BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Dari berbagai data yang tersedia, maka untuk keperluan penelitian ini dikumpulkan data yang terkait dengan topik penelitian dan telah diuraikan kegunaannya pada bab sebelumnya. Pada garis besarnya data tersebut meliputi data rencana produksi, yang merupakan kebutuhan (demand) angkutan dan data prasarana jalan rel yang merupakan supply dalam suatu sistem transportasi serta dibedakan atas data utama dan data tambahan. Data utama adalah data yang akan digunakan untuk analisis, sedangkan data tambahan adalah informasi lain yang digunakan untuk membantu proses analisis. Data tambahan berupa deskripsi atau informasi besaran-besaran teknis yang sebelumnya telah ditentukan Data Rencana Produksi PT. Bukit Asam merencanakan untuk melakukan produksi batubara pada salah satu wilayah tambangnya di Banko Tengah Sumatera Selatan, secara bertahap selama masa konsesi penambangan 20 tahun. Besarnya rencana produksi dari tahun ketahun hingga akhir masa konsesi disampaikan dalam tabel dibawah ini. 35

2 36 Tabel 4. 1 Rencana Produksi Batubara No. Tahun ke Juta Ton /Tahun (MTA) sampai dengan ( Sumber: Railway Feasibilty Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) Data Prasarana Jalan Rel Data geometri jalan rel berupa gambar alignment horisontal (plan) maupun alignment vertikal (profile) dari rencana trace track. Alignment dihitung dari lokasi titik masuk Train Port Terminal (TPT) di Srengsem sebagai KM dan lokasi titik masuk Train Loading System (TLS) di Banko Tengah sebagai akhir jalan rel dengan notasi KM Pada trace geometri juga terletak stasiun antara TLS dan TPT. Alignment horisontal (plan) dan alignment memanjang (profile) keseluruhan panjang jalan rel secara umum disampaikan dalam gambar berikut. Untuk alignment horisontal per bagian atau ruas disampaikan dalam Lampiran.

3 37 Profile Elevation (m) Location (m) Gambar 4.1 Alignment Horisontal dan Potongan Memanjang Jalan Rel

4 38 Diantara data prasarana jalan rel, yang penting dan akan digunakan dalam analisis adalah nama stasiun, nomer dan jarak antar stasiun seperti dalam tabel 4.2. berikut. Tabel 4. 2 Data Stasiun No Stasion Km Jarak ke stasion Fungsi berikutnya 1 SRENGSEM Train Unloading - Train Depart - Train Sub Depot 2 SUKABUMI Crossing 3 PEMANGGILAN Crossing 4 SUKARAME Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot 5 SUMBEREJO Crossing 6 KALIRANDU Crossing 7 TANJUNG IMAN Crossing 8 KOTABUMI BARU Crossing 9 KENDALISODO Crossing 10 NEGARARATU BARU Crossing - Train Crew Mess 11 TULUNGBUYUT BARU Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot 12 NEGERIAGUNG BARU Crossing 13 PAHUNG Crossing 14 WAYTUBA BARU Crossing 15 MARTAPURA BARU Crossing - MOW Equipment Depot - Ballast Depot - Track Warehouse 16 GILAS BARU Crossing 17 TALANG PUSAR Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot 18 PELAWAN Crossing 19 GUNUNGMERAKSA Crossing 20 PRABUMENANG Crossing 21 SINARLUBAI Crossing 22 SUBANJERO Crossing 23 BANKO TENGAH Train Loading - Train Depart - Train Depot

5 Data Sarana Dalam kegiatan perkeretaapian, yang termasuk sarana adalah lokomotif, kereta penumpang (coach), gerbong barang (wagon), KRL dan KRD. Dalam lingkup obyek pembahasan, sarana adalah lokomotif dan wagon saja, karena kereta ini direncanakan khusus untuk mengangkut batubara, bukan untuk mengangkut penumpang. Hasil kajian khusus oleh PT. Bukit Asam maka telah menentukan rangkaian kereta yang akan digunakan seperti dalam Tabel 4.3.berikut. Tabel 4. 3 Spesifikasi Rangkaian Kereta No. Jenis Satuan Besaran 1. Lokomotif Unit 1 Type DF8 2. Gerbong Unit 55 Type K18N Hopper Car 3. Kapasitas gerbong Ton/gerbong Kapasitas Angkut Rangkaian Ton/kereta ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) berikut. Lokomotif type DF8 yang akan digunakan disampaikan dalam gambar Gambar 4.2. Lokomotif Type DF 8 ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing RailBV )

6 40 Adapun jenis gerbong type K18N Hopper Car adalah seperti tampak dalam gambar berikut. Gambar 4.3. Gerbong Type K18N Hopper Car ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) Kecepatan Rata-rata Kecepatan rata-rata operasi kereta diperoleh dari total jarak dibagi waktu tempuh rata-rata sepanjang jalur rel yang ditinjau. Waktu tempuh yang dimaksud merupakan fungsi ruling gradient. Besarnya kecepatan rata-rata merupakan hasil studi yang dilakukan khusus oleh PT. Bukit Asam saat melakukan pemilihan rangkian kereta yang melibatkan berbagai jenis lokomotif dan gerbong pengangkut batubara yang tersedia di pasaran dunia. Dalam penelitian ini digunakan nilai kecepatan rata-rata dari hasil studi tersebut yaitu sebesar 46 km/jam Waktu Muat dan Waktu Bongkar Waktu muat adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api sejak datang di TLS hingga siap berangkat kembali setelah dimuati batubara. Waktu muat terdiri dari waktu langsir untuk pemuatan dan waktu inspeksi.

7 41 Waktu bongkar adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api sejak kedatangan di TPT untuk membongkar muatan dan memutar kembali siap melanjutkan perjalanan. Waktu bongkar terdiri atas waktu langsiran penurunan muatan dan waktu inspeksi. Baik waktu muat maupun waktu bongkar merupakan topik atau obyek kajian lain terkait dengan pemilihan kapasitas peralatan muat bongkar. Dalam kajian ini waktu muat dan waktu bongkar digunakan data dari PT. Bukit Asam yang telah memilih sistem bongkar muat tertentu yang hasilnya sebagai berikut: Waktu muat: Waktu langsir untuk pemuatan Waktu inspeksi Waktu muat keseluruhan = 20 menit = 25 menit = 45 menit Waktu bongkar: Waktu langsir penurunan muat Waktu inspeksi Waktu bongkar keseluruhan = 118,8 menit = 25 menit = 143,8 menit Konfigurasi Minimum Jalur Rel di Stasiun Jalur rel untuk kereta api batubara antara Banko Tengah dan Srengsem merupakan jalur tunggal yang tidak memungkinkan terjadinya persilangan antara kereta berlawanan arah ataupun penyusulan kereta searah. Persilangan maupun penyusulan hanya mungkin dilakukan pada sepur simpang di stasiun. Oleh karena itu perlu ditetapkan konfigurasi minimum tata letak jalur rel di stasiun yang menunjukkan adanya sepur simpang yang berguna tidak hanya untuk

8 42 persilangan dan penyusulan saja, tetapi juga sebagai jalur cadangan apabila terjadi gangguan pada suatu kereta yang dapat dimasukkan ke dalam sepur simpang tersebut agar tidak mengganggu jalur utama. Studi tata letak jalur rel yang telah dilakukan memberikan informasi tentang hal tersebut seperti disampaikan dalam gambar 4.8. Gambar 4.4. Konfigurasi Minimum Tata Letak Jalur Rel di Stasiun ( Sumber:Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV ) 4.2 Pengolahan Data Sesuai dengan tujuan optimasi yaitu untuk mengetahui alternatif keputusan terbaik antara pembangunan langsung dengan kapasitas penuh dan membangun bertahap, maka pengelolaan data dilakukan berdasarkan target produksi tahun pertama dan tahun ke 4-20 saja. Pembangunan bertahap per tahun sesuai rencana produksi dianggap tidak realistis dari segi kepraktisan pelaksanaan konstruksi Perhitungan Target Jumlah Angkutan Target jumlah angkutan adalah sasaran jumlah produksi yang harus terangkut sesuai dengan tahun produksi yang ditinjau, yaitu tahun pertama dan tahun keempat hingga keduapuluh. Besarnya target jumlah angkutan dihitung dengan menggunakan faktor keamanan berupa tambahan 20% dari rencana

9 43 produksi, sehingga target jumlah angkutan adalah 1,2 kali rencana produksi, perhitungan dan hasilnya disampaikan dalam tabel 4.3. berikut : Tabel 4. 4 Target Jumlah Angkutan Tahun Produksi Produksi (MTA) Tambahan 20% (MTA) Jumlah Angkutan (MTA) Tahun Tahun Perhitungan Hari Kerja Efektif hari kerja efektif digunakan untuk mengetahui jumlah hari setahun dimana kereta pasti dapat beroperasi. Perhitungan dilakukan untuk tiap tahun produksi yang ditinjau : Untuk tahun produksi ke Jumlah hari kalender : 365 hari 2. Jumlah hari libur : 7 hari 3. Hari kerja per tahun : 358 hari 4. Jam kerja per hari : 8 jam 5. Jam kerja per tahun : jam 6. Pengurangan jam kerja : a. Akibat Pemeliharaan = Lx F x / KapasitasMTT JumlahMTT L = panjang keseluruhan jalan rel = 320 Km F = frekuensi pemeliharaan per tahun = 6 bulan Kapasitas MTT = 400 meter/jam Jumlah MTT = 3 buah Maka pengurangan akibat pemeliharaan = 533,33 jam/tahun

10 44 b. Akibat Hari Jelek Untuk Operasi Hari jelek untuk operasi didefinisikan sebagai hari dengan cuaca ekstrem yang menyebabkan operasi perjalanan kereta api tidak dapat dijalankan dengan aman sesuai dengan standard keselamatan yang berlaku. Menurut praktek umum dalam bidang perkeretaapian, diambil keadaan dengan cuaca jelek tersebut selama 4 hari atau sama dengan 96 jam/tahun. c. Akibat Keterlambatan yang Tidak Diharapkan Operasi kereta api umumnya sudah dilengkapi dengan berbagai peraturan operasi untuk mengantisipasi berbagai keterlambatan perjalanan. Namun begitu masih terdapat berbagai hal diluar jangkuan manusia yang tidak dapat tercakup dalam peraturan tersebut dan biasanya keterlambatan tersebut dialokasikan sebagai cadangan dengan besaran umumnya 5% dari jam kerja per tahun, yaitu = 5 % x = 429,60 jam/tahun d. Akibat kecelakaan yang tidak diharapkan Besarnya pengurangan jam kerja per tahun akibat kecelakaan yang tidak diharapkan biasanya diambil 5% dari jumlah jam kerja per tahun yaitu 429,60 jam. Dengan demikian jumlah pengurangan jam kerja adalah : 533, , ,60 = 1.488,53 jam kerja per tahun Maka jam kerja efektif = ,53 = 7.103,47 jam kerja/tahun atau sama dengan 295 hari.

11 45 Untuk tahun produksi pertama, perbedaan perhitungan hanya terletak pada pengurangan jam kerja akibat pemeliharaan dimana cukup digunakan peralatan MTT 1 unit dengan perioda pemeliharaan 3 bulan. Sehingga jam kerja per tahun akibat pemeliharaan adalah : 320 x 1000 x 12/3 = jam Maka jam kerja efektif = ,20 = 4.436,8 jam/tahun atau 184 hari. Dengan cara perhitungan seperti diuraikan diatas, maka proses selanjutnya dapat dilakukan sacara tabelaris yang disampaikan dalam tabel 4.5. Tabel 4. 5 Perhitungan Hari Kerja Efektif No. Hari Kerja Satuan Tahun 1 Tahun Hari Kalender Hari Hari libur setahun Hari Hari keja per tahun Hari Jam kerja per hari Jam Jam kerja per tahun Jam Pengurangan jam kerja a. Pemeliharaan jalan rel Jumlah keperluan MTT Unit 1 3 Kapasitas MTT per jam m/jam Frekwensi pemeliharaan Bulan 3 6 Pengurangan jam kerja Jam/th b. Hari dengan cuaca jelek Estimasi jumlah hari Hari 4 4 Ekivalensi jumlah jam Jam/tahun c.akibat keterlambatan diluar perhitungan Estimasi prosentase thd total % 5 5 Ekivalensi jumlah jam per tahun Jam/th 429,60 429,60 d. Akibat kecelakaan Estimasi prosentase % 5 5 Ekivalensi jumlah jam per tahun Jam/th 429,60 429,60 6 Hari Kerja Efektif a. Jumlah pengurangan jam kerja Jam/th 4.155, ,53 b. Jam kerja efektif per tahun Jam/th 4.436, ,47 c. Hari kerja efektif per tahun Hari/th

12 Analisis Operasi Perjalanan Kereta Api Frekuensi Perjalanan Kereta Dari hasil perhitungan target jumlah angkutan pada subbab dan hari kerja efektif pada sub bab dapat dihitung kebutuhan kapasitas angkut per tahun yang besarnya = target jumlah angkutan / hari kerja efektif Perhitungan dan hasil untuk tiap target tahun produksi adalah seperti tabel berikut : Tabel 4. 6 Perhitungan Kebutuhan Kapasitas Angkut Tahun Produksi Target Jml. Angkutan (MTA) Hari Kerja Efektif Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari) Tahun ,70 Tahun ,93 Dengan kebutuhan kapasitas angkut yang diperoleh diatas, maka dapat dihitung frekuensi kereta bermuatan (loaded) yang diperlukan dengan menggunakan kapasitas rangkaian satu kereta api sebesar ton seperti diuraikan pada bab 4.1.3, sehingga: Frekuensi = kebutuhan kapasitas angkut / kapasitas angkut rangkaian Hasil perhitungan tiap tahun yang ditinjau disampaikan dalam tabel berikut : Tabel 4. 7 Kebutuhan Frekuensi Kereta Tahun Produksi Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari) Kapasitas Angkut Rangkaian (ton) Kebutuhan Frekuensi Kereta (KA/hari) Tahun , ,88 Tahun , ,65

13 47 Hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekwensi kereta bukan merupakan bilangan bulat. Hal ini pasti tidak bisa diterapkan dalam praktek operasi perjalanan. Oleh karena itu dilakukan pembulatan kebawah untuk mendapatkan frekuensi perjalanan kereta, sehingga untuk masing-masing tahun produksi diperoleh hasil sebagai berikut. Frekuensi perjalanan kereta Tahun produksi 1 = 9 kereta/hari Tahun produksi 4-20 = 24 kereta/hari Penentuan Headway Headway adalah selang waktu antara keberangkatan satu kereta dengan kereta berikutnya. Operasi pengangkutan batubara direncanakan berlangsung menerus 24 jam, sehingga nilai headway dapat diperoleh dari pembagian waktu operasi dengan jumlah kereta rencana. Nilai headway tersebut merupakan harga maksimum yang tidak boleh terlampaui agar derajat pelayanan angkutan yang diinginkan masih dapat dipertahankan. Hasil penentuan nilai headway maksimun dengan anggapan distribusi headway adalah seragam selama 24 jam sehari disampaikan dalam tabel berikut : Tabel 4. 8 Besaran Headway Maksimum Tahun Produksi Frekuensi Perjalanan Headway Maksimum Tahun pertama 9 24*60 = 160 menit 9 Tahun keempat dst *60 = 60 menit 24

14 Penelusuran Perjalanan Kereta Penelusuran perjalanan kereta adalah analisis mengikuti jejak perjalanan kereta api baik untuk yang berangkat dari Tanjung Enim, yaitu lokasi TLS (Train Loading System) menuju ke Srengsem tempat beradanya TPT (Train Port System) ataupun sebaliknya dari TPT menuju TLS. Perhitungan dilakukan dari titik masuk TLS hingga titik masuk TPT dengan panjang jalan rel m atau 307,476 Km. Proses setelah titik masuk kedua tempat tersebut dinyatakan sebagai waktu muat di TLS dan waktu bongkar di TPT. Panjang keseluruhan jalan rel termasuk dalam sistem TLS dan TPT adalah 320 Km. Faktor-faktor yang di perhitungkan dalam proses penelusuran meliputi : Kecepatan operasi V = 46 Km/jam Waktu bongkar di TLS = 45 menit (termasuk inspeksi) Waktu bongkar di TPT = 143,8 menit (termasuk waktu inspeksi) Waktu pergantian awak kereta = 15 menit (untuk kereta bermuatan) = 2 menit (untukkereta kosong) Waktu crossing (waktu tunggu bersilang) = 15 menit (untuk kereta kosong) Proses Perhitungan a. Kereta bermuatan dari TLS menuju TPT Bila posisi stasiun A = X 1 (dalam meter) Bila posisi stasiun B = X 2 (dalam meter) Maka jarak antara stasiun A ke stasiun B = X AB = X 1 X 2 Waktu perjalanan antara A ke B = TAB = X AB V

15 49 Waktu kumulatif antara TLS ke TPT = = i= b. Kereta kosong dari TPT menuju TLS Stasiun A = X 1 (dalam meter) Stasiun B = X 2 (dalam meter) j TPT TLS Tij + 15 ' + TL Jarak antara stasiun A ke stasiun B = X AB = X 1 X 2 Waktu perjalanan antara A ke B = TAB = X AB + 15 V Waktu kumulatif dari TPT sampai TLS = = = j TLS i TPT Tij + 2 ' + TUL Perhitungan selanjutnya untuk produksi tahun ke 4 sampai ke 20 dilakukan secara tabelaris yang disampaikan dalam tabel berikut :

16 50 Tabel 4. 9 Perhitungan Waktu Perjalanan Kereta Api PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN KERETA API ITEM OPERASI KA SATUAN STASIUN TPT TLS Waktu Perjalanan Chainage, patok km KM Jarak antar stasion (jarak sebenarnya) Meter Gradien hela %o KA BERMUATAN (Dari TLS) Kecepatan rata2 Km/jam Langsiran untuk muat menit 20 Inspeksi (pemeriksaan) menit 25 Waktu berjalan menit Pergantian awak KA menit 15 Kumulatif waktu perjalanan menit jam KA KOSONG (Dari TPT) Kecepatan rata2 Km/jam Waktu bongkar muatan menit Inspeksi (pemeriksaan) menit 25 Waktu berjalan menit Waktu berpapasan (waktu tunggu di sta) menit Pergantian awak KA menit 2 Kumulatif waktu perjalanan menit jam RINGKASAN Loko KA bermuatan Loko KA kosong Kumulatif menit Waktu siklus lokomotif jam Gerbong bermuatan Gerbong kosong Kumulatif menit jam menit 1,439.6 Waktu putar gerbong (WPG) jam 24.0 Dari tabel diatas diperoleh waktu peredaran kereta (WPK) = 1.320,82 menit

17 51 c. Penelusuran Perjalanan Kereta Tujuan penelurusan perjalanan kereta api untuk mengetahui kemungkinan penerapan operasi pelaksanaannya pada jaringan jalan rel yang direncanakan. Proses penelusuran dimulai dengan mengikuti keberangkatan kereta pertama dari TLS pada pukul disusul oleh kereta-kereta berikutnya dengan selang waktu setiap 1 jam. Setiap perjalanan kereta di plot waktu kedatangan maupun keberangkatannya pada stasiun yang dilewati. Hasil ploting semua perjalan kereta api dalam waktu sehari semalam (24 jam) digambarkan dalam diagram waktu ruang. Diagram ini biasanya juga disebut sebagai Gapeka (grafik perjalanan kereta). Untuk tahun produksi ke 4-20 diagram waktu ruang seluruh perjalanan kereta api dapat dilihat pada gambar berikut :

18 52 Tabel Penelusuran Perjalanan Kereta Api DIAGRAM WAKTU RUANG Time (hour) SRENGSEM SUKABUMI PEMANGGILAN SUKARAME SUMBEREJO KALIRANDU TANJUNGIMAN KOTABUMI BR KENDALISODO NEGERIRATU BR TULUNGBUYUT BR NEGERIAGUNG BR PAHUNG WAYTUBA BR MARTAPURA BR GILAS BR TALANGPUSAR PELAWAN GUNUNGMERAKSA PRABUMENANG SINARLUBAI SUBANJERO BANK0TENGAH TRANS01 TRANS03 TRANS05 TRANS07 TRANS09 TRANS11 TRANS13 TRANS15 TRANS17 TRANS19 TRANS21 TRANS23 TRANS25 TRANS27 TRANS29 TRANS31 TRANS33 TRANS35 TRANS37 TRANS39 TRANS41 TRANS43 TRANS45 TRANS47

19 53 Dari hasil penelusuran maupun Gapeka diatas, dapat disimpulkan bahwa pola operasi perjalanan kereta api dengan frekuensi 24 keberangkatan kereta bermuatan pulang pergi selama masa operasi 24 jam sekali dapat dijalankan dengan aman. 4.4 Produksi Angkutan Setelah mengetahui dari hasil penelusuran dan Gapeka bahwa semua pola operasi perjalanan yang direncanakan, baik untuk tahun produksi pertama maupun produksi tahun ke 4 20 dapat dilakukan dengan aman, maka dari pola operasi tersebut dapat dihitung hasil produksi angkutan. Perhitungan hasil produksi angkutan dimaksudkan untuk mengetahui apakah target setiap tahun produksi yang direncanakan dapat semuanya terangkut. Hasil produksi angkutan hanya dihitung untuk hari efektif dengan rumus : Produksi angkutan = jumlah hari efektif x kapasitas angkut rangkaian x frekuensi perjalanan. Untuk setiap tahun produksi yang ditinjau, perhitungan dan hasil produksi angkutan dilakukan dalam tabel berikut : Tabel Produksi Angkutan Tahunan Th. Produksi Hari Efektif Kap.Rangkaian Frekuensi Prod. Tahunan (MTA) Target Produksi (MTA) Th ton 9 5, Th ton 24 23,364 20

20 54 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola operasi pertama dengan frekuensi 9 kereta per hari serta pola operasi kedua dengan 24 frekuensi kereta api per hari dapat memenuhi target produksi. 4.5 Analisis Optimasi Sasaran utama tujuan penelitian adalah untuk melakukan optimasi pola perjalanan kereta api. Optimasi dilakukan dengan menetapkan hasil akhir produksi angkutan sebagai fungsi dari pola operasi, atau : Produksi angkutan = f (pola operasi) Hasil akhir adalah produk angkutan sejak tahun pertama hingga tahun ke 20, yaitu akhir masa konsesi penambangan. Setiap pola operasi yang dihitung berdasarkan tahun target produksi tertentu mempunyai hasil akhir yang berbeda. Disamping itu setiap pola operasi yang dibebani dengan jumlah angkutan tertentu akan menghasilkan produksi angkutan yang berbeda. Untuk pola operasi pertama, dengan dasar perhitungan tahun target operasi keempat, hasil produksi angkutan tahun pertama hingga tahun ketiga terbatas sebesar target produksi, sedangkan tahun ke 4 20 maka kapasitas yang tersedia baru dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Untuk pola operasi kedua, dihitung berdasar tahun target operasi pertama, hasil produksi angkutan baru bisa ditingkatkan mulai tahun keempat karena pelaksanaan konstruksi dan penyesuaian operasi yang diperkirakan perlu waktu setidaknya 2 tahun, kecuali pola operasi tersebut tidak dirubah seterusnya.

21 55 Apabila S menyatakan strategi tiap pola operasi, maka : Strategi 1 = S1 Produksi angkutan Headway Pelaksanaan = 23,4 MTA = 60 menit = mulai tahun 1 dan seterusnya, Strategi 2 = S2 Produksi angkutan Headway Pelaksanaan = 5,5 MTA = 160 menit = mulai tahun 1dan seterusnya, Strategi 3 Produksi angkutan Headway Pelaksanaan = 23,4 MTA = 60 menit = mulai tahun 4 setelah S2 Pernyataan alternatif strategi pola operasi dalam data optimasi dan hasil akhir pada tahun ke 20 adalah : Tabel Alternatif Strategi Kapasitas Angkut Strategi Pola Operasi S1 : Kapasitas 23.4 MTA, H = 60, mulai th. 1 S2 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th. 1 s/d 3, Kapasitas 23.4 MTA, H = 60, mulai th. 4 dst. S3 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th.1 dst. Hasil Produksi Angkutan MTA Th.1 Th. 2 Th.3 Th.4-20 Total MTA 5,5 11,5 20,0 23,4 434,8 5,5 5,5 5,5 5,5 110,0 5,5 5,5 5,5 23,4 414,3

22 56 Untuk menentukan strategi optimum, digunakan metoda pohon keputusan deterministik tahap ganda yang menggunakan maksimasi hasil akhir sebagai kriteria strategi optimum. Analisis optimasi dalam pohon keputusan untuk alternatif strategi diatas adalah sebagai berikut : Kapasitas Angkut 23.4 MTA, H=60' Produksi 5.5 MTA Kap Ang 5.5 MTA,H=160' Produksi 5.5 Gambar 4.5 Pohon Keputusan Deterministik Tahap Ganda Dari analisis dalam gambar diatas dapat disimpulkan bahwa alternatif strategi pertama (S1) merupakan strategi optimum. Hal ini berarti bahwa bila PT. Bukit Asam membangun fasilitas prasarana, sarana maupun operasi berdasarkan kapasitas angkutan kereta api yang dapat menampung target

23 57 produksi terbesar, yaitu 20 MTA. Maka strategi tersebut merupakan pilihan terbaik yang akan memberikan keuntungan terbesar. 4.6 Pemeriksaan Kapasitas Lintas Pada umumnya, analisis penelusuran perjalanan sudah memberikan informasi yang cukup akurat mengenai kemungkinan teknis pelaksanaan operasi perjalanan kereta api. Namun begitu untuk mendapatkan kepastian tentang kelancaran pelaksanaan operasi maka perlu dilakukan pengecekan terhadap kapasitas lintas. Pemeriksaan kapasitas ini membandingkan antara jumlah frekuensi perjalanan yang direncanakan dengan batas kemampuan frekuensi perjalanan yang dapat ditampung dalam satu ruas jalan rel. Frekuensi perjalanan yang dimaksudkan adalah dalam dua arah pulang pergi. Analisis sebelumnya menunjukan bahwa strategi pertama merupakan pola operasi optimum dengan frekuensi 24 perjalanan kereta bermuatan tiap 24 jam berarti akan terdapat 48 perjalanan pulang pergi. Bila hasil pemeriksaan ternyata frekuensi kereta pulang pergi masih dibawah kapasitas lintas, maka pola tersebut bisa dijalankan dengan aman, sebaliknya bila nilainya diatas kapasitas lintas, maka pola operasi harus dirubah. Jalur rel pada obyek penulisan skripsi ini merupakan jalur tunggal dan panjang rangkian kereta lebih dari 500 m. Rumus kapasitas yang sesuai dengan keadaan jalur rel dan rangkaian adalah : 1440 N = Lx60 + 7,5 V

24 58 Dimana : N = kapasitas Lintas (kereta/hari) L = jarak terpanjang antara dua stasiun yang berurutan = 15 km V = Kecepatan operasi kereta = 46 Km/jam Sehingga : N 1440 = = 53 kereta / hari 15x60 + 7,5 46 Ternyata jumlah perjalanan pulang pergi (frekuensi) sebesar 48 kereta/hari masih dibawah kapasitas lintas 53 kereta/hari. Berarti pola operasi sesuai strategi 1 bisa diterapkan dengan aman. 4.7 Penetapan Pola Operasi Terpilih dan Gapeka Pola operasi yang terpilih adalah pola perjalanan kereta api dalam waktu 24 jam yang telah diuji melalui analisis optimasi dan telah diperiksa kemungkinan pelaksanaannya secara teknis melalui pemeriksaan kapasitas lintas. Gapeka yang sesuai dengan pola operasi yang terpilih adalah diagram waktu ruang seluruh perjalanan kereta api selama 24 jam yang memenuhi pola operasi terpilih tersebut. Dari hasil optimasi serta pemeriksaan kapasitas pada uraian sebelumnya maka pola operasi pada strategi 1 yang disusun berdasarkan skenario tahun produksi 4 hingga 20 merupakan alternatif optimum rencana pembangunan sistem angkutan kereta khusus batubara dan dapat ditetapkan sebagai pola operasi terpilih.

25 59 Diagram waktu ruang yang telah diperoleh dari analisis penelusuran perjalanan kereta pada bab sebelumnya adalah gapeka yang sesuai dengan pola operasi terpilih. 4.8 Pembahasan Hasil Hasil analisis yang telah dilakukan memberikan gambaran beberapa hal, yaitu : a. Pola operasi optimum yang layak untuk diterapkan sebagai strategi pembangunan sistem angkutan khusus batubara di Sumatra Selatan adalah pola operasi dengan frekuensi perjalanan 24 kereta/hari, headway 60 menit. Pola operasi tersebut akan memberikan hasil produksi angkutan terbesar yang memenuhi kriteria target produksi PT. Bukit Asam. b. Dengan diperolehnya pola operasi optimum yang memberikan hasil produksi angkutan maksimum dapat dianggap akan memberikan hasil komersial terbesar bagi PT. Bukit Asam, karena permasalahan produksi yang ada merupakan fungsi transportasi atau angkutan hasil tambang bukan pada jumlah deposit batubara maupun teknologi penambangannya. c. Dalam menjalankan pola operasi tersebut sebaiknya dibarengi dengan beberapa usaha untuk memperbesar ataupun memberikan kelonggaran nilai keuntungan yaitu : Penyediaan sarana berupa lokomotif dan gerbong, bisa dilakukan bertahap sesuai target produksi tahunan. Penyelenggaraan operasi bisa disesuaikan dengan frekuensi kereta terutama pada tahap awal tahun produksi

26 60 d. Diagram waktu ruang yang diperoleh merupakan hasil analisis dengan mengambil nilai headway maksimum. Pada operasi perjalanan yang sebenarnya nilai headway ini masih bisa diatur, misalnya dengan membagi menjadi jam sibuk dan bukan, tetapi frekuensi perjalanan dan kapasitas lintas tidak boleh di lampaui. e. Pentahapan target produksi dengan selang waktu yang pendek akan menyulitkan pelaksana konstruksi, karena perlu memperhatikan faktor kelangsungan produksi selama masa konstruksi. Apabila faktor pelaksanaan konstruksi menjadi bahan pertimbangan, maka pentahapan target produksi harus mampu menampung keperluan waktu konstruksi.

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pendekatan Analisis Optimasi pada tujuan penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem dimana pola operasi adalah optimum bila frekwensi perjalanan kereta api mendekati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim Sumatra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu sistem transportasi, hubungan antara prasarana, sarana, dan operasi sangat erat. Suatu ketersediaan prasarana dan sarana dapat secara maksimum termanfaatkan

Lebih terperinci

OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI. Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI

OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI. Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI 0800787183 Universitas Bina Nusantara Jakarta 2010 i OPTIMASI POLA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kapasitas lintas Dari hasil analisis Grafik perjalanan kereta api (Gapeka) 2015 didapatkan kesimpulan mengenai persentase jenis kereta api pada jalur Rewulu-Wojo.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

KA Nomor Urut Kecelakaan:

KA Nomor Urut Kecelakaan: LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA BBR 21 (BABARANJANG) DI KM 194+899 PETAK JALAN ANTARA STASIUN MARTAPURA STASIUN WAYTUBA MARTAPURA, KAB OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN SENIN, 17 DESEMBER 2003

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Peran kereta api dalam tataran transportasi nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Kegiatan Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api dalam bab 2 Jenis dan Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2018 Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat MUHAMMAD FAISHAL, SOFYAN TRIANA Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam penggerak utama perekonomian nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani NRP: 0821049 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto S., Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Tata letak stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA OUTLINE : a) Terminal KA stasiun b) Sistem pengoperasian dan pengamanan perjalanan KA c) Pengenalana Rambu/Semboyan pada kereta api d) Grafik Perjalanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam pembangunan telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda Kajian pola operasi jalur kereta api ganda merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jalur kereta api. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Perkeretaapian di Indonesia terus berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya (Utomo,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejalan dengan perkembangan teknologi automotif, metal, elektronik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Kereta Api Transportasi darat mulai dikembangkan dengan teknologi penggerak (sarana) sederhana berupa roda, yang selanjutnya dihasilkan beberapa tipe dan ukuran. Sejalan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1. TINJAUAN UMUM Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang dewasa ini cukup tinggi menyebabkan mobilitas massa meningkat, sehingga kebutuhan pergerakannya pun meningkat

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1 NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1 Study on Operation System of Double Railway Track from Sembawa tobetung Isna Dewi Aulia 2, Sri Atmaja PJNNR 3, Dian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki cadangan batubara terbesar di Indonesia dengan potensi yang ada sekitar 22,24 miliar ton atau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 KEMENHUB. Jaringan Pelayanan. Lintas Pelayanan. Perkeretaapian. Tata Cara. Penetapan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 9 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian di tiga perusahaan, yaitu : PT. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kereta api merupakan salah satu jenis transportasi darat yang menjadi andalan masyarakat. Pelayanan jasa angkutan kereta api sepenuhnya dijalankan oleh manajemen

Lebih terperinci

DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN)

DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN) DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN) Tilaka Wasanta 1 1 Universitas Katolik Parahyangan Email: tilakaw@unpar.ac.id ABSTRAK Transportasi merupakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada aspek aspek pola operasi jalur ganda lintas layanan Stasiun Betung Stasiun Sumber Agung untuk mendukung perjalanan kereta api

Lebih terperinci

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 19, No. 1, 37-47, Mei 2016 37 Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat (Operation System Study of Muara-Enim Lahat Railway Double Track) DIAN SETIAWAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Penentuan tata letak jalur kereta api harus selalu disesuaikan dengan jalur kereta api

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Jalan Suria Sumantri 65 Bandung, Indonesia, 40164 Fax: +62-22-2017622 Phone:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendorong kegiatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Angkutan Kereta Api Nasional Penyelenggaraan perkeretaapian telah menujukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan perkembangan penduduk maka semakin banyak diperlukan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang baik untuk melancarkan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X. Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni

EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X. Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni OUTLINE Pendahuluan Penutup Outline Presentasi Pengumpulan dan Pengolahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim 1. Kondisi Eksisting Stasiun Muara Enim Stasiun Muara Enim merupakan stasiun yang berada di Kecamatan Muara Enim, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Analisis Objek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus penumpang yang menghubungkan antara stasiun Tanjungkarang dengan stasiun Kertapati. Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API, PERJALANAN KERETA API

Lebih terperinci

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat No.57, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Lalu Lintas Kereta Api. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 Tahun 2017 TENTANG LALU LINTAS KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN 4 REGULASI No RENCANA TINDAK TARGET / SASARAN 2010 2011 2012 2013 2014 Peraturan Menteri/Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI Rusman Prihatanto 1, Achmad Wicaksono 2, Ludfi Djakfar 2 1 Mahasiswa / Program Magister/Teknik Sipil/ Fakultas Teknik/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteistik Angkutan Kereta Api Nasional Peran jaringan kereta api dalam membangun suatu bangsa telah dicatat dalam sejarah berbagai negeri di dunia. Kereta api merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum yang sudah memenuhi kinerja yang baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.855, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Biaya. Prasarana. Perkeretaapian. Milik Negara. Biaya. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 62 TAHUN

Lebih terperinci

Tabel Jumlah Penduduk di Indonesia. Tahun Jumlah Penduduk ,5 179,4 205,1 237,6

Tabel Jumlah Penduduk di Indonesia. Tahun Jumlah Penduduk ,5 179,4 205,1 237,6 Pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Dari data sensus terbaru tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah penduduk di indonesia meningkat sebanyak 1,48 persen pertahun.

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI MANAJEMEN LALU LINTAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Penyebab permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Kereta api yang beroperasi pada track Klaten-Maguwo Jumlah kereta api yang beroperasi berdasarkan GAPEKA 2015 pada track Klaten-Srowot sebesar 93 KA/hari,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kenerja dari sistem operasi trasportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN

KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN ISBN 979 978 3948 65 2 KAJIAN TARIF KERETA API KALIGUNG JURUSAN TEGAL SEMARANG BERDASARKAN BOK DAN BIAYA KETERLAMBATAN Agus Muldiyanto, S.T., M.T., 1 Abstrak Dua faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Transportasi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, dalam kaitannya dengan kehidupan dan kegiatan

Lebih terperinci

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA

PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA Pengujian Bantalan Beton untuk Track Jalan Kereta Api (Dwi Purwanto) PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA Dwi Purwanto Abstract This paper discuss

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan komponen struktur jalan rel dan kualitas rel yang baik berdasarkan standar yang berlaku di

Lebih terperinci

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN DASAR-DASAR ANALISIS OPERASI TRANSPORTASI Penentuan Rute Sistem Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi baru sedikit yang dapat dieksploitasikan. Potensi batubara yang dimiliki Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ), BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Transportasi Antar Moda Titik berat operasi angkutan penumpang baik jarak dekat, sedang, maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ), mutu

Lebih terperinci

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang BAB II PEMBUATAN GRAEIK. PERJALANAN KLERETA API DAN RENCANA K1ERJA II.1. Ganbaran Unun Untuk membuat arus lalu lintas kereta api yang baik dan efisien, perlu pengaturan untuk memaksimalkan efisiensi dari

Lebih terperinci

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM 109+635 SAMPAI DENGAN KM 116+871 ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA DOUBLE TRACK GEOMETRIC INVESTIGATION FROM KM 109+635 UNTIL KM 116+870 BETWEEN CIGANEA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bandara Adisucipto adalah bandar udara yang terletak di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Semula Bandara Adisucipto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. P.T. Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah badan usaha milik Negara (BUMN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. P.T. Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah badan usaha milik Negara (BUMN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. P.T. Bukit Asam (Persero) Tbk P.T. Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang bertujuan mengembangkan usaha pertambangan nasional khususnya batubara.

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v BAB I PENDAHULUAN... I-1 A. Latar Belakang... I-1 B. Maksud dan Tujuan... I-1 C. Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.264, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TRANSPORTASI. Kereta Api. Lalu Lintas. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5961). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Fungsi Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara 2 sepur. Fungsi wesel adalah untuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Selaras dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator tersebut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Indikator Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kinerja-kinerja yang distandarkan. Hingga saat ini belum ada standar

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Seiring dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka

Lebih terperinci

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME LRT SEBAGAI SOLUSI EFEKTIF MENGATASI KEMACETAN JABODETABEK DISHUBTRANS DKI JAKARTA SEPTEMBER 2015 DISAMPAIKAN DALAM DIALOG PUBLIK DENGAN DTKJ 16 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG SHORT REPORT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG KM 18 SEPUR II EMPLASEMEN LABUHANRATU LAMPUNG 16 AGUSTUS 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

Lebih terperinci

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN BETUNG UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API PALEMBANG BETUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor transportasi dengan sarana dan prasarana yang memadai, sangatlah diperlukan adanya untuk pertumbuhan dan perkembangan wilayah sebagai tempat kegiatan manusia

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL KERETA API SRIWEDARI EKSPRESS JURUSAN SOLO - YOGYA

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL KERETA API SRIWEDARI EKSPRESS JURUSAN SOLO - YOGYA JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 ANALISIS KINERJA OPERASIONAL KERETA API SRIWEDARI EKSPRESS JURUSAN SOLO - YOGYA Bayu Rosida Sumantri dan Ir. Wahju Herijanto, MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain. III. LANDASAN TEORI 3.1. Kriteria Kinerja Menurut Hendarto (2001), untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem transportasi, maka diperlukan beberapa indikator yang dapat dilihat. Indikator

Lebih terperinci

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL KULIAH PASAANA TANSPOTASI PETEMUAN KE-8 PEENCANAAN GEOMETIK JALAN EL 1. Standar Jalan el A. KETENTUAN UMUM Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan geometrik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini akan dipaparkan melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut : MULAI DATA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT

PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 22 PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT Husny 1) Rika Deni Susanti 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api adalah salah satu moda transportasi darat disamping angkutan umum pada jalan raya yang diharapkan dapat meningkatkan mobilitas dan melancarkan distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prasarana Perkeretaapian Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012, Bab 1, Pasal 1 pengertian Prasarana Perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas 1 B A B 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung sebagai gerbang pulau Sumatra memiliki pelabuhan yang bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas 1 yang

Lebih terperinci