktor kepatuhan, pengetahuan, dukungan keluarga, motivasi minum obat dan KIE yang rendah memiliki pengaruh terhadap pengobatan TB Paru. Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta memperberat

beban pemerintah. Dari berbagai faktor penyebab ketidakpatuhan minum obat penderita TB Paru, faktor manusia dalam hal ini penderita TB paru sebagai penyebab utama dari ketidak patuhan minum obat. Kepatuhan terhadap pengobatan adalah kesetiaan mengikuti program yang direkomendasikan sepanjang pengobatan dengan pengambilan semua paket obat yang ditentukan untuk keseluruhan panjangnya waktu yang diperlukan Untuk mencapai kesembuhan diperlukan kepatuhan atau keteraturan berobat bagi setiap penderita. Berbagai pengetahuan yang benar tentang tuberculosis perlu diketahui oleh para penderita dan keluarganya serta masyarakat luas pada umumnya. Penderita dan keluarganya tentu perlu tahu seluk-beluk penyakit ini agar kesembuhan dapat dicapai (Aditama, 2004). Dalam hal kepatuhan terhadap pengobatan TB Paru, dukungan keluarga memiliki peranan yang besar dalam hal memberikan dorongan berobat kepada pasien. Keluarga adalah orang yang pertama yang tahu tentang kondisi sebenarnya dari penderita TB Paru dan orang yang paling dekat serta berkomunikasi setiap hari dengan penderita. Dorongan anggota keluarga untuk berobat secara teratur dan adanya dukungan keluarga yang menjalin hubungan yang harmonis dengan penderita membuat penderita diuntungkan lebih dari sekedar obat saja, melainkan juga membantu pasien tetap baik dan patuh meminum obatnya. Pengaruh peran keluarga terhadap kepatuhan minum obat penderita sangat besar. Namun sebaliknya, penderita memiliki alasan tersendiri untuk tidak melanjutkan pengobatan. Pada umumnya alasan responden menghentikan pengobatan karena paket obat terlalu banyak dan

besar-besar, merasa sudah sembuh yang ditandai dengan batuk berkurang, perasaan sudah enak badan, sesak napas berkurang, nafsu makan baik. Penelitian yang dilakukan Limbu dan Marni (2004) tentang ketidakpatuhan pasien TB Paru dalam hal pengobatan menemukan bahwa pengobatan pasien TB Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan anggota keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya penyakit yang diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota keluarga yang lain. Penelitian Zuliana (2009) tentang faktorfaktor yang memengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru menunjukkan bahwa pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga berpengaruh signifikan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru dan yang paling dominan adalah faktor pendidikan. Sehubungan dengan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti tuberkulosis, penelitian Hutapea (2009) menunjukkan dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat penderita TB Paru. Perhatian atas kemajuan pengobatan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap peningkatan kepatuhan minum obat penderita paru. Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan penularan penyakit. Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru untuk

keberhasilan pengobatan, oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dilakukan strategi DOTS (Directly Observed Treatmen Shortcourse). Strategi ini merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan tuberkulosis. Faktor penting lainnya adalah pendidikan penderita. Pendidikan rendah mengakibatkan pengetahuan rendah. Masih banyak penderita berhenti berobat karena keluhan sakit sudah hilang, padahal penyakitnya belum sembuh. Ini terjadi karena kurangnya pemahaman tentang apa yang diterangkan oleh petugas. Penelitian lainnya yang berkaitan dengan TB Paru yaitu yang dilakukan oleh Wulandari (2011) di RSUP H. Adam Malik Medan, diketahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan pendidikan responden terhadap keteraturan minum obat. Lamanya waktu pengobatan TB paru yang harus dilakukan selama 6 bulan, dapat saja dijadikan beban oleh penderita sehingga mereka malas untuk melanjutkan proses pengobatan. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Karakteristik Personal dan Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis Paru di Kota Tanjung Balai. 1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh karakteristik personal dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Kota Tanjung Balai?.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik personal dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Kota Tanjung Balai 1.4. Hipotesis Ada pengaruh karakteristik personal dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Kota Tanjung Balai. 1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai, sebagai informasi mengenai masalah yang berkaitan dengan karakteristik dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Kota Tanjung Balai. b. Bagi keluarga, sebagai acuan dalam rangka peningkatan dukungan keluarga serta memberikan motivasi kepada penderita TB Paru dalam rangka kesembuhanterhadap pengobatan TB Paru c. Secara teoritis dapat mendukung pengembangan ilmu promosi kesehatan dan ilmu perilaku, serta dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk pengembangan ilmu kesehatan khususnya tentang TB Paru.