BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan

III. METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI. Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

KA Nomor Urut Kecelakaan:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN)

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PENGANTAR TRANSPORTASI

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. P.T. Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah badan usaha milik Negara (BUMN)

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN AKHIR KNKT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

BAB III LANDASAN TEORI

MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM LAHAT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

Tumburan Lokasi: Km /3 Petak jalan antara Stasiun Rejosari Stasiun Labuhan Ratu Lampung Lintas:

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Perlintasan Sebidang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X. Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim Sumatra Selatan, dengan terminal batubara di Srengsem, Lampung. Keseluruhan sistem angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi tambang, sistem kereta api yang terdiri atas sarana dan prasarana, sistem bongkar (unloading system) di terminal dan sistem ban berjalan (conveyor) dari terminal hingga jetty untuk pengapalan lebih lanjut. Obyek dalam penelitian ini dibatasi hanya pada sistem kereta api berupa sarana, yaitu lokomotif dan gerbong, serta prasarana berupa jalan kereta api dan stasiun pada rencana jalan kereta api sepanjang 320 km. Rencana jalan kereta api yang baru menggunakan rel standard (standard track gauge) dengan lebar 1.435 mm. Penggunaan rel standard ini sesuai dengan peraturan dari Departemen Perhubungan untuk pembangunan rel baru diluar pulau Jawa. Rel lama adalah jenis rel sempit (narrow track gauge) dengan jarak antar kepala rel 1.067 mm. Rel baru yang menyusur terpisah sejajar dengan rel lama diperuntukkan khusus angkutan batubara tanpa ada kereta api umum. Keadaan rel eksisting kurang memuaskan, karena selain kapasitasnya terbatas akibat penggunaan jalur kereta bersamaan dengan angkutan penumpang 8

9 Tanjung Karang Kertapati, juga menggunakan rel sempit yang karena karakteristik geometrinya membuat kecepatan terbatas. Jalur kereta api eksisting antara Tanjung Enim dan Tarahan mempunyai karakteristik utama sebagai berikut : Tabel 2. 1 Karakteristik Jalan Kereta Api Eksisting Karakteristik Besaran Jarak (Tanjung Enim Tarahan) 411 km Jenis Rel Narrow gauge (1.067 mm), UIC 54 Beban Gandar Maksimum 18 ton Kecepatan Maksimum Kereta 50 km/jam Jari-jari kelengkungan minimum 300 m ( Sumber: Railway Feasibilty Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) Jumlah kereta api batubara yang ada sebanyak 12 perjalanan per hari dengan headway 120 menit dimana tiap rangkaian terdiri atas 40 44 gerbong berkapasitas masing-masing 50 ton yang ditarik oleh 2 buah lokomotif diesel elektrik jenis CC 202 buatan General Motor Canada dengan kekuatan 2.250 tenaga kuda seperti gambar berikut. Gambar 2.1 Lokomotif Diesel Elektrik ( Sumber: PT KA (Persero) ) Salah satu solusi adalah dengan membangun jalur jalan kereta api baru. Pembangunan tersebut termasuk sistem muat (loading system) baru yang sudah ditentukan kapasitasnya dan sudah ditentukan jenisnya yaitu jenis continuous

10 (menerus) di Banko Tengah, Sumatra Selatan, serta sistem bongkar (unloading) baru dari jenis bottom dump yang juga sudah ditentukan lengkap dengan jalur track memutar (balloon loops) di Srengsem, Lampung. Jarak perjalanan antara Tanjung Enim dan Tarahan rel eksisting adalah 411 km, karena memutar melalui Baturaja. Untuk mengurangi jarak tersebut maka jalur kereta api yang baru memotong (shortcut) Tanjung Enim Baturaja yang akan menjadi panjang keseluruhan 320 km sehingga waktu perjalanan berkurang. Pembuatan short cut ini juga sudah sesuai dengan Master Plan perkeretaapian Sumatera Selatan. Peta jalur kereta api yang lama maupun rencana jalur baru dapat dilihat dalam peta terlampir. Gambar 2.2 Peta Lokasi Objek Penelitian Kajian operasi perjalanan kereta api memerlukan rangkaian analisis untuk mengkaji pola operasi dan rangkaian kereta yang optimum sehingga tercapai kapasitas angkut rencana sesuai dengan target produksi. Data dari angkutan

11 batubara eksisting sangat bermanfaat dalam mengkaji pelaksanaan operasi kereta api dimana kelemahan yang ada dapat dihindari dan diperbaiki dalam membangun jalur kereta yang baru sesuai kapasitas angkut yang direncanakan. Kajian diatas akan dilakukan berdasarkan landasan teori pada uraian berikut. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Umum Kereta api merupakan jenis kendaraan yang spesifik dan memiliki karakteristik tersendiri, yaitu : Melekatnya pada jalur dan hanya dapat beralih ke jalur lain melalui wesel. Jarak pengereman relatif panjang dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya terutama dengan jenis kendaraan jalan raya, sehingga setiap gerakan perjalanan dua kereta api beriringan harus memiliki jarak minimal dalam bentuk blok dilengkapi dengan peralatan sinyal untuk membatasinya. Memiliki jadwal yang pasti ditiap-tiap stasiun, mulai stasiun pemberangkatan, stasiun antara yang dilewatinya dan sampai dengan stasiun tujuan. Jadwal tersebut dapat dinyatakan dalam diagram waktu ruang/grafik perjalanan kereta api (GAPEKA) Produk jasa angkutannya bersifat massal. Perjalanan kereta api pada umumnya tidak memerlukan banyak berhenti dan jalan kembali karena gangguan jalan atau interaksi dengan kendaraan lain seperti kendaraan jalan raya, kecuali untuk keperluan operasi kereta api (bersilang/disusul) dan keperluan pelayanan jasa angkutan.

12 Dengan karakteristik di atas dapat diperhitungkan jumlah maksimum kereta api yang dapat melewati lintas tertentu atau kapasitasnya serta pengaruhnya terhadap perjalanan beragam jenis dan sifat kereta api lainnya pada lintas tersebut. 2.2.2. Asas Demand Supply Perencanaan suatu sistem transportasi selalu berusaha memenuhi asas keseimbangan kebutuhan dan penawaran (demand supply). Keseimbangan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut. Apabila: A D I M Q S = Alokasi kegiatan dalam ruang = Demand (kebutuhan) = Investasi = Pengelolaan angkutan kereta = Kapasitas operasional = Supply (penawaran), dinyatakan dalam satu set kecepatan yang merupakan indikator derajat pelayanan V = Volume pergerakan pada suatu jaringan Maka: S = f ( Q, V, M ) ( Pers.2.1) Q = f ( I, M ) ( Pers.2.2) D = f ( S, A) ( Pers.2.3)

13 Satuan Waktu Perjalanan t Arus V Gambar 2.3 Supply dan Demand ( Sumber: Perancangan dan Perencanaan Transportasi ) Penggabungan antara Supply (S) dan Demand (D) pada suatu sistem kegiatan tetap akan mencapai satu pasang titik keseimbangan antara kebutuhan dan pergerakan dengan prasarana transportasi yang optimum. Kedudukan keseimbangan optimum tersebut ditunjukkan dalam kurva diatas. Tujuan perencanaan transportasi adalah untuk menentukan dan mengelola agar tercapai titik keseimbangan tersebut sepanjang waktu. Hal yang sulit dilakukan bila dinamika kebutuhan (D) begitu tinggi. Begitu pula dalam perencanaan pola operasi angkutan kereta api khusus batubara yang menjadi objek penulisan dalam skripsi ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keseimbangan antara target produksi batubara tahunan terbesar yang merupakan kebutuhan (demand) angkutan dengan jumlah perjalanan kereta api, jumlah rangkaian kereta dan daya angkut sebagai penawaran (supply). Premise dasar yang digunakan dalam optimasi pola operasi perjalanan kereta api khusus batubara ini adalah:

14 1. Jalur kereta api batubara yang baru hanya dipergunakan khusus untuk angkutan batubara, tidak ada kereta lain yang berjalan pada jalur ini. 2. Tidak ada perjalanan kereta maupun jaringan jalan kereta lain yang bersinggungan maupun mengganggu operasi kereta api khusus batubara. 3. Rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara ini adalah untuk melayani perkiraan kebutuhan angkutan sebesar 400 MTA selama masa konsesi 20 tahun. Prinsip utama diatas akan menjadi dasar analisis penawaran (supply) untuk perhitungan kebutuhan rangkaian kereta (train set), lokomotif (rolling stock), stasiun, serta fasilitas lain untuk operasi perjalanan kereta api. 2.2.3. Perencanaan Operasi Kereta Api Proses perencanaan operasi kereta api yang menghasilkan pola operasi tidak hanya merupakan rancangan komposisi untuk mengoperasikan sistem kereta api tetapi juga mempengaruhi beberapa hal. Gambar dibawah menunjukkan proses perencanaan operasi kereta api oleh suatu operator dan urutan kegiatannya. Perkiraan Kebutuhan Perancangan Armada Perencanaan Operasi Penjadwalan Lokomotif Penjadwalan Awak Gambar 2.4 Proses Perencanaan Operasi Kereta Api

15 Perkiraan Kebutuhan (Demand) Untuk kereta barang dihitung dari rencana produksi atau rencana kebutuhan pengiriman barang. Untuk kereta penumpang perkiraan kebutuhan biasanya dianalisis dari hasil survey O-D atau survey asal-tujuan Perancangan Armada Perancangan armada dilakukan untuk menentukan jumlah gerbong atau jumlah kereta api dalam satu rangkaian dan jumlah rangkaian yang harus disediakan. Dalam perancangan armada harus memperhitungkan agar semua kebutuhan dan berbagai kepentingan lain dapat terpenuhi. Perencanaan Operasi Ketika perancangan armada telah lengkap maka dapat disusun rencana pola operasi yang mengatur jadwal dan rute perjalanan. Perancangan Lokomotif Langkah selanjutnya adalah merancang jumlah lokomotif yang sesuai untuk satu rangkaian kereta api. Apabila suatu perusahaan mempunyai berbagai jenis kereta dan lokomotif maka dapat dihitung jumlah kereta dan lokomotif pada suatu rangkaian. Perancangan Awak Kereta (Crew) Perancangan awak kereta api merupakan hal yang rumit karena menyangkut berbagai hal diantaranya pengaturan giliran kerja, pengaturan penggajian, serta peraturan ketenaga kerjaan yang berlaku. Perusahaan operator kereta api harus taat pada kaidah kepegawaian dan peraturan yang terkait agar perancangan awak kereta dapat memenuhi tujuan tertentu, biasanya minimasi jumlah penugasan awak atau maksimasi kepuasan karyawan.

16 2.2.4. Headway dan Keselamatan Perjalanan Kereta Api Keselamatan merupakan faktor utama dalam perjalanan kereta api. Prinsip keselamatan perjalanan kereta api adalah dengan membagi suatu ruas jalan rel menjadi beberapa blok yang dibatasi oleh sinyal. Tiap blok hanya boleh ditempati oleh satu kereta pada suatu selang waktu tertentu. Sebelum kereta api memasuki suatu blok sinyal, lampu maupun semaphore menunjukkan keadaan blok yang akan dimasuki. Pada sinyal lampu, warna merah menunjukkan blok didepan kereta sedang ditempati kereta lain, sehingga tidak diijinkan memasukinya. Warna kuning menunjukkan bahwa blok didepannya bebas, tetapi blok berikutnya ditempati kereta lain. Pada sinyal kuning kereta dapat masuk tetapi harus siap memperlambat karena blok berikutnya terisi atau sinyal merah. Sinyal hijau berarti blok bebas dan kereta boleh memasukinya. Ilustrasi tiga keadaan sistem sinyal kereta api ditunjukkan dalam gambar dibawah. Gambar 2.5 Blok dan Sinyal Kereta Api Sinyal warna kuning untuk blok 1 menunjukkan bahwa kereta pertama dapat masuk blok 1 tetapi sinyal berikutnya untuk blok 2 merah berarti sedang terisi. Blok 3 dan blok berikutnya kosong sehingga warna sinyal hijau. Umumnya panjang suatu blok sekitar 2 km sehingga untuk keperluan

17 perencanaan pola operasi tidak diperlukan penggambaran hingga blok sinyal, tetapi menggunakan headway yang memisahkan waktu antara untuk dua kereta berurutan dalam jalur rel yang sama. Apabila headway tercermin dalam diagram waktu-ruang maka semua operasi kereta dapat dilakukan secara aman dari segi keselamatan. Satuan headway adalah menit per kereta api (menit/kereta). Headway minimum dalam suatu jarak dalam suatu petak jalan/blok dapat dihitung dengan cara simulasi pada diagram waktu-ruang atau grafik berdasarkan data sarana dan prasarana di lapangan. Headway sangat ditentukan oleh : Waktu tempuh antara dua stasiun atau blok yang ditentukan, waktu tempuh ini ditentukan oleh kecepatan dan jarak Selang waktu hasil penjumlahan blok dan sinyal Waktu perjalanan mulai menjelang sinyal sampai dengan stasiun atau blok yang ditentukan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kapasitas jalan rel adalah dengan cara mempersingkat headway. Rumus umum headway untuk jalur tunggal adalah sebagai berikut : H = t A B + t p + C (Pers.2.4) Dengan 60 x S AB t A B = V ( Pers.2.5) Dimana: H = Headway (menit/kereta) t A-B = Waktu tempuh kereta api antara stasiun A dengan stasiun B (t A-B ) C = Waktu pelayanan blok dan sinyal (menit)

18 t p = Waktu perjalanan dari sebelumnya sinyal muka stasiun A bagi kereta api kedua (jarak 3 km), dalam menit S p S A-B V = Jarak antara stasiun bersebelahan (km) = Jarak antara stasiun A dan stasiun B (km) = Kecepatan rata-rata (Km/jam) Waktu minimun dalam proses persilangan antara dua kereta api di suatu stasiun untuk jalur tunggal terdiri dari: Waktu pelayanan hubungan blok Waktu pelayanan sinyal Dalam persilangan, waktu perjalanan kereta api lawan perlu ditambah dengan waktu pelayanan hubungan blok sinyal. Sehingga harga headway perlu ditambah dengan C (waktu pelayanan blok dan sinyal), menjadi sbb : H = 60 x S V p + C ( Pers.2.6) Dimana: H Sp C V = Headway (menit/kereta) = Jarak antara stasiun bersebelahan (km) = Waktu pelayanan blok dan sinyal (menit) = Kecepatan rata-rata (Km/jam) Uraian diatas menjelaskan headway yang berkaitan dengan keselamatan operasi kereta api. Headway juga dapat dipahami sebagai tingkat pelayanan bagi pengguna pada suatu sistem angkutan. Dalam hal ini headway dapat ditentukan nilainya sedangkan fasilitas sarana dan prasarana menyesuaikan dengan headway terpilih termasuk juga keperluan keselamatan. Analisis yang akan dilakukan

19 menggunakan nilai headway yang terpilih dengan asumsi semua fasilitas operasi, sarana, prasarana dan keselamatan sudah terpenuhi. 2.2.5. Kapasitas Lintas Kapasitas jalur rel (lintas) adalah kemampuan suatu lintas jalan kereta api untuk menampung operasi perjalanan kereta api dalam periode atau kurun waktu 1.440 menit (24 jam) di lintas yang bersangkuan. Satuan yang dipergunakan untuk kapasitas lintas adalah jumlah kereta api per satuan waktu (umumnya 24 jam). Kapasitas untuk jalan rel ditentukan oleh beberapa hal, yaitu: Headway, yaitu kerapatan minimun atau selang waktu minimun antara dua kereta api Kecepatan kereta api, puncak kecepatan kereta api ditentukan puncak kecepatan terendah diantara puncak kecepatan sarana dengan prasarana Faktor pelayanan perangkat persinyalan, yang terdri dari pelayanan hubungan blok dan pelayanan sinyal. Bila pada jalur tunggal berupa petak jalan, sedangkan untuk jalur ganda adalah jarak petak blok. Rumus dasar kapasitas lintas yang memberikan hubungan antara jumlah kereta api dan waktu 24 jam adalah: 1440 N = H ( Pers.2.7) Dengan N = kapasitas lintas (kereta/24 jam) H = headway (menit)

20 Rumus dasar diatas merupakan kapasitas suatu lintas jalur tunggal dalam satu jarak antara dua stasiun yang merupakan petak jarak, dan perjalanan searah. Tentunya keadaan diatas tidak atau jarang sekali ditemukan di lapangan karena petak jarak umumnya lebih kecil daripada jarak antara dua stasiun dan tidak ada lintas yang hanya melayani perjalanan searah saja. Oleh karena itu untuk memungkinkan penggunaan praktis banyak sekali modifikasi atas rumus tersebut yang dilakukan oleh berbagai kalangan perkeretaapian. Hampir tiap negara atau penyelenggara perkeretaapian mempunyai rumus perhitungan kapasitas diantaranya dari Jerman, Amerika, Inggris, Perancis, Jepang dan Indonesia. Namun semua modifikasi rumus diatas bersumber pada dasar pemahaman kapasitas lintas yang membagi waktu 24 jam atau 1.440 menit dengan headway. Karena besaran 1.440 menit adalah universal di seluruh dunia maka semua modifikasi yang ada adalah pada variabel headway (H). Sesuai dengan keadaan jalan rel dalam penelitian ini yang berupa jalur tunggal serta diperkirakan panjang satu rangkaian kereta yang cukup besar dan lebih dari 50 gerbong atau lebih dari 500 m, maka digunakan rumus kapasitas lintas: 1440 N = L x 60 7,5 V + ( Pers.2.8) Dimana: N L V = kapasitas lintas (kereta/jam) = jarak terjauh antara dua stasiun yang berurutan (Km) = kecepatan operasi kereta (Km/jam)

21 2.2.6. Diagram Waktu-Ruang Perjalanan Kereta Api Umumnya untuk menyusun pola perjalanan kereta digunakan diagram waktu-ruang yang secara grafis mewakili pergerakan kereta pada jalur rel. Sumbu mendatar adalah waktu dan sumbu vertikal ruang. Setiap garis pada diagram tersebut menggambarkan sebuah kereta. Garis dengan kemiringan yang besar mengindikasikan kereta dengan kecepatan tinggi karena menghubungkan dua jarak dalam waktu singkat, garis lebih datar adalah kereta lambat. Bila sebuah kereta berhenti beberapa waktu pada suatu stasiun, ditunjukkan dengan garis mendatar, karena waktu tetap bergerak sedangkan posisi kereta tetap. Garis berpotongan menunjukkan bahwa dua kereta bertemu pada satu titik, yaitu di suatu stasiun. Diagram waktu-ruang pada praktek perkeretaapian di Indonesia disebut Gapeka, yang disebut Grafik Perjalanan kereta. Gapeka (grafik perjalanan kereta api) merupakan diagram waktu ruang yang merupakan alat untuk menggambarkan variabel kendaraan (kereta api) yaitu jarak, headway dan kecepatan kereta api dengan variabel arus (konsentrasi, arus dan kecepatan ratarata). Diagram waktu-ruang merupakan suatu penggambaran gerakan semua kereta api pada suatu koridor dimana ditunjukkan lokasi setiap kereta api sebagai fungsi dari waktu. Gerakan setiap kereta api digambarkan sebagai grafik atau garis trayektori pada diagram tersebut. Pada grafik tersebut sumbu mendatar menyatakan waktu (biasanya 24 jam) sedangkan sumbu vertikal menyatakan jarak atau tempat atau stasiun kereta sepanjang koridor atau ruang, kemiringan garis grafik menyatakan kecepatan. Jarak mendatar antara satu grafik dengan

22 grafik lainnya menyatakan headway antar kereta api. Jarak vertikal antar grafik menyatakan jarak antara kereta api yang berurutan. Walaupun diagram ini biasanya diterapkan pada jalur gerak tunggal untuk arus kendaraan seperti jalan kereta api, namun variasi dari diagram waktu-ruang ini dipergunakan pada hampir semua mode transportasi untuk menganalisa fenomena arus kendaraan. Sebagai ilustrasi, digambarkan prinsip diagram waktu-ruang sebagai berikut: Jarak (km) C 150 km KA 2 KA 1 B 100 km A 00.00 02.00 03.00 04.45 06.45 Gambar 2.6 Prinsip Diagram Waktu Ruang Waktu (jam) Gambar diatas menunjukkan jalan kereta api pada koridor AC. Jarak antara kota A dan B adalah 100 km dan antara B ke C adalah 150 km. Pada

23 pukul 00.00 kereta api 1 berangkat dari A menuju C, dan kereta api 2 dari C menuju A. Kereta api 1 tiba di B pukul 02.00, kecepatan perjalanan dari A ke B adalah kemiringan grafik yaitu 100 km / 2 jam atau 50 km/jam. Kereta api 2 tiba di A pukul 04.45 dengan kecepatan perjalanan 250 km / 4.75 jam atau 52.6 km/jam. Di stasiun B, kereta api 2 harus berhenti selama 1 jam menunggu lewatnya kereta api 1. Pada pukul 03.00 kereta api 1 meneruskan perjalanan ke C dengan kecepatan 150 km / 2 jam atau 75 km/jam dan tiba di C pukul 06.45. 2.2.7. Optimasi dengan Teori Keputusan Optimasi pola perjalanan kereta api dilakukan dengan teori keputusan yang memperlakukan obyek penelitian sebagai rangkaian tindakan bertahap. Tiap tindakan yang berupa pola operasi mempunyai nilai dampak tertentu sehingga dapat dibandingkan dan dipilih yang paling optimum. Pada umumnya dampak yang menjadi objective (tujuan) dalam optimasi adalah biaya, namun sebagai tujuan dapat juga berupa hasil produksi atau hasil angkut yang dianggap sebanding dengan revenue. Prosedur yang digunakan mengikuti teori Pohon Keputusan (Decision Tree) untuk fungsi tujuan bertahap dimana keputusan tahap sekarang beserta hasilnya akan mempunyai dampak terhadap keputusan yang akan datang serta hasilnya. Oleh karena setiap tinjauan mempunyai hasil tertentu (deterministic) maka secara lengkap proses optimasi yang digunakan adalah Pohon Keputusan Deterministik Tahap Ganda (Multi Stage Deterministic Decision Tree).